• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

F. Identifikasi Tanin secara Kualitatif dengan KLT

Ekstrak kental daun jati belanda diketahui mengandung senyawa tanin. Senyawa tanin itu sendiri dibedakan menjadi 2 jenis yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Identifikasi tanin dalam ekstrak etanolik daun jati belanda dilakukan secara kualitatif dengan metode KLT. Identifikasi secara kualitatif ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanin yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun jati belanda. Identifikasi secara kualitatif menggunakan metode KLT karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode kromatografi yang lain, di antaranya yaitu pengerjaannya sederhana, tidak memerlukan biaya yang besar, waktu yang dibutuhkan relatif singkat dan jumlah sampel yang dibutuhkan lebih sedikit. Data yang diperoleh berupa harga Rf dan warna bercak hasil pengembangan pada pelat KLT.

Standar yang digunakan dalam identifikasi ini adalah asam tanat. Asam tanat digunakan sebagai standar karena asam tanat merupakan tanin terhidrolisis. Pada prosesnya, akan diidentifikasi jenis tanin yang terdapat dalam ekstrak etanolik daun jati belanda. Perbandingan kedua jenis tanin tersebut dapat dilihat dari warna bercak, harga Rf dan hasil deteksi kimia dengan penyemprotan menggunakan besi (III) klorida. Apabila tidak menggunakan standar, akan sulit membedakan jenis tanin yang terdapat dalam sampel ekstrak etanolik daun jati belanda.

Larutan standar dan sampel terlebih dahulu dibuat sebelum dilakukan penotolan. Pada pembuatan larutan standar, asam tanat dilarutkan dalam etanol 70%. Tanin terhidrolisis dapat larut dalam campuran etanol-air (Robinson, 1995).

42

Oleh karena itu, dipilih etanol 70% karena merupakan campuran etanol-air sehingga diharapkan dapat melarutkan asam tanat. Pada pembuatan larutan sampel, ekstrak etanolik daun jati belanda disari dengan petroleum eter pada suhu 50°C selama 5 menit. Tujuan penyarian dengan petroleum eter di sini adalah untuk melarutkan kandungan pada sampel yang bersifat nonpolar yang tidak diinginkan misalnya minyak lemak dan asam lemak. Penyarian ini dilakukan di atas penangas air pada suhu 50°C dengan tujuan untuk mempercepat pelarutan. Fraksi petroleum eter kemudian disaring dan dipisahkan. Ekstrak kemudian disari lagi dengan kloroform-asam asetat (99 : 1) pada suhu 50°C. Penggunaan kloroform-asam asetat juga digunakan untuk melarutkan senyawa nonpolar yang masih tertinggal di dalam sampel misalnya terpenoid, karotenoid, resin, kafein, friedelin-3αasetat, friedelin 3β-ol, β-sitosterol dan zat pahit. Fraksi kloroform-asam asetat kemudian disaring dan dipisahkan. Ekstrak kemudian disari lagi dengan kloroform-asam asetat (49,5:49,5:1). Penggunaan metanol-kloroform-asam asetat diharapkan dapat melarutkan kandungan tanin yang terdapat dalam sampel.

Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254 sedangkan fase geraknya adalahetil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27)v/v. Fase diam yang digunakan yaitu silika gel memiliki sifat polar karena terdapat ikatan Si-O-H pada permukaannya. Sifat kepolaran silika gel lebih besar dibandingkan dengan fase gerak. Fase gerak yang digunakan memiliki sifat kepolaran yang lebih rendah sehingga pemisahan ini termasuk pemisahan dengan

43

fase normal. Pemisahan dengan fase normal berarti fase diam yang digunakan lebih bersifat polar dibandingkan dengan fase gerak (Sethi, 1996).

Pelat KLT yang akan digunakan harus diaktifkan terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 110oC (Sethi, 1996). Proses ini ditujukan untuk mengurangi kandungan air pada silika selama penyimpanan sehingga diharapkan tidak mengganggu selama proses pemisahan bercak. Adanya kandungan air akan sulit menyerap senyawa yang akan dipisahkan.

Larutan standar dan sampel ditotolkan sebanyak 5 µl pada fase diam yang berupa pelat KLT. Replikasi pada sampel dilakukan sebanyak 3 kali. Penotolan dilakukan 2 cm dari batas bawah pelat KLT untuk menghindari larutan standar dan sampel yang telah ditotolkan terkena langsung fase gerak karena apabila langsung terkena fase gerak dikhawatirkan pemisahan senyawa tidak akan berlangsung dengan baik. Larutan standar dan sampel yang telah ditotolkan, kemudian dielusi dengan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27) v/v. Pelat KLT dielusi di dalam bejana yang sudah jenuh oleh uap fase gerak, kemudian ditutup rapat menggunakan alumunium foil dan ditimpa dengan lempeng kaca. Penjenuhan bejana dilakukan dengan melapisi dinding bejana dengan kertas saring yaitu setengah dari keliling bejana dan hampir mencapai bagian atas bejana. Bejana dikatakan sudah jenuh, jika kertas saring sudah terbasahi semua oleh uap fase gerak. Penjenuhan ini bertujuan agar pemisahan dapat berlangsung sempurna, perambatan bercak cepat dan optimal, selain itu akan menghasilkan bercak lebih bundar dan lebih baik. Proses pengembangan dilakukan sepanjang 10 cm.

44

Pelat KLT diangkat dari bejana bila pengembangan telah mencapai 10 cm, kemudian dikeringkan. Deteksi awal bercak standar dan sampel dilakukan dengan menggunakan deteksi fisika yaitu dengan dilihat di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 365 nm.

Rf 1,00 0,50 0,00

Gambar 6. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi UV 254 nm

Keterangan :

Fase gerak : etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100:11:11:27) v/v

Fase diam : silika gel GF254

Bercak A : standar asam tanat

Bercak B : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi I

Bercak C : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi II

Bercak D : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi III

A B C D

45

Berdasarkan hasil deteksi di bawah lampu UV 254 nm, terlihat bercak standar asam tanat berwarna ungu gelap. Pada bercak sampel, terlihat pemisahan menjadi 5 bercak setiap replikasinya dan berpendar ungu (Gambar 6.)

a.

b.

Gambar 7. Gugus kromofor dan ausokrom pada struktur asam tanat (a) dan tanin terkondensasi (b)

Keterangan : kromofor ikatan hidrogen

46

Asam tanat dan tanin terkondensasi memiliki gugus kromofor serta auksokrom pada strukturnya. Gugus kromofor memiliki kemampuan untuk menyerap energi radiasi sinar UV sehingga molekul senyawa dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi dan akan kembali lagi ke tingkat dasar sedangkan gugus auksokrom berguna untuk memperkuat intensitas penyerapan sinar UV. Struktur yang rigid/kaku menyebabkan ketika senyawa kembali lagi ke tingkat dasar akan menghasilkan energi emisi yaitu dengan memancarkan warna. Adanya ikatan hidrogen pada asam tanat membentuk siklik sehingga strukturnya menjadi rigid/kaku dan planar. Struktur yang rigid/kaku ini menyebabkan bercak standar berpendar ungu gelap.

Pada struktur tanin terkondensasi, terdapat beberapa ikatan hidrogen membentuk siklik sehingga membuat struktur tanin terkondensasi lebih rigid/kaku dan planar dibandingkan asam tanat (Gambar 7.). Struktur yang lebih rigid/kaku ini menyebabkan pendaran yang dihasilkan akan lebih terang.

Pada sampel, terlihat bercak pada ketiga replikasi berpendar ungu. Pendaran ini disebabkan senyawa pada bercak sampel mengandung gugus kromofor serta memiliki struktur yang rigid/kaku dan planar dibandingkan dengan standar asam tanat sehingga pendaran yang dihasilkan lebih terang yaitu ungu. Deteksi bercak standar dan sampel selanjutnya dilakukan dengan dilihat di bawah lampu UV 365 nm.

47 Rf 1,00 0,50 0,00

Gambar 8. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi UV 365 nm

Keterangan :

Fase gerak : etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100:11:11:27) v/v

Fase diam : silika gel GF254

Bercak A : standar asam tanat

Bercak B : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi I

Bercak C : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi II

Bercak D : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi III

Berdasarkan hasil deteksi dengan lampu UV 365 nm, bercak standar tidak berpendar (Gambar 8.). Hal ini berarti asam tanat tidak menyerap energi radiasi sinar UV pada panjang gelombang 365 nm. Berbeda dengan standar, bercak sampel terlihat berpendar kuning. Senyawa pada bercak sampel mengandung gugus kromofor yang dapat menyerap energi radiasi sinar UV pada

A B C D

48

panjang gelombang 365 nm sehingga molekul senyawa dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tinggi dan akan kembali lagi ke tingkat dasar. Struktur yang rigid/kaku menyebabkan ketika molekul senyawa pada bercak kembali lagi ke tingkat dasar akan menghasilkan energi emisi yaitu dengan memancarkan warna. Hal inilah yang menyebabkan pendaran kuning pada bercak sampel. Pada identifikasi tanin dengan KLT ini, selain warna bercak juga dilihat harga Rf yang dihasilkan pada bercak standar dan sampel (Tabel II.)

Tabel II. Harga Rf dan warna bercak sampel dengan KLT sebelum disemprot

pereaksi besi (III) klorida

Asal larutan Bercak Harga Rf bercak Visual Deteksi UV 254 nm UV 365 nm Standar asam tanat 0,66 - Ungu gelap Hitam Sampel ekstrak replikasi 1

Bercak 1 0,28 - Ungu Kuning

Bercak 2 0,40 - Ungu Kuning

Bercak 3 0,46 - Ungu Kuning

Bercak 4 0,51 - Ungu Kuning

Bercak 5 0,56 - Ungu Kuning

Sampel ekstrak replikasi

II

Bercak 1 0,28 - Ungu Kuning

Bercak 2 0,40 - Ungu Kuning

Bercak 3 0,47 - Ungu Kuning

Bercak 4 0,51 - Ungu Kuning

Bercak 5 0,57 - Ungu Kuning

Sampel ekstrak replikasi

III

Bercak 1 0,29 - Ungu Kuning

Bercak 2 0,41 - Ungu Kuning

Bercak 3 0,47 - Ungu Kuning

Bercak 4 0,52 - Ungu Kuning

Bercak 5 0,56 - Ungu Kuning

Apabila diamati secara visual, tidak terlihat warna bercak standar maupun sampel tetapi ketika dilihat di bawah lampu UV 254, warna bercak antara standar dan sampel yang dihasilkan hampir mendekati/mirip, yaitu pada standar berpendar ungu gelap sedangkan pada sampel berpendar ungu (Tabel II.).

49

Walaupun warna bercak antara standar dan sampel hampir mirip tetapi harga Rf

yang dihasilkan antara bercak standar dan sampel tidak sama. Harga Rf bercak standar yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan kelima bercak pemisahan sampel. Harga Rf bercak standar yaitu 0,66 sedangkan bercak sampel pada kisaran 0,28-0,57. Harga Rf yang lebih tinggi pada standar menandakan bahwa sifat kepolarannya mirip dengan fase gerak sehingga interaksinya dengan fase gerak pun lebih besar.

Gambar 9. Interaksi antar komposisi fase gerak

Keterangan : ikatan hidrogen

Fase gerak yang digunakan bersifat polar di mana sifat kepolarannya lebih rendah dibandingkan dengan fase diam. Pada gambar 9 terlihat adanya interaksi antar komposisi fase gerak dengan membentuk ikatan hidrogen.

50

Gambar 10. Interaksi asam tanat dengan fase gerak

Gambar 11. Interaksi tanin terkondensasi dengan fase gerak

51

Pada gambar 10 dan 11 terlihat bahwa terjadi interaksi antara asam tanat dengan fase gerak dan interaksi antara tanin terkondensasi dengan fase gerak membentuk ikatan hidrogen. Pada strukturnya, asam tanat memiliki gugus OH yang lebih banyak daripada gugus OH pada struktur tanin terkondensasi sehingga interaksi yang terjadi antara asam tanat dengan fase gerak pun lebih besar. Hal ini menyebabkan harga Rf yang dihasilkan oleh bercak standar asam tanat lebih tinggi daripada bercak sampel (Tabel II.). Selain itu, struktur pada asam tanat kurang planar dibandingkan dengan struktur tanin terkondensasi. Struktur yang kurang planar ini menyebabkan probabilitas asam tanat untuk terelusi oleh fase gerak semakin besar sehingga bercak standar asam tanat harga Rf yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan bercak sampel.

Pada bercak sampel, terlihat bahwa harga Rf yang dihasilkan lebih rendah daripada bercak standar (Tabel II.). Harga Rf bercak sampel yang dihasilkan berbeda dengan bercak standar sehingga dapat disimpulkan bahwa pada bercak sampel diduga mengandung tanin yang berbeda dengan asam tanat. Bercak sampel diduga mengandung tanin terkondensasi. Pada strukturnya tanin terkondensasi memiliki gugus OH yang lebih sedikit sehingga interaksi yang terjadi dengan fase gerak pun lebih rendah (Gambar 11.). Interaksi ini menyebabkan bercak sampel lebih tertahan pada fase diam sehingga harga Rf

yang dihasilkan pun lebih rendah dibandingkan harga Rf bercak standar.

Interaksi antara asam tanat dengan fase diam dan interaksi antara tanin terkondensasi dengan fase gerak yaitu dengan membentuk ikatan hidrogen. Interaksi bercak standar dan sampel dengan fase diam ini sama halnya dengan

52

interaksi yang terjadi dengan fase gerak. Bila dilihat dari strukturnya, tanin terkondensasi mempunyai struktur yang lebih planar dibandingkan dengan asam tanat. Struktur yang planar ini menyebabkan probabilitas untuk berinteraksi antara bercak sampel dengan fase diam pun lebih besar. Hal ini menyebabkan bercak yang diduga mengandung tanin terkondensasi lebih tertahan pada fase diam dan harga Rf yang dihasilkan pun lebih rendah dibandingkan harga Rf bercak standar asam tanat.

Berdasarkan hasil deteksi fisika menggunakan lampu UV 254 dan 365 nm, diketahui bahwa bercak sampel diduga mengandung tanin terkondensasi. Deteksi selanjutnya dilakukan dengan deteksi kimia yaitu dengan menggunakan pereaksi semprot besi (III) klorida. Penyemprotan dengan besi (III) klorida dapat untuk membedakan tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi (Robinson, 1995). Deteksi ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan warna bercak yang dihasilkan antara kedua jenis tanin yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Bercak sampel kemudian dideteksi secara kimia menggunakan pereaksi semprot besi (III) klorida.

53 Rf 1,00 0,50 0,00

Gambar 12. Bercak standar asam tanat dan sampel ekstrak etanolik daun jati belanda dengan deteksi menggunakan pereaksi semprot besi (III) klorida Keterangan :

Fase gerak : etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100:11:11:27) v/v

Fase diam : silika gel GF254

Bercak A : standar asam tanat

Bercak B : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi I

Bercak C : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi II

Bercak D : sampel ekstrak etanolik daun jati belanda replikasi III

Pada hasil deteksi dengan penyemprotan besi (III) klorida, didapat hasil bercak standar asam tanat terlihat berwarna biru kehitaman sedangkan kelima bercak pemisahan sampel pada setiap replikasi berwarna hijau kecokelatan

A B C D

54

(Gambar 12.). Terjadinya warna tersebut karena terbentuknya komplek logam Fe dengan gugus fenol pada salah satu benzen dalam struktur asam tanat maupun tanin terkondensasi. Berikut adalah reaksi antara tanin terkondensasi dengan pereaksi besi (III) kloridamenghasilkan senyawa kompleks.

O OH HO OH OH O OH OH OH HO OH O OH OH OH HO OH OH FeCl3 + 3 O HO OH HO OH HO O HO OH HO OH O HO O O OH HO O HO OH HO HO O HO HO HO OH O HO O O OH OH O OH HO O O O OH OH OH HO OH O OH OH OH HO OH H Fe H H OH OH OH OH 3+ + 3HCl

55

Tabel III. Harga Rf dan warna bercak sampel dengan KLT setelah disemprot

pereaksi besi (III) klorida

Asal larutan Bercak Harga Rf

bercak Visual Standar asam

tanat 0,66 Biru kehitaman

Sampel ekstrak replikasi 1

Bercak 1 0,28 Hijau kecokelatan Bercak 2 0,40 Hijau kecokelatan Bercak 3 0,46 Hijau kecokelatan Bercak 4 0,51 Hijau kecokelatan Bercak 5 0,56 Hijau kecokelatan Sampel ekstrak

replikasi II

Bercak 1 0,28 Hijau kecokelatan Bercak 2 0,40 Hijau kecokelatan Bercak 3 0,47 Hijau kecokelatan Bercak 4 0,51 Hijau kecokelatan Bercak 5 0,57 Hijau kecokelatan Sampel ekstrak

replikasi III

Bercak 1 0,29 Hijau kecokelatan Bercak 2 0,41 Hijau kecokelatan Bercak 3 0,47 Hijau kecokelatan Bercak 4 0,52 Hijau kecokelatan Bercak 5 0,56 Hijau kecokelatan

Berdasarkan deteksi kimia dengan penyemprotan menggunakan pereaksi besi (III) klorida, harga Rf bercak standar dan sampel sama seperti sebelum disemprot tetapi warna bercak standar dan sampel yang dihasilkan berbeda. Menurut Bruneton (1999), penyemprotan dengan menggunakan besi (III) klorida pada tanin terhidrolisis menampakkan bercak berwarna biru kehitaman dan pada tanin terkondensasi menampakkan bercak berwarna hijau kecokelatan. Berdasarkan hasil deteksi yang diperoleh, bercak asam tanat yang merupakan tanin terhidrolisis memberikan warna biru-kehitaman setelah disemprot dengan besi (III) klorida sedangkan pada bercak sampel berwarna hijau kecokelatan. Warna hijau kecokelatan menunjukkan bahwa pada sampel ekstrak etanolik daun jati belanda diduga mengandung tanin terkondensasi.

56

Dokumen terkait