• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIGNOSELULOSA PELEPAH SAWIT OLEH KAPANG P.

chrysosporium

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk menentukan waktu inkubasi terbaik dari proses biodegradasi lignoselulosa dan lignin yang berasal dari pelepah sawit menggunakan P. chrysosporium untuk menghasilkan antioksidan dan mengidentifikasi senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Pelepah sawit dan lignin (hasil ekstraksi dari pelepah sawit) diinokulasi dengan P.

chrysosporium dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 dan 12 hari,

setiap waktu inkubasi dilakukan 2 kali pengulangan. Identifikasi senyawa fenolik dilakukan dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan dari biodegradasi lignoselulosa dan lignin dari pelepah sawit dilakukan dengan menggunakan metode α,α-Diphenyl-β-Picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa biodegradasi pelepah sawit dengan lama inkubasi sampai hari ke-10 menghasilkan peningkatan persentase inhibisi yang digunakan sebagai gambaran aktivitas antioksidan, namun pada hari ke-12 degradasi terjadi penurunan aktivitas antioksidan. Pola yang sama diperoleh pada degradasi lignin yang berasal dari ekstraksi pelepah sawit. Persentase inhibisi yang dihasilkan pada hari ke-10 degradasi lignoselulosa pelepah sawit adalah 89.41%, sementara untuk degradasi lignin persentase inhibisi yang dihasilkan adalah 92.11%. Komponen senyawa fenol terbesar yang dihasilkan selama proses degradasi lignin adalah 2.6

dimethoxy phenol dengan konsentrasi 15.46% dan untuk degradasi lignoselulosa

pelepah sawit adalah Syringic acid dengan konsentrasi 15.65%

Kata kunci : antioksidan, biodegradasi, lignoselulosa, pelepah kelapa sawit, Phanerochaete chrysosporium

ABSTRACT

Lignocellulose is the major component of biomass, it consists of three types of polymers, cellulose, hemicelllose and lignin that are stongly intermeshed and chemically bonded by non-covalent force and by covalent cross linkages.

Phanerochaete chrysosporium was widely used to delignify agriculture waste

product and improve biodegradation of the substrate as animal feed. This research was conducted to determine the optimum fermentation time of lignin and fermented palm oil frond with P. chrysosporium based on the amount of phenolic compounds produce, its antioxidant activity and fiber digestibility in ruminant ration. The experiment, palm oil frond and lignin (extraction of palm oil frond) were inoculated with P. chrysosporium and incubated at room temperature for 0, 4, 8, 10 and 12 days. For each incubation time, two replications were employed.

The phenolic compounds in the supernatant was determined by GC-MS and antioxidant activity test of lignin and palm oil frond fermented products using the method of α,α-Diphenyl-β-Picrylhydrazyl (DPPH). Results showed that longer incubation time (up to day 10) of oil palm frond increased the percentage of inhibition with 89.411% inhibition rate and antioxidant activity was declined at 12 days of incubation. Similar pattern was obtained from fermented lignin with 92.108% inhibition rate for 10 days fermentation. As the conclucion, the main components of phenolic compounds resulted from lignin degradation included 2.6 dimethoxy phenol (15.46 and those from fermented oil palm frond included syringic acid (15.65%).

Key words : antioxidant, biodegradation, lignocelluloses, palm oil frond, Phanerochaete chrysosporium

PENDAHULUAN

Lignoselulosa merupakan ikatan antara lignin, selulosa dan hemiselulosa dan juga merupakan komponen terbesar dari tanaman. Pembentukan lignoselulosa terjadi selama proses penebalan dinding sel tanaman dimana ruang interseluler diisi dengan polimer fenolik lignin. Lignifikasi terjadi secara enzimatik melalui dehidrogenasi dan selanjutnya diikuti kondensasi radikal coumaryl, coniferyl, dan sinapyl alkohol (Hendriks dan Zeeman, 2009). Lignin menyusun lebih dari 30% bagian tanaman dan memberikan bentuk yang kokoh dan proteksi terhadap serangga dan patogen (Vilas-Boas, 2002), lignin juga membentuk ikatan yang kuat dengan polisakarida yang melindungi polisakarida dari degradasi mikroba ( Hendriks dan Zeeman, 2009).

Biodegradasi lignin merupakan proses oksidasi yang melibatkan sejumLah enzimatis dan non-enzimatis (Sanchez, 2009). Enzim yang berperan dalam biodegradasi lignin adalah lignin peroxidase, manganese peroxidase, laccase (Martinez et al. 2004). Proses biodegradasi lignin lebih efektif dilakukan oleh

white rot fungi melalui oksidasi polimer yang menghasilkan radikal aromatik.

Radikal fenoksi hasil oksidasi dapat membentuk polimer lignin kembali jika tidak dioksidasi menjadi senyawa fenolik (Martinez et al. 2005)

Degradasi lignin yang dilakukan oleh fungi terjadi secara eksoseluler, karena lignin, selulosa dan hemiselulosa memiliki sifat yang tidak larut. Fungi memiliki dua tipe sistem enzimatik selular yaitu sistem hidrolitik dimana prosedur hidrolisis bertanggung jawab untuk degradasi polisakarida dan sistem ligninolitik ekstraselular merupakan proses oksidatif yang unik yang berfungsi untuk mendegradasi lignin dan membuka cincin fenil. Biodegradasi lignin oleh white rot

fungi merupakan suatu proses oksidatif dan oksidasi fenol oleh enzim merupakan

kuncinya (Rabinovich et al. 2004). White rot fungi salah satunya kapang P.

chrysosporium telah secara luas dan ekstensif diteliti karena kemampuannya

untuk menghasilkan enzim lignolitik berupa lignin peroksidase (LiP) dan manganese peroksidase (MnP) yang disekresikan dari hasil metabolisme sekunder (Xiaoping et al. 2008). Oksidasi substruktur lignin yang dikatalis oleh lignin peroxidase dimulai dengan pemisahan satu elektron cincin aromatik substrat donor dan menghasilkan radikal kation aril, yang kemudian mengalami berbagai

reaksi postenzimatik. Lignin peroxidase memotong ikatan Cα-Cβ molekul lignin. Pemotongan ikatan pada posisi Cα-Cβ merupakan jalur utama perombakan lignin oleh barbagai white rot fungi (Martinez et al. 2005).

Proses degradasi lignin dapat dilakukan dengan banyak cara untuk menghasilkan senyawa fenolik demikian juga untuk ekstraksi dari lignin. Proses ekstraksi lignin bisa dilakukan dengan metode solvent extraction dengan menggunakan bahan alkali atau asam untuk mendapatkan fraksi lignin terlarut. Proses konversi lignin menjadi fraksi fenolik memiliki nilai potensial sebagai additif pakan seperti aktifitas antioksidan (Salanti et al. 2010: Gorinstein et al.

2004).

Karakterisasi dari polyphenol yang merupakan penyusun dari lignin, memungkinkan untuk lignin digunakan sebagai antioksidan alami (Dizhbite et al.

2004). Ekstraksi dari hidrosilat lignoselulosa akan menghasilkan derivate senyawa fenol dengan aplikasi potensialnya sebagai anti mikrobial dan antioksidan (Cruz et al. 2001). Aktivitas antioksidan dari derivate lignin yang berupa senyawa fenol disebabkan kemampuan senyawa fenol tersebut bisa mensubstitusi kelompok alkil dari radikal bebas dan ini secara luas telah banyak diaplikasikan (Telysheva et al.

2000). Hasil penelitian Park et al. (2002 mendapatkan bahwa oksidasi lemak bisa dicegah atau dihambat dengan penambahan antioksidan alami yang berasal dari derivate lignin berupa 2-tert-butyl-4-methoxyphenol dan 2,6-di-tert-butyl-4-

methylphenol (ionol) yang diperoleh dari tanaman Taheebo

Beberapa bahan residu di alam telah diketahui menjadi sumber antioksidan yang murah. Aktifitas antioksidan bisa dievaluasi dengan metoda kimia atau uji bilogis seperti in vivo dan in vitro. Conde et al. (2009) telah melakukan penelitian pengujian aktivitas antioksidan dari senyawa fenolik dengan perlakuan hidrothermal pada pohon Olive dan mendapatkan bahwa syringol dan

syringaldehide merupakan senyawa fenolik yang terbesar yang diperoleh.

Wahyudiono et al. (2008) menyatakan bahwa komponen terbesar dari ekstrak derivate fraksi lignin adalah berupa senyawa aldehid seperti p-hydroxy

benzaldehyde dan syringaldehyde sementara vanillin acid, p-hydroxybenzoic

acid, hydroxyphenyl acids, ferulic acid, vanillic acid, syringic acid, dan coumaric

acid ditemukan dalam jumLah yang relative kecil sementara Conde et al. (2009)

mendapatkan senyawa fenol berupa syringol, syringaldehyde, guaiacol, vanillin

dan methoxyphenol lainnya dari proses hidrotermal lignin yang berasal dari

pohon Olive. Ogata et al. (2007) juga sudah meneliti keutamaan antioksidan dari senyawa fenolik yang diperoleh dari lignin pohon Bark sebagai pengobatan untuk anti-inflammatory dan analgesik yang diaplikasikan secara luas di Tibet.

Perbedaan bahan baku sumber dari lignin mempengaruhi aktifitas antioksidan yang dihasilkan, seperti yang jelaskan oleh Eguez et al. (2012) bahwa kapasitas antioksidan lignin tergantung banyak faktor seperti jenis bahan baku yang digunakan, metode ekstraksi, kondisi isolasi selama perlakuan, konsentrasi lignin itu sendiri dan kondisi oksidan yang digunakan. Potensi aktivitas antioksidan yang berasal dari limbah perkebunan sawit belum pernah diteliti, untuk itu dilakukan penelitian ini dengan tujuan : 1) Mengevaluasi potensi aktivitas dan konsentrasi antioksidan yang berasal dari degradasi lignin hasil ekstraksi pelepah sawit dan fermentasi pelepah sawit menggunakan P.

Chrysosporium dan 2). Mengidentifikasi senyawa fenolik hasil degradasi yang

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan mulai dari Mei 2012 sampai Januari 2013 yang bertempat pada Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB danLaboratorium Kesehatan Daerah Rawasari Jakarta

Penelitian akan dikelompokkan menjadi dua bagian penelitian yaitu :

1. Identifikasi senyawa fenolik dan potensi aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignin hasil dari ekstraksi pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

2. Identifikasi senyawa fenolik dan aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignoselulosa dari substrat berupa pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium I. Identifikasi senyawa fenolik dan potensi aktifitas antioksidan dari proses

degradasi lignin hasil ekstraksi dari pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

Materi Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah pelepah sawit yang diambil setelah panen buah sawit dan sudah dibuang kulit luarnya. Pelepah sawit dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian digiling dengan ukuran 5mm untuk memperkecil partikel. Bahan yang digunakan untuk proses ekstraksi lignin yaitu NaOH 0.2M, HCL 5M dan aquadest. Mikroorganisme yang digunakan adalah P. chrysosporium yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA ITB Bandung, Biakan sediaan P. chrysosporium ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) pada suhu 30oC selama 4-6 hari sebelum digunakan. Starter yang digunakan adalah media Potato Dextrose Broth (PDB).

Pelaksanaaan penelitian

Ekstraksi Lignin dari pelepah Sawit.Pelepah sawit yang sudah digiling sebanyak 10g dipanaskan pada suhu 90oC dengan 200mL NaOH 0,2M sambil dilakukan pengadukan selama 4 jam, setelah itu material yang tidak terlarut disaring menggunakan kertas saring (porosity 1) dan kembali dicuci dengan larutan NaOH dengan konsentrasi yang sama sebagai proses pelarutan. Filtrat kemudian diasamkan dengan menggunakan HCl 5M sampai tercapai pH 3. Bahan yang tidak terlarut disentrifugasi dengan kecepatan 1200rpm selama 15 menit lalu dicuci dengan aquades dan dikering bekukan (Salanti et al. 2010).

Penentuan Waktu Proses Biodegradasi Fraksi dari lignin. Media minimal (100mL) digunakan untuk menentukan waktu optimal degradasi ekstrak lignin dari pelepah sawit yaitu aquadest 50mL, KH2PO4 0.2g, K2HPO4 0.2 g,

CaCl2.2H2O 0.05g, Ammonium Sulfat 0.2 g, Mg2SO4 7.H2O 0.06g dan lignin 10g.

Semua bahan dilarutkan dengan stirrer dan ditambahkan aquades sampai 100 mL, selanjutnya semua bahan di autoclave pada suhu 1210C selama 15 menit,

didinginkan dan kemudian diinokulasi dengan 106cfu/mL P. chrysosporium ke dalam 10mL media minimal yang mengandung lignin dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 dan 12 hari. Setiap waktu inkubasi diulang sebanyak dua kali, Pada akhir waktu inkubasi sampel di sentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Senyawa fenolik pada supernatan dianalisa dengan GC-MS dan aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode α, α-Diphenyl-β- Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008).

II. Identifikasi senyawa fenolik dan aktifitas antioksidan dari proses degradasi lignoselulosa dari substrat berupa pelepah sawit oleh kapang P. chrysosporium

Materi

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah pelepah sawit yang sudah dibuang kulit luar. Pelepah sawit dikeringkan dibawah sinar matahari kemudian digiling dengan ukuran 5mm. Mikroorganisme yang digunakan adalah P. chrysosporium yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi jurusan biologi FMIPA ITB Bandung, Biakan sediaan P. chrysosporium ditumbuhkan pada media Potato Dextrose Agar (PDA) pada suhu 30oC selama 4-6 hari sebelum digunakan. Untuk proses fermentasi maka kapang P. chrysosporium dibiakan kedalam media PDB.

Pelaksanaaan penelitian

Pembuatan substrat inokulan kapang P. chrysosporium. Kentang 200 g direbus dengan suhu 100oC dalam 1 liter aquadest selama 1 jam setelah itu disaring dan ditambah aquadest hingga mencapai 1 liter selanjutnya ditambahkan 20g dextrose, diautoclave untuk sterilisasi pada suhu 121oC, tekanan 15 psi selama 20 menit. Kapang P. chrysosporium yang berasal dari biakan murni PDA diinokulasi dengan 106cfu/mL ke dalam 25 mL media PDB dan diinkubasi selama 3 hari untuk digunakan dalam proses fermentasi pelepah sawit.

Proses fermentasi. Sebanyak 15g pelepah sawit yang sudah dikering dan digiling diinokulasi dengan P. chrysosporium yang berasal dari media PDB dan diinkubasi pada suhu ruang selama 0, 4, 8, 10 and 12 hari. Setiap waktu inkubasi diulang sebanyak dua kali. Pada akhir waktu inkubasi sampel dikeringkan pada suhu 60oC selama 24 jam. Senyawa fenolik pada sampel dianalisa dengan GC- MS dan aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode α, α-Diphenyl-β- Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008)

Proses Identifikasi Senyawa Fenolik. Alat untuk ekstraksi yang digunakan berupa Cartridges for liquid/liquid extraction Chem-Elut 1003 (kapasitas sampel 3mL tanpa buffer), polyamidic SPE cartridges (500 mg of filling). Standar 4- hydroxybenzoic acid, 1-hydroxy-3-methoxybenzoic acid (vanillic acid), 3,4- dihydroxybenzoic acid (protocatechuic acid), 4- hydroxy-3,5-dimethoxy benzoic acid (syringic acid), 3-hydroxy-4-methoxybenzoic acid (isoferulic acid), 4- hydroxycinnamic acid (p-coumaric acid), 3,4,5-trihydroxybenzoic acid (gallic acid), 4-hydroxy-3-methoxybenzoic acid (ferulic acid), untuk analisis diperoleh dari Sigma-Aldrich Co.

Prosedur Ekstraksi. Sebelum diekstraksi , 1 mL sampel dilarutkan dalam 2 mL air bebas ion untuk menurunkan tingginya densitas. Sampel yang sudah dilarutkan dimasukkan ke dalam suatu catridge dan setelah 10 menit dilakukan ekstraksi dengan menggunakan 6 mL pelarut organik berupa ethyl acetate. Semua hasil ekstrasi di evaporasi untuk pengeringan dibawah aliran nitrogen 40oC dengan menggunan rotary evaporator. Residu kembali dilarutkan dalam 0.5 mL methanol. (Singleton dan Rossi, 1965).

Ekstraksi dengan Cartridges SPE polyamidic. Cartridges SPE polyamidic secara khusus disarankan untuk ekstraksi zat polar dengan banyak kelompok hidroksilat, seperti zat fenolik. Prosedur ekstraksi dilakukan dengan mengisi kartrid dengan 2mL metanol dan 2mL air bebas ion. Sampel (3mL) telah dimuat di pra-A cartridge dicuci dengan 3mL larutan metanol-air (1:1) dan selanjutnya dlarutkan dengan 3mL etil asetat.

Derivatisasi. Satu mililiter ekstrak atau solusi standar dimasukkan ke dalam tabung kering (dikeringkan semalam pada suhu 110oC) dan dievaporasikan pada kondisi vakum, untuk memastikan pengeluran air ditambahkan 1mL metilen klorida, selanjutnya divortex dan dievaporasi sampai kering. Ekstrak selanjutnya dikeringkan dalam oven pada 70oC selama 15 menit dan diderivatisasi dengan menginkubasi dengan 300 mL 01:01 BTSFA /anhidrat pyridineat 70oC selama 30 menit.

Analisis Gas Cromatography Mass Spectrometry (GCMS) (Plessi et al. 2006). Hasil ekstraksi dianalisa dengan Varian 3400 gas kromatografi yang tersambung ke Finnigan MATSSQ710A spektrometer massa. Pemisahan kromatografi dilakukan dengan Rtx-5ms (Restek Corporation) kolom kapiler (30m_0.25mm i.d., 0,25 mm filmtebal) dengan kondisi instrumental berikut: aliran helium 39mL/min; suhu injektor 260oC; suhu transfer line 280oC; energi elektron70 eV; suhu oven 90oC selama 1 menit, dari 90 hingga 240oC dengan laju ramp 20oC/min, 240oC selama 10 menit, 240-280oC, pada rate ramp 20oC/min, 280oC selama 1 menit; injeksi splitless digunakan untuk memasukkan 1mL sampel. Untuk memperkirakan tingkat pemulihan asam fenolat, semua sampel dibubuhi dengan 5 mg/ mL setiap senyawa standar dan dianalisis tiga kali. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan kalibrasi kurva yang diperoleh dengan standar komersial dengan konsentrasi 1, 3, 5, dan 6 ng / mL.

Pengukuran Aktivitas Antioksidan

Ekstraksi pelepah sawit fermentasi. Sampel padat dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian homogenat segera ditimbang (±1 g) dalam tabung reaksi bertutup ulir. Selanjutnya dilakukan ekstraksi menggunakan pengekstrak yaitu ethanol 96%. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali masing- masing dengan 2,5 mL pelarut, menggunakan alat rotary shaker. Larutan ekstrak disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm. Lapisan organik dipisahkan dan diuapkan sampai kering dengan bantuan gas nitrogen pada suhu 500C. Residu kering disimpan dalam freezer sebelum pengujian lebih lanjut. Pengujian antioksidan total dan fenol total dilakukan dengan terlebih dahulu melarutkan residu dalam metanol 50%.

Ekstraksi lignin fermentasi. Sampel dipipet 2.5 mL. Ekstraksi dilakukan 2 kali dengan campuran kloroform sebanyak 5 mL menggunakan alat rotary shaker. Larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm. Lapisaan khloroform dan

lapisan air dipisahkan. Kedua lapisan digunakan untuk penetapan fenol total dan aktivitas antioksidan total.

Penentuan Aktivitas Antioksidan dengan Metode α, α-Diphenyl-β Picrylhydrazyl (DPPH) (Khalaf et al. 2008). Proses untuk memperoleh nilai hambatan digunakan serangkaian volume residu yang telah dilarutkan dalam metanol p.a. ke dalam tabung reaksi yang berisi sejumLah volume sampel uji ditambahkan 1 mL metanol dan 1 mL larutan DPPH 0.002% (catat waktu pada saat menambahkan larutan DPPH). Kocok dan diamkan selama 30 menit pada ruangan gelap, ukur serapan pada panjang gelombang 517 nm. Kurva kalibrasi dibuat dengan cara membuat serangkaian larutan Butylated Hydorxytoluene (BHT) sebagai standar. Kekuatan penghambatan dinyatakan dalam % inhibisi (IC50) yang dapat ditentukan dengan membuat grafik konsentrasi sebagai sumbu

x dan % inhibisi sebagai sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linear y = ax.+ b. Kemudian nilai ini dikonversi ke dalam satuan μmol-ek BHT / 100 g berat segar.

Pembuatan kurva kalibrasi BHT. Larutan stok BHT dibuat dengan kadar 1000 µg/mL dalam metanol. Kemudian larutan stok diencerkan menjadi larutan kerja dengan kadar 10 µg/mL. Larutan deret standar dibuat dengan memipet larutan kerja sehingga dihasilkan kadar akhir deret standar adalah 2.27 – 227.27

μmol/mL. Persentase inhibisi dapat ditentukan dengan membuat grafik konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, sehingga diperoleh persamaan garis linear y = ax.+ b. Kemudian nilai ini dikonversi ke dalam satuan

μmol-ek BHT / 100 g berat segar. Persentase inhibisi dari radikal DPPH dihitung dengan rumus :

x100%

l

Abs.kontro

Abs.Sampel

l

Abs.kontro

%Inhibisi

=

Persentase inhibisi menyatakan aktivitas antioksidan dari pelepah sawit dan lignin fermentasi. Semua analisis dilakukan duplo dan yang diambil adalah nilai rata- rata. BHT (Sigma Chemical Co., St. Louis, MO) digunakan sebagai referensi antioxidant.

Analisis Data. Data hasil penelitian dianalisa statistik sesuai dengan rancangan yang digunakan, untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multi Range Test (Steel and Torrie, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Semakin lama waktu degradasi maka persentase inhibisi akan semakin meningkat sampai pada hari ke-10 fermentasi pelepah sawit, meskipun pada hari ke-8 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata dengan hari ke-10. Aktivitas antioksidan akan menurun pada hari ke-12, hal ini sejalan dengan jumLah konsentrasi antioksidan

yang diperoleh. Semakin lama waktu fermentasi maka konsentrasi antioksidan semakin naik sampai hari ke-10 fermentasi dan selanjutnya terjadi penurunan konsentrasi antioksidan pada hari ke-12 fermentasi. Semakin besar konsentrasi antioksidan yang didapat selama fermentasi maka akan semakin meningkat aktivitas antioksidannya (Tabel 1).

Tabel 1. Konsentrasi antioksidan dan persentase inhibisi lignin fermentasi dan pelepah sawit dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

Waktu Fermentasi

(hari)

Pelepah sawit fermentasi Lignin Fermentasi

Inhibisi (%) Konsentrasi (µg/g) Inhibisi (%) Konsentrasi

(µg/mL) 0 74.82d ± 0.01 629.66d ± 7.15 24.02c ± 3.94 ndd 4 84.01b ± 0.66 11102.05b ± 651.19 73.91b ± 1.81 47.24c ± 23.35 8 89.41a ± 2.57 16466.11a ± 2554.92 75.73b ± 0.76 127.72c ± 23.03 10 89.41a ± 1.41 16467.15a ± 1401.60 92.11a ± 1.55 850.95a ± 68.37 12 78.78c ± 0.18 5947.65c ± 244.27 87.68a ± 0.40 655.39b ± 17.49 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (P<0.05)

Persentase inhibisi yang diperoleh pada fermentasi pelepah sawit berkisar dari 78.78-89.41%. Berdasarkan rataan maka persentase inhibisi yang diperoleh menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu diatas 50%. Salanti et al. (2010) menyatakan persentase inhibisi diatas 50% mengindikasikan bahwa tingkat aktivitas antioksidan yang tinggi. Persentase inhibisi yang diperoleh mulai dari hari ke-4 sampai hari ke-12 fermentasi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan persentase inhibisi standar yang digunakan yaitu BHT (76.34%) pada konsentrasi sampel yang sama yaitu 5g/l. Peningkatan konsentrasi antioksidan yang diperoleh setelah dilakukan fermentasi sebesar 12.29% pada hari ke-4, 19.50% pada hari ke- 8 dan ke-10 serta 5.29% pada hari ke-12 dibandingkan dengan pelepah sawit yang tidak mengalami proses fermentasi.

Pada proses degradasi lignin juga diperoleh pola yang hampir sama dengan fermentasi pelepah sawit. Lama fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) terhadap aktivitas antioksidan dan konsentrasi antioksidan. Persentase inhibisi yang diperoleh pada degradasi lignin berkisar antara 73.91 – 92.11% dengan tingkat persentase inhibisi tertinggi terjadi pada hari ke-10 fermentasi. Aktivitas antioksidan yang diperoleh setelah terjadinya fermentasi menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu diatas 50%. Aktivitas antioksidan yang diperoleh dari penelitian ini lebih tinggi dari aktivitas antioksidan dari lignin yang dihidrolisis menggunakan etil asetat (Cruz et al. 2001) yang mendapatkan persentase inhibisi 27.50% untuk dedak barley (antioksidan yang rendah) dan 68.72% untuk lignin yang berasal dari kayu Eucalyptus yaitu 68.72% (tinggi antioksidan). Duodone et al. (2009) mendapatkan rataan kisaran aktivitas antioksidan 50-89% dari lignin hasil ekstraksi dari tanaman perkebunan. Pryzbylski et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan berkisar 90% untuk lignin hasil ekstraksi dari kayu dan 25-75% untuk lignin yang berasal dari soft wood dengan konsentrasi optimal 0.1g/l untuk pelarut hexana dan 0.3g/l untuk ekstrak metanol.

Tingginya aktivitas dan konsentrasi antioksidan yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan dari kerja enzim yang dihasilkan oleh kapang P. chrysosporium. Lignin lebih efektif didegradasi oleh white-rot fungi melalui oksidasi polimer untuk menghasilkan radikal aromatik berupa radikal penoksi. Radikal penoksi akan membentuk polimer lignin kembali jika tidak segera dioksidasi kembali menjadi senyawa fenol (Martinez et al. 2005). Tingginya aktivitas antioksidan pada hari ke-10 disebabkan banyaknya jumLah dan jenis dari senyawa fenol yang dihasilkan selama waktu degradasi tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Nenkova et al. (2011) tingginya aktivitas antioksidan sangat dipengaruhi oleh jumLah dan jenis senyawa fenol yang dihasilkan. Menurut beberapa hasil penelitian ( Yu et al. 2002; Gorinstein et al. 2004) ada korelasi langsung antara kandungan total senyawa antioksidan (total polyphenol) dengan total potensial antioksidan namun ini tidaklah mutlak, lebih jauh dijelaskan bahwa senyawa fenol yang umum dilepas selama proses degradasi lignin seperti coumaric acid, vanillin dan vanilic acid terbukti memiliki reaksi yang rendah dengan radikal bebas DPPH dengan reaksi kinetik yang lambat. Kosentrasi antioksidan yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 629.66- 16467µg/mL untuk fermentasi pelepah sawit sementara untuk lignin fermentasi 47.24-850.95µg/mL. Kosentrasi antioksidan yang diperoleh lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Conde et al. (2011) yang mendapatkan konsentrasi antioksidan dari beberapa sumber lignoselulola dengan perlakuan hydrothermal yaitu tongkol jagung 729 mg/l, kayu Eucalyptus 532 mg/l dan kulit almond 679 mg/l.

Tabel 2. Identifikasi senyawa monomer dari lignin dan pelepah sawit fermentasi dengan P. chrysosporium pada waktu fermentasi yang berbeda

Fermentasi Lignin Pelepah sawit fermentasi Senyawa Waktu fermentasi (hari) Waktu fermentasi (hari)