• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III IDEOLOGI DALAM TIGA CERPEN KARYA PUTU WIJAYA55

3.2 Ideologi Cerpen ‘Babi’ Karya Putu Wijaya

3.2.1 Babi sebagai Representasi Tokoh Utama

Ideologi merepresentasi hubungan individu pada kondisi imajiner menjadi nyata dan merupakan pusat dari bersifat ideologis. Sebagai simbol imajiner, relasi ini menjadi ‘penyebab’ dan harus menjelaskan distorsi representasi. Dari penjelasan tersebut, jika dikaitkan dengan cerpen ‘Babi’ akan digambarkan sebagai berikut.

(1) Setiap kali hendak menulis namanya sendiri, tangannya selalu keseleo dan menulis kata “babi”. Ia jadi dongkol sekali. Ia telah mengunjungi seorang ahli ilmu jiwa, tetapi tidak mendapatkan hasil yang ia inginkan. Ia juga sudah datang ke depan seorang ulama, tetapi ia hanya diasihati seupaya beristirahat. Padahal, ia yakin benar bahwa mungkin sekali ia sedang berubah untuk menjadi gila. (Wijaya, 2000: 11). Dari kutipan (1) ideologi merepresentasikan tokoh ‘Ia’ dalam kondisinya sebagai subjek sebagai seseorang yang berusaha untuk keluar dari satu permasalahan, yakni menulis namanya menjadi kata ‘babi’. Dalam posisinya, tokoh ‘Ia’ mengalami permasalahan tentang menuliskan nama. Dari permasalahan yang dialaminya secara langsung, membuat tokoh ‘Ia’ membentuk sebuah pola dalam pemikiran tentang dia yang akan berubah menjadi gila.

(2) “Dokter,” ujarnya dengan terharu, “saya sudah memutuskan luntuk berpisah dengan tangan ini. Ideologi kami tidak sama lagi. Daripada saya bosok dan diganggu terus, lebih baik saya putuskan sekarang. Saraf saya tak kuat lagi untuk menerima pemberontakannya. Saya minta dokter sudi memotong tangan ini.” (Wijaya, 2000; 11).

(3) Waktu dokter datang, ia segera mengulurkan tangan kanannya. “Saya kira tak ada jalan lain harus dipotong dokter,” ujarnya. Dokter memandangi tangan itu dengan hati-hati. (Wijaya, 2000: 12).

Kutipan (2) dan (3) membuktikan perubahan tersebut menggerakan ‘Ia’ mengambil tindakan berupa memotong tangannya, demi terbebas dari

permasalahannya. Ideologi memperlihatkan bahwa ideologi dapat memberi pengaruh sampai kepada melakukan sesuatu.

(4) Pasien itu tampak memusatkan pikirannya ke atas kertas itu. Mukanya tampak lebih banyak mengucurkan keringat. Tubuhnya gemetar. Lalu tiba-tiba saja ia membaca kertas itu dengan suara yang menggeledek. (Wijaya, 2000: 14).

(5) “Babi!” (Wijaya, 2000: 14).

Dalam cerpen ‘Babi’ pada kutipan (4) dan (5) menampakkan simbol yang berbeda, yakni subjek mengubah kondisi imajiner dalam benaknya menjadi nyata melalui perkataannya. Kondisi yang dimaksud adalah ‘Ia’ menyadari jika ada ideologi baru yang akan menggerakannya sebagai subjek, sehingga ia memberontak agar terlepas dari kukungan ideologi lain.

3.2.2 Interpelasi Babi dalam Diri Subjek (Tokoh Utama)

Subjek dalam cerpen ‘Babi’ ini adalah ‘Ia’. Dalam penjelasan ideologi Louis Althusser, ideologi menginterpelasi subjek ke dalam sebuah operasi. Menginterpelasi yang dimaksud di sini adalah mengajukan subjek agar operasi tersebut berjalan. Dari penjelasan tersebut, pada cerpen ‘Babi’ dapat dijelaskan ideologi menginterpelasi subjek sebagai berikut.

(6) “Jangan terburu nafsu,” kata dokter, “Kita jangan melupakan faktor-faktor sampingan. Kalau tangan Saudara ini memang telah nekat untuk menganut ideologi yang berbeda, tak akan mungkin ia bertindak dengan serampangan. Saya khawatir kalau ia hanya sekadar pancingan.” (Wijaya, 2000: 11).

(7) “Maksud saya adalah bahwa, janganlah Anda begitu cepat untuk terpancing. Berpikirlah sejenak dan renungkan apa yang hendak Anda lakukan. Jangan berkata-kata lagi. Anda relaks saja dahulu. Saya akan berikan waktu seperempat jam. Kemudian saya akan kembali. Sesudah itu, kita pastikan apa yang akan kita lakukan. Ketahuilah. Tak ada yang

sulit untuk dilakukan. Saya sudah memotong ribuan tangan orang. Saya berani melakukan itu semua. Saya Cuma tak kuat kalau pada akhirnya saya harus berhadapan dengan orang yang menyesal. Saudara mengerti apa yang saya katakan?” (Wijaya, 2000: 11-12).

Dari kutipan (6) dan (7) menunjukkan kinerja ideologi yang menggerakan operasi untuk melaksanakan sesuatu. Operasi yang bekerja dalam cerpen ‘Babi’ adalah dokter bedah. Posisi dokter bedah menggerakan ‘Ia’ agar memikirkan tentang keputusan yang diambilnya.

(8) Dokter mendekatkan mulutnya ke telinga penderita itu, lantas berbisik, “kelihatannya saja tangan kanan Saudara yang salah. Tapi sebetulnya tangan kiri Saudara. Ini politik. Tangan kiri Saudara iri kepada tangan kanan yang pakai jam dan cincin kawin. Lalu ia mencoba membuat sabotase. Sementara Saudara menulis ia menutup muka saudara, lalu menggosok tulisan itu menjadi, menjadi apa biasanya yang dia tulis?” (Wijaya, 2000; 13).

(9) “Jangan takut, ini bukan eksperimen, ini hanya untuk bukti saja sehingga Saudara rela untuk menolong tanga kiri itu. Ayo coba!”(Wijaya, 2000; 13).

(10) “Tulislah sekarang nama Anda!” (Wijaya, 2000; 13).

Kutipan (8), (9), dan (10) memperlihatkan kinerja dari dokter bedah yang berusaha untuk menggerakan ‘Ia’. Yang dimaksud menggerakan adalah memengaruhi ‘Ia’. Dari tiga kutipan di atas terlihat adanya usaha dokter untuk memberikan keinginan dari subjek.

(11) Dokter itu membujuk-bujuk. Akhirnya orang itu mau juga menulis. Tapi ia kelihatan terpaksa sekali. Ia memejamkan matanya. Tangannya bergerak dengan lambat. Tetapi jari-jari tangan itu tampak kaku. Urat-uratnya keluar. Dokter itu memperhatikan dengan takjub. Ia seperti melihat sebuah pertempuran. Tetapi ia seorang yang sabar. (Wijaya, 2000: 13-14).

Kutipan (11) menunjukkan adanya respon dari ‘Ia’ untuk mengikuti perintah. jika tokoh ‘Ia’ sepenuhnya berada dalam kinerja yang diberikan oleh

dokter bedah. Tokoh ‘Ia’ mengikuti karena merasa terpanggil dengan kata ‘babi’ dan ingin membuktikannya.

3.2.3 Ideologi Dominan vs Ideologi Terkungkung

Jenis ideologi yang terdapat dalam cerpen ‘Babi’ adalah ideologi dominan dan ideologi terkungkung. Disebut sebagai ideologi dominan karena dalam praktik cerpen ‘Babi’, tokoh ‘Ia’ terus didominasi oleh dokter bedah. Sebagai contoh dalam kutipan berikut.

(12) Penderita itu menggeleng. Dokter menepuk-nepuk pundaknya. (Wijaya, 2000; 12).

(13) Penderita itu membuka matanya perlahan-lahan. Ia tampak lelah sekali. Dokter lalu mengambil kertas dan menunjukkan kepada orang itu. Ia tersenyum simpul. (Wijaya, 2000:14).

Dalam kutipan (12) dan (13) menampakkan adanya dominasi kuat dari dokter bedah terhadap ‘Ia’. ‘Ia’ tidak diberi kesempatan untuk mengambil suatu tindakan atau menyatakan pendapat.

Cerpen ‘Babi’ memiliki ideologi terkungkung karena ‘Ia’ dalam ceritanya dibatasi pergerakannya. Ia berada disituasi diwajibkan untuk mengikuti kemauan dokter bedah. Untuk membuktikan hal tersebut, dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(14) Penderita itu tidak begitu mengerti. Tetapi ia menurut. (Wijaya, 2000: 12).

(15) Ia segera menggenggamkan pulpen itu di tangan kanan penderita. (Wijaya, 2000; 13).

(16) “Tulislah sekarang nama Anda!” (Wijaya, 2000; 13).

Dalam contoh kutipan (14), (15), dan (16) terlihat bahwa tokoh ‘Ia’ dalam sebagai subjek mengalami situasi ia dikungkung dalam kekuatan dokter bedah.