• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penulis dilahirkan di Pondok Tinggi pada tanggal 6 Agustus 1974 sebagai anak bungsu dari pasangan Drs Ismail Machmud (Alm) dan Hj Afriana. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Andalas, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan ke Program Pascasarjana Universitas Andalas pada Program Studi Ilmu Ternak dan menamatkannya pada tahun 1999 dengan bantuan beasiswa URGE Dirjen Dikti. Penulis selanjutnya mendapat kesempatan untuk menjadi dosen pada Universitas Muhammad Yamin Solok Sumatera Barat mulai dari tahun 1999-2002. Pada tahun 2002 penulis diterima menjadi dosen pada Fakultas pertanian jurusan Peternakan Universitas Sriwijya sampai saat ini. Bidang perkuliahan yang menjadi tugas penulis adalah Nutrisi dan tekhnologi pengolahan pakan ruminansia. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor pada program studi mayor ilmu nutrisi dan pakan, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2010. Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Bagian dari disertasi dengan judul In Vitro Digestibility of Ration Containing Different Level of palm Oil Frond That Fermented by Phanerochaetae

chrysosporium akan diterbitkan pada Media Peternakan Volume 36 (2) Agustus

2013. Karya ilmiah yang berjudul Identification of Phenolic Compounds and Its Antioxidant Activity of Lignin and Palm Oil Frond Fermented by Phanerochaetae

chrysosporium telah diterima untuk dipresentasikan secara Oral pada seminar

International The Fourth International Conference on Sustainable Animal Agriculture for Developing Country (SAADC) 2013 pada tanggal 27-31 Juli 2013 di Lanzhou University China.

BIODEGRADASI LIGNOSELULOSA OLEH KAPANG P.

chrysosporium TERHADAP PERUBAHAN FRAKSI SERAT

DAN NILAI GIZI PELEPAH SAWIT

ABSTRAK

Penelitian dilakukan untuk mengetahui interaksi terbaik dari dosis inokulan dan waktu inkubasi biodegradasi pelepah sawit dengan P.chrysosporium

terhadap perubahan nilai gizi dan fraksi serat pelepah sawit. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial. Perlakuan terdiri dari 2 faktor yaitu dosis inokulan (105cfu/ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml) dan lama inkubasi (10, 15, dan 20 hari). Pada penelitian ke-2 diperoleh bahwa interaksi terbaik untuk biodegradasi pelepah sawit dengan P. crhysosoporium terjadi pada dosis inokulan 107cfu/ml dengan lama inkubasi 10 hari terhadap fraksi serat dan nutrient pelepah sawit fermentasi. Penurunan kandungan lignin mencapai 47.79%, NDF 40.16%, ADF 40.93%, selulosa 35.69%, hemiselulosa 36.90%, degradasi lignin 49.47%, rasio selulosa dengan lignin1.35. Tidak terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama inkubasi terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan BETN fermentasi pelepah sawit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah interaksi terbaik antara dosis inokulan dan lama fermentasi adalah 107cfu/ml dan 10 hari untuk penurunan kandungan lignin fermentasi pelepah sawit oleh P. crhysosporium.

Kata kunci: biodegradasi, lignin, pelepah kelapa sawit, Phanerochaete chrysosporium

ABSTRACT

The experiment was conducted to study the interaction between inoculant doses and time of fermentation with Phanerochaete chrysosporium on pH, water activity, fiber components and nutrient. This research was done based on completely randomized design with 2 factor as treatments. The first factor was inoculant doses : 105cfu /ml, 106cfu/ ml, and 107cfu/ml, the second factor was length of fermentation : 10, 15, and 20 days. Results showed that Dose of 107cfu/ml inoculant and 10 days time of fermentation were most effectively reducing lignin (47.79%), NDF (40.16%), ADF (40.93%), Cellulose (35.69%), Hemicellulose (36.90%), lignin degradation (49.47%), the ratio of cellulose to lignin (1.35). There was no interaction between inoculant doses and time of fermentation on fermented palm oil frond dry matter, organic matter, crude protein, crude fiber, crude fat and BETN. As the conclusion, The best interaction between inoculant doses and time of fermentation was 107cfu/ml inoculants and 10 days incubation time for degradation of lignin and nutrient of fermented palm oil frond.

Key words: biodegradation, lignin, phanerochaete chrysosporium, palm oil frond,

PENDAHULUAN

Lignoselulosa merupakan komponen utama dari biomassa yang terdapat pada tanaman yang terbentuk dari proses fotosintesis, dengan produktivitas mencapai 5x1010 ton/tahun (Sanchez, 2009; Villas-Boas et al. 2002). Komponen utama lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin (Martinez et al. 2005; Howard et al. 2003; Sanchez, 2009). Polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin terjalin dengan kuat dan secara kimia berikatan melalui kekuatan non- kovalen dan saling bertautan melalui ikatan kovalen (Perez et al. 2002) sementara Buranov dan Mazza (2008) menyatakan bahwa lignin berikatan dengan hemiselulosa melalui ikatan kovalen tetapi ikatan yang terjadi antara selulosa dengan lignin belum diketahui secara lengkap.

Ikatan lignoselulosa ini merupakan pembatas dalam pemanfaatan bahan pakan dalam ransum karena akan menurunkan tingkat kecernaan sehingga mengurangi nilai nutrisi pakan. Bahan pakan yang mengandung tingkat lignin yang tinggi biasanya berasal dari bahan pakan alternatif atau bahan pakan konvensional, seperti bahan pakan yang berasal dari limbah pertanian maupun perkebunan. Komponen terbesar dari lignoselulosa adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan makromolekul yang dibentuk dari gula yang berbeda, sementara lignin merupakan polimer aromatik yang dibentuk dari prekusor phenylpropanoid. Komposisi dan proporsi dari senyawa ini bervariasi antar tanaman (Prassad et al. 2007; Perez-diaz et al. 2005; John et al.

2006). Organisme yang paling berperan dalam mendegradasi lignoselulosa adalah kapang, terutama kapang yang termasuk dalam kelompok basidiomycetes (Ten dan Teunissen. 2001; Bennett et al. 2002; Rabinovich et al. 2004). Salah satunya adalah kapang Phanerochaete chrysosporium yang mampu mendegradasi lignoselulosa secara efektif (Tuomela et al. 2002) yaitu mendegradasi komponen lignin terlebih dahulu diikuti dengan komponen selulosa dan hemiselulosa. Salah satu bahan pakan yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan pakan ruminansia dan berasal dari limbah perkebunan adalah limbah kelapa sawit, salah satunya berupa pelepah sawit. Komposisi kimia pelepah sawit adalah sebagai berikut: Bahan Kering (BK) 21.68%, Protein Kasar (PK) 5.28%, Neutral Detergent Fiber (NDF) 65.59%, Acid Detergent Fiber (ADF) 52.72%, Hemiselulosa 12.87%, Selulosa 27.79%, dan Lignin 25.42% (Laboratorium Ilmu dan Tekhnologi Fapet IPB, 2012 dan Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Pakan Ternak UNPAD, 2012). Komposisi kimia ini dapat bervariasi karena faktor dari area geografis, kondisi iklim, kimia tanah maupun pemupukan yang dilakukan di daerah perkebunan.

Tingginya kadar lignin dalam pelepah sawit membuat banyak penelitian yang dilakukan untuk bisa menurunkan kadar lignin. Perlakuan fisik, kimia maupun biologis diaplikasikan dengan tujuan ikatan lignoselulosa bisa terpecahkan sehingga serat kasar yang berupa selulosa dan hemiselulosa yang terikat pada ikatan lignoselulosa tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikroba rumen sebagai sumber energi. Banyak cara telah dilakukan untuk memecah ikatan lignoselulosa baik secara fisik berupa proses pencacahan, secara kimia dengan memanfaatkan bahan-bahan kimia seperti amnonia dan natrium hidroksida

maupun secara biologis berupa pamanfaatan bakteri maupun kapang. Jenis kapang yang memiliki kemampuan degradasi lignosululosa yang tinggi adalah kapang yang termasuk dalam white rot fungi. Kapang ini salah satunya adalah P.

chrysosporium diketahui menghasilkan enzim lignin peroxidase, manganese

peroxidase dan laccase.

Biodegradasi merupakan proses perubahan substrat oleh mikroorganisme yang melibatkan sejumLah reaksi menjadi produk yang lebih sederhana. Aktivitas merombak komponen substrat membutuhkan nutrient yang diperoleh dari hasil perombakan. Proses biodegradasi dengan menggunakan kapang P.chrysosporium

7.5% pada pelepah sawit mampu menurunkan kandungan NDF sampai 37.28%, ADF 35.79% dan lignin 40.31%, selulosa 6.37% dan hemiselulosa 41.29% (Imsya dan Palupi, 2009) namun hasil ini belum optimal karena banyak faktor yang menjadi pertimbangan dalam proses fermentasi. Faktor yang sangat berperan untuk mendapatkan hasil fermentasi yang optimal diantaranya adalah dosis dan lama fermentasi, kedua hal ini memegang peranan penting dalam proses fermentasi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi antara dosis inokulan yang digunakan dengan lama fermentasi terhadap perubahan nilai gizi dan perubahan fraksi serat pada pelepah sawit yang difermentasi oleh P

chrysosporium.

METODE PENELITIAN

Bahan baku yang digunakan dalam percobaan ini adalah pelepah sawit yang dikering udarakan dan dicacah sepanjang 2 cm kemudian digiling dengan ukuran 5mm. Inokulan yang digunakan adalah P.chrysosporium yang dibiakan dalam media PDA pada suhu 30oC selama 4 hari sebelum digunakan sebagai substrat dan media Potatos Dextrose Broth (PDB)

Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial, dimana dosis inokulan terdiri dari 105cfu/mL, 106cfu/mL dan 107cfu/mL serta lama waktu fermentasi yaitu 10, 15 dan 20 hari sebagai perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali

Pelaksanaaan penelitian

Proses Fermentasi. Kapang P.chrysosporium 106 cfu/mL diinokulasi ke dalam media PDB sebanyak 25mL dan dikocok menggunakan shaker selama 3 hari. Total populasi spora yang diperoleh pada media PDB yaitu 105cfu/mL, 106cfu/mL dan 107cfu/mL dipilih untuk digunakan sebagai dosis inokulan yang selanjutnya difermentasikan ke dalam 15g pelepah sawit yang sudah digiling dengan ukuran 5mm, lama proses fermentasi dilakukan sesuai dengan perlakuan.

Penentuan Perubahan Kandungan Nutrien dan Kandungan Serat. Perubahan kandungan nutrient sebelum dan sesudah fermentasi dilakukan dengan analisis proksimat (AOAC, 1998) dan perubahan kandungan fraksi serat dilakukan sesuai dengan analisa Van Soest (2002).

Rasio Selulosa Lignin. Rasio selulosa lignin (RSL) merupakan perbandingan kandungan selulosa substrat terhadap lignin pada perlakuan yang sama, besaran angka RSL ditentukan dengan persamaan :

Rasio Selulosa Lignin =

Degradasi Lignin. Degradasi lignin dalam substrat sebelum dan setelah difermentasi dihitung dengan persamaan :

Degradasi Lignin (%) = x 100%

Lo = Kandungan lignin substrat sebelum fermentasi (%) Lt = Kandungan lignin substrat setelah fermentasi (%) BKo = Bahan kering sebelum fermentasi (%)

BKt = Bahan kering setelah fermentasi (%)

Analisis Data. Data hasil penelitian dianalisa dengan analisa statistik sesuai dengan rancangan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan’s Multi Range Test (Steel dan Torrie, 2002)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH) dan Aktivitas Air (Aw) selama Proses Fermentasi

Derajat keasaman (pH) merupakan suatu konsentrasi ion hidrogen pada suatu medium atau pelarut. pH menggambarkan kondisi asam basa dan sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup suatu mikroba (Rahayu dan Nurwitri, 2012). pH awal dari substrat yang digunakan adalah 5.97 sementara nilai rataan pH yang diperoleh selama proses fermentasi pelepah sawit dengan P. chrysosporium berkisar antara 4.73-5.25. Terjadi penurunan pH pada hari ke-10 fermentasi yaitu menjadi 4.73 dan akan meningkat kembali pada hari ke-15 dan ke-20 fermentasi dengan nilai masing-masing adalah 4.85 dan 5.25. Penurunan pH tertinggi pada hari ke-10 diduga karena pada saat ini banyak terbentuk asam-asam organik sebagai akibat aktivitas dari proses fermentasi yang terjadi. Nelson dan Suparjo (2011) mendapatkan penurunan nilai pH seiring dengan semakin lamanya fermentasi, hal ini disebabkan karena asam organik yang dihasilkan mempengaruhi keasaman substrat.

Aktivitas air atau water activity (Aw) adalah jumLah air bebas yang

digunakan untuk pertumbuhan mikroorganisme (Rahayu dan Nurwitri, 2012). Nilai rata-rata Aw sebelum fermentasi adalah 0.874 dan terjadi peningkatan nilai Aw selama proses fermentasi yaitu berkisar 0.878-0.895. Nilai Aw menunjukkan

stabilitas karena pengaruhnya terhadap pertumbuhan mikroba, tingkat reaksi kimia dan biokimia serta kandungan fisik selama proses fermentasi (Vulkov, 2006). Batas minimum Aw untuk pertumbuhan dan perkecambahan spora seperti

pengukuran nilai Aw selama proses fermentasi, nilai Aw memenuhi batas

minimum untuk pertumbuhan kapang P. chrysosporium

Perubahan Kandungan Fraksi Serat Pelepah Sawit Fermentasi dengan

P.chrysosporium

Pengaruh dosis inokulan dan lama fermentasi dievaluasi dengan terjadinya perubahan fraksi serat yang terdapat pada pelepah sawit. Terdapat interaksi antara dosis inokulan yang digunakan dengan lama fermentasi pada hampir semua parameter fraksi serat yang diukur. Semakin besar dosis inokulan yang digunakan menghasilkan penurunan (P<0.05) kandungan NDF dan ADF yang semakin besar. Lama masa inkubasi memberikan penurunan kandungan NDF dan ADF terbesar hanya sampai pada hari ke-10 fermentasi. Pada hari ke-15 dan ke-20 penurunan kandungan NDF dan ADF yang diperoleh tidak begitu besar kecuali pada interaksi dosis inokulan 107cfu/mL dengan lama fermentasi 20 hari. Penurunan kandungan NDF terbesar terjadi pada interaksi dosis inokulan 107cfu/mL dan lama fermentasi 20 hari yang menghasilkan penurunan kandungan NDF sebesar 42.50% dan penurunan kandungan ADF sebesar 40.96%. Kandungan NDF pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 65.59% sementara rataan kandungan NDF yang diperoleh setelah proses fermentasi berkisar antara 37.72-48.14%. Kandungan ADF pelepah sawit sebelum fermentasi 52.72% setelah proses fermentasi maka terjadi penurunan kandungan ADF yaitu berkisar 31.12-36.84% (Tabel 4 dan 5).

Tabel 4. Kandungan NDF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis inokulan (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 47.36 e ±0.63 47.68 e ±0.34 48.14 e ±0.78 106 40.85 c ±0.22 43.17 d ±0.76 42.45 d ±0.43 107 39.25 b ±0.54 39.67 b ±0.52 37.72 a ±0.09 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Tabel 5. Kandungan ADF pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 35.69 de ±0.47 34.02 cd ±0.37 36.84 e ±0.15 106 33.21 bc ±0.68 34.41 cd ±2.80 32.58 abc ±0.51 107 31.14 a ±0.68 31.45 ab ±0.21 31.12 a ±0.48 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

Nelson dan Suparjo (2011) menyatakan bahwa kandungan NDF dan ADF mengalami perubahan yang fluktuatif selama proses fermentasi. Kalau dilihat dari dosis inokulan yang digunakan, maka dengan semakin banyak dosis inokulan yang digunakan semakin besar penurunan kandungan NDF dan ADF. Hal ini disebabkan jumLah kapang yang semakin banyak memungkinkan produksi enzim juga akan semakin besar sehinga proses kerja kapang dalam mendegradasi dinding sel akan semakin meningkat. Nurhaita et al (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi level inokulum yang digunakan maka akan semakin banyak mikroba yang menghasilkan enzim untuk melakukan perombakan dalam proses fermentasi.

Penurunan kandungan NDF dan ADF disebabkan karena terjadinya perombakan pada dinding sel oleh kapang P.chrysosporium yang menyebabkan terjadinya perubahan kandungan fraksi serat. Akumulasi penurunan komponen fraksi serat (selulosa, hemiselulosa dan lignin) tergambar pada terjadinya penurunan kandungan NDF dan ADF. Seperti yang dinyatakan oleh Van Soest (2002) komponen penyusun dinding sel (NDF) terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sementara ADF terdiri dari komponen selulosa dan lignin. Zeng et al. (2010) menyatakan bahwa beberapa spesies kapang pelapuk putih Basidomycetes

mampu memecah semua komponen lignoselulosa.

Penurunan kandungan NDF pelepah sawit fermentasi berkisar antara 26.60-42.49% sementara untuk kandungan ADF terjadi penurunan berkisar 30.12- 40.97%, hasil penurunan kandungan NDF dan ADF pelepah sawit fermentasi pada penelitian ini lebih tinggi dari hasil penurunan kandungan NDF dan ADF pada fermentasi kulit buah kakao yang juga difermentasi dengan P.chrysosporium (Nelson dan Suparjo, 2011) dengan penurunan kandungan NDF berkisar 17.34- 33.90% dan ADF berkisar 10.61-22.65%. Perbedaan persentase penurunan kandungan NDF dan ADF ini terjadi karena jumLah inokulan yang digunakan berbeda sehingga juga mempengaruhi jumLah enzim yang dihasilkan untuk mendegradasi komponen NDF dan ADF. Hasil penelitian Haddin et al. (2009) mendapatkan penurunan kandungan NDF dan ADF Olive pomace yang difermentasi dengan 106cfu/mL P.chrysosporium pada lama fermentasi 10 hari masing-masingnya adalah 31.54% dan 39.74% dan terjadi peningkatan penurunan kandungan NDF sebesar 45.85%, ADF 59.33% pada lama fermentasi 20 hari.

Terdapat interaksi antara dosis inokulan dengan lama fermentasi terhadap kandungan selulosa dan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi. Penurunan terbesar (P<0.05) kandungan selulosa dan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi terjadi pada hari ke-10 fermentasi dengan dosis inokulan 105cfu/mL. Terjadi fluktuasi kandungan selulosa dan hemiselulosa setelah 10 hari fermentasi sampai pada hari ke-20 baik pada kandungan selulosa maupun pada kandungan hemiselulosa. Kandungan selulosa pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 27.79% setelah proses fermentasi kandungan selulosa pelepah sawit berkisar 14.41-17.87%. Kandungan hemiselulosa pelepah sawit sebelum fermentasi yaitu 12.87% dan terjadi penurunan kandungan hemiselulosa setelah proses fermentasi dengan P.chrysosporium menjadi 6.58-11.68%. Pada dosis inokulan 105cfu/mL dan lama fermentasi 15 hari terjadi peningkatan kandungan hemiselulosa menjadi 13.66% (Tabel 6 dan 7)

Penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa pada pelepah sawit fermentasi menunjukkan adanya kerja dari enzim yang dihasilkan oleh kapang

P.chrysosporium dalam mendegradasi serat yang terdapat pada dinding sel tanaman. Fadillah et al. (2008) menyatakan bahwa kapang P.chrysosporium selain menghasilkan enzim untuk mendegradasi lignin, kapang tersebut juga menghasilkan enzim yang dapat mengurai selulosa, enzim yang dihasilkan diantaranya adalah kuinon reduktase dan selulase. Selulase berperan dalam menghidrolisis selulosa yang berkerjasama dengan campuran dari komplek enzim

protein dalam menghidrolisa ikatan β-1,4-glikosida. Selulase bisa dibagi kedalam 3 kelompok enzim utama sesuai dengan aktivitasnya yaitu endoglucanase atau endo-1-4-β-glucanase (EC 3.2.1.4), cellobiohydrolase (EC 3.2.1.91) dan β- glucosidase (EC 3.2.1.21). (Rabinovich et al. 2004). Endoglucanase merupakan enzim yang berkerja pertama kali untuk membuka bagian amorf dari selulosa untuk selanjutnya proses hidrolisis dari bagian kristal selulosa akan dilakukan oleh cellobiohydrolase. Hampir 40-70% enzim selusase yang dihasilkan oleh kapang merupakan cellobiohydrolase. Cellobiohydrolase akan memindahkan monomer dan dimer yang terdapat pada ujung rantai glukan. β-glucosidase selanjutnya akan menghidrolisis dimer glukosa menjadi glukosa (Robinovich et al.2002.

Tabel 6. Kandungan selulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 14.46 d ±0.70 14.41 d ±0.62 17.20 ab ±0.29 106 16.95 abc ±0.75 16.01 c ±0.04 17.32 ab ±0.45 107 17.87 a ±0.77 17.55 ab ±0.37 16.61 bc ±0.36 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Degradasi hemiselulosa melibatkan enzim yang hampir sama dengan degradasi selulosa, namun dibutuhkan lebih banyak enzim untuk melengkapi proses degradasi hemiselulosa karena heterogenitas hemiselulosa lebih besar dibandingkan dengan selulosa (Malherbe and Cloete, 2002). Hemiselulosa didegradasi menjadi monomer gula dan asam asetat. Xylan merupakan karbohidrat utama yang ditemukan pada hemiselulosa, untuk mendegradasinya dibutuhkan kerjasama beberapa enzim yang bersifat hidrolisis. Hemiselulase diklasifikasi sesuai dengan aktivitas kerjanya endo-1,4-β-xilanase (EC 3.2.1.8) menghasilkan oligosakarida dari pembelahan xilan dan xilan 1,4-β- xilosidase (EC 3.2.1.37) menghasilkan xylosa dari oligosakarida. Ditambahkan oleh Perez et al. (2002) degradasi hemiselulosa membutuhkan aksesoris enzim seperti xilan esterase, ferulic dan p-coumaric esterase, α-1 arabinofuranosidase, dan α-4-O- metil glucuronosidase, yang berkerja sinergis untuk menghidrolisis xylan dan mannan. Pada rangkaian O-asetil-4-O methylglucuronxylan, yang merupakan salah satu hemiselulosa yang paling umum, empat enzim yang berbeda diperlukan untuk degradasi yaitu endo-1-4-β-xilanase (endoxylanase), asetil esterase, α-β- glukuronidase dan xilosidase. Degradasi O-acetylgalactogluco mannan dimulai dengan pecahnya polimer oleh endomannase. Acetylglucomannan esterases

memecah kelompok asetil, dan α-galactosidases menghidrolisis residu galaktosa. Akhirnya, β-mannosidase dan β-glikosidase memecah endomannan untuk menghasilkan oligomer ikatan β-1,4.

Tabel 7. Kandungan hemiselulosa pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium

pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 11,68b ±1,07 13,66 a ±0,45 11,30 bc ±0,71 106 7,64ef ±0,81 10,42 cd ±0,77 9,87 d ±0,09 107 8,12e ±0,16 8,22 e ±0,49 6,58 f ±0,42

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Penurunan terkecil kandungan selulosa sebagai akibat dari proses degradasi oleh enzim yang dihasilkan oleh kapang P.chrysosporium terjadi pada dosis inokulan 107cfu/mL dengan lama inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan 35.70%. Sementara untuk hemiselulosa penurunan terkecil terjadi pada dosis inokulan 105cfu/mL dengan lama inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan 9.25%. Hasil yang berbeda diperoleh pada penelitian Haddadin et al. (2009) yang melakukan proses fermentasi pada Olive pomace oleh kapang 106

cfu/mL P.chrysosporium dengan lama fermentasi 10 dan 20 hari yang

mendapatkan hasil penurunan kandungan selulosa sebanyak 26.10% dan 49.80% namun tidak terjadi perubahan pada kandungan hemiselulosa. Nelson dan Suparjo (2011) mendapatkan penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa pada fermentasi kulit buah kakao dengan P.chrysosporium sebesar 20.26% dan 66.21% pada lama inkubasi 25 hari sementara pada 10 hari fermentasi terjadi penurunan kandungan hemiselulosa 28.23% dan kenaikan kandungan selulosa 3.5%. Perbedaan jumLah penurunan kandungan selulosa dan hemiselulosa ini kemungkinan disebabkan karena jenis substrat yang berbeda.

Lignin merupakan bagian dari ikatan lignoselulosa yang terdapat pada dinding sel tanaman. Kandungan lignin pelepah sawit sebelum fermentasi cukup tinggi yaitu 25.42%, setelah difermentasi dengan P. chrysosporium terjadi penurunan yang signifikan (P<0.05) berkisar 13.27-21.23% pada dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda (Tabel 8). Terdapat pengaruh interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap penurunan kandungan lignin pelepah sawit fermentasi. Penurunan kandungan lignin terbesar terjadi pada dosis inokulan 107cfu/mL dengan lama masa inkubasi 10 hari dengan persentase penurunan 47.79%.

Terjadinya penurunan kandungan lignin yang terbesar pada hari ke-10 fermentasi dibandingkan pada hari ke-15 dan ke-20 disebabkan karena kemungkin pada hari ke-10 merupakan puncak dari aktivitas enzim ligninase berupa lignin peroksidase, mangan peroksidase dan laccase. Gupte et al. (2007) menyatakan bahwa kapang P. chrysosporium mampu menurunkan kandungan lignin sebesar 20.5% pada hari ke-10 inkubasi dan menunjukkan aktivitas enzim yang maksimum dalam mendegradasi lignin. Shi et al. (2009) menunjukkan

bahwa fermentasi terhadap tongkol kapas oleh kapang P. chrysosporium dapat mendegradasi lignin pada waktu fermentasi 4-10 hari. Sementara Nelson dan Suparjo (2011) menyatakan bahwa fase pertumbuhan stasioner kapang P.

chrysosporium terjadi pada fermentasi 10 hari dimana enzim yang dihasilkan

lebih banyak. Produksi enzim yang lebih banyak dapat membuat kapang memiliki kemampuan lebih besar untuk mendegradasi lignin. Terjadi penurunan kandungan lignin sebesar 63.9% dari fermentasi Olive pomace oleh P. chrysosporium pada 20 hari fermentasi dan 46.44% pada lama fermentasi 10 hari (Haddin et al. 2009). Tabel 8. Kandungan lignin pelepah sawit fermentasi oleh P.chrysosporium pada

dosis inokulan dan lama fermentasi yang berbeda

Dosis (cfu/mL)

Lama Fermentasi (hari)

10 15 20

---%--- 105 21.23 g ±0.52 19.61 f ±0.43 19.64 f ±0.16 106 16.26 e ±0.41 16.73 e ±0.08 15.24 d ±0.25 107 13.27 a ±0.29 13.91 b ±0.16 14.51 c ±0.27 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom dan baris yang sama

menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata (P<0.05)

Kehilangan kandungan lignin tergambar dari persentase degradasi lignin selama proses fermentasi berkisar antara 17.34-49.47% (Tabel 9). Terdapat interaksi antara dosis inokulan dan lama fermentasi terhadap degradasi lignin (P<0.05). Semakin banyak dosis inokulan yang digunakan dan semakin lama waktu fermentasi menghasilkan degradasi lignin yang semakin besar. Pada dosis inokulan 107cfu/mL persentase degradasi lignin menunjukkan penurunan dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Penurunan ini diduga terkait dengan ketersedian nutrient hasil perombakan komponen lignoselulosa untuk