• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Identifikasi Pelaksana Rujukan

Menurut Sugiyono (2008:67) menyebutkan bahwa karakteristik informan utama merupakan salah satu penentu perilaku seseorang. Faktor karakteristik meliputi usia informan, lama bekerja, pendidikan, pengetahuan informan tentang sistem rujukan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012.

Informan dalam penelitian ini antara lain: a. Karakteristik Informan Kunci

Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala Seksi Kesehatan Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dengan pendidikan terakhir adalah S2. Lama bekerja infroman kunci yaitu 22 tahun. Informan kunci dalam penelitian

ini menjadi penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemberian layanan kesehatan rujukan yang berada di wilayah kabupaten Jember.

b. Karakteristik Informan Utama:

Informan utama dalam ini adalah 6 orang bidan, 1 perawat, 1 dokter umum dalam hal ini sebagai pengambil keputusan dalam merujuk ibu dan bayi serta penentu tempat rujukan. Berdasarkan wawancara mendalam, diperoleh karakteristik informan utama sebagai berikut:

1) SS

SS berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir adalah D3 kebidanan dan PNS masa kerja 36 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli KIA/Kesehatan Ibu Dan Anak

2) YA

YA berusia 40 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 20 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai bidan koordinator

3) LLk

LLK berusia 45 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 25 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli MTBS/Manajemen Terpadu Balita Sakit

4) JM

JM berusia 38 tahun dengan pendidikan program bidan (bidan B) dan PNS masa kerja 16 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai koordinator imunisasi.

5) YKL

YKL berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 21 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai bidan kepala kamar bersalin di Puskemas Kencong dan sebagai bagian dari tim PONED.

6) NN

NN berusia 34 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai kepala ruangan rawat inap di Puskemas Kencong dan termasuk bagian dari tim PONED.

7) YN

YN berusia 39 tahun beliau dengan pendidikan dokter umum dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai dokter ke dua di Puskemas Kencong dan beliau juga termasuk bagian dari tim PONED.

8) YY

YY berusia 30 tahun beliau dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 8 tahun. Peran dan tanggung sebagai pemegang wilayah Desa Wonorejo yang merupakan wilayah kerja Puskemas Kencong.

c. Karakteristik Informan Tambahan :

Informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini, yakni antara lain individu yang memiliki hubungan dengan bidan pelaksana rujukan dan sebagai pelaksana di tempat rujukan yang diberikan pelimpahan pasien dengan kegawatdaruratan kebidanan danneonatal:

1) SA

SA berusia 41 tahun dengan pendidikan terakhir D4 kebidanan. Sebagai kepala ruang kamar bersalin Rumah sakit PONEK dr Soebandi dengan masa kerja 25 tahun.

2) IN

IN berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir D3 kebidanan. Sebagai kepala ruangan kamar bersalin Rumah sakit Kelas C Balung dengan masa kerja tahun 19 tahun

Identifikasi karakteristik pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Umur atau usia informan

Hasil penelitian menyebutkan bahwa delapan informasi utama,informan tambahan dan informan kunci termasuk dalam usia 34 – 56 tahun. Keseluruhan usia informan utama menggambarkan bahwa usia bidan, perawat dokter yang telah senior dan matang. Dengan usia yang dimiliki tersebut menunjukkan bahwa informan utama memiliki kematangan berfikir dan bertindak yang semakin baik yang digunakan dikarenakan bertambahnya pengalaman dan wawasan yang dimiliki tentang sistem rujukan berjenjang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa umur seseorang memiliki pengaruh atau hubungan yang kuat terhadap tingkat pengetahuan atau wawasan, dan tingkat kematangan berfikir dalam bersikap maupun bertindak.

b. Lama Kerja

Berdasarkan hasil penelitian, lama kerja informan rata-rata di atas 10 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa pengabdian dan pengalaman informan terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang sudah memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Oleh karena itu, lama kerja informan memberikan pengalaman informan tentang penanganan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit Kelas C balung dan RS PONEK dr Soebandi untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal.

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh informan utama adalah pendidikan D3 kebidanan. Informan utama yang berlatarbelakang pendidikan D3 kebidanan sebanyak 6 orang dan berpendidikan sebagai dokter berjumlah satu orang dan pendidikan D3 keperawatan satu orang. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan informan dapat mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman seorang pasien tentang sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan

d. Pengetahuan Pelaksana Rujukan Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan Jember Selatan.

Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan wawancara mendalam dengan beberapa informan utama berikut ini:

“Biasanya pasien datang yang dirujuk dari wilayah atau datang sendiri ditangani dulu kemudian dimasukkan ke ruangan neonatal. Kemudian setelah itu mendapatkan penanganan intensif. Untuk penanganan rujukan di Puskemas bagian Jember Selatan terlebih dahulu di rujuk di RSUD Balung baru kemudian dirujuk ke rumah sakit PONEK yaitu RS. Soebandi”.(NN,IU.)

“Sistem rujukan itu ke RSU Balung baru ke RS PONEK” (LLK ,IU. )

“Proses rujukan itu ke RSUD Balung baru kemudian ke rumah sakit PONEK” (JM,IU. )

“Jember terbagi menjadi tiga wilayah kalau Jember Selatan dirujuk ke RSUD Balung, Jember wilayah Timur ke Rumah Sakit Kalisat dan Jember bagianTengah ke RS Patrang. Kalau untuk Jember Selatan untuk kasus kebidananan di rujuk ke RSUD Balung sedangkan kasusneonatalke RS PONEK” (YKL,IU. )

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menjelaskan bahwa sistem rujukan berjenjang Jember bagian selatan terlebih dahulu di rujuk ke RSD Balung kemudian di rujuk ke RSUD PONEK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan tentang sistem rujukan berdasarkan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan telah memahami dan mampu menjelaskan sistem rujukan dengan sistem regionalisasi yang ada. Berdasarkan kedelapan informan utama semua memahami sistem rujukan yang berdasarkan sistem regionalisasi Jember Selatan dari RSD Balung sampai ke rumah sakit PONEK.

e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Hal itu dimaksudkan

dapat memaksimalkan pelayanan dalam sistem rujukan yang diberikan untuk pasien dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa informan:

“Dalam proses rujukan, tim PONED siaga dalam melayani pasien kok” (JM,IU. )

“ya..siaga di RSUD balung ada dokter, bidan dan perawat yang bersedia melayani pasien yang telah dirujuk” (IN,IT. )

“Menurut saya, tim PONED siaga kok mau memberikan pelayanan untuk pasien yang dirujuk”(NN,IU.)

“Ya..siaga tim PONEDnya jadi tidak kwatir pasti terlayani” (LLK,IU. ) “Ya...ada pasien kagawatdaruratan tim PONED siap.Tetapi masalah kelangkapan kadang-kadang hanya bidan dan perawat atau dokter ama perawat”(YKL,IU. )

“ya..ada kok bidan, perawat dandokterrnya” (YY,IU. )

Hasil jawaban informan menyebutkan bahwa di Puskemas PONED Kencong untuk dokter, perawat dan bidan belum lengkap untuk melayani pasien. Hal ini didukung dari wawancara berikut:

“Untuk dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak masih belum menetap dan masih pinjaman serta ada MUO dari Unair Surabaya sehingga kurang ada ketersediaan dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak”(IN,IT. )

“Ada..dokter spesialis tetapi belum menetap dan senantiasa ada” (Dr YN,IU.) “ya..tapi kadang-kadang di RSUD Balung tidak ada dokter spesialis

kandungannya”(JM,IU.)

“Kalau di Balung ada tetapi belum siaga 24 jam, jadi di rujuk ke RS PONEK”(LLK, IU )

“Kalau di RSUD Balung dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak belum siap 24 jam tetapi kalau di rumah sakit PONEK sudah siap sehingga penangganan lebih mudah dilakukan di RS PONEK” (YKL,IU. )

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan di Puskesmas PONED Kencong sudah ada dokter, bidan dan perawat yang sudah dilatih tetapi tim PONED ini tidak selalu lengkap jika ada kasus kegawatdaruratan. Kadang kala, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal hanya ada bidan, perawat atau bidan dan dokter saja. Sedangkan di RSD Balung sudah siap dokter jaga, bidan dan perawat yang siaga untuk meyalani pasien kegawatdaruratan maternal. Namun untuk kasusmaternaldanneonatal, tenaga dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak tidak siaga, karena dokter spesialis hanya ada pada waktu tertentu ada dan belum menetap. Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK.

4.2.2 Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, sebagian besar informan mengerti tentang klasifikasi kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk ke RS Kelas C Balung maupun RS PONEK.

“ya, yang perlu dilakukan rujukan berdasarkan skor Poedji Rochjati kegawatdaruratan yang segera ditangani” (YKL,IU .)

“ya, skor Poedji Rochjati tinggi, dirujuk”(LLK,IU. ) “sesuai dengan kasus pasien” (NN,IU. )

“yang dirujuk apabila skor Poedji Rochjati’ (YY,IU. )

Hasil wawancara dengan informan menunjukkan kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk apabila skor Poedji Rochjati tinggi.

Selain itu, pembedaan kasus kegawatdaruratan juga penting diketahui oleh bidan dalam pemberian rujukan baik kasus emergency ataupun kasus elektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa informan mengetahui tentang klasisfikasi kasus kegawatdaruratan yang diperlukan tindakan merujuk. Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan/fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dijelaskan :

:”Ya..saya mengerti kasus emergency dan elektif. Kalau emergency kan langsung ditangani sedangkanelektifdirencanakan (Dr YN,IU.)

“ya mengerti kasusnya untuk dirujuk. Emergency segera ditangani kalau

elektifdirencanakan” (LLK,IU. )

“”ya mengerti, yang dimaksud kasus kegawatdaruratan emergency untuk segera ditangani karena mengancam keselamatan pasien dan elektif

direncanakan dan tidak mengancam keselamatan jiwa“ (YKL,IU. )

“ya pasti mengerti lah kasus emergency yaitu gawatdarurat dan elektif

yaitu tidak berbahaya” (YA,IU. )

“ya,,tahu kasus kasusemergencydanelektif” (JM,IU. )

“ya saya tahu perbedaan kedua kasus tersebut, kaloemergencyharus cepat ditangani kalauelektifsudah terencana” (NN,IU. )

Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam pemberian rujukan kepada pasien, bidan harus mampu membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang bersifat emergency atau elektif. Hal itu sangat penting dilakukan dalam rangka pemberian rujukan kepada pasien. Pada kasus terencana (elektif), kasus telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin.

Berdasarkan perbedaan kasus yang segera dirujuk, maka bidan juga mampu menentukan rumah sakit yang menjadi rujukan. Ada perbedaan dalam menentukan Rumah Sakit tempat rujukan antara kasus kebidanan dan neonatal. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa perbedaan tempat rujukan

biasnya tergantung kasus yang terjadi pada pasien. Hal itu didukung oleh hasil wawancara sebagai berikut.

“kalau kasus kebidanan dirujuk ke RSUD Balung tetapi kalau kasusneonatal

dirujuk ke RS PONEK” (YKL,IU.)

“kalau dirujuk ke RSUD Balung untuk kasus kebidanan saja tetapi kalau

neonatalsaya rujuk ke RS PONEK karena lebih lengkap” (NN,IU.)

“kalau pasien memilih RS Kelas C di balung karena dekat tetapi kalau kasus berat ke RS PONEK karena peralatan lebih lengkap”(YY, IU.)

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tempat rujukan sesuai dengan kasus yang ditangani. Jika ibu bersalin/BBL dirujuk ketempat yang tidak sesuai maka mereka akan kehilangan kesempatan yang sangat berharga untuk menangani komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka pada saat ibu melakukan kunjungan antenatal, pelaksana rujukan akan selalu berupaya dan meminta bekerja sama dengan baik dari suami/keluarga ibu untuk mendapatkan layanan terbaik dan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya, termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan.

4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan.

.

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan mulai pasien dirujuk sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien tertangani dengan baik adalah sebagai berikut;

“kalau RSUD Balung memerlukan 20 menit dari Puskemas Kencong dan pasien dari UGD ke kamar bersalin 15 menit sedangkan RS Patrang perjalanannya 1 jam dan dari UGD ke kamar bersalin 5 menit karena letaknya berdekatan” (LLK, IU.)

“kalau di Balung 45 menit perjananan sampai pasien berada di kamar bersalin tetapi kalau RS PONEK dr Soebandi 1 jam perjalanannya dan di UGD kurang dari 5 menit kemudian di kamar bersalin”(YN, IU.)

Hasil tersebut menggambarkan bahwa waktu yang diperlukan penanganan pasien di RS kelas C Balung berbeda dengan RS PONEK. Hasil wawancara ada perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK menunjukkan bahwa:

“Kalau di rujuk ke RSUD Balung waktunya cepat dan jaraknya lebih dekat, tetapi masih terbatas fasilitas, kalau RS PONEK agak jauh tetapi langsung penanganan pasien dapat di atasi” (YA, IU)

“Kalau RSUD Balung hanya butuh waktu transportasi 20 menit tetapi kalau RS Soebandi jaraknya jauh tetapi fasilitas lengkap”(YKL, IU. ) “kalau dirujuk ke Balung deket tetapi kadang kadang tidak segera ditangani, sedangkan kalau RS PONEK jauh tetapi segera ditangani” (NN, IU.)

“kalau ke RSUD Balung cuman 20 menit tetapi kalau RS PONEK bisa 1,5 jam perjalanan”(YY, IU. )

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk merujuk ke rumah sakit kelas C Balung lebih cepat dibandingkan dengan rumah sakit PONEK. Akan tetapi karena adanya perbedaan fasilitas meskipun lebih jauh merujuk ke RS PONEK dilakukan untuk mendapatkan penanganan langsung kepada pasien. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat meliputi stabilisasi penderita, tatacara merujuk dalam transportasi, penderita harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan surat rujukan. Keterlambatan rujukan ibu bersalin dengan komplikasi dan proses rujukan yang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukan dapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin dan bayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktu tiba di rumah sakit rujukan, sehingga penyelamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan, Selain hal tersebut keterlambatan proses rujukan seringkali menyebabkan kematian ibu dan bayinya oleh karena itu penanganan harus mempertimbangkan waktu yang tepat dan cepat.

4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal

Dalam penentuan RS rujukan ada beberapa faktor yang berkaitan dalam proses pengambilan keputusan rujukan. Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Pelaksana rujukan dalam menentukan keputusan RS tempat rujukan kadang mengalami perbedaan dengan apa yang diinginkan oleh pasien dengan kondisi yang dialaminya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara:

“ya, kadang-kadang bidan merujuk di RS PONEK Jember, pasien minta dirujuk ke Lumajang”(NN,IU.)

“berbeda, pasien minta ke Balung sedangkan kondisi mengkhawatirkan bidan merujuk ke RS PONEK” (YKL,IU.)

“ya..kadang-kadang keinginan pasien berbeda dengan RS yang dirujuk. Mungkin mengingat waktu dan biaya”(YA, IU. )

“ada bedanya kadang-kadang pasien ingin dirujuk di Balung, tapi bidan cenderung ke RS PONEK mengingat kasus pasien”(YY, IU. )

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan keputusan sering kali terjadi perbedaan dalam menentukan rumah sakit rujukan. Hal itu mengingat dalam pengambilan keputusan rujukan, kondisi pasien menjadi pertimbangan utama sehingga perlu dilakukan pemberian rujukan yang benar.

Selain itu, bidan dalam mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau tidak layak dijadikan tempat rujukan telah berdasarkan informasi dari pihak lain. Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut.

“Dapat informasi dari teman-temanbidan yang lain’ (NN,IU. )

“Tempat rujukan diinformasikan teman-teman, jadi kalau RSUD Balung kurang fasilitas makanya dirujuk di RS PONEK” (YA, IU. )

“Informasi dari teman-teman bidan, kalau di Balung belum lengkap jadi langsung dirujuk ke RS PONEK” (YKL,IU. )

“informasi dari pasien, teman-teman dan RS sendiri tentang pelayanan yang diberikan sehingga saya jadikan rujukan”(SS,IU. )

Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam menentukan tempat rujukan bidan berdasarkan informasi sesama bidan lain, pengalaman rujukan atau dari cerita pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu, dalam penentuan keputusan diperlukan tempat yang benar-benar mampu menangani pasien. Ada yang merujuk ke RS kelas C Balung dan ada yang langung ke RS PONEK dengan pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kesiagaan SDM.

Selain itu, dalam proses penentukan rumah sakit rujukan didasari pertimbangan informasi tentang pelayanan yang tidak memuaskan pada pasien dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hasil wawancara tentang kepuasan pasien didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut

“ya saya pernah mendengar bahwa ada pasien yang tidak puas dengan pelayanan RS PONEK. Bahkan ada kasus waktu ibu dan anak dalam keadaan tidak stabil malah ada yang sampai dirawat selama 2 hari” (YKL, IU.)

“banyak yang mengeluh di Balung rumit dan kurang cepat ditangani, lain dengan di RS PONEK cepat ditanganai”(SS,IU.)

“Kalau di Balung cukup puas tetapi kalau di RS PONEK sangat puas” (JM, IU.)

“dengar kalau di Balung banyak pasien komplain” (JM, IU.)

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa di rumah sakit Kelas C Balung seringkali bidan mendapatkan informasi ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang di berikan dibandingkan di RS PONEK. Hal itu dikarenakan ketersediaan SDM terbatas, fasilitas kurang lengkap sehingga sering dirujuk ke RS PONEK dr Soebandi.

Dalam menentukan proses rujukan, bidan mengevaluasi pilihan terkait dengan tempat rujukan sesuai dengan manfaaat yang diharapkan. Sesuai dengan hasil wawancara berikut;

“ya..tempat rujukan di evaluasi supaya sesuai dengan yang diharapkan”(J M, IU)

“ya, dilakukan evaluasi untuk referensi rujukan berikutnya”(SS, IU. )

“Benar, harus ada evaluasi supaya manfaat yang diberikan sesuai dengan pasien”(YA, IU. )

“ya..dievaluasi” (YY, IU. )

‘Saya selalu mengevaluasi terkait dengan tempat rujukan untuk keselamatan pasien supaya tidak terjadi kematian” (YKL,IU.)

Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil evaluasi terhadap tempat rujukan perlu dilakukan agar supaya memperoleh tempat rujukan yang tepat dan bermanfaat bagi pasien.

Pertimbangan dalam pengambilan keputusan rujukan juga dilihat dari pelaksana rujukan (bidan, dokter, perawat) yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hal ini didasarkan pendapat informan mengenai kepuasan terhadap Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK

“puas, di Balung cukup puas di RS PONEK sangat puas” (DrYN, IU. ) “ya puas tetapi kalau di Balung kadang-kadang ada komplain”(JM, IU. ) ‘Di RSUD Balung sedikit kurang memuaskan tetapi di RS PONEk lebih

puas” (YKL,IU .)

“di Balung kurang puas tetapi di RS PONEK puas karena fasilitas lengkap dan dr spesialias ada”(YA, IU. )

“Puas meskipun lebih puas di RS PONEK” (SS,IU.)

Hasil wawancara tersebut menunjukkan pelayanan untuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih memuaskan di RS PONEK karena adanya kesiapan dr. spesialis dan fasilitas selain itu, birokrasi tidak serumit di RSUD Balung. Akan tetapi kepuasan yang dicapai di Rumah Sakit PONEK memang sesuai dengan fasilitas yang ada dalam melayani pasien.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan pada rumah sakit Kelas C Balung dokter spesialis belum siaga 24 jam. Oleh karena itu, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih sering di rujuk ke rumah sakit PONEK. Hal itu dimaksudkan pasien agar diberikan pelayanan dan penangan yang lebih cepat. Dalam proses rujukan, harus ada yang memberi keputusan dalam menentukan tempat rujukan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pemberian keputusan rujukan dapat dilakukan oleh bidan senior, dokter dan perawat senior. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa informan:

“yang memutuskan bidan senior” (JM,IU.)

“Bidan piket jaga senior, bidan mengarahkan kepada kepala keluarga dimanatempat rujukan yang akan dituju”(LLK.IU.)

“Bidan jaga, atau bidan senior yang sudah PNS” (YKL.IU..)

“Bidan jaga, perawat dan dokter jaga yang menangani pasien” (YY.IU.)