• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Pengolahan Kopi Robusta

4.1.2 Identitas Petani Responden

36

D. Kondisi Pertanian

Kecamatan Jangkat dengan total luas wilayah sebesar 967,2 km2 dengan penggunaan luas wilayah terbesar untuk sektor pertanian tanaman semusim dan perkebunan. Untuk perkebunan sendiri, mayoritas didominasi oleh perkebunan kopi robusta sebesar 1.719 ha yang disusul oleh perkebunan kulit manis sebesar 797 ha, perkebunan aren sebesar 14 ha dan perkebunan coklat sebesar 10 ha. Kondisi lahan serta iklim di Kecamatan Jangkat sangat mendukung untuk keberlangsungan perkebunan kopi, dimana salah satu sentra perkebunan kopi di kecamatan tersebut adalah Desa Muara Madras.

Tabel 5. Distribusi petani responden berdasarkan kelompok umur di daerah penelitian tahun 2021.

Umur (tahun)

MPIG Konvensional

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

32-36 6 20,00 % 1 3,33 %

37-41 7 23,33 % 5 16,67 %

42-46 10 33,33 % 9 30,00 %

47-51 4 13,33 % 6 20,00 %

52-56 2 6,67 % 5 16,67 %

57-62 1 3,33 % 4 13,33 %

Jumlah 30 100 % 30 100 %

Sumber: Hasil olahan data primer tahun 2022.

Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa petani yang menjadi sampel di lokasi penelitian lebih dari 50% berada pada usia produktif. Usia produktif berada pada usia 15-50 tahun. Pada usia tersebut petani masih berada pada kemampuan fisik yang baik dan produktif dalam mengelola usahanya. Jumlah petani sampel yang berada dalam usia produktif di lokasi penelitian sebanyak 27 orang untuk petani MPIG dan 21 orang untuk petani konvensional. Kondisi ini pada dasarnya akan memungkinkan untuk dilakukan pengembangan usaha yang lebih baik lagi karena dengan usia muda yang potensial tersebut petani dinilai cukup mampu untuk mengembangkan usahanya agar lebih baik lagi sehingga harapan untuk memperoleh pendapatan yang semakin besar dan akan berdampak kepada kesejahteraan petani di daerah penelitian.

B. Tingkat Pendidikan

Dalam bidang pertanian, pendidikan dapat mempengaruhi kreativitas dan kemampuan petani dalam menerima inovasi baru, serta berpengaruh terhadap perilaku petani dalam mengelola usahanya. Keterbatasan tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara berfikir, menerima maupun menolak hal-hal baru. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan petani kurang bijaksana dalam mengambil keputusan. Pendidikan merupakan salah satu faktor internal bagi petani yang berperan dalam meningkatkan produksi usaha. Petani yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi dan sebaliknya. Dalam penelitian ini tingkat pendidikan responden yang dilihat adalah pendidikan formalnya yaitu dilihat dari pendidikan terendah yaitu SD (Sekolah Dasar) atau SR

38

(Sekolah Rakyat) dan pendidikan tertinggi yaitu Perguruan Tinggi. Untuk mengetahui lebih jelas bisa dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi petani responden berdasarkan tingkat pendidikan di daerah penelitian tahun 2021.

Tingkat pendidikan

MPIG Konvensional

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

SD/sederajat 5 16,67% 10 33,33%

SLTP/sederajat 7 23,33% 8 26,67%

SLTA/sederajat 16 53,33% 10 33,33%

Perguruan Tinggi 2 6,67% 2 6,67%

Jumlah 30 100,00% 30 100,00%

Sumber: Hasil olahan data primer tahun 2022.

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani di daerah penelitian bervariasi dari tingkat SD/sederajat sampai tingkat Perguruan Tinggi.

Tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian sebagian besar tamatan SLTA/sederajat yaitu 53,33% atau sebanyak 16 orang petani anggota MPIG dan untuk petani konvensional imbang antara tamatan SD/sederajat dan SLTA/sederajat dengan masing-masing persentasi 33,33% atau sebanyak 10 orang petani konvensional. Keadaan tingkat pendidikan diatas memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan usaha pertanian lebih banyak mengarah pada teknis daripada keahlian konsep. Hal ini diketahui dengan kondisi di lapangan bahwa petani yang berpendidikan SLTA memiliki persentase terbesar.

C. Jumlah Anggota Keluarga

Anggota keluarga adalah salah satu sumber daya manusia yang berpotensi sebagai tenaga kerja dalam mengelola usahanya. Anggota keluarga diharapkan dapat membantu petani dalam usaha yang dilakukannya. Anggota keluarga adalah semua orang yang tinggal dalam satu rumah, memiliki hubungan kekeluargaan serta menjadi tanggungan biaya hidup oleh kepala keluarga dalam hal ini adalah petani MPIG dan konvensional. Jumlah anggota keluarga berkaitan dengan tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja, produksi dan pemenuhan kebutuhan dalam mengelola usahanya. Jumlah anggota keluarga mencerminkan besarnya jumlah tenaga kerja yang dapat memberi kontribusi terhadap pendapatan keluarga.

Distribusi jumlah anggota keluarga petani sampel dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi petani responden berdasarkan jumlah anggota keluarga di daerah penelitian tahun 2021.

Jumlah anggota keluarga

(orang)

MPIG Konvensional

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

2 0 0% 1 3,33%

3 11 36,67% 3 10,00%

4 15 50,00% 11 36,67%

5 4 13,33% 12 40,00%

6 0 0% 3 10,00%

Jumlah 30 100% 30 100%

Sumber: Hasil olahan data primer tahun 2022.

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga petani sampel terbesar pada petani MPIG yaitu berada pada anggota keluarga yang berjumlah 4 orang atau sebanyak 15 orang dengan persentase 50,00%, kemudian jumlah anggota keluarga terkecil yaitu pada anggota keluarga yang berjumlah 5 orang sebanyak 4 orang atau sebesar 13,33%. Pada petani konvensional diketahui bahwa jumlah anggota keluarga petani sampel terbesar juga pada anggota keluarga yang berjumlah 5 orang atau sebanyak 12 orang dengan persentase 40,00%, jumlah anggota keluarga terendah yaitu pada anggota keluarga yang berjumlah 2 orang sebanyak 1 orang atau sebesar 3,33%. Banyaknya jumlah anggota keluarga dapat mendorong petani untuk bekerja lebih giat, selain itu juga untuk mengurangi pemakaian tenaga kerja dari luar keluarga dalam melakukan usahanya.

D. Pengalaman Berusaha

Pengalaman berusaha termasuk salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha karena bermanfaat untuk digunakan dalam pertimbangan usaha dan pengambilan keputusan pada proses produksi, pengelolaan dan pemasaran hasil. Pengalaman petani akan dapat dijadikan tolak ukur dalam mengembangkan kegiatan usahanya di masa mendatang karena semakin lama pengalaman yang dimiliki petani dalam berusaha maka petani akan semakin terampil dalam mengelola usahanya. Pengalaman berusaha pada petani sampel di daerah penelitian dikukur sejak pertama kali petani berusahatani kopi robusta yang dinyatakan dalam satuan tahun. Distribusi petani sampel berdasarkan pengalaman berusaha kopi robusta dapat dilihat pada Tabel 8.

40

Tabel 8. Distribusi petani responden berdasarkan pengalaman berusaha di daerah penelitian tahun 2021.

Pengalaman berusaha (tahun)

MPIG Konvensional

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

Frekuensi (orang)

Persentase (%)

5-9 3 10 % 0 0 %

10-14 8 27 % 1 3 %

15-19 6 20 % 7 23 %

20-24 6 20 % 7 23 %

25-29 4 23 % 8 27 %

30-36 3 10 % 7 23 %

Jumlah 30 100% 30 100%

Sumber: Hasil olahan data primer tahun 2022.

Tabel 8 menunjukkan bahwa pengalaman berusaha petani sampel terbanyak pada interval 10-14 tahun dengan persentase sebesar 27% atau 8 orang pada petani anggota MPIG dan sampel terbanyak pada interval 25-29 tahun dengan persentase 27% atau 8 orang pada petani konvensional. Hal ini menunjuan bahwa petani di daerah penelitian sudah cukup berpengalaman dalam berusaha sehingga mempengaruhi kemampuan petani dalam mengusahakan usaha yang lebih baik.

Pengalaman petani di daerah penelitian ada yang diperoleh dari pengalaman pribadi dan ada juga yang diperoleh dari orang lain. Lamanya pengalaman berusaha ini akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan petani dalam pengambilan keputusan petani dalam pengalokasian faktor-faktor produksi yang akan berdampak pada tingkat pendapatan usaha kopi robusta.

Dokumen terkait