• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Identifikasi dan Analisis Lingkungan Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang teridentifikasi menjadi peluang dan ancaman yang dapat mempengaruhi penerapan Good Manufacturing Practices pada IKM roti-kue di Kota Bogor tercantum dalam Tabel 17.

5.2.1 Peluang

Terdapat 7 (tujuh) faktor internal teridentifikasi merupakan peluang yaitu : 1 Pontensial peluang pasar dalam negeri

Salah satu faktor sosial yang berpotensi terhadap penciptaan pangsa pasar bagi setiap bidang usaha di suatu wilayah adalah peningkatan jumlah penduduk

Tabel 17 Faktor-faktor lingkungan eksternal

No Faktor Lingkungan Eksternal

Peluang (opportunity)

1 Pontensial peluang pasar dalam negeri

2 Adanya bantuan programn dari pemerintah pusat 3 Perubahan pola konsumsi dan hidup sehat masyarakat 4 Perkembangan teknologi dan informasi

5 Keberadaan dari lembaga pendidikan/peneliti di Kota Bogor

Ancaman (threat)

1 Persaingan dari produk bakery sejenis (franchaise) dan produk luar Kota 2 Kenaikan biaya produksi yang mempengaruhi harga produk

3 Perkembangan jenis makanan jadi lain produk substitusi roti

4 Pembeli memiliki kekuatan untuk menentukan pilihan diantara perusahaan roti yang ada

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Penduduk Indonesia yang semakin meningkat dapat berimplikasi terhadap peningkatan kebutuhan pangan. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia selama periode 2005-2008 rata-rata 1, 28 % ( BPS, 2008). Jumlah penduduk Kota Bogor terus mengalami pertumbuhan dengan rata-rata selama kurun waktu 11 tahun terakhir adalah 2, 83 %. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi industri roti-kue di Kota Bogor untuk mengembangkan usahanya. Hal ini karena jumlah penduduk yang semakin meningkat merupakan pangsa pasar yang potensial untuk memasarkan produknya.

Nilai konsumsi roti per kapita oleh masyarakat Indonesia pada 2010 tumbuh tertinggi dibandingkan 11 negara Asia Pasifik lainnya. Nilai konsumsi roti di Indonesia naik 25% pada 2010 menjadi US$ 1,5 per orang per tahun, dari konsumsi US$ 1,2 per orang per tahun pada 2009. Pertumbuhan itu menjadi yang tertinggi dibanding kenaikan nilai konsumsi roti di negara-negara seperti Korea Selatan, Singapura, China, Taiwan, dan India pada periode yang sama. Asosiasi roti dan biskuit Indonesia memprediksi konsumsi roti dan biskuit pada kuartal II 2011 meningkat 10%-15% dibanding kuartal I tahun ini (http://id.indonesia financetoday.com/).

2. Adanya bantuan program dari pemerintah pusat

Pemerintah Kota Bogor juga menerima bantuan dari instansi pemerintahan pusat seperti BPOM, Kementrian Perindustrian melalui Direktorat Jenderal IKM,

Kementrian Kesehatan, Kementrian UKM ,Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Barat . Bantuan biasanya dapat berupa bentuk program/dana insentif, training, bimbingan intensif, bantuan peralatan atau bantuan pemasaran/promosi/pameran bagi IKM. Namun program, jadwal dan besaran bantuan sangat tergantung dari instansi pusat.

Salah satu program yang dianggarkan oleh BPOM untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia tertera dalam Rencana Aksi Pangan Nasional 2011- 2015 dengan sumber APBN untuk kegiatan mutu dan keamanan pangan sebesar 599 milyar untuk tahun 2012, 647 milyar tahun 2013, 725 milyar tahun 2014 dan 1.000 milyar untuk tahun 2015 ( Bapenas, 2010).

3. Perubahan pola konsumsi dan hidup sehat masyarakat

Pola konsumsi masyarakat Indonesia dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Secara garis besar, alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk bukan makanan. Pengeluaran konsumsi untuk makanan hampir 56,86 % dari seluruh pendapatan perkapitanya.Kaitan antara pola konsumsi komoditas pangan utama dengan tingkat pendapatan dapat dipahami atau dibuktikan pada tingkat makro maupun mikro menurut dua hukum, yaitu Hukum Engel dan Hukum Bennet. Hukum Engel menyatakan bahwa proporsi anggaran Rumah Tangga yang dialokasikan untuk konsumsi pangan pokok akan semakin kecil pada saat tingkat pendapatan meningkat. Hukum Bennet menyatakan bahwa rasio makanan pokok yang mengandung zat tepung akan menurun pada saat pendapatan meningkat atau persentase kalori yang diperoleh dari pangan pokok berkurang saat pendapatan meningkat, karena konsumen melakukan diversifikasi pangan yang dikonsumsinya dengan memasukkan kalori tinggi (Hanani, 2009). Kecenderungan perubahan pola konsumsi produk pengganti nasi merupakan peluang bagi industri pangan termasuk IKM roti di Kota Bogor. Penduduk Kota Bogor memiliki tingkat konsumsi konsumsi pangan terbesar ke tiga di provinsi Jawa Barat setelah Kota Sukabumi dan Kota Depok.

Dewasa ini terjadi perubahan pola hidup sehat di dalam masyarakat juga berdampak pada tingkat kepedulian konsumen dalam pemilihan produk yang aman dikonsumsi. Hal ini menjadikan peluang bagi IKM roti yang telah mendapatkan SP-

PIRT sebagai salah bentuk jaminan dari pemerintah bahwa produknya diproduksi dengan memenuhi persyaratan Good Manufacturing Practices yang ditentukan pemerintah.

4. Perkembangan teknologi dan informasi

Perkembangan teknologi dan informasi yang cepat merupakan peluang yang sangat besar bagi industri termasuk IKM roti di Kota Bogor. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi ini dapat mendukung kelancaran usaha baik pada aspek produksi maupun pemasaran.

5. Keberadaan dari lembaga pendidikan/peneliti di Kota Bogor

Di Kota Bogor dan sekitarnya terdapat beberapa perguruan tinggi seperti IPB, Universitas Pakuan, Universitas Djuanda, Diploma IPB , Universitas Ibnu Khaldun,Univeritas Nusa Bangsa, Diploma Analis Kimia yang dapat menjadi sumber informasi dan memiliki tenaga ahli yang dapat dimanfaatkan bagi IKM maupun pemerintah daerah. Perguruan tinggi tersebut umumnya juga punya aktivitas pengembangan dan pengabdian masyarakat yang salah satu kegiatannya ikut membantu membina/memfasilitasi IKM seperti Inkubator Bisnis, LPPM IPB, dan lain-lain. Hal ini dapat menjadi peluang kerjasama yang baik untuk meningkatkan penerapan Good Manufacturing Practices di IKM roti-kue di Kota Bogor. Lembaga penelitian yang berada di Kota Bogor cukup banyak, diantaranya seperti tercantum pada Tabel 18.

Tabel 18 Daftar balai penelitian di Kota Bogor  

NO

  Nama Balai Penelitian 

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Balai Besar Industri Agro

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian

Balai Penelitian Tanaman Pangan

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan Balai Penelitian Veteriner

Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Balai Penelitian Tanah

Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia SEAFAST Center IPB

Balitbang Botani

Puslitbang Gizi dan Makanan, Balitbang Kesehatan Institut Pertanian Bogor

5.2.2 Ancaman (threat)

Terdapat 7 (tujuh) faktor internal yang teridentifikasi menjadi ancaman yaitu :

1. Persaingan dari produk roti-kue sejenis (franchaise) dan produk luar Kota yang punya jaminan kualitas dan keamanannya

Saat ini semakin banyak outlet produk roti-kue sejenis yang merupakan

(franchaise) dari perusahaan besar dan produk luar Kota Bogor didirikan atau dipasarkan di lokasi strategis Kota Bogor seperti Bread Talk, Roti Boy, PT Yogya tbk , PT Hero Tbk, Amanda, Kartika Sari, Maxim, Sari Roti yang telah memiliki brand, jaminan kualitas dan keamanan melalui sertifikasi. Hal ini menjadi ancaman persaingan pasar bagi IKM roti di Kota Bogor.

2. Adanya kemungkinan kenaikan biaya produksi yang mempengaruhi harga produk

Harga minyak dunia mengalami fluktuasi yang besar selama tahun 2008- 2010. Harga minyak sempat menembus angka lebih dari US$ 145 per barrel. Seiring dengan naik turunnya harga BBM dunia, maka harga BBM di dalam negeri juga mengalami fluktuasi. Saat ini pemerintah menetapkan harga premium subsidi Rp 4. 500 dan non subsidi Rp 7.500. Semula tahun 2011 akan menaikan harga premium, namun kondisi ekonomi masyarakat yang belum siap maka pemerintah menunda rencana kenaikan ini.

Selain menggunakan bahan bakar minyak, saat ini hampir sebagian besar industri menggunakan gas elpiji sebagai bahan bakarnya. harga gas elpiji cenderung mengalami kenaikan (Tabel 19).

Tabel 19 Perkembangan Harga Gas Elpiji per Kemasan (Rp/Kg)

Tahun Harga Gas Elpiji (Rp)

3 Kg 6 Kg 12 Kg 50 Kg 2005 - 25.500 51.000 212.500 2006 - 25.500 51.000 212.500 2007 12.750 25.500 51.000 312.950 Jan-08 12.750 25.500 51.000 396.600 Apr-08 12.750 25.500 51.000 340.150 Jul-08 12.750 31.500 63.000 343.900 Agust-08 `12.750 - `69.000 362.750 Sumber : PT. Pertamina (2009)

Kondisi ini tentunya dapat mengancam IKM yang menggunakan gas elpiji untuk kelangsungan proses produksinya karena dapat menyebabkan biaya produksi menjadi meningkat. Kenaikan bahan bakar minyak (BBM) dan gas elpiji akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi, biaya distribusi dan mahalnya harga bahan baku produksi yang berakibat pada naiknya harga produk yang dibuat. Kondisi kenaikan BBM dan elpijii, membuat IKM berada dalam posisi yang sulit, margin keuntungan menjadi kecil dan menjadi suatu dilema untuk menaikkan harga.

Tarif Dasar Listrik (TDL) adalah tarif yang boleh dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan PLN. Penurunan TDL penting dilakukan sebagai stimulus fiskal bagi sektor riil di tengah dampak krisis ekonomi global. Oleh karena itu, bersamaan dengan kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM pada tanggal 15 Januari 2009, pemerintah juga menetapkan penurunan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 8%. Akan tetapi penurunan TDL ini hanya berlaku bagi pelanggan industri I-3 dengan daya tersambung 14-200 kVA dan industri I-4 dengan daya tersambung 201 kVA. Penurunan itu juga hanya pengurangan disinsentif bagi pelanggan industri yang menggunakan listrik melebihi daya tertentu saat beban puncak. Dengan kata lain, penurunan TDL pada tahun 2009 belum berdampak terhadap IKM. Bahkan pada tahun 2012 pemerintah akan menaikan TDL, kondisi ini dapat menjadi ancaman bagi IKM roti yang menggunakan listrik dalam proses produksinya.

3. Perkembangan jenis makanan jadi lain yang tergolong produk substitusi roti

Produk substitusi atau produk pengganti adalah produk lain yang memiliki fungsi sama dengan produk perusahaan dan dapat mempengaruhi keberadaan produk perusahaan selama di pasar. Keberadaan produk substitusi dapat menjadi ancaman bagi suatu perusahaan jika produk substitusi tersebut mempunyai harga yang lebih murah namun memiliki kualitas yang sama dengan produk yang ditawarkan perusahaan. Oleh karena itu, faktor harga jual dan mutu produk sering digunakan oleh pelaku usaha sebagai alat dalam menghadapi keberadaan produk substitusi. Pada industri roti (bakery), produk yang dapat digolongkan menjadi produk substitusi adalah biskuit, kue, sereal, pie, wafer, mi instan dan lain-lain.

Produk substitusi roti yang semakin beragam baik dari segi harga maupun mutu produk, misalnya mi instan, biskuit, sereal, pie atau wafer merupakan salah satu ancaman bagi usaha bagi IKM di Kota Bogor.

4. Pembeli memiliki kekuatan untuk menentukan pilihan diantara perusahaan roti yang ada

Secara umum, pembeli memiliki kekuatan untuk menentukan pilihan dalam membeli produk roti sesuai dengan seleranya. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah perusahaan roti yang terdapat di Kota Bogor, dimana masing- masing perusahaan roti menawarkan produk yang semakin bervariasi dan semakin banyak jenisnya termasuk dari segi mutu produk dan harga jual produk. Oleh karena itu, kondisi ini dapat menjadi ancaman bagi IKM roti di Kota Bogor.