• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

ROSSIE JANETTE 111301087

(2)
(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:

Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penelitian ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 31 Agustus 2015

Rossie Janette

(4)

Rossie Janette dan Indri Kemala Nasution

ABSTRAK

Penelitianinibertujuanuntukmelihat gambaran pengambilan keputusan untuk melakukan remarriage pada wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).Penelitian ini menggunakan teori oleh Janis dan Mann tahun 1977 tentang tahapan pengambilan keputusan yang terdiri dari 5 tahapan, yaitu: menilai masalah, menilai alternatif, mempertimbangkan alternatif, membuat komitmen dan tetap melakukan komitmen saat ada feedback negatif. Teori tersebut digunakan karena pengambilan keputusanoleh Janis

dan Mann (1977)mengedepankan ide

bahwakebutuhanuntukmembuatsuatukeputusanmelibatkankonflikdarikeadaan stress. Partisipan dari penelitian ini adalah dua orang wanita yang mengidap HIV dan telah menikah untuk yang kedua kalinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik untuk memahami suatu kasus secara utuh tanpa ada upaya menggeneralisasi.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasil dari penelitian inimenunjukkanbahwakedua partisipan diketahui melewati kelima tahapan pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann, tahun 1977, secara berurutan dari tahap pertama sampai tahap yang kelima. Proses pengambilan keputusan setiap partisipan dipengaruhi oleh konflik yang ditimbulkan dariresiko – resiko yang dapat muncul karena kondisi penyakit HIV yang dimiliki partisipan, sehingga dapatdisimpulkanbahwaseorang wanita ODHA juga melewati kelima tahapan pengambilan keputusan tersebut dalam memutuskan untuk melakukan remarriage.

(5)

Rossie Janette and Indri Kemala Nasution

ABSTRACT

This study aims to look at the description of decision making to remarry in women with HIV/AIDS. This study used Janis and Mann theory (1977), about 5 stages of decision making: appraising the challenge, surveying alternatives, weighing of alternatives, deliberating commitment and adhering despite negative feedback. This theory is used because Janis and Mann decision making theory (1977) have an idea that someone need to make a decision will involve a conflict from stress situation. Participants in this study are two women with HIV/AIDS who have been married for the second time. This study used a qualitative approach with intrinsic case study method to understand a case without any attempt to generalize it. This study used interviews to collect data. The result of this study indicate that both of participant have been through Janis and Mann’s decision making stages sequentially. Decision making process of each partisipant will be influenced by conflicts that can be happen because certain risk of their sickness condition, so it can be concluded that a woman with HIV/AIDS would pasing trough the stages to make a remarriage decision.

(6)

skripsi yang berjudul “Gambaran Pengambilan Keputusan Remarriage pada Wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan ujian sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang bersedia membantu, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini, seperti :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, Psikolog., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Indri Kemala Nasution, M.Psi, Psikolog, sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan ilmunya kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Tuhan YME membalas setiap kebaikan yang telah Ibu berikan.

3. Ibu Ika Sari Dewi, Psikolog sebagai dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas seluruh nasihat, arahan serta perhatian yang diberikan selama peneliti berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 4. Para dosen penguji. Terima kasih telah bersedia meluangkan waktu untuk

menguji dan memberikan masukan serta saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini. Semoga Tuhan YME senantiasa melimpahkan kasih sayang dan berkat-Nya kepada ibu.

(7)

7. Ketiga partisipan peneliti, terima kasih atas kerjasama dan segala waktu yang telah diluangkan bagi penelitian yang dilakukan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi di fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

8. Keluarga besar peneliti yang sangat peneliti cintai, terutama Kakek dan Nenek peneliti, R.R. Nainggolan dan R.R. Sibarani, serta Uda dan Inanguda peneliti, Ir. Eriko Sitorus dan drg. Roslina Nainggolan, terimakasih atas segala arahan, cinta kasih, dukungan, nasehat, serta materi yang telah diberikan kepada peneliti selama ini. Kepada Adik peneliti, R.R. Jessieca A.B. Ginting, dan kedua sepupu peneliti, Elisya M.T. Sitorus dan Estrella D.A. Sitorus, yang peneliti kasihi, terimakasih atas semangat, perhatian, dan cinta kasih yang tidak henti – hentinya diberikan.

9. Sahabat terbaik peneliti di Fakultas Psikologi USU : Dhara, Dinarti, Dina, Shella, Nyunyun, Winda, Fania, Andika, Bagus, Rajip, dan Okto, terimakasih atas semangat, penghiburan dan bantuan yang telah diberikan, serta atas waktu yang sangat berharga selama ini. Terimakasih kepada teman – teman angkatan 2011 Fakultas Psikologi USU yang luarbiasa, terutama kepada sesama pejuang kualitatif, Ariansyah dan Cellia atas bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan penelitian ini.

10.Joule Siregar, S.KG., terima kasih telah memberikan doa, dukungan, perhatian, semangat, dan memberikan saran serta bantuan kepada peneliti selama menyelesaikan penelitian ini.

(8)

jauh dari sempurna, dan dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak untuk menjadi masukan bagi perbaikan penelitian ini di masa yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta peneliti selanjutnya.

Medan, 31 Agustus 2015

Peneliti

Rossie Janette

(9)

ABSTRAK ………. i

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL………..….x

DAFTAR LAMPIRAN ………...xi

BAB I – PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...22

C. Tujuan Penelitian...22

D. Manfaat Penelitian...22

E. Sistematika Penelitian...23

BAB II – LANDASAN TEORITIS A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING)...25

A.1.Definisi Pengambilan Keputusan...25

A.2. Atahapan Pengambilan Keputusan...26

A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan...31

B. PERNIKAHAN...32

B.1. Definisi Pernikahan...32

B.2. Manfaat dari Pernikahan...33

C. REMARRIAGE...35

C.1. Definisi Remarriage...35

(10)

E. PENGAMBILAN KEPUTUSAN REMARRIAGE PADA WANITA

ODHA...42

F. PARADIGMA PENELITIAN...46

BAB III – METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN...47

B. TEHNIK PENGUMPULAN DATA...48

C. PARTISIPAN PENELITIAN...48

C.1. Karakteristik Partisipan...48

C.2. Jumlah Partisipan...49

C.3. Prosedur Pengambilan Partisipan...50

D. LOKASI PENELITIAN...50

E. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA...51

F. PROSEDUR PENELITIAN………52

1. Tahap Persiapan Penelitian………52

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian………...…….54

3. Tahap Pencatatan Data………...56

G. PROSEDUR ANALISA DATA…………...…………..………56

H. KREDIBILITAS PENELITIAN...61

BAB IV – ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. PARTISIPAN I………...……...63

A.1. Analisa Partisipan I...63

(11)

a. Tahap Menilai Masalah...84

b. Tahap Menilai Alternatif...88

c. Tahap Mempertimbangkan Alternatif...92

d. Tahap Membuat Komitmen...93

e. Tetap Melakukan Komitmen Saat Ada Feedback Negatif...96

B. PARTISIPAN II...106

B.1. Analisa Partisipan II...106

1. Identitas Partisipan II...106

2. Jadwal Wawancara Partisipan II...107

3. Observasi Partisipan I...108

B.2. Analisa Data Partisipan I...112

1. Latar Belakang Remarriage...112

2. Tahapan Pengambilan Keputusan Remarriage...123

a. Tahap Menilai Masalah...123

b. Tahap Menilai Alternatif...129

c. Tahap Mempertimbangkan Alternatif...132

d. Tahap Membuat Komitmen...135

e. Tetap Melakukan Komitmen Saat Ada Feedback Negatif...137

C. PEMBAHASAN………...144

1. Partisipan I (Sisi)...145

2. Partisipan II (Rara)...157

BAB V – KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN………...…...170

B. SARAN………...…175

(12)
(13)

Tabel 2 Jadwal Wawancara Partisipan I………...…..64 Tabel 3 Rekapitulasi Analisis Tahapan Pengambilan Keputusan Partisipan I.101 Tabel 4 Identitas Partisipan II………...106 Tabel 5 Jadwal Wawancara Partisipan II………....…...107 Tabel 6 Rekapitulasi Analisis Tahapan Pengambilan Keputusan

(14)
(15)

Rossie Janette dan Indri Kemala Nasution

ABSTRAK

Penelitianinibertujuanuntukmelihat gambaran pengambilan keputusan untuk melakukan remarriage pada wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).Penelitian ini menggunakan teori oleh Janis dan Mann tahun 1977 tentang tahapan pengambilan keputusan yang terdiri dari 5 tahapan, yaitu: menilai masalah, menilai alternatif, mempertimbangkan alternatif, membuat komitmen dan tetap melakukan komitmen saat ada feedback negatif. Teori tersebut digunakan karena pengambilan keputusanoleh Janis

dan Mann (1977)mengedepankan ide

bahwakebutuhanuntukmembuatsuatukeputusanmelibatkankonflikdarikeadaan stress. Partisipan dari penelitian ini adalah dua orang wanita yang mengidap HIV dan telah menikah untuk yang kedua kalinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus intrinsik untuk memahami suatu kasus secara utuh tanpa ada upaya menggeneralisasi.Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara. Hasil dari penelitian inimenunjukkanbahwakedua partisipan diketahui melewati kelima tahapan pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann, tahun 1977, secara berurutan dari tahap pertama sampai tahap yang kelima. Proses pengambilan keputusan setiap partisipan dipengaruhi oleh konflik yang ditimbulkan dariresiko – resiko yang dapat muncul karena kondisi penyakit HIV yang dimiliki partisipan, sehingga dapatdisimpulkanbahwaseorang wanita ODHA juga melewati kelima tahapan pengambilan keputusan tersebut dalam memutuskan untuk melakukan remarriage.

(16)

Rossie Janette and Indri Kemala Nasution

ABSTRACT

This study aims to look at the description of decision making to remarry in women with HIV/AIDS. This study used Janis and Mann theory (1977), about 5 stages of decision making: appraising the challenge, surveying alternatives, weighing of alternatives, deliberating commitment and adhering despite negative feedback. This theory is used because Janis and Mann decision making theory (1977) have an idea that someone need to make a decision will involve a conflict from stress situation. Participants in this study are two women with HIV/AIDS who have been married for the second time. This study used a qualitative approach with intrinsic case study method to understand a case without any attempt to generalize it. This study used interviews to collect data. The result of this study indicate that both of participant have been through Janis and Mann’s decision making stages sequentially. Decision making process of each partisipant will be influenced by conflicts that can be happen because certain risk of their sickness condition, so it can be concluded that a woman with HIV/AIDS would pasing trough the stages to make a remarriage decision.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

HIV dan AIDS merupakan suatu penyakit yang telah berkembang di Indonesia dan isunya juga telah mendapatkan perhatian yang cukup serius.HIV atau Human immunodeficiency virusitu sendiri adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel – sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi.AIDS singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, bukan penyakit keturunan. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah penyakit yang disebabkan virus HIV yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah diserang penyakit – penyakit lain yang dapat berakibat fatal, padahal penyakit tersebut tidak akan menyebabkan gangguan yang sangat berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal (Zein, 2006).

(18)

HIV/AIDS terbanyak yaitu melalui hubungan heteroseksual yaitu hubungan antara laki – laki dan perempuan, yang dilaporkan sebanyak 34.305 kasus terjadi dari tahun 1987 sampai dengan september 2014di Indonesia (Dirgen. Communicable diseases & environmental health. RI,2014).

Pada tahun 2006 silam, Indonesia dilaporkan sudah memasuki tahap epidemi AIDS. Aditya menyatakan bahwa pemaparan HIV/AIDS telah berkembang penularannya ke kelompok yang paling rentan yaitu perempuan dan bayi (Ria dan Irawan, 2007). Pernyataan ini juga sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi saat diwawancarai media massa VOIA di Jakarta pada tanggal 19 Maret 2013, mengatakan saat ini di Indonesia terdapat 75 kabupaten kota yang memiliki prevalensi HIV/AIDS yang sangat tinggi, antara lain karena penularan dari suami ke istri yang meningkat.Menurut Nafsiah, jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV dari pasangan tetapnya cukup tinggi, mencapai 3.733 kasus akumulatif dari 1987 sampai 2012 (VOIA,2013) .

(19)

HIV, penularan juga dapat terjadi dari ibu ke anaknya saat di dalam kandungan, dilahirkan dan sesudah kelahiran (Zein, 2006).

Selain disebabkan oleh penularan dari pasangan, wanita juga secara fisiologisnya lebih rentan terpapar virus HIV dibandingkan laki – laki. Estimasi terbaru memperlihatkan bahwa wanita yang tidak terproteksi saat sexual intercourse dengan laki – laki yang terinfeksi HIV, 2 sampai 8 kali lebih beresiko tertular HIV daripada saat seorang laki – laki melakukan sexual intercourse dengan wanita yang terinfeksi HIV. Hal ini disebabkan karena konsentrasi HIV lebih tinggi pada cairan sperma daripada cairan vagina (dalam Matlin, 2008). Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan jumlah CD4 yang sama, perempuan dengan HIV positif mempunyai jumlah virus yang lebih rendah daripada laki – laki dengan HIV positif. Hal ini mungkin mempengaruhi keputusan mengenai kapan memulai pengobatan. Hasil beberapa penelitian menyatakan bahwa perempuan dengan HIV positif meninggal lebih cepat daripada laki – laki dengan HIV Positif, tetapi perbedaan itu karena diagnosis yang tertunda. Perempuan yang mempunyai risiko paling besar untuk HIV mempunyai akses ke perawatan kesehatan yang lebih kecil (Gallant, 2010).

(20)

diresmikan dalam institusi yang legal, namun terdapat pembagian tugas antara suami dan istri dalam beberapa aspek penting dalam berumah tangga. Suatu pernikahan yang ideal mencakup intimacy, commitment, friendship, affection, sexual fulfillment, companionship, dan kesempatan untuk pengembangan emosional (Gardiner et al.,1998; Myers, 2000)

Seseorang mulai menjalin hubungan yang intim atau hubungan romantis dengan lawan jenisnya pada usia dewasa muda, sehingga pada usia ini seorang individu cenderung diharapkan sudah menikah. Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Havighurst , bahwa tugas perkembangan usia dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola sebuah rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tanggung jawab dalam masyarakat, membuat hubungan dengan kelompok sosial, dan memiliki pekerjaan(dalam Monks, Knoers & Hadinoto, 2001).Tugas perkembangan Havighurst tersebut juga didukung oleh teori mengenai normative life eventspada usia dewasa muda, yang merupakan suatu kejadian dalam kehidupan dimana seseorang cenderung akan sadar akan waktu mereka dan social clock yang merupakan norma masyarakat atau waktu yang pantas terjadinya kejadian tersebut menurut masyarakat dan pernikahan termasuk salah satu diatara kejadian – kejadian tersebut (dalam Papalia, 2009).

(21)

juga untuk memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya. Pernikahan dapat memberikan kebutuhan akan cinta, kasih sayang, dukungan emosional, kesetiaan, kelanggengan, rasa aman, pemenuhan kebutuhan romantisme, dan kebersamaan. Sebagai contoh, pernikahan adalah usaha individu lepas dari beban hidup. Ketika individu bosan dengan cara hidup, kota, keluargadan sebagainya, ia merasa pernikahan adalah jalan keluar yang paling baik. Kebutuhan psikologis akan keintiman juga merupakan alasan pernikahan. Pasangan dalam pernikahan dianggap sebagai kawan bergaul dan cinta kasih, pernikahan dianggap sebagai suatu hubungan tim yang membutuhkan kerjasama yang baik. Setiap orang yang terikat pernikahan, berusaha memberikan kebutuhan psikologis tersebut pada pasangannya (Duvall, 2002).

Tetapi tidak selamanya pernikahan dapat memenuhi kebutuhan maupun ekspektasi dalam pernikahan seperti yang telah dijabarkan diatas. Pada saat penularan HIV/AIDS terjadi dari suami kepada istri dan menimbulkan goncangan dalam rumah tangga, perempuan menikah yang terinfeksi HIV akan mengalami beban berat, apalagi jika kemudian diketahui bahwa anak mereka juga tertular virus, ketika itu perempuan dianggap bertanggung jawab karena telah menularkan virus kepada anak yang telah dilahirkan (dalam Ria dan Wirawan, 2007). Wanita selain harus bertanggung jawab dalam melahirkan seorang anak yang beresiko

tertular virus HIV juga harus menanggung beban menjaga nama baik keluarga.

Masalah – masalah tersebut yang menimbulkan konflik didalam suatu pernikahan.

(22)

mengetahui bahwa dia tertular, partisipan melakukan penolakan terhadap kenyataan

tersebut dan memilih untuk lari dari kenyataan kaerna perasaan tertuduh. Hal ini

dinyatakan dalam:

“Waktu tau itu setelah suami meninggal, saya tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut karena takut tertuduh gitu. Saya melakukan pemeriksaan itu hanya dua tahun itu, sementara kan dia harus rutin. Dan belum tau wadahnya ini dimana. Pindahlah ke Medan...

...Itu pindahlah ke medan saya gak melakukan pemeriksaan lagi. Maksudnya ke Medan itu untuk pelarian. Ah engga lah, gak mungkin. Saya

yakin engga.”

(Wawancara Personal, 2015)

(23)

“Suami masuk LP Cipinang kan, karena nakoba, mungkin disitu kenaknya. Saya yakinnya disitu, soalnya kan 4 tahun setelah keluar, setahun bertahan hidup kan langsung meninggal. Setelah drop di rumah sakit umum. Sudah 0 CD4 dia dan dia sudah masuk tahap stadium 4, bukan HIV lagi langsung AIDS. Disitu langsung udah gak tertolong lagi.”

(Wawancara Personal, 2015)

Setelah berakhirnya suatu pernikahan, banyak yang melakukan pernikahan kembali dikarenakan berbagai alasan. Orang sering menikah kembali untuk cinta, practical matters seperti keamanan finansial, bantuan membesarkan anak, keluar dari kesepian dan penerimaan sosial, lebih ditemukan di pernikahan kedua daripada pertama (Berk, 2007). Seorang wanita yang menjadi single-parent dikatakan bahwa remarriage adalah cara yang paling cepat untuk keluar dari masalah finansial (Matlin, 2008).

Kebutuhan akan cinta dan untuk keluar dari kesepian menjadi salah satu alasan dalam melakukan pernikahan kembali juga menjadi pertimbangan oleh seorang wanita ODHA. Rasa cinta yang diberikan oleh pasangan diakui menjadi penyemangat bagi seorang wanita ODHA untuk memperjuangkan hidupnya. Hal ini tampak dalam pengakuan salah seorang partisipan yang dinyatakan dalam:

“ Ya pernikahan yang kedua ini karena cinta juga, karena juga kan dia bisa terima saya apa adanya kan, terus berarti dia juga cinta kan, karena kan kita udah gak siapa – siapa lagi...

...Anugerah gitu, kayak hidup kembali. Jujur aja, karena yang sekarang betul – betul menerima apa adanya. Seribu satu pun belum tentu dapet.

...”

(24)

Selain kebutuhan akan cinta dan keluar dari kesepian, dukungan dalam hal finansial juga menjadi salah satu alasan seseorang melakukan remarriage seperti yang telah dijabarkan diatas. Wanita ODHA juga mempertimbangkan hal ini, terlebih lagi karena perawatan akan penyakit mereka yang memerlukan biaya yang lebih banyak. Hal ini juga terlihat dalam pengakuan salah satu partisipan yang dinyatakan dalam:

“ Ya untuk masa depan lah, menyimpan pundi – pundi, soalnya kita cewe. Bayangan saya paling 45 tahun, umur 45 tahun paling saya takuti. Sekarang udah 35 sepuluh tahun lagi. Paling saya takut itu umur 45... ... Memang tujuan fokus kesitu sama materi tadi untuk pertahanan hidup.

Seperti asuransi, segala macem udah saya bikin...”

(Wawancara personal, 2015)

(25)

pasangan perlu di tes, hubungan seksual seperti apa yang aman dilakukan, dan sebagainya. Untuk wanita khususnya, akan ada ketakutan kemungkinan menularkan pada bayi mereka bila mereka hamil. Beberapa wanita memutuskan punya anak, dan beberapa lainnya memutuskan untuk tidak punya anak, tapi keputusan manapun yng diambil akan menimbulkan kehilangan yang besar (Aggleton, Kim, Ian, 1994).

Pendapat negatif dari lingkungan sekitar terhadap seseorang yang terkena virus HIV, ketakutan akan penularan terhadap bayi, atau bagaimana hubungan seks yang harus dilakukan dengan pasangan seperti yang telah dijabarkan diatas, membuat pengambilan keputusan untuk menikah kembali pada wanita ODHA tidak mudah. Seorang wanita harus menghadapi konflik untuk mempertimbangkan hal – hal tersebut sebelum mengambil keputusan untuk menikah kembali.

(26)

Saat seorang individu akan mengambil suatu keputusan, individu tersebut harus melewati tahapan – tahapan dalam pengambilan keputusan. Tahapan – tahapan tersebut menurut Janis dan Mann mencakup: 1) tahap menilai masalah, 2) tahap menilai alternatif-alternatif yang ada, 3) tahap menimbang alternatif, 4) tahapmembuat komitmen dan 5) tahap pemilihan untuk tetap melakukan komitmen meskipun ada umpan balik yang negatif (Janis & Mann, 1977).

Tahapan – tahapan pengambilan keputusan Janis dan Mann (1977) merupakan tahapan seseorang yang mengambil keputusan di kondisi yang penuh tekanan secara psikologis, hal ini dapat terlihat dari 2 buah jurnal yang berjudul “Tahapan Pengambilan Keputusan Menjadi Pekerja Seks Komersial pada Remaja Putri”(Silahoho, 2012) dan “Peran Kearifan dalam Pengambilan Keputusan untuk

Bercerai pada Istri yang Mengajukan Cerai Gugat di Pengadilan Agama”

(Rizki;Yuliadi;Andayani, 2011). Kedua jurnal tersebut memperlihatkan gambaran tahapan pengambilan keputusan seseorang yang berada dalam kondisi mendapatkan tekanan secara psikologis.

Penelitian pada jurnal yang berjudul “Tahapan Pengambilan Keputusan

(27)

Gambaran tahapan pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann (1977) seperti yang dijelaskan oleh penelitian diatas juga digambarkan pada penelitian di jurnal kedua yang berjudul “Peran Kearifan dalam Pengambilan Keputusan untuk

Bercerai pada Istri yang Mengajukan Cerai Gugat di Pengadilan Agama”. Hasil

penelitian ini menggambarkan pengambilan keputusan untuk bercerai dengan melalui lima tahapan pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann. Gambaran yang didapatkan mengenai kelima tahapan pengambilan keputusan dalam penelitian ini sedikit memiliki perbedaan pada tahapan terakhir, yaitu tahap bertahan pada umpan balik yang negatif, karena tidak semua partisipan melalui tahapan terakhir ini.(Rizki;Yuliadi;Andayani, 2011).

Seperti yang telah dijabarkan diatas, seseorang yang melakukan pengambilan keputusan akan melewati tahapan – tahapan pengambilan keputusan yang sesuai dengan tahapan pengambilan keputusan Janis dan Mann (1977) dengan detail gambaran yang memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Tahapan ini juga yang akan dilalui oleh ODHA dalam mengambil suatu keputusan penting, dalam hal ini adalah keputusan untuk menikah kembali.

(28)

dimana dia memikirkan tujuan dari pernikahan kembali yang akan dilakukannya, yang dinyatakan dalam:

“Karena pemikiran saya waktu saat itu, sekuat apapun saya, karena sudah ada yang didalam tubuh ini tadi. Warisan, pasti suatu saat saya pasti lemah. Ini kita gatau ya, memang Tuhan semua yang ngatur. Mungkin paling pun saya bertahan dalam tempo 45 tahun karena secara medis, waktu kita menopause daya tahan tubuh kita semakin menurun, disitu resikonya. Makanya buat keputusan buat menikah itu harus punya anak.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Selain memikirkan tujuan, partisipan juga mencari informasi yang berpengaruh yaitu mengenai penularan yang dapat terjadi kepadasuami keduanyadan menimbulkan ketakutan dalam diri partisipan, yang dinyatakan dalam:

“ Takut lah saya menularkan. Saya pikir, nanti kalau ketauan saya dibunuh gak nih ya. Itu aja, takut menularkan sama suami dan takut dia dendam sama saya, itu ajasih”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(29)

“Maaf ngomong kan kadang kan kita yang negatif sama positif ini, kebanyakan kalau laki – lakinya yang negatif mereka keberatan dengan pemakaian “pengaman”. Ada beberapa sih yang bilang, ada titik jenuhnya gitu. Banyak juga yang terakhir bosen, selingkuh, terus ditinggalkan, banyak itukawan –kawan.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Partisipan mengatakan dirinya tidak hanya memikirkan penularan terhadap suami keduanya, tetapi juga kemungkinan penularan terhadap bayi yang akan dikandungnya. Partisipan mengaku mencari informasi mengenai pencegahan penularan terhadap bayi. Hal ini dinyatakan dalam:

“ Iya tau dapat menularkan ke anak. Cuman pikirannya gak memberikan

ASI aja. Ternyata yang harus operasi saat melahirkan itu yang gatau. Karena kan kalau normal dia pasti terkena infeksi kan.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Selain masalah penularan, kebutuhan – kebutuhan yang dimiliki oleh partisipan juga menjadi pertimbangan dalam memutuskan akan menikah kembali yaitu masalah finansial untuk menopang kehidupannya dan kehidupan anak – anaknya di masa sekarang maupun di masa depan. Hal ini terdapat dalam:

“Ya untuk masa depan lah, menyimpan pundi – pundi, soalnya kita cewe. Bayangan saya paling 45 tahun saya hidup, umur 45 tahun paling saya takuti...

...Penopang hidup sekarang juga di masa depan lah. Untuk anak yang pertama ini. Karena kan kebetulan sama – sama orang Batak, pasti kan dia adatnya kental, paling tidak walau gak bapak kandngnya, istilahnya pertanggung jawabannya untuk kedepannya, seumpamanya pun gak kuliah, tapi ada kesusahan paling tidak sudah ada yang menolong dia.”

(30)

Pada tahapan ini juga terlihat bahwa partisipan menyadari bahwa dirinya juga akan menghadapi masalah yang berkaitan dengan umurnya yang tidak akan sepanjang yang dimiliki orang normal, sehingga timbul pertimbangan – pertimbangan seperti keinginan memiliki anak lagi dari pernikahan keduanya untuk menemani anak dari pernikahannya yang pertama bila nantipartisipan meninggal dunia. Hal ini dinyatakan dalam:

“Cuman planning saya sekarang, 10 tahun lagi kan anak saya yang 11 tahun nambah 10 tahun kan sudah 21 tahun makanya saya berani untuk memutuskan punya anak. Istilahnya kalaupun saya drop atau apa yang lebih buruk, sudah ada kakaknya untuk membimbing adeknya. Habis ini yasudah gapunya anak lagi . Udah menambah resiko lagi”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(31)

“Pas waktu itu juga liat daai TV lah. Disitulah ada kak dewi, melakukan penyuluhan mengenai HIV/AIDS . Mencari info udah, kayak yang di DAAI TV itu ...

...Waktu itu kan informasinya cara pengobatan yang di Adam Malik. Yang saya jadi ketahui juga bahwa HIV dan AIDS itu rupanya beda tingkatannya. Makanya saya pikir engga ah. Karna saya liat disitu kan kalau AIDS itu dia sudah ada ruam – ruam, sementara inikan gaada. Dia hanya sakit – sakitan. Sementara saya sakit, imunnya aja kan diserang. Ya jadi cuman tau gitu, ah penasaran mau check lah, tapi bimbang.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Dalam menilai alternatif – alternatif yang ada, partisipan juga mengakui telah mencari informasi mengenai dimana tempat yang dapat memberikan layanan pada penyakitnya dan layanan obat gratis yang diberikan di tempat tersebut, hal ini dinyatakan dalam:

“Oh ke RS. Adam Malik yang soal obat itu. Iya informasinya di rumah sakit sana dengan obat gratis, dia bilang, berarti kalau misalnya itu bener, berarti aku kesana gaperlu biaya besar gitu.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Selain mencari informasi mengenai penyakitnya dan cara pengobatannya, partisipan juga mencari informasi mengenai cara penularan penyakitnya serta cara pencegahan penularannya. Hal tersebut dinyatakan dalam:

“Saya pemikirannya menular dari ASI, darah, suntik, sama seks, udah itu aja. Jujur. Mangkanya gitu lahir gak pake ASI hari itu...

...Ya pencegahannya pada saat itu hanya darah aja tau saya. Saya tau darah sama suntik aja. Eh itu penularannya maksudnya, pencegahannya ya yang dijaga dari darah dan suntik itu juga”

(32)

Menurut pengakuan partisipan selain mencari informasi mengenai penyakitnya, pengobatan, penularan, dan pencegahan penularan, calon suami yang memiliki banyak kesibukan serta sering bekerja keluar negri, yang menyebabkan partisipan dan calon suami akan jarang bertemu pada saat menikah juga menjadi salah satu alternatif yang dipertimbangkan oleh partisipan akan dapat menurunkan resiko penularan virus, hal ini dinyatakan dalam:

“Kebetulan, karena abang pun diluar kota memperkecil ketakutan itu. Terus saya sering kerjanya di Singapur, kadang di penang. Jadi paling sebulan sekali ketemu. Jadi pada saat saya sebelum menikah itu mikir, ga mungkin lah ya gini – gini terus. Cuman itunya, pertemuannya kita kadang cuman sebulan sekali kadang dua bulan sekali. Makanya mungkin dia negatif.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Dalam tahapan kedua ini, pernikahan kembali itu sendiri juga dirasakan merupakan alternatif atau jalan keluar bagi masalah finansial yang akan muncul akibat perawatan penyakit yang partisipan derita, hal ini dinyatakan dalam:

“Ya untuk masa depan lah, menyimpan pundi – pundi, soalnya kita cewe... ...Memang tujuan fokus kesitu sama materi tadi untuk pertahanan hidup. Seperti asuransi, segala macem udah saya bikin.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(33)

mempertimbangkan mengenai konsekuensi negatif apa yang akan dia dapatkan dari pernikahan. Salah satu konsekuensi yang difikirkan adalah perceraian. Perceraian dirasakan partisipan dapat muncul apabila suami tidak dapat menerima kenyataan penyakit yang diderita oleh partisipan. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan partisipan yang terdapat dalam:

“Pemikiran saya pada saat itu kan, kayak mana ya penyakit saya ini, tapi pikran saya begini, gaada lah itu penyakit. Kalau pun nantinya setelah

menikah ketauan, ya paling cerai saja”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Selain konsekuensi negatif yang dapat muncul, keuntungan yang didapatkan dari pernikahan juga menjadi evaluasi yang penting bagi pertimbangan pengambilan keputusan partisipan. Partisipan telah mempertimbangkan bahwa pernikahan akan membawa dirinya kepada kehidupan yang lebih baik. Hal tersebut menjadi pendukung keputusannya untuk menikah, hal ini dinyatakan dalam:

“Iya, jadi lebih baik lah kehidupan saya. Daripada saya pacar – pacaran lagi, tergoda lagi ke si A si B, penularannya lagi, bagus menikah aja. Mau panjang gak panjang, ya nanti itu. Yang penting dia mau menerima apa adanya...

...Iya, lebih baik kedepannya, karena ada perencanaan. Karena terbukti setelah menikah kita ada kredit rumah, asuransi tetap jalan semua. Terus program anak, tinggal menyusunnya aja.”

(34)

Partisipan juga berfikir bahwa dengan menikah dirinya akan memiliki pasangan yang dapat memberikan semangat dan motivasi kepadanya. Partisipan merasa suami keduanya dapat menjadi tempat curahan hatinya dan meringankan beban pikirannya kelak. Hal ini dinyatakan dalam:

“Yang saya pikirkan kalau nanti timbul penyakit baru , dia kan virus ini kumpulan beberapa penyakit, kita gatau yang mana nanti terserang. Kebetulan kan saya di paru kemarin. Jadi pemikiran saya gini aja kalau saya nikah, ada temen, terus ada temen curhat, pikiran saya jadi tenang. Otomatis saya tidak mikir yang lain – lain. Gak susah hati lah. Istilahnya gak takut, gak ragu lagi istilahnya gak kuatir lagi besok gimana ya. Jangan

– jangan gini, ah udah hilang dia. Istilahnya jadi gak takut mati lagi. Suami bilang orang yang sehat, yang lagi duduk aja bisa meninggal kok.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Selain itu alternatif pencegahan penularan dan pengobatan yang sudah dipertimbangkan sebelumnya juga dirasakan oleh partisipancukup efektif untuk dilakukan. Hal ini juga memberi keyakinan pada diri partisipan untuk menikah kembali, hal ini terlihat dalam:

“Pada saat itu iya menurut saya sudah efektif pencegahannya. Yaudah gapapa itu menikah lah. Tapi syukurnya kan memang gapapa, buktinya gak menular.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(35)

Hal ini terlihat dari pengakuan partisipan yang akhirnya membuat komitmen untuk menikah yang kedua kalinya. Semua keraguan untuk menikah kembali diakui telah hilang karena partisipan yang kembali sehat sebelum menikah. Partisipan juga mengakui bahwa ketakutan akan penularan juga hilang. Hal ini dinyatakan dalam:

“Sehat saya, balik lagi badannya gemuk. Iya disitu sehat, udah mau nikah udah gemuk lagi. Jadi mikir gapapa menikah, gaada ini lah penyakitnya, orang saya sehat...

...Ketakutan penularan hilang, gaada itu. Itu pemikirannya, gaada itu orang udah sehat kok, gaada sakit – sakit lagi.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

Partisipan merasa yakin untuk berkomitmen menikah kembali dikarenakan informasi – informasi yang telah didapatkan sebelumnya mengenai penyakit mendukung keyakinan bahwa dirinya sehat dan resiko yang dapat ditimbulkan dari pernikahannya telah hilang. Hal ini dinyatakan dalam:

“Informasinya mendukung lah, karena kan gaada ruam – ruam,segala macem gaada, bersih, putih. Lebih putih dari sini dulu. Iya karna gaada ruam – ruam itu, gaada beser – beser juga. Lucunya disitu, gaada jamur di

mulut”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(36)

feedback yang negatif. Komitmen tersebut haruslah dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh meskipun akan memberikan efek yang negatif. Jika komitmen tidak dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan, tapi hanya sebatas hasrat atau keinginan. Dalam tahapan ini partisipan wanita ODHA mengakui bahwa ada feedback negatif yang didapatkan karena penerimaan status partisipan oleh suami setelah menikah yang kurang baik. Walaupun begitu partisipan berusaha memperbaiki masalah tersebut sehingga pernikahan dapat dipertahankan. Hal tersebut terdapat dalam:

“Oh dia bilang waktu ketauan, dia sih gak marah. Dia cuman bilang, apa lo sebelumnya pernah periksa darah ya? Belum pernah yakan. Ya aku cerita aja sejujurnya. Cuman itu ajasih 2 bulan aja, tetep satu rumah, tapi dua bulan itu kita sama – sama mempertimbangkan, lanjut engga. Kalau engga gapapa, tapi dengan cara baik – baik. Terakhir konsul pernikahan itulah... ...oh ya tetep, kalau awal pasti ada feedback negatif. Semua pasti gabisa terima dengan gampang. Tapi kalau semua didasari dengan cinta dan sayang, dia pasti mempertimbangkan, kalau sudah dimasukkan informasi yang benar, itu gak akan terjadi.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(37)

mempertahankan pernikahannya dan membesarkan anak mereka. Hal tersebut terdapat dalam:

“Orang bilang gitu nanti dia nikah lagi. Tapi aku fokusnya sekarang. Sekarang ya sekarang, nanti ya nanti, kalau aku gitu prinsip hidupku. Sekarang aku fokusnya ke anak, aku dapat anak dari dia. Aku berharap anakku negatif, udah itu untuk menjagaku nanti dua orang ini...

...Cuman yang perlu dijaga sekarang gimana dia biar gak bosan. Kitalah yang harus tau diri, kita harus bisa lebih berlapang dada sih kita. Seumpama dia bosan udah ada dua orang ini. Ada yang hilang, ada yang datang. Memang udah aku pikirkan matang – matang, istilahnya kita pun ga pengen lah dia nikah lagi. Tapi seumpamanya terjadi, ngapain kita

susah hati, udah cukup susah, seumur hidup nanti.”

(Wawancara Interpersonal, 2015)

(38)

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dalam hal ini pertanyaan utama dari penelitian ini adalah: Bagaimana tahapan dari proses pengambilan keputusan remarriagepada wanita ODHA ( Orang dengan HIV AIDS) berdasarkan tahapan dalam pengambilan keputusan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah:

Melihat gambaran pengambilan keputusanremarriagepada wanita ODHA ( Orang dengan HIV AIDS).

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan mengenai proses pengambilan keputusan remarriagepada wanita ODHA (Orang dengan HIV AIDS).

b. Memberikan informasi mengenai tugas perkembangan untuk menikah.

(39)

a. Memberikan informasi kepada wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) yang ingin melakukan remarriagemengenai gambaran tahapan pengambilan keputusan remarriageyang dilalui.

b. Sebagai tambahan informasi kepada pendamping atau konselor ODHA dalam memberikan pendampingan, mengenai tahapan serta proses pengambilan keputusan untuk remarriage, yang dihadapi ODHA.

c. Memberikan informasi kepada lembaga - lembaga yang terkait dengan isu HIV/AIDS mengenai gambaran proses pengambilan keputusan untuk remarriagepada wanita ODHA, agar lembaga dapat memberikan informasi sesuai khususnya bagi hal yang terkait dengan pernikahan yang kedua kalinya bagi wanita ODHA.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan berisikan inti sari dari : Bab I : Pendahuluan

(40)

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori mengenai wanita ODHA (Orang dengan HIV AIDS) dan pengambilan keputusan untuk menikah Bab III : Metode Penelitian

Berisi mengenai pendekatan penelitian yang digunakan, partisipan penelitian, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan prosedur penelitian.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Berisi analisa data masing – masing partisipan dan pembahasan menggunakan teori yang berkaitan.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

(41)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN (DECISION MAKING) A.1. Definisi Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan menurut George R. Terry adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Sejalan dengan definisi diatas yaitu pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif, pengambilan keputusan menurut S.P. Siagian adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alernatif yang dihadapi dan mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Sedangkan, menurut James A.F.Stoner Pengambilan keputusan adalah proses yang digunakan untuk memilih suatu tindakan sebagai cara pemecahan masalah (dalam Hasan, 2004)

Menurut Janis & Mann (1977) pengambilan keputusan merupakan pemecahan konflik dan perilaku menghindarberdasarkanpada faktor situasional:

“Decision making as a matter of conflict resolution and avoidance behaviors due to situational factors” (Janis & Mann, 1977)

(42)

model deskriptif dari proses pengambilan keputusan, dimana mereka mengedepankan ide bahwa kebutuhan untuk membuat suatu keputusan melibatkan konflik dari keadaan stress. Tidak adanya stress atau hadirnya stress yang berlebihan dapat menjadi penentu utama kegagalan subjek untuk membuat suatu keputusan, karena hal tersebut berhubungan dengan pencarian informasi yang tidak produktif, pengukuran serta pola dari pengambilan keputusan tersebut. Penelitian ini menggunakan definisi pengambilan keputusan menurut Janis dan Mann, yang dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan pemecahan masalah serta perilaku menghindari faktor – faktor situasional.

A.2. Tahapan Pengambilan Keputusan

Gambaran unik proses pengambilan keputusan yang dilakukan seseorang dapat dilihat dari tahap-tahap yang dilaluinya sebelum sampai pada keputusan akhir. Hal ini berbeda-beda pada setiap individu dan tergantung pada pola seseorang dalam menghadapi masalahnya. Janis & Mann (1977) memperkenalkan lima tahapan dalam proses pengambilan keputusan, yang terdiri atas:

1. Menilai Masalah

(43)

nyaman berada dalam kondisi tertentu dan ia menyadari perubahan perlu dilakukan. Individu mulai memahami mengenai konflik yang dihadapi merupakan hal yang penting. Hal ini membantu individu agar terhindar dari asumsi – asumsi yang salah atau sikap yang terlalu menggampangkan masalah yang kompleks (Janis & Mann, 1977).

2. Menilai alternatif-alternatif yang ada

Setelah seseorang merasa yakin terhadap informasi yang berkaitan dengan masalahnya, dia mulai memusatkan perhatian pada berbagai alternatif pilihan atau tindakan yang ada. Seseorang juga berusaha mencari masukan dan informasi dari orang lain yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan masalahnya. Selain itu, ia juga akan semakin memberikan perhatian pada informasi yang relevan di media massa. Hal yang paling penting pada tahap ini adalah sikap terbuka dan fleksibilitas. Individu lebih menaruh perhatian pada rekomendasi berupa saran – saran untuk menyelesaikan permasalahan, meskipun saran tersebut tidak sesuai dengan keyakinannya sekarang ini.

3. Menimbang Alternatif

(44)

mencapai tujuan tertentu. Ketika seseorang menyadari bahwa terdapat kemungkinan terjadinya penyesalan di masa mendatang, ia pun menjadi semakin berhati-hati dalam menimbang alternatif-alternatif yang ada. Karakteristik seseorang yang berada pada tahap ini adalah munculnya ketidakpuasan atas tindakan yang mungkin telah dilakukan dan ketidakinginan untuk komitmen atas alternatif-alternatif, dapat menjadi stress dan kembali ke tahap dua. Meskipun seseorang mulai merasa yakin atas pilihan yang terbaik, biasanya ia akan menjadi responsif atas informasi baru yang penting.

4. Membuat Komitmen

(45)

dibuatnya. Seorang pengambil keputusanakan menjadi lebih termotivasi untuk mendukung dan mengkonsolidasi keputusannya. Individu akan melakukan cara-cara yang dapat membantunya merealisasikan keputusannya dengan konsekuensi yang paling kecilmengimplementasikan keputusannya dengan kekuatiran yang paling kecil.

5. Tetap Melakukan Komitmen Meskipun Ada Feedback Negatif

Banyak keputusan memasuki periode honeymoon, dimana pengambil keputusan sangat bahagia dengan pilihan yang ia ambil dan menggunakannya tanpa rasa cemas. Tetapi setiap keputusan yang diambil seseorang mengandung risiko yang dapat membangun feedback negatif, menjadi penting untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap kritik atau kekecewaan yang mungkin timbul. Dari tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat bahwa seseorang akan sangat berhati-hati dan sangat mempertimbangkan segala keuntungan atau kerugian sebelum mengambil suatu keputusan yang akan menjadi sebuah komitmen dalam hidupnya. Komitmen tersebut haruslah dilakukan dengan serius dan sungguh-sungguh meskipun akan memberikan efek yang negatif. Jika komitmen tidak dilakukan, maka itu bukanlah suatu keputusan, tapi hanya sebatas hasrat atau keinginan.

(46)

dinyatakanbahwa dengan memeriksa prosedur yang digunakan oleh pengambil keputusan dalam memilih aksinya dapat membantu memprediksi kualitas dari keputusan atau aksinya tersebut. Mereka merumuskan kriteria prosedur yang dapat digunakan sebagai penutun proses evaluasi yang ideal yang dapat membantu untuk mengidentifikasi tahapan pengambilan keputusan yang telah dijabarkan diatas. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara keseluruhan memahami cakupan alternatif dari aksi.

2. Melakukan survei pada cakupan dari objektifitas dan nilai yang harus dipenuhi dari sebuah keputusan.

3. Secara hati – hati menimbang resiko dari konsekuensi negatif dan positif yang dapat tercipta dari tiap alternatif yang ditemukan.

4. Secara intensif mencari informasi baru yang relevan bagi evaluasi yang akan datang dari alternatif dan secara tepat mengasimilasi informasi yang terpapar baginya, walaupun saat informasi tersebut tidak mendukung.

5. Memeriksa ulang konsekuensi yang mungkin dari seluruh alternative sebelum membuat keputusan akhir, termasuk pada yang dianggap tidak dapat diterima.

(47)

A.3. Faktor– faktor yang Mempengaruhi Pengambilan keputusan

Faktor – Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann (1977) ini berbeda – beda sesuai dengan tahapan yang dilalui. Faktor – faktor tersebut mempengaruhi proses pengambilan keputusan seseorang mulai dari tahapan pertama sampai pada tahapan keempat, yaitu membuat komitmen. Faktor – faktor dalam setiap tahapan adalah sebagai berikut:

a. Menilai Masalah

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian masalah pada tahap ini yaitu, sumber masalah untuk dapat dipercaya, kejelasan masalah, dan kepribadian serta mood seseorang waktu menilai permasalahan yang ada.

b. Menilai alternatif-alternatif yang ada

Faktor yang mempengaruhi jalannya tahap kedua ini adalah mengumpulkan seluruh kemungkinan alternatif, dan efisiensi pencarian keterangan mengenai alternatif yang ada.

c. Menimbang Alternatif

(48)

d. Membuat Komitmen

Tahap ini sangat dipengaruhi oleh orang-orang atau kelompok yang dianggap penting oleh pengambil keputusan.

(49)

B. PERNIKAHAN B.1. Definisi Pernikahan

Pernikahan merupakan persatuan yang terikat secara sosial, legal dan atau religius antara laki – laki dan perempuan dengan harapan bahwa mereka akan melakukan peran secara mutual (menguntungkan) atau timbal balik, serta saling mendukung sebagai sepasang suami dan istri (dalam Crandell;Crandell, 2009).

Pernikahan juga diartikan sebagai ikatan dari pasangan menikah yang tinggal bersama, dimana beberapa negara menetapkan bahwa pernikahan yang legal hanya dapat terjadi diantara wanita dan pria.Tetapi negara lainnya telah membolehkan pernikahan antara sesama jenis, dan yang lainnya membuat suatu konstitusi untuk mencegah pernikahan sesama jenis terjadi. Hal ini menyebabkan definisi legal dari pernikahan akan tetap menjadi kontroversi untuk tahun – tahun mendatang (dalam DeGenova, 2008).

Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan salah satu bentuk hubungan antara laki – laki dan wanita yang diakui oleh masyarakat, yang memiliki tugas masing – masing sebagai suami istri dan membawa nilai – nilai dari budaya mereka, yang pengakuan legalnya masih menjadi kontroversi sampai sekarang.

B.2. Manfaat dari Pernikahan

(50)

unit yang stabil untuk regulasi reproduksi, menyediakan pembagian tugas, memiliki anak, dan menyediakan materi, kebutuhan psikologis serta emosi dari pasangan dan anak yang dimiliki kelak (dalam Crandell;Crandell, 2009). Hal tersebut juga sejalan dengan manfaat dari pernikahan menurut Olson dan Olson, 2000 (dalam Lestari, 2012), yaitu antara lain:

1. Orang yang menikah memiliki gaya hidup yang lebih sehat. Orang yang menikah cenderung menghindari perilaku yang berbahaya daripada lajang, bercerai, atau duda. Misalnya orang yang menikah lebih sedikit memiliki masalah minuman keras, yang sering kali terkait dengan masalah kecelakaan, konflik antarpribadi dan depresi.

2. Orang yang menikah hidup lebih lama. Hal ini dapat terjadi karena mereka memiliki dukungan emosi dari pasangan dan akses terhadap sumber daya ekonomi.

3. Orang yang menikah memiliki kepuasan relasi seksual yang lebih baik. Sekitar 54% dari laki – laki yang menikah dan 43% dari perempuan yang menikah merasa sangat puas dengan relasi seksualnya. Angka ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan pelaku kohabitasi, dengan angka 44% laki – laki dan 35% perempuan. Angka – angka tersebut merupakan temuan di

(51)

4. Orang yang menikah lebih sejahtera secara ekonomi. Orang yang menikah dapat menggabungkan pendapatannya sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonominya.

5. Anak – anak pada umunya tumbuh lebih baik bila diasuh oleh orang tua lengkap. Anak – anak dengan kedua orangtua yang tinggal serumah cenderung lebih baik secara emosi dan akademik. Sebagai remaja, mereka lebih sedikit mengalami hamil sebelum menikah. Anak – anak dapat memperoleh perhatian yang lebih dari kedua orang tua, misalnya dalam hal pendampingan, bantuan untuk menyelesaikan tugas sekolah, dan kualitas kebersamaan.

C. REMARRIAGE

C.1. Definisi Remarriage

(52)

kembali termasuk keluarga dengan 1) tidak memiliki anak 2) anak bawaan pernikahan sebelumnya dari pihak istri 3) anak bawaan pernikahan sebelumnya dari pihak suami 4) anak dari hasil pernikahan yang kedua 5) hasil dari pernikahan kedua ditambah anak dari pihak suami 6) hasil dari pernikahan kedua ditambah anak dari pihak istri 7) anak dari pihak istri dan suami (dalam DeGenova, 2008).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa remarriage adalah pernikahan kembali yang dilakukan karena kematian salah satu pasangan maupun perceraian, termasuk kedalamnya keluarga dengan salah satu pasangan yang menikah kembali maupun kedua pasangan yang menikah kembali.

C.2. Alasan Melakukan Remarriage

Orang melakukan remarriage kebanyakan untuk cinta, practical matters seperti keamanan finansial, bantuan membesarkan anak, keluar dari kesepian dan penerimaan sosial (Berk, 2007).

Berikut ini adalah beberapa alasan yang menyebabkan seorang individu memutuskan untuk melakukan remarriage (dalam Dariyo, 2004). Alasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan cinta dan persahabatan.

(53)

2. Pemenuhan kebutuhan biologis.

Dari segi pemenuhan faktor biologis, menikah lagi dianggap sebagai jalan terbaik untuk menyalurkan kebutuhan seksual secara sah dengan pasangan hidup yang baru tanpa melanggar norma sosial, apalagi untuk individu yang masih berada dalam usia reproduktif

3. Faktor kebutuhan ekonomi/keuangan.

Seseorang juga memilih untuk menikah lagi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi untuk diri sendiri maupun untuk anak-anaknya.

4. Etika, moral, dan norma sosial.

5. Faktor pemeliharaan atau pendidikan anak .

Selain itu, bagi individu yang memiliki anak dari pernikahan sebelumnya akan mendapatkan bantuan dalam mengurus, memelihara ataupun mendidik anak-anaknya dengan menikah lagi

6. Untuk memperoleh status sosial.

D. WANITA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) D.1. Definisi ODHA

(54)

terinfeksi sampai muncul gejala klinis bisa sangat bervariasi antara delapan sampai sepuluh tahun, yang disebut sebaga masa inkubasi, yang dalam terminologi penyakit HIV/AIDS biasa disebut sebagai window period (Klatt, 2006).ODHA adalah singkatan orang dengan HIV/AIDS, yaitu setiap orang yang di dalam tubuhnya telah beredar virus HIV, yang diketahui dengan pemeriksaan antibodi dalam darahnya(Zein, 2006).

Melihat definisi yang telah dijabarkan diatas, dapat disimpulkan bahwa ODHA adalah singkatan atau istilah yang dipakai bagi orang – orang yang terinfeksi HIV yang diketahui melalui pemeriksaan darahnya.

D.2. Penyakit HIV/AIDS

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dinyatakan oleh Blalock & Campos (2003), merupakan penyakit yang disebabkan kuman virus menyebar oleh darah yang terinfeksi, cairan sperma, atau sekresi cairan vagina; penyakit ini menghancurkan sistem imun normal tubuh. AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV) yang memiliki potensi untuk menghancurkan bagian dari sistem imun. HIV menyerbu sel darah putih dan memproduksidirinya sendiri. HIV kemudian menghancurkan sel darah putih, sel yang mengatur kemampuan sistem imun untuk melawan penyakit infeksi (dalam Matlin, 2008).

(55)

yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, „membajak‟ sel tersebut, dan kemudian

menjadikannya „pabrik‟ yang membuat miliaran tiruan virus. Ketika proses

tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati.Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah terserang berbagai penyakit (dalam Spiritia, 2009)

Siapapun yang terlibat dalam perilaku seksual beresiko dengan orang terinfeksi dapat mengidap AIDS. Berdasarkan survey, orang-orang percaya bahwa mereka dapat menilai teman seksual yang terlihat terinfeksi HIV. Sayangnya, bagaimanapun, mustahil untuk memberitahu apakah seseorang itu terinfeksi hanya dengan melihat saja (dalam Matlin, 2008).

Individu-individu yang menderita HIV positif tidak mengalami simptom-simptom pada awalnya, bahkan beberapa orang tidak mengalami gejala-gejala infeksi hingga sepuluh tahun. Simptom-simptom yang selanjutnya akan berkembang, yakni kelenjar getah bening yang bengkak, kelelahan, rashes, demam yang tidak jelas, kehilangan berat badan, dan diare (L.L. Alexander et al., 2004; Kalichman, 2003). Pria dan wanita mengalami gejala-gejala tersebut jika menderita HIV positif (dalam Matlin, 2008).

(56)

imunitas seseorang menurun hingga batas tertentu. HIV juga dapat merusak sistem saraf pusat yang dimana akan menimbulkan gangguan psikologis, seperti kehilangan memori, masalah kognitif, dan depresi. Drug therapies telah dikembangkan untuk memperpanjang hidup individu yang menderita HIV positif (dalam Matlin, 2008)

D.3. Pencegahan Penularan HIV/AIDS

(57)

wanita merasa tidak aman untuk memaksa pasangan mereka menggunakan “pengaman”.

Pada kenyataannya, penggunaan alat kontrasepsi secara teratur tidak menjamin proteksi terhadap AIDS karena “pengaman” dapat rusak. Seks yang sempurna aman tidaklah tersedia, hanya seks yang lebih aman yang tersedia. Maka, alat kontrasepsi pastilah lebih baik daripada tidak ada proteksi sama sekali (dalam Matlin, 2008).

Cara pencegahan yang kedua menurut Gallant (2010) adalah melakukan pencegahan penularan dari pengguna narkoba adalah dengan mencari pengobatan dan berhenti menggunakan narkotika tersebut. Tetapi bila pemakaian tersebut tidak dihentikan, jangan menggunakan jarum suntik yang sama dengan orang lain. Bila penggunaan jarum suntik bersama – sama tersebut tidak dapat dihindari, pastikan untuk membersihkan jarum suntik tersebut. Cara yang terakhir adalah mencegah lewat penularan kepada bayi.Semua perempuan hamil lebih baik mengikuti tes untuk infeksi HIV.Pengobatan selama kehamilan hampir 100% efektif untuk mencegah penularan kepada bayi.Perempuan yang positif tidak dianjurkan untuk menyusui bayinya (Gallant, 2010).

D.4. Wanita dengan HIV/AIDS

(58)

HIV.Mayoritas wanita terinfeksi HIV karena mereka menggunakan narkoba atau karena mereka berhubungan seksual dengan pria yang terinfeksi HIV. Observasi penting yang dilakukan adalah penularan HIV melalui hubungan heteroseksual, yaitu hubungan antara laki – laki dan perempuan, ditemukan lebih banyak terjadi pada wanita yang ditularkan oleh pria daripada pria yang ditularkan oleh wanita (dalam Matlin, 2008).

Estimasi terbaru memperlihatkan bahwa wanita yang tidak terproteksi saat sexual intercourse dengan laki – laki yang terinfeksi HIV, 2 sampai 8 kali lebih beresiko tertular daripada saat seorang laki – laki melakukan sexual intercourse dengan wanita yang terinfeksi HIV. Hal ini disebabkan karena konsentrasi HIV lebih tinggi pada cairan sperma daripada cairan vagina (dalam Matlin, 2008)

Individu yang menderita HIV positif cenderung untuk mengalami depresi, kecemasan, kemarahan, dan ketakutan. Beberapa wanita mengalami perspektif hidup yang baru yang lebih penuh harapan. Orang-orang yang menderita AIDS sering menyatakan bahwa mereka terperangah dengan reaksi yang tidak sensitif dari orang lain bahkan anggota keluarga sendiri. Beberapa orang lainnya merasa terkejut dengan pesan-pesan yang penuh dengan dukungan. (dalam Matlin, 2008)

(59)

wanita sering menerima diagnosa yang salah dan tidak menerima treatment lebih awal (dalam Matlin, 2008).

E. PENGAMBILAN KEPUTUSAN REMARRIAGE PADA WANITA

ODHA

Menurut Janis& Mann (1977) pengambilan keputusan merupakan pemecahan konflik dan perilaku menghindarberdasarkanpada faktor situasional. Definisi pengambilan keputusan oleh Janis and Mann (1977) tersebut merupakan model deskriptif dari proses pengambilan keputusan, dimana mereka mengedepankan ide bahwa kebutuhan untuk membuat suatu keputusan melibatkan konflik dari keadaan stress (de Heredia, 2004). Pengambilan keputusan tersebut, menurut Janis dan Mann (1977) memiliki lima tahapan yaitu: Menilai masalah, menilai alternatif – alternatif yang ada, menimbang alternatif, membuat komitmen, dan tetap melakukan komitmen walau ada umpan balik yang negatif.

(60)

juga konflik serta konsekuensi apa yang dapat ditimbulkan dari keputusan tersebut(dalam Lestari, 2012). Janis dan Mann (1977), menyatakan bahwa pada umumnya individu akan menghadapi konflik dalam mengambil suatu keputusan yang sangat penting. Munculnya konflik membuat pengambil keputusan akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk menghadapi risiko yang akan muncul. Konflik-konflik tersebut juga akan mempengaruhi individu untuk menerima atau menolak tindakan yang harus dilakukan sesuai keputusan yang dibuat.

(61)

sehingga wanita ODHA akan lebih berhati – hati saat akanmengambil keputusan melakukanremarriagetersebut.

Wanita dikatakan lebih mudah terserang HIV/AIDS daripada pria. Perkiraan saat ini, wanita yang melakukan hubungan seksual tanpa alat “pengaman” dengan pria terinfeksi HIV adalah sekitar 2/8 lebih mungkin tertular HIV. Individu yang menderita HIV positif cenderung untuk mengalami depresi, kecemasan, kemarahan, dan ketakutan (dalam Matlin, 2008). Untuk pasangan kekasih dan menikah yang mengidap HIV/AIDS, pasti akan ada keputusan yang sulit untuk diambil yaitu apakah pasangan perlu di tes, seks seperti apa yang aman dilakukan, dan sebagainya. Untuk wanita khususnya, akan ada ketakutan kemungkinan menularkan pada bayi mereka bila mereka hamil. Beberapa wanita memutuskan punya anak, dan beberapa lainnya memutuskan untuk tidak punya anak, tapi keputusan manapun yang akan diambil akan menimbulkan kehilangan yang besar(Aggleton, Kim, Ian, 1994).

(62)

alasan – alasan tersebut menjadikan wanita ODHA harus melewati tahapan – tahapan pengambilan keputusan yang lebih kompleks dan unik dibandingkan tahapan yang dilewati oleh seseorang normal yang akan memutuskan untuk menikah kembali.

(63)
(64)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan suatu studi atau penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan berbagai jenis pendekatan ilmiah.Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pendekatan kualitatif.Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sering dipakai dalam bidang studi atau penelitian tentang manusia dan berbagai bentuk tingkah lakunya.Pendekatan ini digunakan karena banyak perilaku manusia yang sulit dikuantifikasikan, apalagi penghayatan terhadap berbagai pengalaman pribadi (Poerwandari, 2007).

Penelitian mengenai pengambilan keputusan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus.Jenis metode yang digunakan adalah studi kasusintrinsik. Penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus. Penelitian dilakukan untuk memahami secara utuh kasus tersebut, tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep – konsep/ teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi (Poerwandari, 2007), dalam hal penelitian ini untuk memahami gambaran tahapan pengambilan keputusan untuk remarriagepada wanita ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) berdasarkan teori pengambilan keputusan Janis dan Mann, tahun 1977.

(65)

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.Wawancara dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk dalam Poerwandari, 2007).

Penelitian ini menggunakan wawancara dengan pedoman umum, dimana peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu – isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan tanpa bentuk pertanyaan eksplisit (Poerwandari,2007).Isu – isu yang diliput dalam wawancara merupakan isu – isu yang berkaitan dengan pengambilan keputusan remarriage pada seorang wanita dengan HIV/AIDS, yaitu mengenai latar belakang pernikahan partisipan dan proses tahapan pengambilan keputusan remarriage pada wanita dengan HIV berdasarkan teori pengambilan keputusan Janis dan Mann tahun 1977, serta konflik yang dihadapinya dalam melakukan pengambilan keputusan tersebut.

C. PARTISIPAN PENELITIAN C.1. Karakteristik Partisipan.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, karakteristik partisipan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

(66)

b. Telah mengidap HIV/AIDS sebelum menikah. c. Sudah menikah untuk yang kedua kalinya.

C.2. Jumlah Partisipan.

(67)

C.3. Prosedur Pengambilan Partisipan

Dalam pengambilan partisipan, seorang peneliti dapat menggunakan beberapa tehnik yang dapat digunakan dalam suatu penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik pengambilan partisipan kasus tipikal. Kasus yang diambil adalah kasus yang dianggap mewakili kelompok „normal‟

dari fenomena yang diteliti. Patton mengingatkan bahwa data yang dihasilkan tetap tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi (dalam pengertian statistis), mengingat sampel tidak bersifat definitif (pasti) melainkan ilustratif (memberi gambaran tentang kelompok yang dianggap normal mewakili fenomena yang diteliti) (Poerwandari, 2007)

D. LOKASI PENELITIAN

(68)

E. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA

Menurut Poerwandari (2007) penulis sangat berperan dalam seluruh proses penelitian, mulai dari memilih topik, mendeteksi topik tersebut, mengumpulkan data, hingga analisis, menginterprestasikan dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam mengumpulkan data-data penulis membutuhkan alat bantu (instrumen penelitian). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua alat bantu, yaitu :

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.Pedoman wawancara dibuat berdasarkan teori-teori yang tertera pada Bab II penelitian yaitu berdasarkan teori pengambilan keputusan oleh Janis dan Mann tahun 1977, sehingga peneliti mempunyai kerangka berpikir atas hal-hal yang akan ditanyakan. Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berkaitan dengan latar belakang pernikahan pertama partisipan dan proses pengambilan keputusan untuk remarriageyang dilalui wanita dengan HIV/AIDS yang tertular virus HIV dari suami pertama mereka, tanpa menentukan urutan pertanyaan karena akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung.

(69)

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat wawancara berlangsung.

F. PROSEDUR PENELITIAN F.1. Tahap Persiapan Penelitian

Pada tahap persiapan penelitian, peneliti menggunakan sejumlah hal yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian (Moleong, 2006), sebagai berikut :

1. Mengumpulkan data

Peneliti mengumpulkan berbagai informasi, studi literatur, dan teori-teori yang berhubungan dengan pengambilan keputusan khususnya pada wanita ODHA yang melakukan remarriage.

2. Menyusun pedoman wawancara

Gambar

Tabel 1 – Identitas Partisipan I
Tabel 2 – Jadwal Wawancara Partisipan I
Tabel 4 – Identitas Partisipan II
Tabel 6 - Rekapitulasi AnalisisTahapan Pengambilan KeputusanPartisipanII

Referensi

Dokumen terkait

Model matematik epidemi penyakit rebah semai pada tanaman kedelai pada setiap perlakuan inokulasi actinomycetes dan VAM dan musim tanam (musim hujan dan musim kemarau)

[r]

57/PUU-VIII/2010 berkaitan dengan APBN-P 2010 mengenai anggaran kesehatan, jaminan sosial, Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), Dana Percepatan Pembangunan

In concrete mixtures, aggregate combination (in ratio 30:70) between reactive and non-reactive were also prepared. After 24 hours, specimens were demoulded, wrapped

Alhamdulillahi robbil’alamin, Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

Tentunya kita masih ingat kegiatan-kegiatan pokok BPW, yaitu sebagai perencanaan dan pengemasan komponen perjalanan wisata meliputi sarana wisata, obyek dan daya tarik wisata kedalam

Moreover, the role of technology applied in teaching has also adjusted the development of modern teaching.Base d on the study result, it shows that teacher’s training model

APBN Pemerintah..  ruas Batas Kota Brebes - Batas Kota Tegal melewati Kawasan Perkotaan Inti I.1 dan Kawasan Perkotaan Inti I.2;..  ruas Batas Kota Tegal – Batas Kota