• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.6 Perumusan Strategi (Matriks I’SWOT)

Dari hasil Matriks IE sebelumnya terlihat posisi pemerintah Kota Bogor terkait dalam meningkatkan penerapan Good Manufacturing Practices di IKM Roti dan Kue berada pada kotak sel V, yaitu pada kotak ‘jaga dan pertahankan’ (hold and maintain) dimana pada sel ini strategi yang umum digunakan adalah melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk (David, 2005).

Strategi penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk/jasa yang ada melalui upaya pemasaran yang lebih besar. Strategi ini secara luas dapat digunakan secara sendirian maupun dikombinasikan dengan strategi lain. Penetrasi pasar mencakup peningkatan pengeluaran untuk iklan, penawaran produk-produk penjualan secara ekstensif atau meningkatkan publisitas. Strategi pengembangan produk (product development) adalah strategi peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk/jasa saat ini (David, 2005).

Posisi pemerintah daerah Kota Bogor jika diaplikasikan pada matrik SWOT adalah strategi SO (Strengths –Opportunities), yaitu menggunakan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang.

Adapun perumusan strategi dengan menggunakan matriks SWOT untuk pemerintah daerah Kota Bogor dalam meningkatkan penerapan Good Manufacturing Practices di IKM roti dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini. Kekuatan (Strengths) dan Kelemahan (Weaknesses) dicantumkan pada baris (Horizontal) sedangkan Peluang (Opportunities) dan Ancaman (Threats) pada kolom (Vertikal). Analisa SWO terdiri dari empat alternatif strategi yaitu : analisa SO (Strengths –Opportunities), WO ((Weaknesses-Opportunities), S-T ( Strengths- Threats) dan WT (Weaknesses-Threats).

5.6.1 Srategi S-O (Strengths – Opportunities)

Dari hasil stukturisasi strategi SO diperoleh bahwa letak Kota Bogor yang strategis (S1), dukungan sarana prasarana yang memadai (S4), peluang potensial peluang pasar dalam negeri (O1) , perubahan pola konsumsi dan kesadaran hidup sehat konsumen (O3) dan penggunaan tehnologi dan informasi (O4) merupakan faktor independent (strong driver – weak dependent variables). Peubah pada sektor ini merupakan peubah bebas dan merupakan elemen-elemen kunci dalam hirarki.

 

S Kekuatan (strenghs) W Kelemahan (weakness)

s1 Lokasi Kota Bogor yang strategis w1 Belum ada Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah maupun Pengembangan Industri

s4 Dukungan sarana dan prasarana kota memadai w2 Keterbatasan Jumlah/keahlian tenaga PKP dan FDI s5 Kebijakan pembebasan biaya SP-PIRT w3 Komitmen dan budaya kerja IKM masih kurang

w7 Mekanisme pengawasan belum berjalan reguler

O Peluang (opportunities) Strategi S-O Strategi W-O

o1

Pontensial peluang pasar 1 o2 Adanya bantuan pemerintah pusat

2 Mempertahankan kebijakan pembebasan biaya SP-PIRT (s5) 2 Melakukan pengawasan berkala setahun sekali (w7,02,01)

3 Mengarahkan program bantuan pemerintah secara terencana, berkesinambungan dan berjenjang (s4,o2)

3 Bimbingan intensif produsen IKM bakeri (w3,02)

T Ancaman (threats) Strategi S-T Strategi W-T

t1 Persaingan produk bakery sejenis (franchaise)/ luar kota

1 Memfasilitasi asosiasi/perkumpulan IKM menggalang kekuatan dan kerjasama(t1)

1 Menetapkan Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah dan Pengembangan Industri (w1, t1) t4 Pembeli memiliki kekuatan untuk

menentukan pilihan

2 Memfasilitasi peningkatan desain dan inovasi pada label dan kemasan produk IKM roti ( t1,t4)

2 Pengembangan kemitraan dgn BUMN/ Bank

memfasilitasi pinjaman kredit lunak/modal bagi IKM roti (w3, t1)

Penyediaan “Kawasan Promosi Jajanan Sehat-Aman Asli Bogor” di kawasan strategis bagi produk IKM roti mendapat SP-PIRT(s1,o1)

Program pelatihan terencana petugas PKP dan petugas pengawas pangan (w2,02)

1

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Tabel 23 Perumusan Strategi (Matriks I’SWOT )

Sedangkan hasil matrik IFE diperoleh bahwa kebijakan pemerintah kota Bogor membebaskan biaya SP-PIRT merupakan kekuatan utama.

Alternatif strategi yang dihasilkan dari upaya menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang adalah :

1. Penyediaan “Kawasan Promosi Jajanan Sehat-Aman Asli Bogor” di tempat strategis sebagai media promosi dan pemasaran produk IKM Kota Bogor dan telah terjamin mutu keamanannya melalui sertifikasi SP-PIRT oleh pemerintah daerah (s1,o1)

Adanya lokasi Kota Bogor yang strategis antara lain menjadi tujuan belanja dan wisata kuliner, serta didukung dengan pemanfaatan sarana prasarana yang memadai digunakan untuk menangkap peluang potensial peluang pasar dalam negeri. Peluang pasar dalam negeri yang dipengaruhi perubahan pola konsumsi dan kesadaran hidup sehat konsumen yang ingin mendapatkan produk pangan yang terjamin mutu keamanannya. Strategi yang dapat digunakan untuk hal ini adalah penyediaan tempat strategis yang sering dikunjungi belanja dan wisata untuk melakukan promosi sebagai kawasan penyediaan produk IKM yang terjamin mutu keamanannya melalui sertifikasi SP-PIRT oleh pemerintah daerah misal berslogan “Kawasan Jajanan Sehat-Aman Asli Bogor”. Selain promosi dan menciptakan peluang pasar bagi produk IKM, sekaligus memberikan pendidikan kepada konsumen agar memilih produk pangan yang memenuhi mutu keamanan.

“Kawasan Jajanan Sehat-Aman Asli Bogor” ini dapat dimasukan dalam agenda paket kunjungan wisata Bogor Visit Year. Kawasan yang potensial dikunjungi wisatawan ataupun sebagai wisata kuliner antara lain di sekitar Kebun Raya Bogor, Surya Kencana, Tajur, sepanjang Jalan Raya Pajajaran, Taman Kencana.

2. Mempertahankan kebijakan pembebasan biaya SP-PIRT (s5)

Sumber keuangan daerah Kota Bogor yang cukup baik dapat dimanfaatkan untuk menunjang kebijakan pembebasan biaya SP-PIRT tetap dipertahankan untuk mendukung sektor industri makanan–minuman yang menjadi basis perekonomian Kota Bogor. Pembebasan biaya SP-PIRT ditujukan untuk mendorong minat IKM memperoleh SP-PIRT tanpa ada pembebanan biaya pendaftaran. Semakin banyak IKM yang mendapatkan SP-PIRT, diharapkan

semakin banyak IKM yang telah menerapkan good manufacturing practices. Dengan adanya nomor registrasi dan sertifikasi produk IKM Kota Bogor, maka akan mempermudah pemerintah dalam pengawasan, pembinaan maupun mempromosikan produk-produk IKM.

3.Mengarahkan program bantuan pemerintah secara terencana, berkesinambungan dan berjenjang (s4,o2)

Adannya jaringan koordinasi lintas SKPD dimanfaatkan untuk merencanakan dan mengarahkan bantuan pemerintah sesuai identifikasi dan level kebutuhan IKM. Program yang berkesinambungan dan berjenjang bagi IKM roti penting dibutuhkan dalam mendorong keberhasilan implementasi pemenuhan persyaratan keamanan pangan.

Program bantuan diarahkan dalam paket yang berisikan berbagai segi aspek (baik aspek keamanan pangan, aspek keuangan, aspek pemasaran) karena IKM membutuhkan dukungan pengetahuan dalam berbagai segi aspek yang saling mempengaruhi dalam keberhasilan menjalankan usahanya. Program bantuan dibuat dalam paket yang berjenjang supaya disesuaikan tingkat kemampuan dan kebutuhan IKM, sehingga program bantuan tepat guna dan tepat sasaran. Misal paket bantuan dasar bagi IKM yang baru memulai usaha/tumbuh misal pelatihan pengetahuan prinsip dasar keamanan pangan, tata kelola keuangan dasar, teknik produksi dasar, teknik marketing dasar. Paket bantuan kedua misal bagi IKM yang telah menjalankan bisnisnya 3 tahun dengan materi penyusunan manual penerapan Good Manufacturing Practices, manajemen keuangan dan sumberdaya, penciptaan brand image, dan lain-lain. Paket bantuan ketiga misal diperuntukan bagi IKM yang siap memperluas jaringan pemasarannya dengan progam bantuan insentif sertifikasi GMP/HACCP. Untuk dapat mengarahkan rencana dan program bantuan pemerintah , maka perlu didukung data base pemetaan dan kondisi, pelatihan yang telah disalurkan bagi IKM di Kota Bogor yang dibahas secara lintas sektoral.

5.6.2 Strategi WO ((Weakness-Opportunities)

Alternatif strategi yang dihasilkan dari upaya meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang adalah :

1) Program pelatihan terencana petugas penyuluh keamanan pangan dan petugas pengawas pangan (w2, 02)

Jumlah dan keahlian petugas penyuluh dan pengawasa pangan dapat diperbaiki dengan dua alternatif yaitu merekrut baru sumber daya manusia yang kompeten atau memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan memberikan program pelatihan yang terencana. Program pelatihan tersebut harus dimasukan dalam agenda Rencana Strategis Aksi Pangan Daerah sesuai acuan RAN-PG. Indikator capaian hasil yaitu jumlah tenaga PKP dan jumlah tenaga pengawas pangan.

Menurut Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012, kriteria tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang penyuluhan keamanan pangan dari Badan POM dan ditugaskan oleh Bupati / Walikota. Kriteria Tenaga Pengawas Pangan Kabupaten/Kota (District Food Inspector/DFI) adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat kompetensi pengawas pangan dari Badan POM.

Selain ketersediaan jumlah, tingkat keahlian petugas penyuluh maupun pengawas keamanan pangan juga menentukan keberhasilan penyampaian informasi kepada IKM maupun masyarakat. Perkembangan masalah keamanan pangan maupun perkembangan tehnologi proses produksi yang sangat cepat, haruslah diikuti oleh kemampuan petugas penyuluh maupun pengawas dalam menjalankan tugasnya. Untuk itu perlu diprogramkan peningkatan keahlian petugas penyuluh maupun pengawas yang ada melalui pelatihan yang sesuai seperti pelatihan SHACCP, ISO 22000, Penyusunan Dokumentasi Mutu, Teknik Komunikasi, Tehnologi Produksi, dan lainya.

2) Melakukan pengawasan berkala setahun sekali (w7,02,01)

Sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor Hk.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang pedoman pemberian sertifikat produksi pangan industri rumah tangga lampiran 1 butir g bahwa Bupati/ WaliKota cq. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melakukan monitoring (pengawasan) terhadap pemenuhan persyaratan SP-PIRT yang telah diterbitkan minimal 1 (satu) kali dalam setahun.

Hasil penelitian Wilcock et al. ( 2011) mengidentifikasi salah satu motivasi utama dalam menerapkan HACCP (termasuk didalamnya Good Manufacturing Practices) pada industri pangan kecil dan menengah adalah karena adanya regulasi pemerintah. Kepatuhan terhadap standar terkait keamanan pangan terutama di negara berkembang dapat diimplementasikan hanya dengan bantuan sistem surveilan yang kuat (Aloui and Kenny, 2005). Mekanisme ini harus didukung dengan mekanisme umpan balik tepat terstruktur, strategi pengelolaan sistem informasi terkoordinasi antara lembaga terkait, dukungan infrastruktur teknis dan sumber daya finansial serta pemberdayaan tenaga kerja terlatih sebagai bagian integral dari kerangka keamanan pangan (Sagheer and Syadav, 2008).

Untuk itu program pengawasan harus ditegakkan secara regular untuk mendorong IKM benar-benar menerapkan Good Manufacturing Practices.

3) Bimbingan intensif produsen IKM roti (w3,02)

Salah satu strategi yang disarankan oleh WHO (1999) kepada pemerintah negara berkembang dalam upaya mendorong peningkatan penerapan sistem keamanan pangan pada industri kecil dan menengah, yaitu memberikan bimbingan dan informasi jelas (misalnya manual, booklet, leaflet dan video) serta membuat proyek percontohan pada IKM yang dibimbing intensif sebagai unjuk demonstrasi kepada IKM lain. Bimbingan intensif pada IKM dibutuhkan mengingat keterbatasan pengetahuan dan sumberdaya yang ada pada IKM.

5.6.3 Strategi S-T ( Strengths- Threats)

Alternatif strategi yang dihasilkan dari upaya menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman adalah :

1) Memfasilitasi asosiasi/perkumpulan IKM menggalang kekuatan dan kerjasama (t1)

Pada saat penelitian ini dilakukan baru dibentuk kepengurusan asosiasi IKM di Kota Bogor atas fasilitasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor pada bulan Mei 2012. Mengingat asosiasi ini relatif baru terbentuk, maka dorongan dan fasilitasi dari pemerintah daerah sangat diperlukan agar IKM bergabung sehingga mempunyai kekuatan untuk mengatasi ancaman bersama- sama dengan pemerintah daerah Kota Bogor. Adanya perkumpulan/asosiasi akan memudahkan IKM membentuk kerjasama yang saling menguntungkan dan

memudahkan penyaluran aspirasi kepada pemerintah daerah Kota Bogor. Menurut WHO (1999) selain pemerintah, peran perkumpulan/ asosiasi industri dan perkumpulan konsumen/masyarakat diperlukan untuk mendorong keberhasilan penerapan sistem manajemen keamanan pangan di industri.

2) Memfasilitasi peningkatan desain dan inovasi pada label dan kemasan produk IKM roti (t1,t4)

Salah satu mengatasi ancaman persaingan dengan industri sejenis adalah dengan terus mendorong IKM meningkatkan mutu dan kemasan produknya melalui berbagai penyuluhan atau bimbingan. Umumnya produk IKM juga memiliki kekurangan pada label dan kemasan yang sederhana dan kurang menarik, untuk itu perlu ada bimbingan pelatihan untuk mendesain kemasan sesuai persyaratan dan menarik konsumen.

5.6.4 Strategi W-T( Weakness- Threats)

Hasil stukturisasi penyusun strategi WT diperoleh elemen kunci dalam tipe strategi ini adalah faktor belum adanya Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah maupun Rencana Strategis Pengembangan Industri yang ditetapkan oleh pemerintah Kota Bogor (w1).

Alternatif strategi yang dihasilkan dari upaya menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman adalah :

1) Menetapkan Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah dan Pengembangan Industri (w1, t1)

Rencana Strategis Aksi Pangan-Gizi Daerah perlu dibuat selaras dengan acuan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) yang telah ditetapkan Bapenas. Acuan Strategi Peningkatan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan dalam RAN-PG dijabarkan dalam program kegiatan antara lain:

a. Peningkatan jumlah dan kompetensi tenaga penyuluh keamanan pangan (PKP) dan Pengawas Pangan Kabupaten / Kota (District Food Inspector). Indikator capaian hasil yaitu: 1) Jumlah tenaga PKP dan 2) Jumlah pengawas pangan. b. Bimbingan teknis pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). dengan

indicator capaian hasil yaitu: 1) Jumlah penyusunan modul penerapan prinsip- prinsip keamanan pangan pada proses produksi di IRTP berdasarkan jenis produknya; 2) Jumlah IRTP yang dilatih dan difasilitasi penerapan prinsip-

prinsip kpamanan Pangan; 3) Jumlah IRTP yang dilatih dan difasilitasi disain dan implementasi cara produksi produk pangan yang baik (CPPB); 4) Monitoring dan verifikasi penerapan CPPB pada IRT.

Oleh karena Rencana Aksi Pangan-Gizi Daerah yang mengacu ke Rencana Aksi Pangan Nasional mencakup perencanaan SDM (jumlah dan keahlian tenaga PKP dan pengawas/DFI) dan alokasi pendanaan, sehingga mekanisme survailen dan penyuluhan dapat berjalan regular dan akan berdampak pada peningkatan pemahaman keamanan pada tenaga kerja IKM. Sehingga pada akhirnya akan mengurangi ancaman persaingan produk roti sejenis franchaise .

2) Pengembangan kemitraan dgn BUMN/ Bank untuk memfasilitasi pinjaman kredit lunak/pinjaman modal bagi IKM (w3, t1)

Secara umum modal dari IKM adalah terbatas, sedangkan untuk menerapkan Good Manufacturing Practices membutuhkan dukungan dana seperti perbaikan fasilitas bangunan, penyediaan alat kerja, training dan lain-lain. Sehingga keterbatasan modal menjadi penghalang bagi IKM dalam menerapkan GMP maupun menggerakan bisnisnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Karaman et al. (2012) yang menemukan bahwa biaya (46,4%) dan ketidakkecukupan kondisi fisik pabrik (35,7%) merupakan penghalang utama untuk mengadopsi program prasyarat (PRPs) pada pabrik susu Aydın. Oleh karena itu pemerintah bersama dengan asosiasi IKM perlu melakukan upaya pengembangan kemitraan dgn BUMN/ Bank untuk memfasilitasi pinjaman kredit lunak/pinjaman modal bagi IKM .