• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV – ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

A.1. Analisa Partisipan I

1. Identitas Partisipan I

Tabel 1 – Identitas Partisipan I

Perihal Data Partisipan

Nama Samaran Sisi

Usia 31 tahun

Suku Batak

Pendidikan Terakhir SMA

2. Jadwal Wawancara Partisipan I

Tabel 2 – Jadwal Wawancara Partisipan I

No. Jadwal

Wawancara

Waktu Tempat Kegiatan

1. 18 Juni 2015 14.30-15.01 WIB

Kantor Komunitas ODHA kota Medan

Wawancara 1 2. 16 Juli 2015 15.00- 15.46

WIB

Kantor Komunitas ODHA kota Medan

Wawancara 2 3. 1 Agustus 2015 15.30 –

16.11 WIB

Rumah Makan Wong Solo, Gajah Mada – Medan Wawancara 3 4. 23 September 2015 15.00 – 15.41 WIB Rumah makan Lesehan Bambu – Plaza Medan Fair

Wawancara 4

3. Observasi Partisipan I

Partisipan pertama dalam penelitian ini adalah Sisi, yang merupakan nama samaran. Sisi merupakan seorang wanita yang berumur 31 tahun. Sisi memiliki tubuh yang cukup ramping, dapat diperkirakan Sisi memiliki tinggi badan sekitar 160cm dan berat badan sekitar 40kg. Sisi adalah seorang wanita dengan bola mata bewarna hitam. Sisi memiliki rambut panjang sepunggung bewarna hitam dan memiliki kulit yang putih.

Pertemuan pertama wawancara dilaksanakan pada siang hari, tanggal 18 juni tahun 2015 di ruangan rapat kantor LSM Medan Plus. Ruangan rapat tersebut merupakan sebuah ruangan berbentuk persegi panjang yang memiliki sebuah pintu dan beberapa jendela. Ruangan ini memiliki pendingin ruangan tetapi pada saat wawancara pendingin tersebut tidak dihidupkan sehingga membuat suhu ruangan terasa agak panas. Ruangan tersebut memiliki sebuah meja panjang

dengan beberapa kursi yang disusun mengelilingi meja tersebut. Peneliti dan partisipan duduk bersebelahan di salah satu sisi dari meja tersebut.

Pada pertemuan wawancara yang pertama Sisi datang mengenakan baju kasual yaitu kaus dan celana jeans. Sisi juga mengenakan jilbab bewarna cerah serta mengenakan riasan tipis di wajahnya. Sisi merupakan seorang yang peduli dengan penampilan, terlihat dari riasan wajah secukupnya yang dikenakan Sisi pada wawancara. Pada pertemuan yang pertama ini Sisi diwawancarai bersama partisipan lainnya, walaupun begitu tiap partisipan diwawancari secara bergantian tidak bersamaan. Wawancara pertama berlangsung selama 31 menit.

Awal pertemuan dengan Sisi, Sisi terlihat pendiam dan tidak banyak bicara. Sisi terlihat cukup ramah dan senyuman seringkali menghiasi wajahnya. Setelah peneliti berkenalan dengan Sisi, Sisi terlihat menjadi lebih nyaman dan baru terlihat bahwa Sisi sebenarnya bukan seseorang yang pendiam melainkan cukup mudah diajak berbicara.

Selama wawancara berlangsung Sisi cukup kooperatif dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan. Wawancara yang pertama dimulai dengan proses berkenalan antara peneliti dan Sisi serta diikuti dengan pembicaraan ringan. Selama wawancara Sisi menggunakan gaya bahasa yang dapat disesuaikannya dengan gaya bahasa peneliti yang berumur jauh lebih muda dari Sisi. Sisi menggunakan gaya bahasa yang santai seperti berbicara kepada adiknya sendiri.

Pada wawancara yang pertama Sisi cukup lancar menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan dan cukup terbuka menceritakan kisahnya. Walaupun begitu terlihat bahwa Sisi belum cukup nyaman dengan situasi wawancara sampai pada pertengahan jalannya wawancara. Diawal proses wawancara, Sisi berbicara dengan volume yang pelan, suara Sisi terdengar sangat lembut dan tidak banyak intonasi yang berubah saat Sisi menjawab pertanyaan. Hal tersebut berubah setelah wawancara berlangsung cukup lama. Sisi menjadi tampak lebih santai dan berbicara dengan volume suara yang lebih keras dari sebelumnya. Intonasi suara yang dibuat Sisi juga semakin beragam, seperti memberi tekanan saat menceritakan pengalaman yang membuatnya merasa kecewa seperti kejadian penularan HIV yang didapatkannya.

Pertemuan wawancara yang kedua dilaksanakan pada tanggal 16 Juli 2015 dan berlangsung selama 46 menit. Wawancara yang kedua ini juga dilaksanakan ditempat yang sama dengan wawancara pertama yaitu ruangan kantor LSM Medan Plus. Pada wawancara yang kedua ini Sisi dan peneliti memilih untuk duduk di teras ruangan rapat tersebut karena suhu didalam ruangan cukup panas. Peneliti dan Sisi duduk bersebelahan disebuah sofa bewarna biru yang berada di teras ruangan rapat. Pada pertemuan yang kedua ini peneliti tiba terlebih dahulu di tempat wawancara berlangsung sebelum Sisi datang. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya sisi tiba dengan motor yang dikendarai oleh temannya.

Sisi terlihat ceria saat tiba ditempat wawancara yang kedua ini. Sisi menyapa peneliti dengan memberikan senyuman. Sisi datang dengan kembali

memakai pakaian yang kasual yaitu kaus dan celana jeans. Pada pertemuan ini Sisi tidak mengenakan jilbab. Riasan wajah tipis juga terlihat dikenakan Sisi. Pada pertemuan kedua ini Sisi memakai masker. Sisi merupakan seseorang yang perduli dengan kesehatannya, hal ini terlihat dari tindakannya yang memakai masker pada saat wawancara karena Sisi mengetahui peneliti sedang sakit flu. Sisi mengenakan masker untuk mencegah dirinya tertular flu dari peneliti, karena Sisi menyadari dirinya memiliki kesehatan yang rentan.

Pada wawancara yang kedua ini Sisi terlihat lebih nyaman untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dan menceritakan mengenai kisahnya, daripada saat wawancara yang pertama. Sisi juga beberapa kali terlihat tertawa lebih lepas dari pertemuan pertama. Pada pertemuan yang kedua ini Sisi banyak menceritakan cerita yang lebih personal yang tidak mau diceritakan Sisi pada pertemuan yang pertama. Pada pertemuan yang kedua ini lebih banyak isu sensitif yang diceritakan Sisi dan Sisi terdengar memelankan volume suaranya saat menceritakan isu – isu sensitif tersebut.

Pertemuan yang ketiga dilaksanakan pada tanggal 1 Agustus 2015 dan berlangsung selama 41 menit. Pertemuan yang ketiga ini dilaksanakan sekaligus makan siang bersama. Wawancara dilaksanakan disebuah tempat makan bernama Wong Solo. Sisi dan peneliti memilih untuk duduk disebuah saung yang terletak agak jauh dari ruangan utama restoran tersebut. Saung tersebut berbentuk sebuah bangunan kecil persegi empat yang tidak dibatasi oleh tembok dan terdapat

sebuah meja kecil di tengah ruangan. Sisi duduk bersebelahan dengan peneliti di tempat duduk yang berbentuk lesehan di salah satu meja sisi dari meja tersebut.

Sisi hadir terlebih dahulu di tempat wawancara dilaksanakan sebelum peneliti datang. Sisi datang ditemani kakak perempuan dan anaknya. Pada pertemuan kali ini Sisi menggunakan atasan bewarna hitam bermotif polkadot dan celana jeans. Rambut Sisi telah dipotong menjadi sepanjang bahu dan terlihat mengenakan riasan tipis di wajahnya. Saat peneliti datang Sisi menyambut peneliti dengan senyuman. Sisi juga memperkenalkan anak dan kakak perempuannya kepada peneliti. Wawancara dibuka dengan pembicaraan ringan dan bertanya kabar antara Sisi dan peneliti.

Pada pertemuan ketiga ini Sisi terlihat lebih ekspresif dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan. Sisi juga terlihat sudah lebih nyaman untuk duduk bersebelahan dengan peneliti terlihat dari jarak duduk yang semakin dekta antara Sisi dan peneliti. Sisi juga terlihat sedang dalam mood yang baik terlihat dari ekspresi riang di wajahnya saat menjawab pertanyaan – pertanyaan yang diajukan. Tetapi ekspresi Sisi berubah menjadi sendu saat dirinya bercerita mengenai pertengkaran – pertengkaran dengan suami keduanya yang terjadi dalam pernikahan kedua mereka. Sisi juga sering terlihat melihat keatas saat mengingat kejadian di masa lalu dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Pada pertemuan yang ketiga ini Sisi tetap melontarkan lelucon selama wawancara berlangsung dan terlihat tertawa. Sisi juga semakin nyaman menceritakan

kisahnya terlihat dari jawabannya yang semakin panjang saat menjawab pertanyaan yang diajukan.

Wawancara yang keempat dilaksanakan pada tanggal 23 September 2015. Pertemuan yang keempat dilakukan di tempat makan bernama Lesehan Bambu yang terletak didalam Plaza Medan Fair. Peneliti dan partisipan memilih untuk duduk di sebuah saung kecil berbentuk lesehan yang menghadap ke pintu keluar dari restoran tersebut. Dalam saung tersebut terdapat sebuah meja berbentuk persegi panjang. Sisi dan peneliti duduk bersebelahan di salah satu sisi meja. Udara cukup hangat membuat Sisi dan peneliti merasa gerah di awal wawancara.

Pada wawancara keempat ini peneliti sudah tiba ditempat yang ditentukan terlebih dahulu daripada partisipan. Partisipan datang setengah jam setelah peneliti tiba. Sisi terlihat menggunakan kaos bertangan panjang dan bewarna merah dengan celana jeans biru. Seperti biasanya, Sisi menggunakan riasan wajah saat datang untuk wawancara. Pada pertemuan keempat ini Sisi membawa anaknya yang kedua ke lokasi wawancara.

Pada pertemuan yang keempat ini, Sisi menjawab dengan lebih santai dan sangat terbuka terlihat dari posisi duduknya yang rileks dan jawabannya yang panjang untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Tempat dilaksanakannya wawancara cukup ramai sehingga Sisi mengecilkan volume suaranya saat menjawab pertanyaan yang sensitif dan berkaitan dengan HIV yang dimilikinya. Sisi juga tertangkap beberapa kali membuat ekspresi yang sedih saat menceritakan

mengenai suami pertamanya. Sisi juga sempat menampilkan respon penolakan untuk bercerita mengenai keadaannya saat suaminya meninggal, memperlihatkan keadaan yang dilalui Sisi saat itu cukup berat. Seperti wawancara sebelumnya Sisi juga membuat lelucon dan tertawa. Wawancara keempat ini berjalan selama 41 menit.

Selama empat kali wawancara yang dilakukan Sisi tampak selalu melakukan kontak mata dengan peneliti setiap kali dirinya menjawab pertanyaan yang diajukan. Sisi juga merupakan orang yang cukup humoris terlihat dari lelucon yang dilontarkannya setiap kali suasana wawancara menjadi tegang. Lelucon dilontarkan Sisi untuk memecah suasana menjadi kembali santai. Sisi juga terlihat tidak malu untuk tertawa terhadap lelucon yang dilontarkannya. Pada setiap pertemuan juga terlihat bahwa Sisi selalu datang dengan gaya rambut yang berubah – ubah, dari mengenakan jilbab, melepas jilbabnya, memotong rambutnya sebahu, dan meluruskan rambutnya.

A.2. Analisa Data Partisipan I 1.Latar Belakang Pernikahan

Sisiadalah seorang wanita yang berusia 31 tahun. Sehari – hari Sisi berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Sisi diketahui telah melakukan pernikahan sebanyak dua kali. Sisi dikaruniai dua orang anak dari pernikahannya yang pertama, Sisi mendapatkan seorang putra sebagai anak pertamanya dan seorang putri sebagai anak keduanya. Pernikahan pertama Sisi berjalan selama enam

tahun, yaitu sampai putranya berumur dua setengah tahun. Sisi mengenal suami pertamanya saat dirinya telah lulus dari bangku SMA. Setelah setahun menjalin hubungan asmara akhirnya Sisi dan suami pertamanya menikah. Sisi menilai pernikahan pertamanya berjalan dengan cukup bahagia, menurutnya pertengkaran pun jarang terjadi antara dirinya dan suaminya tersebut. Di mata Sisi pasangan hidupnya tersebut merupakan seorang yang pengalah. Sisi melihat suami pertamanya sebagai sosok laki – laki yang baik hati serta tidak pemarah. Namun setiap manusia pasti memiliki kekurangan dalam diri mereka, begitupun dengan suami pertama Sisi. Menurut Sisi suaminya tersebut masih kurang mampu untuk menampilkan diri sebagai rumah tangga. Pasangan hidupnya dinilai Sisi masih kurang mengayomi sebagai seorang ayah dan suami. Menurut Sisi hal ini dikarenakan suaminya tersebut merupakan anak bungsu dalam urutan anak di keluarganya.

Pernikahan pertama Sisi yang berjalan cukup singkat, selama kurang lebih tujuh tahun akhirnya harus mengalami goncangan. Sisi merasakan kekuatiran dalam hatinya akan keberlangsungan hidup suaminya. Hal ini diakui Sisi disebabkan karena dirinya mengetahui bahwa suaminya adalah seorang mantan pecandu narkoba. Suami Sisi mengaku bahwa dirinya sudah berhenti memakai narkoba, tetapi Sisi tetap merasa kuatir bila suatu saat nanti dia harus menemukan suaminya kembali memakai narkoba.Kekuatiran Sisi tersebut yang menurut Sisi membuat dia dan suaminya terlibat dalam pertengkaran. Sisi juga sering merajuk kepada suaminya dan memilih untuk pulang kerumah orangtuanya. Sisi mengakui

bahwa saat dirinya merajuk suami pertamanya akan selalu menjemputnya dan membujuknya untuk kembali pulang ke rumah mereka.

“kalau pertengkaran, kalau untuk segi ekonomi engga. Tapi karena dari segi dia pemake narkoba itu. Was was itu aja. Bukan karena faktor lain, cewe lain misalnya atau apa, engga. Gara – gara latar belakang dia pemake gitu. Jadi kayaknya takut dia gitu lagi tiba – tiba ditangkap polisi gitu.”

(W4S1/LTR.Per1/b.62-69) Selama pernikahan pertamanya, Sisi tidak hanya dihantui dengan kekuatiran akan kenyataan bahwa suaminya adalah mantan pemakai narkoba, tetapi cobaan kembali datang untuk menguji pernikahan pertama Sisi. Selang beberapa waktu pernikahan pertamanya tersebut, suami Sisi jatuh sakit. Penyakit suami pertama Sisi diawali dengan sakit kepala yang sering dikeluhkan. Pada awalnya suaminya hanya dirawat di rumah dan diberikan obat generik yang dibeli di warung. Sisi dan suaminya mengira penyakit tersebut hanya penyakit kepala biasa. Setelah suaminya meminum obat generik, Sisi melihat bahwa penyakit kepala suaminya tersebut sudah lebih baik. Selang beberapa waktu obat generik tersebut tidak dapat lagi mengobati sakit kepala yang dialami suami pertama Sisi. Sisi bercerita akhirnya kondisi suaminya kembali memburuk dar hari ke hari. Ayah mertua Sisi pun menganjurkan agar Sisi membawa suaminya untuk berobat ke rumah sakit. Akhirnya Sisi membawa suaminya ke rumah sakit untuk pengobatan. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter mendiagnosa bahwa suami Sisi tersebut menderita tokso dan kuman dari penyakit tersebut ternyata sudah menggerogoti

otaknya. Menurut Sisi, pada saat suaminya melakukan perawatan tersebut dokter yang terlibat tidak mencurigai sedikit pun bahwa suami Sisi tersebut menderita HIV, bahkan tidak menganjurkan untuk melakukan tes darah. Penyakit suami Sisi tidak juga kunjung sembuh walaupun telah melakukan pengobatan, sampai pada akhirnya suaminya tersebut meninggal.

“Ga ada curiga HIV sama sekali, cuman katanya ini aja tokso aja. Ini pasti ada kuman di kepalanya ini, kata dokternya. Sampe dia koma kan matanya baling karna kuman paru-paru tadi lari ke kepala. Jadi paru-parunya bersih, lari ke kepala kumannya.”

(W4S1/LTR.Per1/b.127-134) . Menurut pengakuan Sisi, suami pertamanya tidak menceritakan mengenai penyakitnya kepada Sisi, bahkan Sisi tidak mengetahui bahwa penyebab suami pertamanya meninggal dunia adalah karena HIV bukan karena tokso di kepalanya seperti diagnosa dokter. Sisi mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui masalah penyakit HIV yang diderita suami pertamanya sampai sekian lama waktu berlalu setelah suami pertamanya meninggal dunia. Sisi sangat menyesali kenyataan bahwa suami pertamanya sama sekali tidak menceritakan penyakit sebenarnya yang dideritanya.

“kan dia sakit dulu, sakit, itupun belum ketahuan dia meninggalnya karena HIV. Gatau karena kan dibawa ke rumah sakit yang gak cek darah. Inilah baru tau ceritanya kan, karena kan junkie. Kawan juga ada suami keduanya yang junkie terus dia tertular tapi gak menceritakan mengenai penyakit. ...

...Kan gitu. Itulah yang dipikirkan dia sebelumnya, coba kalo dia menceritakan mengenai penyakit mungkin aku bisa nerima meninggalnya suami. Ohh karena HIV gitu. Lama loh ketauannya kalo aku tau suamiku

meninggal karena HIV”

Setelah suami Sisi meninggal, Sisi harus menghadapi situasi yang sangat sulit dalam menjalani hari - harinya. Sisi ditinggalkan suaminya dalam keadaan yang masih mengandung anak keduanya selama dua bulan. Sisi menceritakan bahwa hal tersebut membuat perasaan Sisi sangat hancur. Sisi bahkan tidak mau pulang ke rumah tempat dia dan suami pertamanya dulu tinggal karena menurut Sisi dia masih bisa melihat suaminya berada di dalam rumah tersebut. Sisi memilih untuk tinggal kembali dengan orangtuanya untuk melupakan kenangan akan suami pertamanya.

Sisi menceritakan bahwa dirinya mendapatkan pertolongan dari keluarganya untuk merawat kedua anaknya serta mendapatkan tambahan gaji dari tempatnya bekerja bagi dirinya yang seorang janda, tetapi menurut Sisi bantuan tersebut tidak dapat sepenuhnya menghapuskan kesedihannya. Sisi mengakui bahwa dirinya menghadapi beban psikologis karena kematian suaminya. Kesepian selalu menemani hari – hari Sisi sejak ditinggalkan oleh suami pertamanya. Sisi juga harus menghadapi proses bersalin tanpa kehadiran seorang suami. Sisi juga merasakan beban yang sangat berat karena harus melawan penyakitnya seorang diri tanpa suami yang mendampingi. Sisi juga menceritakan bahwa awal ditinggalkan suaminya Sisi dirinya cenderung menghindari untuk memiliki hubungan asmara lagi dengan laki – laki lain. Sisi tidak mau punya hubungan asmara kembali karena dia merasa tidak akan ada orang yang mau dengan wanita yang memiliki HIV. Sisi juga berfikir walaupun nanti dirinya kembali menikah, dia tidak akan bisa memiliki anak karena resiko dari penyakitnya.

Pikiran – pikiran buruk Sisi mengenai hubungan asmara tersebut pada akhirnya berubah seiring berjalannya waktu. Hal tersebut berubah menurut Sisi dikarenakan dirinya mendapatkan motivasi dari teman – temannya. Teman – teman Sisi selalu meyakinkan Sisi bahwa dirinya masih layak untuk mendapatkan seorang pendamping hidup. Sisi juga menceritakan bahwa pemikiran dirinya layak untuk memiliki pendamping hidup juga mendapatkan penguatan setelah melihat bahwa banyak teman – temannya yang juga memiliki HIV bisa memiliki pasangan, bahkan pasangan yang negatif atau tidak memiliki HIV.

“Sebelum ketemu dia kakak, jumpa temen-temen yang punya pasangan yang negatif gitu kan. Kok dia bisa ya punya pasangan kaya gitu, berarti ga berhenti disini aja ya aku ini. nengok temen-temen lain gitu.”

(W4S1/LTR.KP/b.339-345)

Sikap Sisi juga diakui Sisi mulai lebih terbuka untuk kembali menjalin hubungan. Sisi mengakui saat seorang pria yang dikenal Sisi ditempat kerjanya mendekati Sisi, Sisi tergerak membuka hatinya untuk laki – laki tersebut. Sisi akhirnya kembali menjalin hubungan asmara dengan pria tersebut setelah setahun kematian suaminya. Pria tersebut diketahui Sisi adalah seseorang yang negatif HIV atau tidak mengidap HIV/AIDS. Pria itulah yang pada akhirnya menjadi suami kedua dari Sisi. Menurut cerita Sisi, dia dan pacarnya menjalani hubungan berpacaran mereka sebelum Sisi mengetahui bahwa dirinya telah tertular HIV dari pernikahannya yang pertama.

Sebenarnya, selang beberapa waktu setelah suami pertamanya meninggal kesehatan Sisi masih dalam keadaan yang baik, tetapi pada suatu hari Sisi menyadari bahwa tiba – tiba daya tahan tubuhnya menurun. Sisi menceritakan bahwa saat daya tahan tubuhnya menurun ditandai dengan bintik – bintik merah yang muncul di kakinya. Saat kulitnya terkena gigitan nyamuk Sisi juga melihat bahwa bekas dikulitnya akan menghitam. Sisi menyadari bahwa ada yang salah pada kesehatannya. Sisi pun mendatangi seorang temannya untuk menceritakan kecurigaannya tersebut. Teman Sisi yang melihat keadaan Sisi tersebut meminta Sisi untuk memeriksakan keluhannya kepada dokter. Menurut Sisi pada waktu itu dia belum mencurigai bahwa dirinya sudah tertular HIV dan memilih untuk memeriksakan penyakitnya ke dokter spesialis kulit. Melihat hal tersebut akhirnya teman Sisi meminta Sisi untuk tes darah, karena temannya tersebut curiga bahwa Sisi telah tertular HIV. Pada saat itu Sisi menceritakan bahwa dirinya mendapatkan informasi baru dari temannya terkait kebenaran mengenai status HIV yang dimiliki suami pertama Sisi. Temannya menceritakan kepada Sisi bahwa suami pertama Sisi pernah memeriksakan darahnya bersama dengan suami temannya tersebut. Cerita temannya itulah yang akhirnya membuat Sisi mengetahui bahwa suaminya pertamanya sebenarnya sudah memiliki HIV sebelum dirinya meninggal.

“Kata teman kakak itu, ah engga tuh lain tuh. Ini masih dirahasiakan Rara ini tentang suami kakak tadi. Coba visiti. Visiti itu apa, kakak bilang kan. Itu cek. Ah gila kau, kakak bilang gitu. Emang aku ini HIV. suamimu mungkin dulu kenak HIV. dia penah cek sama si Koko, nama suaminya kan Koko.”

(W4S1/LTR.Pen/b.173-180)

Sisi terkejut mendengar informasi mengenai suaminya. Setelah mengetahui kebenaran penyakit HIV suaminya membuat Sisi memutuskan untuk melakukan tes darah ke rumah sakit. Setelah melakukan tes, Sisi menceritakan bahwa dua hari kemudian diketahui bahwa dirinya telah positif tertular HIV. Setelah hasil tes yang mengatakan dirinya positif tertular HIV keluar, Sisi merasa sangat terpukul dengan kenyataan tersebut. Dokter yang menangani Sisi pada saat itu langsung memberikan konseling pada Sisi mengenai penyakitnya dan memberikan Sisi semangat. Sisi menceritakan bahwa pada saat itu sebenarnya dia masih belum percaya bahwa dirinya telah tertular HIV. Sisi menolak untuk melakukan tes – tes lanjutan yang dihimbau oleh dokter yang menanganinya. Menurut cerita Sisi, dia mengetahui bahwa dirinya telah tertular HIV tersebut dua tahun setelah kematian suami pertamanya.

Setelah pulang ke rumah, menurut cerita Sisi, dia kembali menjalani kehidupannya seperti biasa. Sisi tidak melakukan hal – hal untuk penyakitnya seperti yang dianjurkan dokter dan kembali bekerja seperti biasa. Beberapa waktu berlalu, akhirnya kondisi Sisi memburuk, menurut Sisi pada saat itu barulah dirinya mempercayai bahwa dia telah tertular HIV. Setelah Sisi mempercayai

bahwa dirinya mengidap HIV, Sisi akhirnya menceritakan masalah penyakitnya pada keluarga internalnya.

“iya tau, terinfeksi. Ya duluan taudari keluarga internal”

(W2S1/LTR.Pen/b.167-168) Kondisi kesehatan Sisi yang memburuk membuat Sisi harus melakukan rawat inap di rumah sakit. Saat dirawat di rumah sakit Sisi mengakui bahwa dirinya merasa sangat terpukul dan takut dengan keadaannya. Sisi merasa takut HIV akan menghabisi nyawanya. Pada saat itu Sisi menceritakan bahwa dirinya juga mendapatkan pendampingan dari sebuah LSM yang bergerak di bidang HIV. Sisi diberikan motivasi dan semangat untuk bangkit dari keterpurukannya karena

Dokumen terkait