• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

Yuli Karya Lestari

BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

ii SKRIPSI

diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat

dan mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Yuli Karya Lestari NIM 102110101162

BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

iii

berusaha keras untuk hidup seperti apa yang ia bayangkan, ia akan memperoleh sukses yang tidak terpikirkan olehnya”.

(4)

iv

NIM : 102110101162

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012 “ adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada instansi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, 10 Januari 2013 Yang menyatakan,

(5)

v SKRIPSI

EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA

PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012

Oleh Yuli Karya Lestari NIM. 102110101162

Pembimbing

Dosen Pembimbing Utama : Abu Khoiri, SKM, M.Kes

(6)

vi

Kegawatdarutan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012 telah diuji dan disyahkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 31 Januari 2013

Tempat : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember

Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Nuryadi, SKM, M.Kes Christyana Sandra,SKM, M.Kes

NIP 1972 0916 200112 1001 NIP. 1982041620 1012 2 003

Anggota I Anggota II

Abu Khoiri, SKM, M.Kes dr. Lilik Lailiyah, M.Kes NIP. 19790305 200501 1 002 NIP. 19651028 199602 2 001

Mengesahkan Dekan

(7)

vii

sayang dan tiada henti mengucapkan serangkaian doa terbaik dengan ketulusan hati untuk keberhasilan dan kebahagiaanku.

2. AnakkuIcha dan Dea yang selalu memahami dan memberikan dukungan, senyum, canda, serta kritikan yang membangun.

3. Semua guru – guruku, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada saya.

(8)

viii

ABSTRACT

Any problemsbefore theimplementation ofa regionalized systemis notimplementedoptimallylead toabuildup ofhospital patientsPONEK. This research isqualitative research. This research was conductedin the maternityhealth centerdistrictPONEDKencongKencong, Jember. The results

showeda tieredreferral systembased ona regionalized

systemwherereferralsouthernJembercaseemergencyobstetricand neonatal careat the health centerprogramJampersalKencong. Tieredreferralbythe administration

ofa regionalized systemwherereferralSouthJembercase

(9)

ix

2013;101 Halaman; BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Angka rujukan yang berasal dari Puskemas non PONED dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RS PONEKpada tahun 2010 terutama setelah ada program Jampersal. Adanya permasalahan yang terjadi di rumah sakit PONEK akibat penumpukan pasien karena pelaksanaan rujukan yang tidak melalui rumah sakit PONED. Hal itu dikarenakan karena adanya sistem regionalisasi yang tidak dilaksanakan secara optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasipelaksanan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai April 2011 sampai dengan oktober 2012

(10)

x

pelaksana rujukan yang meliputi umur yang mana para pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th, masa kerjanya rata-rata diatas 10 th sehingga mempunyai pengalaman yang cukup, pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan,D3 keperawatan dan S1 kedokteran, pengetahuan tentang pemahaman rujukan berjenjang berdasarkan regionalisasi rujukan telah dipahami dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong adalah 1 bidan,1 perawat,dan 1 dokter, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukanuntuk di RSUD Balung ada tetapi untuk kesiagaan dokter spesialis kandungan dan anak masih kurang di banding di RSU PONEK dimana SDM cukup dan terlihat kesiagaannya. Metode rujukan disesuikan dengan jenis klasifikasi kasus rujukan yang berdasarkan skor Poedji Rochjati yang bersifat elektif maupun emergency. Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak tempuh ke RSUD PONEK lebihjauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah.Proses pengambilan keputusan tempat rujukan didasari keinginan pelaksana rujukan dan keluarga pasien dan mempertimbangkan kegawatdaruratan kasus yang di tangani.. Proses pelaksanan rujukan harus sesuai dengan SOP yaitu dengan melakukan stabilisasi pasien terlebih dahulu.Output dari pelaksanaan rujukan berjenjang dengan sistem regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi.

(11)

xi

satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu ( S1 ) pada BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Drs. Husni Abdul Gani, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Jember.

2. Abu Khoiri, SKM, M.Kesselaku Ketua BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Jember dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

3. Christyana Sandra, SKM, M.Kesselaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

4. Semua Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember atas ilmu yang diberikan di bangku kuliah.

5. Semua karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

6. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Jember, 10 Januari 2013

(12)

xii

HALAMAN MOTTO ... iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

HALAMAN PEMBIMBINGAN... v

HALAMAN PENGESAHAN... vi

PERSEMBAHAN... vii

ABSTRACT... viii

RINGKASAN ... ix

PRAKATA ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

DAFTAR SINGKATAN... xviii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2. 1 Landasan Teori... 8

2.1.1 Puskesmas ... 8

2.1.2Puskesmas PONED... 8

2.1.3 Jaminan Persalinan……... 14

2.1.4 Konsep Sistem Rujukan ... 17

(13)

xiii

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3. 1 Jenis Penelitian ... 43

3. 2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1 Tempat Penelitian ... 43

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3. 3 Sasaran Dan Penentuan Informan Penelitian ... 44

3.3.1 Sasaran Penelitian ... 44

3.3.2 Penentuan Informan Penelitian ... 44

3. 4 Fokus Penelitian dan Pengertian ... 45

3. 5 Jenis dan Sumber data ... 46

3. 6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 47

3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data ... 48

3. 7 Tehnik Analisis Data ... 49

3. 8 Kerangka Operasional ... 51

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 52

4.1.1 Profil Puskemas Kencong ... 52

4.1.2 Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong ... 52

4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong ... 53

4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong ... 53

4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong ...54

4.2 Hasil Penelitian ... 55

4.2.1 Identifikasi Karakteristik Informan ... 55

(14)

xiv

4.2.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit

PONEK ...69

4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...69

4.3 Pembahasan ... 73

4.3.1 Identifikasi Karakteristik Informan ... 73

4.3.2 Metode dan Jenis Klasifikasi Kasus Rujukan ... 77

4.3.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan ...81

4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kebidanan Pada Program Jampersal ...82

4.3.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit PONEK ...83

4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...86

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

5.1 Kesimpulan... 91

5.2 Saran... 92 DAFTAR PUSTAKA

(15)

xv

SpOG ...25 Tabel 3.1 Fokus Penelitian dan pengertian serta teknik dan instrumen

(16)

xvi

PONEK ...13

Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED ... 14

Gambar 2.3 Hubungan komponen-komponen sistem ... 33

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian ... 44

(17)

xvii

2. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan kunci 3. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan utama 4. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan

tambahan

5. Lembar observasi maternal dan neonatal

6. Permohonan izin pengambilan data tentang alos dan bor di RSUD dr. Soebandi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat kepada Kepala Bakesbangpol 7. Surat rekomendasi dari Bakesbangpol ke RSUD dr. Soebandi

(18)

xviii

3. ANC : Ante Natal Care

4. BAKSOKU : Bidan, Alat, Keluarga, Sarana, Obat, Kendaraan, Uang.

5. BHP : Bahan Habis Pakai

6. BOR : Bed Occupancy Rate

7. DTT : Dekontaminasi Tingkat Tinggi 8. IMS : Infeksi Menular Seksual

9. JNPK-KR : Jaringan Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi

10. KB : Keluarga Berencana

11. Kontap : Kontasepsi Mantap

12. KRR : Kehamilan Resiko Rendah 13.MDG’s : Millenium Develoment Goals 14. MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

15. NAPZA : Narkotika Psikotropika dan Zat Aditif lainnya 16. P2B : Program Pendidikan Bidan

17. PEB : Pre-Eklamsia Berat 18. PKS : Perjanjian Kerja Sama 19. PNC : Post Natal Care 20. PNS : Pegawai Negeri Sipil 21. Polindes : Pondok Bersalin Desa

22. PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar

23. PONEK : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komperhensif 24. Poskesdes : Pos Kesehatan Desa

25. PPGDON : Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri danNeonatal 26. Risti : Resiko Tinggi

27. RSD : Rumah Sakit Daerah

28. RSU : Rumah Sakit Umum

29. RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

(19)

xix 35. KRR : Kehamilan resiko rendah 36. KRT : Kehamilan resiko tinggi

37. KRST : Kehamilan resiko sangat tinggi 38. RDB : Rujukan dini berencana

(20)

1

kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, untuk menjamin terpenuhinya hak hidup bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat (3) ditegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Kemudian pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanjutnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Salah satu indikatornya adalah rendahnya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di suatu negara.

Angka kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus

(21)

Menurut data jumlah kematian ibu Kabupaten/Kota se Jatim tahun 2011, Kabupaten Jember menduduki peringkat teratas. Berdasarkan sumber data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2009 kematian ibu sebesar 51 orang dan kematian bayi sebesar 348 bayi, tahun 2010 kematian ibu sebesar 55 orang dan kematian bayi sebesar 428 bayi, tahun 2011 kematian ibu sebesar 54 orang dan kematian bayi sebesar 439. Faktor penyebab dari kematian ibu yang tertinggi adalah penyakit jantung, perdarahan, PEB atau eklamsia. Tempat kematian terbesar berada di Rumah Sakit tipe B sebesar 21 orang, urutan kedua adalah di rumah sebesar 7 orang dan urutan ke tiga berada di RSD Kalisat

Kematian ibu bisa diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan kegawatdaruratan (Juknis Jampersal, 2011). Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Menurut hasil Rikesdes Tahun 2007, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jampersal. Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasitujuan pencapaian MDG’s 4.

(22)

kualitas dan pemerataan pelayanan antenatal. Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Peran Pusat Kesehatan Masyarakat, bukan saja penanganan persalinan normal saja tetapi juga diupaya pemberdayaan pelayanan gawat darurat tingkat primer yaitu penyediaan Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED). Pelayanan Kegawatdaruratan Dasar merupakan keharusan bagi keperluan pelayanan rujukan primer, alasannya adalah pada wilayah yang sulit terhadap akses ke pusat pelayanan rujukan, geografi dan transportasi yang terbatas yang sulit dijangkau maka puskesmas PONED merupakan fasilitas satu-satunya yang paling mungkin dijangkau. Selain pelayanan tingkat primer juga tersedia pelayanan di jenjang rujukan rumah sakit PONEK (PelayananObstetri Neonatal Emergency Komperhensif).

(23)

Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan April sampai Desember 2011 sebanyak 302 orang, rujukan dari puskesmas non PONED sebanyak 1.814 kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 84 orang dan rujukan dari bidan swasta sebanyak 27 orang. Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan Januari sampai April 2011 sebanyak 134 orang, rujukan dari puskesmas non PONED sebanyak 808 kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 51 orang dan rujukan dari bidan swasta sebanyak 18 orang.

Angka rujukan tertinggi berasal dari puskesmas non PONED, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RSU dr.Soebandi (PONEK) pada tahun 2010 sebesar 39,03% dan di tahun 2011 setelah ada program Jampersal meningkat menjadi 71,31%. Kondisi seperti ini merupakan salah satu penyebab potensial terjadinya infeksi nosokomial, selain pelaksanaan universal precaution (UP) yang kurang optimal. Apabila rujukan hanya tertuju pada satu rumah sakit saja maka terjadi penumpukan pasien di salah satu rumah sakit. Akibat dari peningkatan BOR di rumah sakit PONEK dr. Soebandi Jember pada program Jampersal salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di Kabupaten Jember maka pada tanggal 9 November 2011 dalam acara pertemuan Puskesmas PONED dan RS PONEK di seluruh Kabupaten Jember disepakati kebijakan sistem regionalisasi rujukan yang di sampaikan oleh kepala Dinas Kabupaten Jember dr. Olong Fadjri Maulana,

MARS. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.

.374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN bahwa pelaksanaan rujukan kesehatan rumah sakit dilaksanakan secara berjenjang dari bawah keatas yaitu Puskesmas, RS klas D, RS Klas C, RS Klas B, RS klas A dan memperhatikan jarak, fasilitas, kemampuan RS dan juga disepakati perlunya pembagian Rumah Sakit rujukan yaitu Jember bagian selatan, Jember bagian tengah dan Jember bagian timur.

Adapun pembagian wilayahnya sebagai berikut:

(24)

Andongsari, Sabrang, Nogosari, Semboro, Balung, Paleran, Umbulsari, Wuluhan.

b. Jember Tengah RSD Dr. Soebandi meliputi Jelbuk, Arjasa, Panti, Sukorambi, Kaliwates, Patrang, Sumber Sari, Mangli, Rambipuji, Gladak pakem, Jember kidul, Jenggawah, Kemuning kidul, Tempu rejo, Curah nangka, Ajung.

c. Jember Timur RSUD Kalisat meliputi Sukowono, Sumberjambe, Pakusari, Kalisat, Mayang, Ledokombo, Silo I, Mumbulsari, Silo II

Pembagian wilayah Jember selatan merupakan cakupan wilayah rujukan yang paling banyak di Kabupaten Jember. Puskemas Kencong adalah salah satu Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten Jember berada di wilayah bagian selatan dan paling jauh jarak tempuhnya dari RSU tipe B (PONEK) dan merupakan daerah perbatasan antara Jember dan Lumajang, dengan jarak tempuh 50 km, ke arah Jember dan 30 km ke arah Lumajang. Pada pelaksanaan rujukan kasus kegawatdaruratan kebidanan masih belum dilaksanakan secara baik sesuai dengan sistem rujukan regionalisasi jember bagian selatan, dimana Puskesmas Kencong lebih banyak langsung merujuk ke rumah sakit dr. Soebandi Jember tanpa melalui RSD Balung tipe C.

(25)

peneliti bermaksud untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang pada program Jampersal Puskesmas PONED Kencong tahun 2012.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan pada program Jampersal di Puskemas PONED Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan Oktober 2012?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan Oktober 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini antara lain:

a. Mengidentifikasi pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan.

b. Mengkaji metode rujukan dengan jenis klasifikasi kasus yang akan di rujuk c. Mengkaji waktu jarak tempuh dalam pelaksanaan rujukan menuju ke rumah

sakit sebagai fasilitas rujukan

(26)

e. Mengkaji proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK

f. Mengkaji hasil output pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi di Jember bagian selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis, manfaat praktisi dan manfaat bagi masyarakat.

a. Bagi Praktisi

Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai pengambilan keputusan bagi pelaksana rujukan dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit sesuai dengan sistem jenjang rujukan berdasarkan sistem regionalisasi di Jember bagian selatan.

b. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemerintah terutama dinas kesehatan dan rumah sakit mengenai kebijakan yang berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang dan peningkatan pelayanan masyarakat khususnya ibu bersalin guna mendukung kebijakan progam Jampersal.

c. Bagi Peneliti

(27)

8

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007).

Pelaksanaan kegiatan upaya puskesmas meliputi:

a. Upaya kesehatan wajib Puskesmas meliputi upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya kesehatan ibu, anak dan KB serta upaya pengobatan dasar

b. Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dimana upaya kesehatan ini dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada dan kemampuan Puskesmas. Bila ada masalah kesehatan, tetapi Puskesmas tidak mampu menangani, maka pelaksanaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya Laboratorium (medis dan kesehatan masyarakat) dan Perkesmas serta Pencatatan Pelaporan merupakan kegiatan penunjang dari tiap upaya wajib atau pengembangan.

2.1.2 Puskesmas PONED

Puskesmas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan

(28)

Kriteria puskesmas PONED dan PONEK antara lain: a. Kriteria Puskesmas PONED

Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan

Obstetri dan Neonatal di kabupaten/kota sangat spesifik daerah, namun untuk menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa kriteria pengembangan:

1) Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan diutamakan Puskesmas dengan tempat perawatan/puskesmas dengan ruang rawat inap.

2) Puskesmas sudah berfungsi/pertolongan persalinan. 3) Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan.

4) Melayani sekitar 50.000 - 100.000 penduduk yang tercakup oleh Puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED). 5) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan

puskesmas biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan.

Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi Puskesmas mampu PONED (Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency

Dasar, 2006).

b. Kriteria Rumah Sakit PONEK

1) Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi dasar baik secara umum maupunEmergency Neonatal

2) Dokter atau bdan yang telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratanObstetrik Neonatal

3) Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan pasien dengan kegawat daruratanobstretrik Neonatal

4) Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawatdaruratan obstretri

danNeonatal

(29)

6) Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.

7) Tersedia kamar operasi siap siaga 24 jam untuk melakukan operasi,bila ada kasus emergensiobstretrikdan umum

8) Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi kurang dari 30 menit

9) Memiliki kru /awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu waktu meskipun harusoncall

10) Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK antara lain dokter kebidanan, dokter anak,dokter/petugas anastesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lainnya serta dokter umum,bidan dan perawat 11) Tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam

12) Tersedianya pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti laboratorium,dan radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap dan tersedia.

13) Bahan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan berkualitas tinggi

14) Sumber daya manusia adalah 1 Dokter spesialis kebidanan, 1 Dokter spesialis anak, 1 Dokter umum di UGD, 3 orang bidan (koordinator dan 2 penyelia) dan 2 orang perawat.

(30)
[image:30.595.113.517.152.477.2]

Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK

NO. JENIS TENAGA TUGAS JUMLAH

1 Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi

Penanggung jawab pelayanan

kesehatan maternal danNeonatal 1-2 2 Dokter spesialis Anak Pelayanan kesehatan perinatal dan

anak 1-2

3 Dokter spesialis Anestesi Pelayanan anestesi 1

4 Perawat Anestesi Pelayanan anestesi 1-2

5 Dokter terlatih Penyelenggara pelayanan medik 2-4 6 Bidan koordinator Koordinator asuhan pelayanan

kesehatan 1-2

7 Bidan penyelia Koordinator tugas sarana dan

prasana 2-4

8 Bidan pelaksana Pelayanan asuhan kebidanan 6-8

9 Perawat koordinator Asuhan keperawatan 1-2

10 Perawat pelaksana Asuhan keperawatan 8-11

11 Petugas laboratorium Pelayanan pemeriksaan penunjang 1-2 12 Pekarya kesehatan Membantu pelaksanaan pelayanan

kesehatan 2-4

(31)

DR

OBSIGN/DOKTER/BIDAN

LABORATORIUM

KAMAR TINDAKAN Prosedur tindakan kasus rujukan sesuai

standar pelayanan kesehatan maternal &

neonatal IBU HAMIL

& NEONATAL

INSTALASI/UNIT GAWAT DARURAT

ADMINISTRASI KEUANGAN

KAMAR BERSALIN Prosedur persalinan normal kasus rujukan

sesuai standar pelayanan KAMAR OPERASI Prosedur operasi pada

kasus rujukan

INSTALASI FARMASI

Rawat inap / Nifas

BANK DARAH

Bangsal Perinatologi Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan Neonatal di RS PONEK ditunjukkan pada Bagan 2.1 berikut.

Sumber : Depkes (2006)

Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran, mengikuti alur pasien. Pelayanan gawat darurat Obstetri dan

(32)

RS KELAS C

1. Pelayanan kehamilan

2. Persalinan normal

3. Pengelolaan kasus dengan

komplikasi tertentu sesuai kewenangan

4. Pelayanan nifas & BBL

5. Stabilitas pasien dengan kegawatdaruratan maternal

perinatal RS KELAS B

RS KELAS D

Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls D 1. Bayi normal

2. Bayi dengan kelainan ringan-sedang dengan komplikasi

3. Antenatal

4. Partus normal

5. Partus abnormal ringan dan sedang

6. Post natal

7. SC 8. KB

Pemeriksaan penunjang di RS kls D 1. Laboratorium 2. Radiologi PUSKESMAS BIDAN MASYARAKAT MASYARAKAT/KADER/IBU HAMIL 1. Pelayanan kehamilan 2. Persalinan normal 3. Pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai kewenangan 4. Pelayanan

nifas & BBL 5. Membina

[image:32.595.112.564.137.697.2]

posyandu

Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED

Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 604/Menkes/SK/VII/2008 Keterangan :

: Alur Rujukan Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls B

1. Bayi normal

2. Bayi dengan kelainan berat

dengan komplikasi 3. Antenatal

4. Partus normal

5. Partus abnormal sedang dan

berat 6. Post natal

7. SC

8. Pelayanan subspesialistik Pemeriksaan penunjang di RS kls B

1. Laboratorium

2. Radologi 3. USG

Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls C 1. Bayi normal

2. Bayi dengan kelainan sedang-berat dengan

komplikasi

3. Antenatal 4. Partus normal

5. Partus abnormal sedang dan berat

6. Post natal 7. SC

Pemeriksaan penunjang di RS kls C 1. Laboratorium

(33)

2.1.3 Jaminan Persalinan

Berdasarkan petunjuk teknis Jampersal 2011. Jampersal adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

a. Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan 1) Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama.

Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

a) Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; b) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir c) Pertolongan persalinan normal;

d) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam

yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.

e) Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;

f) Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.

(34)

2) Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan Neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya.

Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi: a) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)

b) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

c) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan.

d) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).

e) Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi.

3) Pelayanan Persiapan Rujukan

Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena: a) keterbatasan SDM

b) keterbatasan peralatan dan obat-obatan

2) Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan

(35)

Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganan di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :

a) Stabilisasi keadaan umum antara lain tekanan darah stabil terkendali, nadi teraba, pernafasan teratur dan jalan nafas longgar, terpasang infus, tidak terdapat kejang-kejang sudah terkendali

b) Perdarahan terkendali meliputi tidak terdapat perdarahan aktif, perdarahan terkendali, terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit. c) Tersedia perlengkapan ambulasi pasien meliputi petugas yang mampu

mengantisipasi dan mengawasi kedaruratan, cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai dengan kondisi pasien dan obat dan bahan habis pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan.

b. Manfaat Pelayanan Jaminan Persalinan

1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga.

2) Penatalaksanaan Persalinan:

a) Persalinan per vaginam yaitu persalinan per vaginam normal, persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam

dengan tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi, persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar, persalinan per

vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. b) Persalinan per abdominam yaitu seksio sesarea elektif (terencana),

(36)

3) Penatalaksanaan komplikasi persalinan perdarahan yaitu Eklamsi, Retensio plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin.

4) Penatalaksanaan bayi baru lahir untuk perawatan esensial neonates atau bayi baru lahir dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah/BBLR, infeksi, ikterus, kejang, Respiratory Distres Sindrom/RDS)

5) Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan yaitu persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari, persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 (dua) hari dan persalinan dengan penyulit

post sectio-caesariadirawat inap minimal 3 (tiga) hari

2.1.4 Konsep Sistem Rujukan a. Definisi Konsep Sistem Rujukan

Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara verticaldalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya (Azwar, 1996).

Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).

b. Macam Rujukan

Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni : 1) Rujukan Kesehatan

(37)

peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional (Syafrudin, 2009).

2) Rujukan Medik

Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan (Azwar, 1996). Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain:

1) Transfer of patient.

Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lain–lain.

2) Transfer of specimen

Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.

3) Transfer of knowledge /personal.

(38)

c. Manfaat Rujukan

Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :

1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan

Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan.

2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan

Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan(health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.

3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu.

d. Tata Laksana Rujukan

(39)

masyarakat dan puskesmas; antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya; antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya; internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit; antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.

e. Kegiatan Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam yaitu rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan informasi medis:

1) Rujukan Pelayanan Kebidanan

Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis; pengiriman bahan laboratorium; dan jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).

2) Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan Kegiatan ini antara lain :

a) Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus, dan demonstrasi operasi.

b) Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau institusi pendidikan.

3) Rujukan Informasi Medis

Kegiatan ini antara lain berupa :

(40)

advisrehabilitas kepada unit yang mengirim.

b) Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional.

f. Keuntungan Sistem Rujukan

Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :

1) Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.

2) Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing–masing.

3) Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli

g. Persiapan Rujukan

Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai, dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan (Syafrudin, 2009).

Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009).

(41)

rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang di tunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan (Dinkes, 2009)

h. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera pada saat persalinan. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera menurut buku Pedoman Asuhan Persalinan Normal (Dinkes, 2009):

1) Selama kala satu persalinan yaitu Riwayat bedah sesar, Perdarahan per

vaginam selain lendir bercampur darah (show), Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan), Ketuban pecah disertai dengan keluarnya

mekonium kental, Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan sedikit mekoniumdisertai tanda-tanda gawat janin, Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang 37 minggu), Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi temperatur > 38ºC, menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban berbau, Tekanan darah lebih dari 160/110 dan/atau terdapat protein dalam urin (pre-eklampsia berat), Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda), DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin),

(42)

lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Kemudian tanda dan gejala fase laten berkepanjangan yaitu pembukaan serviks

kurang dari 4 cm setelah 8 jam dan kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam 10 menit), tanda dan gejala beluminpartuantara lain frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 20 detik dan tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam. Selanjutnya tanda dan gejalainpartu partuslama seperti perubahanserviksmengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf, pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam dan frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik

(43)

bahu bayi tidak dapat lahir. Kemudian tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium: cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mekonium), tanda-tanda tali pusat menumbung : tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam dan tanda-tanda lilitan tali pusat : tali pusat melilit leher. Kemudian kehamilan kembar tak terdeteksi.

3) Selama kala tiga dan kala empat persalinan yaitu tanda atau gejala retensio plasenta : adalah normal jika plasenta lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat : tali pusat putus dan plasenta tidak lahir, tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan seperti bagian permukaan plasenta yang menempel pada ibu hilang, bagian selaput ketuban yang robek/hilang, perdarahan pasca persalinan, uterus berkontraksi, tanda atau gejala atonia uteri perdarahan pasca persalinan dan uterus lembek dan tidak berkontraksi, tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks : perdarahan pasca persalinan, plasenta lengkap dan uterus berkontraksi dan tanda atau gejala syok seperti nadi cepat, lemah (110x/menit atau lebih), tekanan darah menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat pasi, berkeringat atau kulit lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Tanda gejala dehidrasi seperti perubahan nadi (110x/menit atau lebih), urin pekat dan produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam). Tanda dan gejala infeksi seperti nadi cepat (110x/menit atau lebih), suhu lebih dari 38ºc, menggigil dan air ketuban atau cairan vagina yang berbau. Tanda atau gejala pre-eklamsia ringan seperti tekanan darah diastolik 90-110 mmHg, proteinuria hingga positif 2. Tanda atau gejala pre-eklamsia berat atau eklampsia yaitu tekanan darah diastolik 110 mmhg atau lebih, tekanan darah diastolig 90 mmhg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang (eklampsia). Tanda atau gejala kandung kemih penuh seperti bagian bawah uterus sulit

(44)
[image:44.595.110.518.201.744.2]

Penentuan risiko kehamilan sangat penting dideteksi agar supaya dapat mengantisipasi risiko kehamilan yang membahayakan pasien. Tabel 2.4 menunjukkan penentuan risiko kehamilan menurut skor.

Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati, SpOG Kel

fr No Masalah/faktor resiko

Skor Tribulan

1 2 3

Skor awal ibu hamil 2

I

1 Terlalu muda<16 th 4

2 Terlalu tua umur > 35 th 4

3 Terlalu lambat hamil>4th 4

4 Terlalu lama hamil >10th 4

5 Terlalu cepat hamil<2th 4

6 Grande multi 4

7 Terlalu tua >35th 4

8 Terlalu pendek <145cm 4

9 Pernah keguguran 4

10 Pernah melahirkan dengan

Tarikan 4

Ari dirogoh 4

Pernah infus/tranfusi 4

11 Bekas sectio 8

II

Penyakit ibu hamil 4

a. anemia b. malaria 4

c. TBC paru d. Payah jantung 4

e. diabetes f. PMS 4

12. Bengkak pada muka/tungkai tekanan darah

tinggi 4

III

13 Hamil kembar 2 atau lebih 4

14 H amil kembar air 4

15 Bayi mati dalam kandungan 4

16 kehamilani lebih bulan 8

17 Bayi letak sunsang 8

18 Bayi letaklintang 8

19 Perdarahan kehamilan ini 8

20 Preeklampsia berat 8

Jumlah skor

Kehamilan Kehamilan dengan resiko

Jml. Skor

Jml.

Skor Perawatan Rujukan Tempat Penolong

Rujukan

Rdb Rtw Rtlt

2 Krr Bidan Tidak dirujuk Bidan

6-10 Krt Bidan dokter

Polindes Puskesmas/RS

Bidan dokter

>12 Krst Dokter Rumah sakit Dokter 1.

(45)

Adapun hal-hal yang terbaik dalam melakukan rujukan dijelaskan sebagai berikut. 1) Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah rujukan antepartum (rujukan pada saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak semua keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi jika terjadi kedaruratan pada ibu maupun janin dan kehamilan harus segera diterminasi serta memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, maka kan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi. 2) Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya,

untuk itu dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lengkap dan terdekat (systemregionalisasi rujukan perinatal).

3) Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan mendapatkan keuntungan atau nilai positif dibanding bila hanya tetap dirawat di tempat asalnya.

4) Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu

5) Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk dan jelaskan kenapa bayi harus merujuk

Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya, Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit pertama, Kasus bedah neonates, BBLR < 1,750 g, BBLR 1,750-2000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum, Bayi hipotermi berat,

Ikterusyang tidak memberikan respons denganfototerapi, Kemungkinan penyakit jantung bawaan, bayi ibudiabetes mellitusdenganhipoglikemi simtomatik, kejang yang tidak teratasi, tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat/ dengan komplikasi penyakit hemolisis, tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik,

Hipoglikemiyang tidak dapat teratasi

Sistem rujukan dan transportasi antara lain:

(46)

2) Puskesmas merupakan penyaring kasus resiko yang perlu dirujuk sesuai dengan besaran resiko, jarak dan faktor lainnya

3) Melengkapi syarat-syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan, catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu. 4) Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dengan metode

kangguru dan ruangan dalam kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap diberi ASI.

5) Harus disertai dengan yang terampil melakukan resusitasi.

Data dasar yang harus diinformasikan antara lain identitas bayi dan tanggal lahir, identitas orang tua, riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan, obat yang dikonsumsi oleh ibu, nilai agar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena melakukan tindakan resusitasi aktif), masagestasi dan berat lahir, tanda vital (suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif/tidaknya bayi), tindakan/ prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan dan bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dan lain-lain)

Syarat untuk melakukan transportasi antara lain bayi dalam keadaan stabil, bayi harus dalam keadaan hangat, kendaraan pengangkut juga harus dalam keadaan hangat, didampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan resusitasi, minimal ventilasi, tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan dan bayi dalam keadaan stabil, bila jalan napas bebas dan ventilasi adekuat, kulit dan bibir kemerahan, frekuensi jantung 120-160 kali/menit, suhu

aksiler 36,5-37 °c (97,7-98,6 °f), masalah metabolic terkoreksi dan masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal.

Peralatan dan obat yang diperlukan :

(47)

2) Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia alat resusitasi

lengkap, termasuk laringoskopdan pipa endotrakeal, obat-obatan emergensi, selimut penghangat, alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena, oksigen dalam tabung

3) Alat resusitasi/ bantuan ventilasi : selama transportasi

4) Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan sepertiBradikardi(FJ< 100x/menit),Sianosis sentraldengan oksigen 100% danApnea periodic.

Pemberian oksigen (terapi oksigen) antara lain:

1) Indikasi pemberian oksigen antara lain bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan di sekitar bibir) dan akral (warna kebiruan di kuku, tangan dan kaki) dan bayi dengan gangguan napas.

2) Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan ( konsentrasi, kelembaban dan suhu)

3) Jumlah oksigen yang diberikan yaitu melalui kateter nasal 2-3 l/menit (konsentrasi 21%), melalui sungkup 4-5 l/menit (konsentrasi 40%) dan melaluihead box6-8 l/menit (konsentrasi >50%)

4) Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnyasianosissentral Keberhasilan oksigenasi selama transportasi dinilai dari perubahan perbaikan klinis, sebagai berikut perubahan warna kulit menjadi kemerahan, denyut jantung bertambah baik dan kadang-kadang bias mulai timbul napas spontan

Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi suatu keharusan suhu normal ketiak (aksila) 36,5–37,5 °C. Cara menghangatkan bayi yaitu membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat dan tebal, membungkus kepala bayi atau memakai topi/ tutup kepala, jangan meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut dan kalau memungkinkan dapat pula dilakukan perawatan bayi melekat/ kontak kulit dengan kulit/kangaroo mother care. Persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratanObstetridanNeonatal

Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan pada kegawatdaruratan

(48)

sudah selalu tersedia. Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu dilakukan secara berkala sebelum dilakukan tindakan untuk mencegah kegagalan tindakan pertolongan. Semua instrumen yang dipergunakan juga harus berada dalam keadaan steril atau minimal disinfeksi tingkat tinggi dan disimpan sesuai dengan syarat dan ketentuan batas waktu jaminan sterilitas/DTT. Setelah digunakan, pada semua instrumen (bukan sekali pakai) harus dilakukan kembali tindakandekontaminasi, pencucian dan sterilisasi/ DTT (bila dipersyaratkan). Adapun persiapan-persiapan yang dilakukan antara lain:

a) Persiapan umum antara lain persetujuan tindakan medik, beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan, pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetric: atasi renjatan.

b) Persiapan tindakan antara lain persiapan pasien seperti tindakan pencegahan infeksi sederhana dan uji fungsi dan kelengkapan peralatan (medikamentosa, instrument, lembar catatan medik dan persetujuan tindakan,. Persiapan penolong operator dan asisten seperti perlindungan terhadap resiko penularan infeksi, instrumen/peralatan bantuan. Persiapan bayi seperti instrument (medikamentosadan peralatan) dan Lembar catatan medik

2.1.5 Sistem Regionalisasi a. Pengertian

Berdasarkan pedoman Depkes (2008), suatu sistem pembagian wilayah kerja rumah sakit dengan cakupan area pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam waktu kurang dari 1 jam, agar dapat memberikan tindakan darurat sesuai standar. Regionalisasi menjamin agar sistem rujukan kesehatan berjalan secara optimal.

(49)

2) persiapan sumber daya manusia (dokter, bidan, dan perawat) pada wilayah pelayanan primer-ada 4 Puskesmas PONED) dan rumah sakit

3) buatkan kebijakan (SK, perda) yang mendukung pelayanan regional dan dana dukungan.

4) Pembentukan organisasi tim PONED, rumah sakit (Dokter SpOG, dokter SpA, dokter umum UGD, bidan dan perawat) melalui SK direktur rumah sakit.

5) Pelatihan bagi SDM agar kompetensi sesuai standar prosedur.

6) Meningkatkan fungsi pengawasan oleh direktur rumah sakit dengan melibatkan tim peristi untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan PONEK.

7) Evaluasi kinerja.

2.1.6 Pengertian Sistem

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans dalam Azwar, 1996)

Azwar (1996) menyatakan bahwa sesuatu disebut sebagai sistem, apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : 1) Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling

berhubungan dan mempengaruhi, yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama sebagaimana yang telah ditetapkan.

2) Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang menbentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan.

3) Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas tetapi terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. 4) Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan terpadu, bukan berarti ia tertutup

(50)

Menurut Azwar (1996) dapat dikatakan bahwa sistem terbentuk dari elemen atau komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut :

1) Masukan

Masukan (input) adalah kumpulan bagian elemen dasar yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Untuk organisasi yang mencari keuntungan, masukan ini terdiri dari 6 M, yaitu manusia (man), uang (money), sarana (material), metode (method), pasar (market) serta mesin (machinary) sedangkan untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, masukan terdiri dari 4M, yaitu manusia.(man), uang (money), sarana (material) dan metode (method)

2) Proses

Proses (proces) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Dalam praktek sehari-hari, untuk memudahkan pelaksanaanya, biasanya dengan menggunakan fungsi manajemen yang disederhanakan menjadi empat macam saja, yaitu :

a) Perencanaan (planning) termasuk membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang di perlukan untuk pasien.Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien, keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan.

b) Pengorganisasian (organizing) yang didalamnya termasuk pengumpulan data untuk mendukung diagnosis kerja atau merumuskan masalah dan menilai adanya kebutuhan serta kesiapan intervensi untuk menghadapi masalah.

(51)

sudah ditetapkan.

d) Penilaian (evaluation) yng didalamnya termasuk memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan kebidanan atau intervensi solusi. Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektivitasnya apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah di berikan.

3) Keluaran

Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungny proses dalam sistem.

4) Umpan Balik

Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

5) Dampak

Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem dalam jangka waktu yang lebih lama. Untuk pelayanan kesehatan, dampak yang diharapkan adalah makin meningkatnya derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai apabila kebutuhan(needs) dan tuntutan (deminds) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran serta lingkungan yang sehat dapat terpenuhi

6) Lingkungan

Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.

(52)

Masukan proses keluaran dampak

[image:52.595.207.445.112.217.2]

Umpan balik

Gambar 2.3. Hubungan komponen-komponen sistem Sumber: Muninjaya (2004)

Menurut Muninjaya (2004), generik sebuah sistem adalah masukan, proses dan keluaran. Umpan balik dan dampak adalah bagian dari keluaran yang terkait dengan lingkungan, jadi, unsur utama suatu sistem adalah input, process dan

output. Umpan balik merupakan bagian dari keluaran yang dapat menjadi masukan bagi sistem sedangkan dampak merupakan hasil dari suatu sistem dalam jangka waktu yang panjang.

Adanya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentunya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai komponen atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk sutu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan.

Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarkan pekerjaan maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan pendekatan sistem (sistem approach), yaitu penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Komponen-komponen tersebut ialah input (SDM, biaya, sarana, dan metode) process (fungsi manajemen) dan output (hasil yang dimanfaatkan) (Azwar,1996).

(53)

2.1.8 Evaluasi

a. Pengertian Evaluasi

Evaluasi adalah prosedur penilaian pelaksananaan, hasil kerja atau dampak secara sistemik dengan membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti kriteria/ metode/ tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan selanjutnya (Prayitno, 2001). Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000: 20). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan”(Yunanda, 2009:3).

Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.

Tague-Sutclife (1996:1), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.

(54)

evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program.

Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009:3) bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas

b. Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.

Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah : 1) Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah

tercapai dalam kegiatan.

2) Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil. 3) Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.

4) Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.

(55)

Secara umum evaluasi dapat di bedakan atas 2 jenis yaitu:

1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki, program evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan sehari hari, minggu, bulan dan bahkan tahun atau waktu yang relatif pendek.

2) Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu proram yang telah selesai di laksanakan, evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan program.Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban; apakah tujuan program dapat tercapai atau tidak dan alasan-alasan mengapa demikian, karena itu merupakan output program berupa outcame dan dampak sangat diperlukan (Supriyanto, 2003).

c. Langkah-Langkah Kegiatan Evaluasi

Menurut Levey dan Loomba (2000) membedakan langkah-langkah dalam penelitian ada 6 jenis yakni:

1) Tahap penetapan tujuan penelitian

Tujuan ini dapat ditetapkan apabila dipelajari dengan baik terhadap program yang dinilai.

2) Tahap melengkapkan tujuan

Langkah selanjutnya yang harus dilakukan ialah melengkapkan tujuan penilaian dengan tolak ukur tertentu. Pergunakanlah tolak ukur yang sederhana dan mudah diukur.

3) Tahap mengembangkan model, rencana dan program penilaian

Model, rencana dan program penilaian tersebut harus jelas sehingga bukan saja dapat dipakai sebagai pegangan,tetapi juga dapat dipahami dan dipergunakan oleh pihak ketiga seandainya ingin melakukan penilaian yang sama

4) Tahap melakukan penilaian.

(56)

d. Konsep Bidan 1. Pengertian Bidan

Berdasarkan Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang

Gambar

Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK
Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONEDSumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 604/Menkes/SK/VII/2008
Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati, SpOG
Gambar 2.3. Hubungan komponen-komponen sistem
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bekerja pada ketinggian di setting alam berupa tebing karang dan gua dengan dibekali oleh alat pelindung diri (APD) yang minim serta dianggap aman oleh para

(1) Kepala Madrasah menyusun Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Madrasah (RAPBM) sesuai dengan rencana kegiatan Madrasah bersama Komite Madrasah.. (2) RAPBM

National Security Policy National Defense University, Washington DC, 2006, p.. dibutuhkan oleh setiap prajurit dalam melaksanakan tugas. Pembinaan latihan pada koteks

Kriteria minimax atau regret adalah memilih kerugian atau tingkat penyesalan yang minimum dari kerugian atau penyesalan yang maksimum, maka dari hasil regret

Fotokopi rujukan berjenjang sesuai tingkat pelayanan kesehatan berupa formulir rujukan dari RSUD, atau surat rujukan dari puskesmas apabila rumah sakit daerah tidak memiliki

menghasilkan pemecahan gugus alkil dari keton sehingga akan dihasilkan dua asam atau lebih sebagai produk.. A SAM ORGANIK ATAU

Pada penelitian ini didapat hasil bahwa peserta senam asma yang mengikuti program senam asma lebih dari 2 tahun memiliki skor ACT (Ashtma Control Test) yang lebih

Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan yang menjadi referensi penelitian ini Pertama, Penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah (2015) yang berjudul