• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

E. Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Jati Belanda

f. Identifikasi kandungan tanin secara kualitatif dengan KLT g. Pengukuran AUC tanin dengan KLT-densitometri

B. Definisi Operasional

1. Ekstrak etanolik daun jati belanda adalah ekstrak yang dibuat dari daun tanaman Guazuma ulmifolia Lamk., suku Sterculiaceae menggunakan cairan penyari etanol 95% dengan metode maserasi. Ekstrak cair yang diperoleh diuapkan dengan Vacuum Rotary Evaporator dan dilanjutkan dengan

29

menguapkan sisa pelarut di dalam oven hingga diperoleh ekstrak kental dengan konsistensi liat dan tidak dapat dituang.

2. Identifikasi kandungan tanin dilakukan secara kualitatif dengan KLT dan reprodusibilitas proses ekstraksi melalui pengukuran AUC tanin dengan KLT-densitometri.

C. Alat dan Bahan 1. Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : blender (Retsch), timbangan analitik (Precision Balance Model AB-204, Mettler Toledo),oven (Memmert), Vacuum Rotary Evaporator (Janke & Kunkel Ika

Labortechnik), TLC Densitometry Scanner (Camag TLC Scanner 3, seri no.

160602), alat-alat gelas (pyrex), shaker (Innova 2100), corong Buchner, penangas air, cawan porselin, cawan kaca, flakon, lampu ultra violet (UV) dengan λ 254 nm dan 365 nm (Cabinet).

2. Bahan penelitian

Bahan baku yang digunakan adalah daun jati belanda yang berasal dari kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Bahan kimia yang digunakan meliputi etanol 95% teknis, etanol 70% teknis, petroleum eter p.a (Merck), kloroform teknis, metanol p.a (Merck), asam asetat p.a (Merck), etil asetat p.a (Merck), asam formiat teknis, besi (III) klorida p.a (Merck), silika GF254

30

Farmakognosi Fitokimia dan Kimia Analisis Instrumen Fakultas Farmasi 

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

D. Tata Cara Penelitian 1. Pengumpulan bahan

Daun jati belanda diambil dari satu pohon di kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada bulan Juni 2009. Waktu pengambilan daun pagi hari yaitu pukul 9 hingga 10. Daun yang diambil adalah daun tua, yang telah membuka sempurna yaitu daun ke-4 sampai ke-8 dari pucuk. 2. Determinasi tanaman

Determinasi tanaman jati belanda dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta secara makroskopik dengan membandingkan ciri-ciri morfologi tanaman jati belanda yang digunakan dengan determinasi menurut Backer dan Backhuizen van den Brink (1963).

3. Pembuatan simplisia daun jati belanda

Daun jati belanda dibersihkan dan dicuci dengan air mengalir. Daun yang telah dicuci kemudian diangin-anginkan untuk menghilangkan sisa-sisa air dari proses pencucian dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 45ºC selama 2 hari.

31

4. Pembuatan serbuk daun jati belanda

Daun jati belanda yang telah kering diserbuk dengan blender sehingga dihasilkan serbuk kering daun jati belanda. Serbuk daun jati belanda kemudian diayak menggunakan pengayak dengan nomor mesh 12/50.

5. Pembuatan ekstrak etanolik daun jati belanda

Ekstrak dibuat dengan cara maserasi menggunakan etanol 95%. Satu bagian serbuk kering yaitu sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, ditambah 10 bagian etanol 95% yaitu 150 ml, direndam selama 6 jam sambil dilakukan penggojogan dengan menggunakan shaker, kemudian didiamkan sampai 24 jam. Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan Vacuum Rotary Evaporator kemudian dilanjutkan dengan menguapkan sisa pelarut menggunakan oven hingga diperoleh ekstrak kental.

6. Identifikasi tanin secara kualitatif dengan KLT

a. Pembuatan larutan standar. Sebanyak 0,01 gram asam tanat dilarutkan dalam 5,0 ml etanol 70%.

b. Pembuatan larutan sampel. Sebanyak 1 gram ekstrak daun jati belanda disari dengan petroleum eter 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi petroleum eter disaring dan dipisahkan, kemudian ekstrak disari dengan kloroform : asam asetat (99 : 1) 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi kloroform asam asetat disaring dan dipisahkan, kemudian ekstrak disari dengan metanol : kloroform : asam asetat (49,5 : 49,5 : 1) 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi metanol-kloroform-asam asetat kemudian dapat langsung ditotolkan.

32

c. Identifikasi tanin dengan KLT. Larutan standar dan sampel ditotolkan sebanyak 5 µl pada pelat KLT dengan fase diam silika gel GF254. Larutan standar dan sampel ditotolkan masing-masing 3 kali replikasi. Pelat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27) v/v. Pengembangan dilakukan sepanjang 10 cm kemudian pelat dikeringkan. Deteksi dilakukan dengan menggunakan lampu UV dengan panjang gelombang 254 dan 365 nm, kemudian dilanjutkan dengan penyemprotan dengan menggunakan pereaksi besi (III) klorida.

7. Pengukuran AUC tanin dengan KLT-densitometri

a. Pembuatan larutan sampel. Menimbang seksama kurang lebih 1 gram ekstrak daun jati belanda disari dengan petroleum eter 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi petroleum eter disaring dan dipisahkan, kemudian ekstrak disari dengan kloroform : asam asetat (99 : 1) 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi kloroform asam asetat disaring dan dipisahkan, kemudian ekstrak disari dengan metanol : kloroform : asam asetat (49,5 : 49,5 : 1) 5,0 ml pada suhu 50°C selama 5 menit. Fraksi metanol : kloroform : asam asetat kemudian dapat langsung ditotolkan.

b. Identifikasi tanin dengan KLT. Larutan sampel ditotolkan sebanyak 5 µl pada pelat KLT dengan fase diam silika gel GF254. Larutan sampel ditotolkan sebanyak 3 kali replikasi. Pelat KLT dimasukkan ke dalam bejana yang sudah dijenuhkan dengan fase gerak etil asetat : asam formiat : asam asetat : air (100 : 11 : 11 : 27) v/v. Pengembangan dilakukan sepanjang 10 cm kemudian pelat dikeringkan.

33

c. Pengukuran AUC bercak sampel dengan TLC Densitometry Scanner. Pada pengukuran AUC bercak sampel, sebelumnya dilakukan penentuan panjang gelombang serapan maksimum. Panjang gelombang serapan maksimum diperoleh dengan cara menelusuri bercak pada panjang gelombang 200 nm sampai 380 nm. Bercak sampel yang didapat kemudian diukur kerapatannya dengan TLC Densitometry Scanner sehingga diperoleh luas area di bawah kurva. Pengukuran AUC dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh.

E. Analisis Hasil

Hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Analisis hasil secara kualitatif dilakukan dengan memaparkan hasil berupa harga Rf dan warna bercak sebelum dan setelah penyemprotan dengan pereaksi besi (III) kloridapada standar asam tanat dan sampel menggunakan metode KLT. Analisis hasil mengenai reprodusibilitas proses ekstraksi melalui pengukuran AUC tanin dilakukan dengan memaparkan nilai AUC dan CV yang diperoleh menggunakan metode KLT-densitometri.

34

34 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Bahan

Bahan baku berupa daun jati belanda yang diambil dari satu pohon di kebun tanaman obat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Pengambilan daun dilaksanakan pada bulan Juni 2009. Waktu pengambilan daun dilakukan pada pagi hari yaitu pukul 9 hingga 10 pagi karena dengan adanya sinar matahari akan membantu berlangsungnya proses fotosintesis sehingga diharapkan kandungan kimianya dapat optimal. Daun yang diambil adalah daun tua, yang telah membuka sempurna yaitu daun ke-4 sampai ke-8 dari pucuk. Daun yang telah membuka sempurna berarti mendapatkan sinar matahari yang cukup sehingga kandungan kimia yang dihasilkan diharapkan dapat optimal. Selain itu, dipilih daun ke-4 sampai ke-8 karena apabila daun yang diambil kurang dari daun ke-4, daun belum cukup tua sehingga dikhawatirkan kandungan kimia yang dihasilkan belum optimal. Apabila daun yang diambil setelah daun ke-8, daun sudah terlalu tua, dikhawatirkan mutunya rendah karena kandungan kimianya sudah terdegradasi.

B. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bertujuan untuk memastikan apakah bahan baku tanaman yang digunakan adalah daun jati belanda. Determinasi tanaman ini dilakukan di laboratorium Farmakognosi-Fitokimia, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta secara makroskopik dengan membandingkan ciri-ciri morfologi

35

tanaman jati belanda yang digunakan dengan buku acuan yang ada. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Guazuma ulmifolia Lamk.

C. Pembuatan Simplisia Daun Jati Belanda

Pada proses pembuatan simplisia daun jati belanda, tahap pertama yang dilakukan adalah sortasi basah. Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran dan bahan asing lain misalnya rumput, batang dan serangga seperti semut yang melekat pada daun.

Tahap selanjutnya dilakukan pencucian daun. Pada proses pencucian, daun dicuci dan dibersihkan dengan air mengalir. Pencucian ini dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lain. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi. Oleh karena itu, tanah yang dibersihkan dari simplisia dapat mengurangi jumlah mikroba (Anonim, 1985). Daun yang telah dicuci, kemudian ditiriskan dan disebarkan secara merata di atas meja dengan tujuan untuk menghilangkan sisa-sisa air dari proses pencucian. Daun yang telah berkurang kelembabannya kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 45ºC selama 2 hari. Suhu yang digunakan yaitu 45°C karena bahan simplisia biasanya dikeringkan pada suhu 30°C sampai 90°C, tetapi suhu pengeringan yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C (Anonim, 1985). Suhu yang terlalu tinggi dapat merusak kandungan kimia yang terdapat dalam daun jati belanda. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air pada daun dan mendapatkan bahan yang tidak mudah rusak oleh jamur, bakteri dan mikroorganisme lainnya sehingga

36

dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Pengeringan di dalam oven juga bertujuan agar bahan simplisia tidak tercemar oleh pengotor dari luar, misalnya debu. Pengeringan menggunakan oven yang tertutup rapat memungkinkan panas menyebar secara merata di dalamnya sehingga hasil pengeringan pun akan lebih merata. Selain itu, adanya suhu yang diatur di dalam oven menyebabkan pengeringan akan lebih cepat. Pengeringan dilakukan selama 2 hari untuk memperoleh daun yang benar-benar kering. Daun yang benar-benar kering dapat diketahui dengan cara meremas daun sampai dapat hancur. Daun yang telah kering tersebut akan memudahkan dalam proses penyerbukan. Tahap akhir dalam proses pembuatan simplisia yaitu dilakukan sortasi kering yang bertujuan untuk memisahkan pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia daun. Simplisia daun jati belanda yang telah dipisahkan dari pengotor kemudian siap untuk diserbuk.

D. Pembuatan Serbuk Daun Jati Belanda

Pembuatan serbuk simplisia dilakukan dengan menggunakan blender sehingga dihasilkan serbuk kering daun jati belanda. Pembuatan serbuk ini bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel. Serbuk kering daun kemudian diayak menggunakan ayakan dengan nomor mesh 12/50. Tujuan dari pengayakan ini adalah untuk memperoleh serbuk yang kecil dan seragam sehingga luas permukaan kontak dengan pelarut semakin besar dan diharapkan kandungan zat aktif pada daun yang tersari lebih banyak.

37

Berdasarkan Anonim 1977, kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk dengan derajat halus (4/18). Pada proses pengayakan terdapat pembatasan derajat halus untuk simplisia tertentu. Hal ini dikarenakan serbuk yang terlalu halus akan mempersulit proses penyaringan karena butir-butir halus serbuk akan membentuk suspensi yang sulit dipisahkan dengan hasil penyarian. Hal demikian dapat menyebabkan hasil penyarian tidak murni lagi tetapi tercampur dengan partikel-partikel halus tadi. Selain itu, penyerbukan yang terlalu halus dapat menyebabkan banyak dinding sel yang pecah sehingga zat yang tidak diinginkan pun ikut ke dalam hasil penyarian (Anonim, 1986 a).

Derajat halus suatu serbuk yang dinyatakan dengan 2 nomor dimaksudkan bahwa semua serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor terendah dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak dengan nomor tertinggi. Pada proses pengayakan ini, berarti serbuk dapat melalui pengayak dengan nomor 12 dan tidak lebih dari 40% melalui pengayak dengan nomor 50. Jenis pengayak yang digunakan dinyatakan dengan nomor mesh, dilakukan melalui konversi angka derajat halus, yaitu mengalikan 4/18 dengan 2,54 (1 inchi) (Anonim, 1977). Hasil yang didapat dari konversi yaitu ayakan dengan nomor mesh 10/45 tetapi karena terbatasnya ketersediaan alat di laboratorium maka digunakan ayakan dengan nomor mesh 12/50. Pengayakan dengan nomor mesh 12/50 ini tidak memberikan berpengaruh pada proses penyarian karena serbuk yang dihasilkan tidak ikut masuk ke dalam ekstrak cair.

38

Daun yang telah diserbuk kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 12/50. Serbuk daun yang diambil adalah serbuk yang dapat melalui ayakan dengan nomor mesh 12 dan serbuk yang tidak lebih dari 40% melalui ayakan dengan nomor mesh 50. Serbuk daun jati belanda yang telah diayak kemudian disimpan di dalam plastik dan dimasukkan ke dalam wadah berupa toples yang ditutup rapat. Penyimpanan ini bertujuan untuk menjaga agar mutu serbuk daun jati belanda tetap baik selama digunakan.

E. Pembuatan Ekstrak Etanolik Daun Jati Belanda

Menurut Anonim 2004 a, dalam pembuatan ekstrak kental daun jati belanda, ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 95%. Cairan penyari yang digunakan yaitu etanol 95% karena tanin dapat larut dalam pelarut organik polar. Etanol 95% merupakan pelarut organik polar sehingga diharapkan dapat melarutkan kandungan tanin pada daun. Selain itu, penggunaan etanol bertujuan untuk menghindari pertumbuhan mikroba pada ekstrak yang diperoleh. Prinsip dari proses maserasi yaitu cairan penyari akan menembus dinding sel daun dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka zat aktif yang terdapat pada sel daun dapat tersari oleh cairan penyari.

Pada proses maserasi, serbuk kering daun jati belanda dilarutkan dalam pelarut etanol 95%, kemudian direndam selama 6 jam sambil dilakukan penggojogan menggunakan shaker dan didiamkan selama 24 jam. Penggojogan

39

dengan menggunakan shaker bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan di luar butir serbuk daun. Selain itu, dengan penggojogan akan tetap terjaga derajat perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel daun sehingga kandungan kimia akan terlarut secara optimal dalam cairan penyari. Pendiaman selama 24 jam ditujukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari (Anonim, 1998 a). Maserat yang dihasilkan kemudian dipisahkan menggunakan corong Buchner. Maserat yang diperoleh berupa ekstrak cair daun jati belanda. Proses maserasi diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama agar kandungan kimia yang terdapat pada daun jati belanda dapat tersari secara optimal.

Ekstrak cair daun jati belanda yang diperoleh, kemudian dikumpulkan dan dikentalkan dengan menggunakan Vacuum Rotary Evaporator. Pengentalan ekstrak cair menggunakan alat ini dapat menjaga stabilitas kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak karena adanya penguapan larutan pengekstraksi yang lebih cepat dan karena adanya tekanan serta suhu yang diatur tidak terlalu tinggi. Pengentalan ekstrak cair daun jati belanda dilakukan pada suhu 50°C. Suhu diatur tidak terlalu tinggi karena bila dilakukan pada suhu tinggi, dikhawatirkan kandungan kimia yang terdapat dalam ekstrak menjadi rusak. Hasil dari pengentalan tersebut kemudian dikentalkan lagi di dalam oven dengan suhu 45°C hingga diperoleh ekstrak kental daun jati belanda dengan konsistensi liat dan tidak dapat dituang.

40

a b

Gambar 5. Ekstrak cair (a) dan ekstrak kental (b) daun jati belanda

Tabel I. Hasil ekstraksi daun jati belanda

Ekstraksi Jumlah serbuk yang diekstraksi (gram) Hasil ekstrak kental (gram) Rendemen ekstrak kental (%) Rendemen rata-rata (%) ± SE CV Replikasi I 105 25,60 24,38 24,32 ± 0,39 1,60% Replikasi II 105 24,80 23,62 Replikasi III 105 26,20 24,95

Berdasarkan hasil ekstraksi dengan cara maserasi, diperoleh ekstrak kental daun jati belanda dengan 3 kali replikasi masing-masing sebanyak gram; gram dan gram dengan berat rata-rata ekstrak kental sebesar 25,53 gram. Rendemen rata-rata ekstrak kental yang diperoleh sebesar 24,32% ± 0,39 dan nilai CV sebesar 1,60%. Nilai CV yang diperoleh masuk dalam batas yaitu ≤ 2%. Hal ini menandakan bahwa reprodusibilitas proses ekstraksi daun jati belanda menggunakan cairan penyari etanol tinggi.

41

Dokumen terkait