• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ideologi dan aparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya: perspektif Louis Althusser

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ideologi dan aparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya: perspektif Louis Althusser"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. IDEOLOGI DAN APARATUS NEGARA DALAM TIGA CERPEN KARYA PUTU WIJAYA PERSPEKTIF LOUIS ALTHUSSER Skirpsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia. Oleh Atria Graceiya NIM: 164114059. PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2020. i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEMBAHAN. Skripsi ini saya persembahkan untuk Yesus Kristus dan kedua orang tua saya, Lewi Sumule dan Debora Marante, dua saudara kandung saya dan untuk mereka yang selalu mendukung saya. vi.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTO. Even when I was tired, I ran changing what I wanted - PENTAGON. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATAPENGANTAR Puji dan syukur penulis patut hanturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang melimpah selama penulis menyusun tugas akhir ini dari awal mencari topik hingga akhir penyelesaiannya. Skripsi berjudul “Ideologi dan Aparatus Negara dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya Perspektif Louis Althusser” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mencapai gelar S1 pada Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Setelah melalui proses panjang, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada pihak-pihak yang telah menjadi perpanjangan kasih Tuhan sebagau berikut. Kedua orang tua terkasih, Lewi Sumule dan Debora Marante, kakak Sudarman dan Delaisman yang selalu mendoakan, mendukung, cinta kasih, dan segala aspek yang dibutuhkan oleh penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum dan S.E Peni Adji, S.S, M.Hum. yang berkenan menjadi pembimbing I dan II penulis dalam menyusun skripsi ini. Beliau juga menjadi dosen pembimbing akademik penulis yang memberi banyak insprasi, masukan, dan pesan-pesan yang berguna baik untuk penyusunan skripsi ini maupun untuk kehidupan penulis sehari-harinya.Para dosen Program Studi Sastra Indonesia yang belum disebut, Sony Christian Sudarsono, S.S., M.A., M.M. Sinta Wardani, S.S., M.A., Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Dr. Paulus Ari Subgayo, M.Hum. (Alm), Drs. Hery Antono, M.Hum. (Alm), serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang tidak penulis sebutkan satu per satu, yang telah bersedia memberikan ilmu selama penulis berkuliah di Program Studi Sastra Indonesia. Claritata Fransiska Simarmata, Marcelina Cica, Fikaria Rosario Labobar, dan Agatha Ronalita Erlasanti yang selalu menemani saya kurang lebih 3.5 tahun. Berbagi suka dan duka perkuliahan, teman berbagi keluh-kesah dan canda tawa bersama penulis. Serta Ibu Kim yang memberikan banyak perhatian dan kasih sayang kepada saya selama ini. Teman-teman Angkatan 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu, terimakasih untuk waktu, kebersamaan, dan semangat yang diberikan. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Graceiya, Atria. 2020 “Ideologi dan Aparatus Negara dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya: Perspektif Louis Althusser”. Skripsi Strata Satu (S-1). Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Skripsi ini membahas ideologi dan aparatus negara. Ideologi merupakan partisipasi segenap kelas sosial dan aparatus negara adalah alat kelengkapan negara yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan. Penelitian ini bertujuan mengkaji struktur cerpen, serta mengeksplorasi ideologi dan aparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya, yaitu ‘Babi’, ‘Amnesti’, dan ‘Merdeka’. Peneliti menggunakan paradigma M. H. Abrams yang telah direposisi dengan pendekatan objektif dan diskurtif. Teori ideologi dan aparatus negara yang dikemukakan oleh Louis Althusser. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis konten. Hasil penelitian ini menghasilkan tiga hal pokok, (1) struktur cerpen yang meliputi alur, tokoh dan penokohan, serta latar, (2) ideologi, (3) aparatus negara dalam cerpen tersebut. Tahap analisis struktur ditemukan (i) cerpen ‘Amnesti’ dan ‘Merdeka’ memiliki lima tahapan alur, sedangkan cerpen ‘Babi’ hanya memiliki empat tahapan alur. (ii) Putu Wijaya tidak menggunakan banyak tokoh utama dalam karyanya. (iii) Latar waktu dan tempat tidak ditonjolkan. Namun, terfokus pada latar sosial budaya, yaitu kesenjangan sosial. Ideologi dalam cerpen ‘Babi’, (i) babi sebagai representasi dari tokoh utama, (ii) interpelasi babi dalam diri subjek (tokoh utama), dan (iii) ideologi dominan vs ideologi terkungkung. Ideologi dalam cerpen ‘Amnesti’, (i) Bromocorah representasi kekacauan, (ii) interpelasi hukuman mati dan amnesti dalam diri subjek (Bromocorah), (ii) ideologi resistensi vs ideologi tengah. Dalam cerpen ‘Merdeka’ ditemukan (i) idealisme sebagai representasi dari Merdeka, (ii) interpelasi kebebasan dalam diri Merdeka, (iii) ideologi bebas. Jenis aparatus yang ditemukan dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya, (i) aparatus represif negara (RSA) yang terdiri dari aparat kesehatan, aparat penguasa pemerintah, dan aparat keamanan, (ii) aparatus ideologi negara terdiri atas aparat kesehatan, aparat keagamaan, instansi pejuang HAM, aparat pers, dan aparat pendidikan. Yang dominan dalam tiga cerpen ini adalah aparatus ideologi negara. Kata kunci: struktur, ideologi, aparatus negara, aparatus represif negara, aparatus ideologi negara. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Graceiya, Atria. 2020 “Ideology and State Apparatus in Three Short Story by Putu Wijaya: Perspective Louis Althusser”. Bachelor’s Degree Thesis (S-1). Indonesian Literature, Faculty of Literature, Sanata Dharma University. This thesis discusses ideology and state apparatus. Ideology is the participant all social classes and the state apparatus is the completeness of the state, which has the responsibility of implementing the wheels of government. This research examines aims the structure of the short stories, to explore an ideology and state apparatus in three short story by Putu Wijaya, specifically ‘Babi’, ‘Amnesti’, and ‘Merdeka’. The researcher uses M. H. Abrams paradigm that has been repositioned with an objective and discursive approach, along with theoretical ideology and state apparatus by Louis Althusser. The analytical method use is a content analysis method. The result of this research produces three main points. (1) The structure of the short story includes plot; character and characterization; and setting. (2) Ideology. (3) State apparatus in the short story. The phase of structural analysis was found (i) ‘Amnesti’ and ‘Merdeka’ short stories have five stages of the plot, meanwhile ‘Babi’ has only four stages of the plot. (ii) Putu Wijaya does not use many main characters in his works. (iii) The time and place of the setting were not highlighted. But, focused on the socio-cultural background, i.e. the discrepancy of social. The ideology ‘Babi’ in short story (i) the pig as a representative of the main character. (ii) the interpellation of pig in the subject of the main character, and (iii) dominant ideologies and Restrictive ideologies. The ideology ‘Amnesti’ (i) Bromocorah is the representation of chaos. (ii) the interpellation of the death penalty and the amnesty in Bromocorah. (iii) Ideologies of resistance vs centre ideologies. In the ‘Merdeka’ short story found (i) idealism as a representation of independence, (ii) the interpellation of the freedom in the subject, (iii) relaxed ideologies. Kinds of apparatus that has found in the three short stories by Putu Wijaya, (i) Repressive State Apparatus (RSA) consist of health, government authorities, and security forces. (ii) Ideological State Apparatus (ISA) consist of health, religious, human rights fighters, pers, and education apparatus. Ideological state apparatus is the dominant one in these three short stories. Keyword: structure, ideology, state apparatus, repressive state apparatus, ideological state apparatus. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .......................................................................... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................................ iv Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah ................................................................. v PERSEMBAHAN .............................................................................................................. vi MOTO............................................................................................................................... vii KATAPENGANTAR ...................................................................................................... viii ABSTRAK .......................................................................................................................... x ABSTRACT......................................................................................................................... xi DAFTAR ISI..................................................................................................................... xii DAFTAR TABEL DAN GAMBAR................................................................................ xvi. BAB I PENDAHULUAN1 1.2. Rumusan Masalah .................................................................................................. 7. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 7. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................................. 8. 1.5. Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 8. 1.6. Landasan Teori .................................................................................................... 10. 1.6.1. Kajian Struktural ....................................................................................... 10. 1.6.1.1 Alur ........................................................................................................... 11 1.6.1.2 Tokoh ........................................................................................................ 14 1.6.1.3 Latar .......................................................................................................... 15 1.6.2. Ideologi dalam Perspektif Louis Althusser ............................................... 15. 1.6.2.1 Ideologi adalah ‘Representasi’ Individu Imajiner pada Kondisi Nyata dari Eksistensinya ..................................................................................................... 18 1.6.2.2 Ideologi Menginterpelasi Individu sebagai Subjek ................................... 21 (1) Marxisme dan Ekonomi/Kelas Faktor ............................................................ 22 (2) Ideologi Dominan dan Ideologi Resistensi ..................................................... 23 (3) Ideologi Terkungkung dan Ideologi Bebas ..................................................... 24 (4) Ideologi Kiri, Kanan, dan Tengah ................................................................... 25. xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 1.6.3 1.7. Aparatus Negara dalam Perspektif Louis Althusser ................................. 26. Metodologi Penelitian .......................................................................................... 28. 1.7.1. Jenis Penelitian.......................................................................................... 28. 1.7.2. Objek Material dan Objek Formal ............................................................ 29. 1.8. Sistematika Penyajian .......................................................................................... 31. BAB II ANALISIS STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA PUTU WIJAYA34 2.1. Pengantar ............................................................................................................. 34. 2.2. Kajian Struktural dalam Cerpen ‘Babi’ Karya Putu Wijaya ................................ 35. 2.2.1. Alur ........................................................................................................... 35. 2.2.1.1 Tahap Situation ......................................................................................... 35 2.2.1.2 Tahap Generating Circumstances ............................................................. 36 2.2.1.3 Tahap Rising Action .................................................................................. 36 2.2.1.4 Tahap Climax ............................................................................................ 37 2.2.1.5 Kriteria Alur .............................................................................................. 38 2.2.2. Tokoh ........................................................................................................ 39. 2.2.2.1 Tokoh ‘Ia’ (Anwar) ................................................................................... 39 2.2.2.2 Dokter Bedah ............................................................................................ 39 2.2.2.3 Tokoh Tambahan ...................................................................................... 40 2.2.3 2.3. Latar .......................................................................................................... 40. Kajian Struktural dalam Cerpen ‘Merdeka’ Karya Putu Wijaya ......................... 41. 2.3.1. Alur ........................................................................................................... 41. 2.3.1.1 Tahap Situation ......................................................................................... 41 2.3.1.2 Tahap Generating Circumstances ............................................................. 41 2.3.1.3 Tahap Rising Action .................................................................................. 42 2.3.1.4 Tahap Climax ............................................................................................ 43 2.3.1.5 Tahap Denouement ................................................................................... 43 2.3.1.6 Kriteria Alur .............................................................................................. 44 2.3.2. Tokoh ........................................................................................................ 45. 2.3.2.1 Merdeka .................................................................................................... 45 2.3.2.2 Tokoh Tambahan ...................................................................................... 45 2.4. Kajian Struktural dalam Cerpen ‘Amnesti’ Karya Putu Wijaya .......................... 46. 2.4.1. Alur ........................................................................................................... 46. 2.4.1.1 Tahap Situation ......................................................................................... 46. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.4.1.2 Tahap Generating Circumstances ............................................................. 47 2.4.1.3 Tahap Rising Action .................................................................................. 48 2.4.1.4 Tahap Climax ............................................................................................ 48 2.4.1.5 Tahap Denouement ................................................................................... 49 2.4.1.6 Kriteria Alur .............................................................................................. 50 2.4.2. Tokoh ........................................................................................................ 51. 2.4.2.1 Bromocorah............................................................................................... 51 2.4.2.2 Kaisar ........................................................................................................ 51 2.4.2.3 Kaisar Muda .............................................................................................. 52 2.4.2.4 Tokoh Tambahan ...................................................................................... 52 2.4.3 2.5. Latar .......................................................................................................... 52. Rangkuman .......................................................................................................... 53. BAB III IDEOLOGI DALAM TIGA CERPEN KARYA PUTU WIJAYA55 3.1. Pengantar ............................................................................................................. 55. 3.2. Ideologi Cerpen ‘Babi’ Karya Putu Wijaya ......................................................... 56. 3.2.1. Babi sebagai Representasi Tokoh Utama .................................................. 56. 3.2.2. Interpelasi Babi dalam Diri Subjek (Tokoh Utama) ................................. 57. 3.2.3. Ideologi Dominan vs Ideologi Terkungkung ............................................ 59. 3.3. Ideologi Cerpen ‘Merdeka’ Karya Putu Wijaya .................................................. 60. 3.3.1. Idealisme sebagai Representasi dari Tokoh Merdeka ............................... 60. 3.3.2. Interpelasi Kebebasan dalam Diri Merdeka .............................................. 61. 3.3.3. Ideologi Bebas........................................................................................... 63. 3.4. Ideologi Cerpen ‘Amnesti’ Karya Putu Wijaya ................................................... 64. 3.4.1. Bromocorah sebagai Representasi Kekacauan.......................................... 64. 3.4.2. Interpelasi Hukuman Mati dan Amensti dalam Diri Subjek (Bromocorah) 65. 3.4.3. Ideologi Resistensi vs Ideologi Tengah .................................................... 67. 3.5. Rangkuman .......................................................................................................... 69. BAB IV APARATUS NEGARA DALAM TIGA CERPEN PUTU WIJAYA71 4.1. Pengantar ............................................................................................................. 71. 4.2. Aparatus Represitf Negara (Repressive State Apparatus (RSA)) ........................ 72. 4.2.1. Aparat Kesehatan ...................................................................................... 72. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.2.2. Aparat Pejabat Pemerintah ........................................................................ 72. 4.2.3. Aparat Keamanan...................................................................................... 74. 4.3. Aparatus Ideologi Negara (Ideological State Apparatus (ISA)) .......................... 75. 4.3.1. Aparat Kesehatan ...................................................................................... 75. 4.3.2. Aparat Keagamaan .................................................................................... 77. 4.3.3. Instansi Pejuang HAM .............................................................................. 77. 4.3.4. Aparat Pers ................................................................................................ 78. 4.3.5. Aparat Pendidikan ..................................................................................... 79. 4.4. Rangkuman .......................................................................................................... 80. BAB V PENUTUP82 5.1. Kesimpulan .......................................................................................................... 82. 5.2. Saran .................................................................................................................... 84. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 86 LAMPIRAN..................................................................................................................... 88 Sinopsis Cerpen ‘Babi’ ................................................................................................. 88 Sinopsis Cerpen ‘Merdeka’........................................................................................... 91 Sinopsis Cerpen ‘Amnesti’ ........................................................................................... 97 BIOGRAFI PENULIS .................................................................................................. 103. xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL DAN GAMBAR GAMBAR 1. Tahap Alur Cerpen ‘Babi’. ............................................................. 34 GAMBAR 2. Tahap Alur Cerpen ‘Merdeka’ ....................................................... 44 GAMBAR 3. Tahap Alur Cerpen ‘Amnesti’ ........................................................ 50 TABEL 1. Alur dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya ...................................... 53 TABEL 2. Jenis Ideologi dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya ....................... 70 TABEL 3. Aparatus Negara dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya................... 81 TABEL 4. Alur dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya ...................................... 82. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Putu Wijaya lahir tanggal 11 April 1944 dikenal sebagai sesosok cerpenis, novelis, dramawan, dan wartawan.Lelaki asli keturunan Bali ini adalah seorang anak dari kaum bangsawan.Terlihat jelas dari namanya yakni I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Ayah Putu Wijaya adalah sosok yang keras dalam mendidik, dulunya ia mengharapkan Putu Wijaya menjadi seorang dokter. Namun, Putu Wijaya lemah dalam ilmu pasti dan lebih cenderung dengan sejarah, bahasa dan ilmu bumi. (Wijaya, 1999:347). Putu Wijaya telah menghasilkan banyak karya, kurang lebih di antaranya 30 novel, 40 naskah drama, ribuan cerpen, ratusan esai, artikel lepas, dan kritik sastra (Wijaya, 1999:234). Cerpen-cerpen karya Putu Wijaya memiliki karakteristik khusus.Cerpencerpen karya Putu Wijaya mengangkat tema kritik sosial dan terdapat ideologiideologi di dalamnya. Cerpen ‘Babi’ yang dipublikasikan di dalam kumpulan antologi cerpen Gres: 17 Cerita Pendekterakhir dicetak pada tahun 2000. Cerpen ‘Babi’ ini bercerita bahwa tokoh ‘Ia’ yang akhirnya dikenal sebagai Anwar adalah tokoh yang kerap kali menulis namanya akan keseleo dengan kata babi. Tokoh Anwar pun frustasi karena tangan dan pemikirannya tidak lagi sejalan, Anwar beranggapan bahwa ideologi mereka sudah berbeda.Anwar pun memilih pergi kepsikiater dan seorang ulama, tetapi saran yang diberikan tidak memuaskan hatinya.. 1.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. Akhirnya Anwar memutuskan untuk membawa tangannyakepada dokter bedah untuk dipotong. Dokter bedah tidak langsung memotong tangan Anwar, dia membujuk Anwar agar tidak mengambil keputusan yang gegabah. Anwar mengikuti apa yang diperintahkan oleh sang dokter, tetapi ketika disuruh menuliskan nama dan membacanya dengan lantang Anwar berkata babi. Dalam kumpulan antologi cerpen Klop karya Putu Wijaya yang dipublikasikan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2010, terdapat satu cerpen berjudul ‘Merdeka’.Cerpen ini bercerita tentang seorang anak laki-laki bernama Merdeka yang idealis dan cerdas, ia terlahir dari seorang pejuang di hari merdekanya Indonesia. Hanya saja dalam kehidupan yang dialaminya, ia mengalami banyak masalah. Ia dibenci oleh para guru karena dia sangat idealis dan tidak mau mengikuti aturan dari sekolah. Ia dikeluarkan dan matanya melihat ijazah diperjual belikan. Dia diberi pekerjaan dan sebuah jabatan dalam satu proyek, tetapi kemudian jabatan itu diberikan kepada orang lain dan disuap agar berhenti dari situ. Merdeka juga tidak jadi menikah dengan pacarnya dikarenakan ayah dari pacarnya banyak mengatakan hal yang tidak masuk akal. Merdeka hampir menyerah dan mengubah namanya, tetapi ia tidak mengubah namanya. Dalam koran Kompas tanggal 16 September 2018 dimuat cerpen Putu Wijaya berjudul ‘Amnesti’. Cerpen ini bercerita tentang seorang bromocorah di sebuah kerajaan yang divonis hukuman mati karena kejahatan yang dilakukan sangat banyak dan meresahkan masyarakat. Namun, raja terdahulu dari kerajaan itu tidak kunjung memberikan hukuman mati karena beberapa kali mendapat mimpi didatangi oleh seorang tetua dan mengatakan hukuman seperti itu bukan.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. lagi zamannya. Lembaga-lembaga di kerajaan menyuruh raja untuk memberikan amnesti, tetapi diabaikan oleh raja. Bahkan setelah raja ini meninggal, bromocorah tidak kunjung diberikan hukuman mati. Akhirnya sang anak menggantikan ayahnya dan memberikan amnesti kepada bromocorah karena ia menerima surat dari bromocorah yang ingin diberikan kepada keluarganya sebelum ia dihukum mati. Semua orang protes dengan amnesti yang diberikan oleh raja baru. Ketika bromocorah keluar dari tahanan, ia dikeroyok oleh rakyat kerajaan lantaran tidak terima dengan amnesti yang diberikan. Ketiga cerpen karya Putu Wijaya, yakni ‘Babi’, ‘Amnesti’, dan ‘Merdeka’ dipilih untuk dikaji karena memiliki tema yang sama yaitu terdapat kritik sosial di dalamnya. Penulis meyakini bahwa tiga cerpen ini terdapat ideologi dan peran aparatus negara di dalamnya, yang diilustrasikan dalam bentuk yang berbedabeda. Alasan urutan penulisan penelitian dari cerpen ‘Babi’, ‘Merdeka’, dan ‘Amnesti’ dikarenakan adanya kompleksitas permasalahan dalam cerpen, serta urutan tahun pempublikasian cerpen yang berbeda-beda. Louis Althusser (1918-1990) adalah salah satu filsuf Marxis dari Prancis yang pemikirannya banyak berpengaruh dalam pemikiran kiri kontemporer. Louis adalah seorang strukturalis yang berpendapat bahwa tulisan Marx mengenai humanistik dan subjektivis telah terkontaminasi oleh idealismenya Hegel. Marx dalam penerepannya lebih memihak pada pendekatan objektif dan ilmiah, sehingga. Althusser. memutuskan. menggunakan. pola. strukuralis. sebagai. pemecahan. Struktur tersebut dibuat dalam bentuk sektor ekonomi sebagai dasar.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. superstruktur yang terdiri dari struktur legal dan politik. Superstruktur berguna memberi daya tahan kepada kapitalis maka disebut reproduction of capitalism. Bagi Marx, ideologi merupakan sebuah konsep yang tidak abstrak. Ideologi merupakan alat dari kelas-kelas penguasa yang dapat diterima dalam masyarakat sebagai sesuatu yang normal dan natural. Ideologi borjuis bagi Marx bertujuan untuk mempertahankan para pekerja─kaum proletar─ dalam status false consciousness. Kesadaran masyarakat akan siapa dia, hubungan dengan masyarakat lainnya, dan pengertian yang dibangun tentang pengalaman sosial yang bukan merupakan sesuatu yang alami. Kesadaran jika dideterminasi oleh masyarakat di tempat kita dibesarkan bukan oleh watak atau psikologi individu (Althusser 2008:x). Sedangkan Althusser mengatakan bahwa ideologi lebih kepada partisipasi segenap kelas sosial, bukan sekedar perangkat ide yang dipaksa dari kelas-kelas tertentu terhadap kelas-kelas lainnya. Yang dimaksud di sini adalah ideologi bersifat lebih efektif dari yang diperkirakan oleh Marx, karena ideologi bekerja dari dalam. Hal ini menggambarkan cara berpikir dan cara hidup tertentu dari segenap kelas. Kekuatan ideologi lahir dari kesanggupan untuk melibatkan kelas subordinat dalam praktik, yang menuntun pada identitas konstruktur sosial, yang berlawanan dengan kepentingan sosial lainnya (Althusser, 2008:xi). Ide-ide Louis Althusser terus dikembangkan lewat jurnal Rethinking Marxism dan Decalages yang memiliki orientasi Althusserian1 yang kuat.. 1. Althusserian adalah istilah yang digunakan bagi para penganut teori dari Louis Althusser. Dalam buku Ideologi dan Aparatus Negara (Sebuah Investigasi) dijelaskan bahwa banyak filsuf yang menerapkan teori Louis Althusser. Misalnya Pierre Macherey dalam kritik sastra, Stephen Resnick dan Richard Wolff dari segi ekonomi-politik..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Pemikiran Althusser tidak lepas dari konteks pemikrian Kiri dari Prancis Eropa pada abad pertengahan ke-20. Dirujuk dalam Althusser (2015:1) mengatakan bahwa dalam dalam pengantar edisi bahasa Inggris dari karya utama Louis Athusser Demi Marx (Pour Marx: 1965) ditekankan bahwa pemikiran Althusser adalah inteverensi di dalam kongjungktur tertentu. Dalam Althusser (2015) menyatakan di dalam dogmatis Stalinis dan kritik Kanan atas dogmatis itu (argumen humanis dalam proses di-Stalinisasi), Althusser berusaha mencari jalan ketiga. Apabila dogmatis mengemuka bagi humanis borjuis yang subjektivitasvontularis, Althusser hendak melampaui keduanya dan mengakui ‘otonomi relatif’ superstruktur di atas basis ketiga sekaligus determinasi pada pokok terakhir oleh basis. Althusser mengakui bahwa ideologi memiliki koherensi internal dan logikanya sendiri tidak bisa sepenuhnya direduksi kepada mekanisme ekonomis dan dapat memengaruhi mekanisme itu (ini yang dimaksud overdeterminasi2) sembari mengakui bahwa pada pokok mekanisme ekonomi itu tetap dapat ditentukan. Althusser ingin mengungkapkan bahwa manusia bukan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa pada kondisi sosial dan Marxisme bukan hanya sekedar humanisme atau determinisme ekonomis. Ideologi memberi kerangka kerja, membentuk subjek, dan memberi identitas demi berfungsinya situasi yang sedang berjalan. Salah satu dari efek ideologi adalah naturalisasi relasi produksi atau menjadikan relasi produksi. 2. Overdeterminasi adalah istilah yang dipinjam Althusser dari Freud untuk menjelaskan bahwa realitas cara produksi tidak langsung terungkap dalam ideologi, tetapi muncul dalam bentuk yang telah berubah yaitu melalui bentuk realitas sosial yang terkait..

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. tampak alamiah, seolah sudah dari kodratnya demikian. Dalam menjalankan fungsi naturalisasi ini Althusser memilih dua aparatus yang bekerja. Aparatus negara yang paling kasat mata adalah aparatus represif negara, yakni seluruh mekanisme koersif yang bekerja memastikan terproduksinya syarat-syarat produksi. Contohnya adalah pemerintah, kepolisian, angkatan bersenjata dan lain sebagainya. Jenis aparatus lainnya yang secara lebih halus adalah aparatus ideologis negara, yakni mekanisme persuasif-ideologis yang berfungsi mejamin reproduksi syarat-syarat produksi. Contohnya adalah agama, pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Apabila aparatus negara bekerja melalui kekerasan, maka aparatus kedua berkerja melalui internalisasi nilai secara ‘humanis’. Skripsi ini mengkaji tentang ideologi dan aparatus negara melalui prespektif Louis Althusser. Terdapat tiga alasan dalam memilih topik ini, pertama seperti yang dikatakan di atas cerpen-cerpen karya Putu Wijaya menyinggung tentang ideologi dan aparatus negara bekerja. Kedua masih jarang peneliti yang mengkaji karya sastra menggunakan teori ideologi Louis Althusser. Ketiga ketertarikan peneliti dalam mengungkapkan ideologi dan aparatus negara dalam sebuah karya sastra. Menelaah dari latar belakang mengenai ideologi dan aparatus negara, dapat ditarik kesimpulan bahwa masalah ini dapat dikaji..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1.2.1. Bagaimana struktur tiga cerpen karya Putu Wijaya?. 1.2.2. Bagaimana wujud ideologi yang terdapat dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya?. 1.2.3. Bagaimana wujudaparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya?. 1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut. 1.3.1. Mendeskripsikan struktur cerpen tiga cerpen karya Putu Wijaya, yakni cerpen ‘Amnesti’, ‘Babi’, dan ‘Merdeka’. Hal ini akan dibahas di dalam bab II.. 1.3.2. Mendeskripsikan bentuk ideologi yang terdapat dalam cerpen tiga cerpen karya Putu Wijaya, yakni cerpen ‘Amnesti’, ‘Babi’, dan ‘Merdeka’. Hal ini akan dibahas di dalam bab III.. 1.3.3. Mendeskripsikan bentuk-bentuk apartur negara dalam cerpen tiga cerpen karya Putu Wijaya, yakni cerpen ‘Amnesti’, ‘Babi’, dan ‘Merdeka’. Hal ini akan dibahas dalam bab IV..

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. 1.4 Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini, ditemukan dua manfaat hasil penelitian yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis. 1.4.1. Manfaat Teoretis memberikan penerapan dan pengembangan penelitian dalam penelitian karya sastra. Dalam hal ini teori yang digunakan adalah teori ideologi dan aparatus negara Louis Althusser yang diterapkan dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya.. 1.4.2. Manfaat Praktis hasil penelitian ini dapat dipakai menjadi pijakan bidang humaniora, sosiologi sastra, dan bermanfaat bagi para pengajar.. 1.5 Tinjauan Pustaka Penulis yang meneliti tentang ideologi dan aparatus negara dengan tinjauan menggunakan teori Louis Althusser adalah Hwia (2010), Wicaksono (2017), Mirayanti (2018), dan Sari (2018). Penelitian tentang ideologi dan aparatus negara. yaitu “Kendali. Interaksional Sebagai Cerminan Ideologi: Analisis Wacana Kritis Trilogi Drama Opera Kecoa” yang ditulis oleh Hwia (2010) berupa jurnal ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal Linguistik Indonesia Tahun ke-28, No. 1 ini berisi tentang adanya ideologi dalam kendali interaksional dengan ada tidaknya kesetaraan percakapan yang terdapat dalam trilogi drama Opera Kecoa. Penelitian yang kedua berjudul Wicaksono (2017) dalam artikel yang dipublikasikan di dalam jurnal Sapala (jurnal mahasiswa UNESA) Volume 3, No.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. 2 oleh S1 Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Surabaya dengan judul “Praktik Aparatus Negara Ideologis dan Represif dalam Novel Animal Farm Karya George Orwell (Kajian Sosiologi Louis Althusser)”. Penelitian ini mengungkapkan adanya fungsi aparatus negara sebagai praktik dalam novel Animal Farm karya George Orwell, yang mana novel ini merupakan representasi dari Revolusi Uni Soviet di era Stalin. Skripsi berjudul “Ideologi Kekuasaan dalam Novel Genghis Khan: Badai di Tengah Padang (Buku II) Karya Sam Djang Prespektif Louis Althusser” dengan pengarang Mirayanti (2018) yang diajukan untuk S1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Universitas Mataram. Mendeskripsikan gambaran kekuasaan tokoh dalam novel Genghis Khan: Badai di Tengah Padang (Buku II). Skripsi ini juga mendeskripsikan Ideological State Apparatus (ISA) dan Repressive State Apparatus (RSA) dalam novel Genghis Khan: Badai di Tengah Padang (Buku II). “Konsep Ideologi dan Aparatus Negara dalam Novel Tanah Surga Merah Karya Arafat Nur (Kajian Sosiologi Sastra)” yang diteliti oleh Sari (2018) yang berupa artikel dan dimuat dalam jurnal Sapala (jurnal mahasiswa UNESA) Vol 5, No 2 dan dirilis di S1 Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Surabaya. Penelitian ini ingin memperlihatkan adanya kecurigaan ideologi Louis Althusser dalam novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur dan masalahmasalah yang terdapat dalam novel ini dapat dianalisis menggunakan teori ideologi..

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. Dari keempat tinjauan pustaka di atas, dapat dijelaskan bahwa di dalam karya sastra terdapat sebuah ideologi di dalamnya, baik itu secara verbal maupun non-verbal. Dalam penelitian di atas menjelaskan mengenai adanya peran ideologi dan aparatus negara yang bergerak dalam karya sastra. Aparatus negara yang bergerak di dalamnya terdapat Ideogical State Apparatus (ISA) yang bergerak di bagian ideologi dan Repressive State Apparatus (RSA) yang bergerak di bidang fisik. 1.6 Landasan Teori Dalam landasan teori ini dipaparkan dua kerangka teori yakni (1) kajian struktur cerpen, (2) ideologi dan aparatus negara karya Louis Althusser.. 1.6.1. Kajian Struktural Karya sastra mempunyai struktur yang tidak terlihat, tetapi membuat karya. sastra menjadi masuk akal.Struktur karya sastra diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bagian yang digabungkan mejadi sebuah komponen yang indah (Abrams; Nurgiyantoro, 2015:57).Berbeda dengan struktur teks yang lainnya, teks sastra memiliki struktur yang unik. Struktur mengorganisasikan semua kompenen yang saling berhubungan, hal ini yang membuat karya sastra menjadi bermakna, masuk akal, logis dan dapat dipahami (Ryan, 2011;49), dalam sastra juga dikenal istilah strukturalisme. Strukutralisme menurut Hawkes (Pradopo; Nurgiyantoro, 2015:59) dipandang sebagai cara berpikir tentang sastra yang lebih cenderung kepada susunan hubungan dibandingkan sususan benda. Strukturalisme memberikan.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. perhatian terhadap kajian unsur-unsur teks kesastraan.Analisis struktural karya sastra terfokus pada unsur-unsur intrinsik pembangunnya.Dalam hal ini unsurunsur intrinsik tersebut di antaranya alur, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain.Analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar unsur karya sastra yang menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, unsur-unsur pembangun karya sastra yaitu alur, tema, penokohan, latar, dan lain-lain. Dalam studi ini, tidak semua unsur struktural akan dikaji. Peneliti akan membatasi kajian struktur dari segi aspek alur, tokoh dan penokohan, dan latar. Tiga aspek struktural ini dapat mengungkapkan ideologi dan aparatus negara sesuai dengan topik studi ini.. 1.6.1.1 Alur Alur merupakan unsur fiksi yang penting.Masalah linearitas penyajian peristiwa dalam struktur karya sastra banyak dijadikan sebagai objek kajian. Hal ini beralasan karena kejelasan alur, kejelasan kaitan antarperistiwa akan mempermudah dalam memahami cerita yang diberikan. Kejelasan yang dimaksud di sini adalah kejelasan cerita, kesederhanaan alur yang dimaksud adalah kemudahan cerita untuk dipahami. Alur menurut Kenny (Nurgiyantoro 2015:167) adalah rangkaian peristiwaperistiwa dalam cerita yang disampaikan bersifat tidak sederhana karena pengarang menyusunnya dalam berdasarkan kaitan sebab akibat. Peristiwaperistiwa yang ditampilkan hanya berdasarkan waktu saja belum merupakan alur..

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12. Rangkaian peristiwa tersebut harus diolah secara kreatif sehingga menghasilkan sesuatu yang menarik. Di lihat dari sisi pengarang, kegiatan ini disebut sebagai pemlotan yang kegiatannya meliputi memilih peristiwa ingin diceritakan dan merangkainya ke dalam struktur linear fiksi. Naratologi membahas tentang hal yang berkatian dengan naratif, yang peristiwa-peristiwanya dirangkai ke dalam karya sastra yang disebut alur (Abrams; Nurgiyantoro 2015:167). Alur dimanifestasikan melalui perbuatan, tingkah laku, dan sikap tokohtokoh cerita. Alur merupakan cerminan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berpikir, berasa, dan bersikap dalam menghadapi masalah. Namun, tidak semuanya itu dalam kehidupan manusia disebut sebagai alur.Kejadian atau tingkah laku manusia bersifat alur jika bersifat khas, mengandung konflik, saling berkaitan dan menarik untuk diceritakan (Nugiyantoro, 2015:169). Dalam tahap alur, terdapat rincian yang lebih rinci yang dikemukakan oleh Tasrif. Tahap alur ini dibedakan menjadi lima bagian, yakni tahap situation (tahap penyituasian), tahap generating circumstances (pemunculan konflik), tahap rising action (peningkatan konflik, tahap climax (klimaks), dan tahap denouement (penyelesaian). Tahap situation atau dikenal sebagai tahap penyituasian, yaitu tahap yang berisi pelukian dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan pembukaan cerita, pemberian informasil awal, berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan di tahap berikutnya. Tahap generating circumstances atau dikenal sebagai tahap pemunculan konflik adalah tahap awal munculnya konflik dan akan berkembang pesat pada tahap berikutnya. Tahap rising action atau dikenal dengan peningkatan konflik yaitu konflik yang telah.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. berada di tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Tahap climax (klimaks) adalah tahap di mana konflik atau pertentangan yang terjadi dalam cerita mencapai titik intensitas puncak. Tahap denouement atau tahap penyelesaian adalah tahap yang memberi jalan keluar atau cerita diakhiri (Nurgiyantoro,2015:209-210). Setiap cerita memiliki alur yang merupakan kesatuan tindak, yang disebut sebagai an artistic whole. Alur dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda, yakni didasarkan dari kriteria urutan waktu, jumlah, kepadatan, dan isi. Pembedaan alur berdasarkan kriteria waktu adalah waktu terjadinya peristiwa yang ada dalam cerita, atau urutan penceritaan peristiwa yang ditampilkan. Dari segi teoretis, alur dapat dibagi ke dalam dua kategori yakni alur progresif (alur maju, alur lurus) dan alur sorot balik (flash-back). Untuk pembedaan plot berdasarkan kriteria isi merupakan isi cerita itu sendiri secara keluruhan daripada hanya sekedar alur semata. Alur berdasarkan isi ini dibagi ke dalam tiga golongan yakni, alur peruntungan (plot of fortune), alur tokohan (plot of character), dan alur pemikiran (plot of thought) (Nurgiyantoro, 2015: 219-223). Alur peruntungan berhubungan dengan pengungkapan nasib dari tokoh utama cerita dalam sebuah karya fiksi. Alur peruntungan sendiri dibagi atas beberapa jenis, yakin alur gerak (action plot), alur sedih (pathetic plot), alur tragis (tragic plot), alur penghukuman (punitive plot), alur sentimental (sentimental plot), dan alur kekaguman (admiration plot). Alur tokohan mengarah kepada adanya sifat pementingan tokoh, ada tokoh yang menjadi fokus perhatian. Alur ini lebih ke arah keadaan tokoh dibandingkan kejadian yang berurusan dengan alur..

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. Alur tokohan dibagi ke dalam beberapa jenis, yakni alur pendewasaan (maturing plot), alur pembentukan (reform plot), alur pengujian (testing plot), dan alur kemunduran (degeneration plot). Alur pemikiran lebih kepada mengungkapkan sesuatu menjadi bahan pemikiran, keinginan, perasaan yang menjadi masalah hidup dan kehidupan manusia. Alur pemikiran dibagi ke dalam alur pendidikan (education plot), alur pembukaan rahasia (revelation plot), plot afektif (affective plot), dan alur kekecewaan (disillusionment plot) (Nurgiyantoro, 2015:222-223). Alur cerpen pada umumnya tunggal, hanya terdiri atas satu urutan peristiwa yang diikuti sampai akhir. Urutan alur dapat dimulai dari mana saja. Karena cerpen beralur tunggal, konflik dan klimaks yang didapat biasanya tunggal pula. Dalam studi ini akan dipaparkan tahapan alur dan kriteria alur.. 1.6.1.2 Tokoh Menurut Baldic (Nurgiyantoro 2015:247) tokoh merupakan orang yang menjadi pelaku dalam karya sastra, sedangkan penokohan merupakan penghadiran tokoh dalam karya sastra baik secara langsung maupun tidak yang membuat pembaca menfasirkan kualitas diri melalui kata dan tindakan.Jenis-jenis tokoh dalam karya sastra dibedakan dalam beberapa jenis, salah satunya adalah tokoh utama (central character) dan tokoh tambahan (peripheral character).Tokoh utama ada tokoh yang diutamakan dalam cerita. Menjadi tokoh yang paling banyak diceritakan, ia menjadi penentu dalam perkembangan alur secara keseluruhan. Pemunculan tokoh tambahan biasanya diabaikan atau kurang mendapat perhatian. Tokoh utama dalam karya fiksi bisa saja lebih dari satu,.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. walaupun kadar keutamaannya belum tentu sama. Dari penjelasan tersebut, pembedaan tokoh lebih bersifat gradasi karena kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat, yakni tokoh utama (yang) utama, tokoh utama tambahan, tokoh tambahan (periferal) utama, dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan.. 1.6.1.3 Latar Latar atau setting disebut tempat, hubungan waktu sejarah dan lingkungan tempat terjadinya peristiwa dalam cerita (Abrams; Nurgiyantoro, 2015: 302).Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Dalam latar, terdapat tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial budaya.Latar sosial-budaya menunjukkan pada hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat. Latar sosial-budaya juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan. Dalam penelitian ini, latar hanya akan diidentifikasi dari segi latar sosial-budaya. Dalam studi ini, akan dipaparkan tiga rangkaian latar dalam analisis tiga cerpen karya Putu Wijaya.. 1.6.2. Ideologi dalam Perspektif Louis Althusser Ideologi dikaitkan dengan kekuatan struktur di mana politikus mencari. kekuatan. Ideologi, sosial, ekonomi, dan politik memengaruhi apa yang akan mereka lakukan dengan kekuatan ketika ingin meraih sesuatu. Kedua hal ini sulit untuk dipisahkan, hal ini juga berlaku bagi mereka yang menentang memiliki ideologi. Politik modern hanya bisa dimengerti dari referensi kerangka gerakan.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. ideologi yang baik yang di antaranya adalah konservatisme, liberalisme, sosialisme, fasisme, dan lain-lain. Jika ideologi itu sendiri adalah ‘jendela dunia’ maka ideologi adalah sebuah kaca jendela yang mengubah pandangan. Seringkali ideologi mengubah kenyataan dan mendorong konflik ‘ideologi seseorang adalah sebuah kepalsuan dari orang lain’. Dari kutipan itu, tidak ada satupun yang boleh terperangkap dalam pemikiran tentang semua ideologi itu memiliki vadilitas yang sama. Seseorang juga harus memahami tentang ideologi yang dipercayai dan memahami peran ideologi dalam politik dan sosial (Harisson and Tony, 2018: 136-138). Ideologi politik mengklaim definisi kebenaran sebagai kebebasan, keseteraan, keadilan, hak dan lembaga terbaik. Kumpulan kelompok yang disebut di atas berasal dari golongan sosial, di antaranya kelas, bangsa, profesi, organisasi keagamaan, dll. Kelompok tersebut mencakup masyarakat melakui rasa solidaritas dan kepaduan kepada anggota kelompok melalui nilai-nilai ideologi seperti penjelasan tentang masa lalu, analisis masa kini, biasanya pandangan masa depan dengan sebuah gambaran masa depan itu akan terjadi. Ideologi politik untuk banyak orang menjadi sebuah sistem kepercayaan ‘pseudo-religious’ yang memiliki banyak tanda dari komitmen orang percaya; bidat dianiaya, kebeneran adalah sebuah interpretasi dari kepercayaan yang dirumuskan, nabi dalam ideologi diidentifikasi dan ditentukan dari teks-teks tulisan yang mengarah pada sebuah kebeneran yang dibenarkan dalam sebuah pemikiran (Harisson and Tony, 2018: 137-138)..

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. Dalam The Germany Ideology (dibahas dalam Althusser 2015: 40) muncul sebuah rumusan tentang ideologi yang dipahami sebagai sebuah ilusi murni, sebuah mimpi murni, yang sebagai ketiadaan. Segala kenyataan terdapat di luar dirinya. Sehingga ideologi dipahami sebagai sebuah konstruksi imajiner yang statusnya sama persis seperti status teoretis dari mimpi di antara penulis para sebelum Freud. Bagi para penulis ini, mimpi adalah sesuatu yang murni, kosong, hampa, dan terkumpul (bricole) secara sembarangan. Ketika mata tertutup, dari sisa-sisa kenyataan yang penuh dan positif, yaitu kenyataan hari itu.Inilah status filsafat dan ideologi. Dengan demikian, ideologi bagi Marx adalah sebuah kumpulan (bricolage) imajiner, sebuah mimpi murni, kosong dan sia-sia, yang dibentuk dari ‘sisa-sisa hari itu’ dari satu kenyataan yang positif, yaitu sejarah konkret dari individu-individu yang konkret, yang secara material memproduksi keadaan mereka. Atas dasar ini, ideologi tidak memiliki sejarah dalam The Germany Ideology, karena sejarah berada di luar dirinya, di mana satu-satunya sejarah yang ada adalah sejarah dari individu-individu yang konkret. Dalam German Ideology ideologi dikatakan tidak memiliki sejarah sepenuhnya merupakan negatif karena dia berarti ideologi bukan apa-apa, sepanjang bukan impian belaka; frase ideologi tidak memiliki sejarah, yang artinya ideologi tidak memiliki sejarah sendiri.Untuk merujuk pada ideologi secara umum, harus disadari bahwa ideologi tidak memiliki sejarah atau bersifat abadi, ideologi bentuknya tidak dapat diubah disepanjang sejarah. Ideologi adalah.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. representasi dari relasi imajiner individu dengan kondisi keadaan riil mereka (Althusser 2015:43). Mekanisme ideologi secara umum terjadi. Jika di dalamnya terdapat kebenaran, mekanisme ini mesti abstrak dalam setiap kaitannya dengan formasi ideologi yang riil. Ideologi ini direalisasikan dalam institusi, dalam ritual-ritual dan praktik mereka, dalam ISA. Mereka secara nyata memberikan konstribusi dalam perjuangan kelas yang vital bagi kelas-kelas berkuasa dan reproduksi relasi-relasi produksi. Namun, cara pandang itu sendiri baik seberapa riilnya, akan bersifat abstrak.. 1.6.2.1 Ideologi adalah ‘Representasi’ Individu Imajiner pada Kondisi Nyata dari Eksistensinya Pada umumnya manusia dapat mengenali ideologi religius, ideologi etis, ideologi legal, ideologi politik, dan lain-lain.Sekalipun mereka mengasumsikan tidak menjalani ideologi apapun. Manusia mengakui pandangan-pandangan dunia sebagian besar imajiner, jika ideologi dibahas dari sudut pandang kritis, ideologi tidak berhubungan dengan realitas. Mengakui ideologi adalah sebuah ilusi, mereka juga mengakui ideologi mengatakan sesuatu tentang realitas. Hanya perlu ‘ditafsirkan’ untuk mengungkapkan realitas dunia. Dari penafsiran yang dilakukan, secara literal semuanya itu berpranggapan bahwa yang terefleksi dalam representasi imajiner atas dunia (dalam ideologi) adalah kondisi-kondisi eksistensi manusia, yaitu dunia nyata manusia..

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. Dari tesis Althusser yakni bukan kondisi-kondisi eksistensi nyata manusia dan dunia nyata yang ‘direpresentasikan sendiri’ oleh ‘manusia’ dalam ideologi. Relasi mereka dengan kondisi eksistensi yang terepresentasikan kepada mereka. Relasi ini merupakan sentral dari segenap hal yang bersifat ideologis, yakni representasi imajiner dari dunia nyata. Relasi ini merupakan ‘penyebab’ dan harus menjelaskan distorsi imajiner representasi ideologis dari dunia nyata. Sifat dasar imajiner dari relasi ini yang menggarisbawahi semua penyimpangan imajiner dalam ideologi. Semua hal yang direpresentasikan oleh ideologi dalam keniscayaan distorsi imajiner bukanlah relasi-relasi produksi yang ada, melainkan hubungan imajiner tiap individu terhadap relasi-relasi produksi dan hubunganhubungan yang berasal darinya. Yang direpresentasikan dalam ideologi bukanlah sistem relasi nyata yang menguasai individu, melainkan relasi imajiner dari indvidu yang membuatnya demikian. ‘Gagasan-gagasan’ atau ‘representasi-representasi’ membuat ideologi tidak memiliki eksistensi (ideale, ideelle) dan spiritual, melainkan keadaan material. Eksistensi ideal muncul secara ekslusif dalam sebuah ideologi ‘ide’ dan ideologinya ideologi. Keberadaan material dari ideologi dalam suatu aparatus dan praktik-praktiknya tidak memiliki modalitas yang sama seperti materi batu bata atau senapan. Materi eksis dalam pelbagai modalitas yang berbeda, yang berakar pada instansi akhir dalam materi ‘fisik’. Individu yang hidup dalam ideologi, dalam representasi tetap atas dunia dengan distorsi imajiner yang bergantung pada hubungan imajiner mereka terhadap eksistensinya atau relasi produksi dan relasi kelas..

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. Representasi ideologi yang ideologis dipaksa untuk mengakui setiap ‘subjek’ diberi ‘kesadaran’, dan percaya akan ‘ide’ yang diinspirasikan dari ‘kesadaran’ dalam dirinya dan bebas menerima keharusan untuk bertindak sesuai dengan ide-idenya. Sebagai subjek yang bebas, ia harus menginskripsi ide-ide miliknya ke dalam tindakan materialnya. Ide-ide dari subjek manusia memang eksis di dalam tindakan-tindakannya. Jika bukan seperti itu maka ideologi akan memberikan ide-ide lain yang berhubungan dengan tindakan-tindakan yang dijalankan. Ideologi ini berbicara tentang tindakan-tindakan yang disisipkan dalan praktik-praktik. Eksistensi ideide kepercayaan bersifat material dalam artian ide-ide dalam pelbagai tindakan materialnya yang disisipkan ke dalam praktik-praktik material, dikomando oleh pelbagai ritual yang sejatinya didefinisikan aparatur ideologi sebagai material tempat berasalnya ide-ide tersebut. Subjek bertindak sepanjang diperankan oleh sistem yang disusun sebagai berikut. Ideologi ada di dalam aparatus ideologi material, menentukan praktik-praktik material yang diperintahkan suatu ritual material, yang mana praktik-praktiknya ada dalam kesadaran berdasarkan kepercayaan (Althusser, 2015:39-47). Dalam ideologi tidak ada satupun praktik yang terjadi kecuali melalui dan dalam ideologi, serta tidak ada ideologi apa pun kecuali demi subjek dan melalui subjek..

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. 1.6.2.2 Ideologi Menginterpelasi Individu sebagai Subjek Tidak ada ideologi kecuali bagi subjek-subjek yang konkret dan tujuan bagi ideologi hanya memungkinkan lewat kategori subjek dan bentuk fungsionalisasinya. Kategori subjek merupakan kategori konstitutif dari semua ideologi karena ideologi tidak memiliki sejarah. Namun, kategori subjek hanya bersifat konstitutif dari semua ideologi sepanjang semua ideologi memiliki fungsi yang ‘mengkonstitusi’ individu-individunya sebagai subjek. Dalam interaksi konstitusi ganda terdapat fungsionalisasi semua ideologi, yakni ideologi adalah kekosongan, kecuali fungsionalisasinya dalam bentuk eksistensi material dari fungsionalisasinya. Kategori subjek adalah ‘keniscayaan’ utama, yang mana manusia adalah subjek dan menganggap suatu kata ‘menamai suatu benda’ atau ‘memiliki arti’ merupakan efek ideologi mendasar. Yang bekerja dalam reaksi ini adalah fungsi pengenalan ideologis yang merupakan salah satu dari fungsi ideologi yakni salah sangka (meconnaissance). Untuk merepresentasikan penyebab ‘subjek’ menjadi bentuk. konstitutif. ideologi,. terdapat. satu. cara. yakni. semua. ideologi. menginterpelasi individu sebagai subjek konkret dengan memungsikan sebagai kategori subjek. Semua ideologi menginterpelasi individu sebagai subjek konkret dengan memungsikan sebagai kategori subjek yakni ideologi berfungsi dengan suatu cara yang merekrut subjek-subjek di antara individu-individu atau mengubah indviduindividu sebagai subjek melalui operasi yang sangat presisi. Ideologi bersifat eksternal dan selalu menginterpelasi individu-individu sebagai subjek membawa.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. ke satu pengertian lain yakni individu-individu adalah subjek yang selalu mengakhiri (indivuals are always-already subject). Individu bersifat ‘abstrak’ berkenaan dengan ideologi yang selalu mengakhiri. Menurut Harrison dan Tony (2018) kajian terhadap ideologi dapat dibagi atas beberapa bagian, yaitu 1) Marxisme dan ekonomi/faktor kelas, 2) ideologi dominan. dan. ideologi. resistensi. (perlawanan),. 3). ideologi. restrifikasi. (terkungkung) dan ideologi bebas, 4) ideologi kiri, kanan, dan tengah.. (1) Marxisme dan Ekonomi/Kelas Faktor Dalam studi yang dilakukan oleh Marx dan Engels, terlebih dalam The German Ideology (1846) dijelaskan bahwa terdapat kaitan antara kondisi material dan masyarakat, yang mana kekayaan itu diproduksi (substruktur), untuk struktur kelas dan sistem kepercayaan (superstruktur). Saat sistem ekonomi berubah, ideologi menopang hal tersebut, sama seperti dengan sistem kelas ekonomi yang muncul dari ‘relasi produksi’ yang saling dihubungkan. Salah satu contohnya adalah liberalisme. Liberalisme adalah ideologi sama seperti ideologi lainnya. Sebagai salah satu kebenaran universal yang nilai-nilainya sesuai dengan semua kalangan dan tidak hanya untuk lingkungan liberalis. Liberalisme digunakan sebagai alat ideologi untuk melindungi dan memperkuat kepentingan kelas-kelas tertentu (borjuis) dan membantu mengeksploitasi kelas pekerja (proletar). Ideologi berkaitan dengan kelas jika masyarakat menjadi satu bagian dengan kelas masyarakat lainnya, maka konsekuensi akan terjadi revolusi proletar yang tidak bisa dihindari dan ideologi borjuis akan menghilang. Lenin dalam.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. bukunya What is to be Done? (1902) berkata jika strategi tidak hanya bekerja melalui pesta revolusi semata, tetapi juga melihat ideologi sosialis menjadi alat dari kaum proletar untuk menggulingkan kekuasaan dan kelas penguasa. Dalam hal ini, ideologi sebagai sebuah pembenaran dari peraturan. ‘eksploitasi manusia manusia’ dari kaum kapitalis berubah menajdi ‘eksploitasi manusia dari manusia’ di bawah sosialisme Soviet (Harrison dan Tony, 2018:138-139).. (2) Ideologi Dominan dan Ideologi Resistensi Ideologi digunakan oleh kaum sosial dominasi untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi kekuasaan dalam pertarungan ide. Ideologi dalam sosial kapitalis yang dimaksud adalah sesuatu yang digunakan untuk kelas dominasi untuk menegakkan peraturan. Mereka menembus lapisan masyarakat mulai dari budaya. populer. ke. sistem. pendidikan,. dari. institusi. keagamaaan. ke. olahraga.Proletar dalam hal ini menggunakan rantai untuk mengikat dirinya dengan kaum borjuis dengan sepenuh hati. Bagaimana pun, ideologi dominasi tidak memiliki lapangan untuk dirinya sendiri. Sosial dan kelompok politik dalam kekuasaannya tidak selalu tunduk pada legitimasi sistem yang mereka gunakan. Ideologi resistensi (perlawanan) atau konter-ideologi, berkembang untuk satu tujuan dan maksud sosial dan perjuangan politik dari orang-orang yang ingin reformasi atau menggulingkan struktur politik (Harisson dan Tony, 2018: 139140)..

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. (3) Ideologi Terkungkung dan Ideologi Bebas Ideologi terkungkung adalah kumpulan ide yang dari kerangka yang terusun dengan baik, seperti yang dilihat dalam teks-teks ideologi tradisional yang membentuk kehidupan politik modern. Liberalisme, konservatisme, sosialisme, Marxisme, fasisme, dan lain-lain serta gerakan yang dikenali sastra sebagai prinsip utama dari sistem kepercayaan ideologi. Istilah ini menunjukkan gambaran kekerasan, kesempitan, dan kefanatikan terhadap ideologi. Referensi dari nilainilai pemikiran dan tindakan, rasa identitas dengan, dan komintemen untuk, seringkali memperlihatkan tingkat fleksibelitas dalam penggunaan praktik ideologi untuk tetap berhubungan dengan dunia sekitar dan tetap relevan dengan masalah kontemporer. Ideologi ini bisa menjadi alasan rasionalitas dari pihak yang berkomitmen dari kelompok sosial. Hanya saja, jutaan orang bisa tertindas atau kehilangan gerakan politiknya karena adanya dorongan paksaan kebeneran ideologi dalam masyarakat (Harisson dan Tony, 2018:140-141). Ideologi bebas adalah serangkaian ideologi yang diasumsikan dan dibagi oleh kelompok sosial. Manusia adalah bentukan dari ideologi, sekalipun ideologi yang dimiliki tidak harus dipikirkan dengan baik atau logis. Penganut ideologi ini mungkin tidak menyadari ideologi bahwa mereka ideologis. Hanya terasa seperti mereka bekerja menggunakan akal sehat (Harisson dan Tony, 2018: 141)..

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. (4) Ideologi Kiri, Kanan, dan Tengah Pengaplikasian tentang kiri dan kanan pada politik pertama kali dikenalkan dari Prancis Estates General3 (1789) yang diketuai oleh raja Louis XVI. Ideologi kanan lebih kepada patriotisme, ketertiban, disiplin sosial, nilai-nilai tradisional, kecurigaan penuh pada pemerintah, kebebasan dan individualitas sebagai bentuk kebaikan politik yang lebih tinggi daripada kesetaraan. Ideologi kanan sering dikenal dengan ideologi agamawis. Ideologi tengah memiliki nilai yang berbeda, sedikit menyertakan ketimpangan, negara berperan besar dalam membantu individu, tekanan besar dari kebebasan, dan optimisme tentang kemungkinan untuk meningkatkan sifat manusia dan masyarakat. Ideologi tengah sering disebut dengan ideologi liberalisme. Sedangkan ideologi kiri menekankan pada peran negara dalam membuat kesetaraan sosial tumbuh, termasuk di dalamnya adalah kolektif atas alat produksi, penekanan besar terhadap hak-hak kelas dan analisis kelas dalam masyarakat. Ideologi kiri sering juga disebut ideologi komunis (Harrison dan Tony, 2018:141-142). Dalam studi ini, kajian ideologi akan mencakup 1) ideologi adalah sebuah ‘representasi’ individu dari kondisi imajiner menjadi nyata dalam eksistensinya melalui aparatus negara, 2) ideologi yang menginterpelasi individu melalui sebuah operasi, dan 3) jenis ideologi yang memperlakukan individu sebagai sebuah subjek.. 3. Tingkatan yang ada di Prancis yang sebelum Revolusi Prancis mewakili tiga tingkatan. Tingkatan pertama yaitu bangsawan, kedua pendeta, dan yang ketiga adalah seluruh masyarakat..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. 1.6.3. Aparatus Negara dalam Perspektif Louis Althusser Repressive State Apparatus (RSA) terdiri dari pemerintah, administrasi,. tentara, polisi, tentara, pengadilan yang dari pengertian represi mengarah kepada sesuatu yang befungsi dengan kekerasan. RSA adalah sebuah totalitas yang terorganisir, yang bagian-bagiannya disentralisir di bawah sebuah kesatuan yang memimpin, yaitu politik perjuangan kelas yang dilakukan oleh representasi politik dari kelas berkuasa yang memegang kekuasaan Negara. RSA dipastikan oleh organisasinya yang padu dan tersentralisir di bawah kepemimpinan dari representasi kelas yang berkuasa, yang melakukan politik perjuangan kelas dari kelas yang berkuasaan (Althusser, 2008: 19-20). Peran RSA sejauh ini merupakan sebuah aparatus represi, terumata adalah mengamankan dengan kekuatan fisik (fisik atau yang lain) kondisi politik dari reproduksi relasi-relasi produksi, yang pada akhirnya adalah relasi eksploitasi. Aparatus negara tidak hanya berkonstribusi dalam memproduksi diri sendiri, tetapi juga mengamankan dengan represi (mulai dari kekuatan fisik yang paling brutal sampai pada sensor terbuka dan tersembunyi) (Althusser, 2008: 20-25). Ideology State Apparatus (ISA) sebagai sejumlah kenyataan yang menampilkan diri mereka sebagai pengamat terdekat dalam bentuk institusiinstitusi yang berbeda. ISA memiliki banyak jenis dan sebagai badan yang tidak langsung terlihat.Jika RSA sepenuhnya berada di ruang lingkup publik, maka ISA sebagian besarnya berada di wilayah privat. ISA ada banyak, berbeda-beda, relatif otonom, dan mampu menyediakan sebuah lapangan objektif bagi kontradiksi yang.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. mengekpresikan dalam bentuk yang tebatas atau ekstrim. Efek dari benturan perjuangan kelas kapitalis dengan peruangan kelas proletariat, dan juga bentukbentuk subordinat mereka.ISA yang berbeda, dipastikan, biasanya dalam bentukbentuk yang kontradiktif oleh ideologi yang berkuasa, yakni ideologi kelas yang berkuasa. Ini adalah institusi-institusi yang disebut sebagai ISA: . ISA agama (sistem gereja yang berbeda),. . ISA pendidikan,. . ISA keluarga,. . ISA hukum,. . ISA politik,. . ISA serikat buruh,. . ISA komunikasi,. . ISA budaya. Fungsi ISA dalam peran tunggal (karena dimiliki) mereka dalam. reproduksi relasi-relasi produksi.Memang dalam kinerjanya ISA relatif banyak dalam formasi sosial kapitalis pollitik kontemporer, misalnya pendidikan, budaya, keluarga, agama, politik, dsb. Namun, dalam formasi sosial yang cara produksinya dicirikan oleh perhambaan, ISA lebih sedikit dan jenis-jenis individualisnya berbeda (Althusser, 2008:20). Dalam studi ini, kajian Repressive State Apparatus (RSA) dan Ideology State Apparatus (ISA) meliputi 1) jenis-jenis lembaga yang berperan sebagai RSA atau ISA dan 2) Fungsi RSA dan ISA..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. 1.7 Metodologi Penelitian 1.7.1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan Paradigma M. H. Abrams, (Taum, 1997: 17). dalam buku The Mirror and Lamp: Romanitic Theory and The Critical Tradition Abrams menyatakan empat pendekatan terhadap karya sastra secara keseluruhan. Pendekatan tersebut di antaranya pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan pada aspek pengarang), pendekatan mimetik (mengutamakan aspek semesta), pendekatan pragmatik (pendekatan. yang mengutamakan pembaca), dan. pendekatan objektif (terfokus pada karya sastra itu sendiri). Setelah Taum melakukan reposisi terhadap teori Abrams, terdapat dua pendekatan baru menggunakan paradigma Abrams yakni pendekatan eklektik dan pendekatan diskurtif. Pendekatan ekletik yakni pendekatan yang menggabungkan beberapa pendekatan Abrams untuk memahami sebuah fenomena sastra. Studi ini menggunakan pendekatan objektif (kajian struktur) dan pendekatan diskurtif (Louis Althusser). Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Pendekatan objektif memusatkan perhatiannya pada unsur intrinsik. Pendekatan ini menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis dan unsur-unsur sosialkultural lainnya. Oleh karena itu, pendekatan objektif disebut juga analisis otonomi, analisis ergocentric, pembacaan mikroskopi (Ratna 2012:73). Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur yang mempertimbangkan keterlibatannya dengan unsur lain..

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. Yang hendak dikaji dari pendekatan ini seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa serta hubungan harmonis antar aspek yang membangun karya sastra. Pendekatan diskurtif menekankan diskursus (wacana sastra) sebagai sebuah praktik dari diskurtif. Istilah diskurtif sendiri mengarah pada wacana. Kritik sastra diskurtif tidak terlepas dari praksis-praksis sosial, ekonomi, dan politik pada periode yang sama karena sastra menjadi bagian dari hal tersebut. Kritik sastra diskurtif memungkinkan karya sastra itu dikaji dari bagian karya sastra itu sendiri. Kritik sastra diskurtif menunjukkan area baru penelitian sastra yang belum dirambah oleh teori sastra yang lain, yaitu teks-teks sastra dan nonsastra sebagai sebuah representasi kekuasaan yang dibangun melalui praktifpraktif diskurtif (Taum. 2017: 5). Menurut Taum, kritik sastra diskurtif bertujuan membongkar praktik-praktik bagian dari representasi sastra dan membangun kesadaran terhadap diskursivias kebudayaan.. 1.7.2. Objek Material dan Objek Formal Objek material dari penelitian ini adalah tiga cerpen karya Putu Wijaya.. Dari karya-karya Putu Wijaya yang diterbitkan dan dibaca dengan cermat, dipilih tiga cerpen yang mewakili penelitian ini yaitu‘Babi’ dalam antologi cerpen Gres: 17 Cerita Pendek, ‘Merdeka’ dalam antologi cerpen Klop , dan‘Amensti’ yang diterbitkan Kompas di tahun 2018. Objek formal dari penelitian ini adalah teori ideologi dan aparatus negara dari Louis Althusser yang menekankan pada ideologi dan aparatus negara yang.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. tidak hanya terbatas pada ideologi semata, tetapi juga pada sebuah gejala struktural secara ter-overdeterminasi. Objek formal ini membantu dalam memahami ideologi dan kinerja aparatus negara dalam cerpen tersebut.. 1.7.3. Teknik Analisis Data Metode pengempulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi. pustaka, teknik baca, dan teknik catat.Teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 1992: 42). Data yang diperoleh berupa tulisan, maka dari itu perlu dilakukan pembacaan dan mencatat hal-hal yang diperlukan untuk disimpulkan dan dipelajari untuk dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam hubungan dengan objek yang akan diteliti. Teknik baca merupakan teknik yang dilakukan dengan cara membaca tiga cerpen karya Putu Wijaya secara berulang-ulang untuk memperoleh pemahaman secara keseluruhan tentang isi ketiga cerpen tersebut. Teknik catat berupa memilih kutipan baik berupa frase, kalimat, ataupun paragraf yang kemudian diklasifikasikan dan dikelompokkan datanya sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Data yang dicatat disertakan pula kode sumber datanya untuk penyelesaian ulang terhadap sumber data ketika diperlukan dalam rangka analisis data (Subroto, 1992: 41). Metode penelitian ini juga menggunakan metode analisis konten atau analisis isi.Analisis konten adalah analisis yang bertujuan untuk menangkap pesan karya sastra.Analisis konten didasari dari penulis yang ingin mengungkapkan pesan tersembunyi kepada pembaca sehingga pesan tersebut harus dilacak (Endraswara, 2008: 161). Konten analisis terdiri dari dua macam, yaitu isi laten.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dalam dokumen atau naskah. Sedangkan isi komunikasi adalah isi yang terkandung sebagai akibat dari komunikasi yang terjadi (Ratna, 2012: 48). Metode penyajian analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang menggambarkan atau melukiskan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi dan Martini, 1996:73). Penelitian deskriptif kualitatif berusaha mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Mukhtar, 2013: 28).. 1.8 Sistematika Penyajian Penelitian ini berjudul “Ideologi dan Aparatus Negara Dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya: Prespektif Louis Althusser”. Hasil penelitian ini akan dibagi dalam lima bagian. Bab pertama berisi latar belakang yang menjelaskan objek material dan objek formal dari penelitian ini. Korpus penelitian ini adalah karyakarya dari Putu Wijaya yang diambil dari sumber-sumber yang berbeda, yaitu antologi Gres: 17 Cerita Pendek, cerpen terbitan Kompas tahun 2018, dan antologi Klop. Objek material dari penelitian ini adalah tiga cerpen karya Putu Wijaya, yaitu ‘Babi’, ‘Amnesti’, dan ‘Merdeka’. Objek formal yang digunakan adalah teori ideologi dan aparatus negara dari Louis Althusser. Pada bab ini, dijelaskan rumusan masalah serta tujuan dari penulisan. Rumusan masalah dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu (1) Bagaimana isi struktur cerpen dalam tiga cerpen.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. karya Putu Wijaya? (2) Apa bentuk ideologi yang terdapat dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya? (3) Bagaimana bentuk aparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya? Adapun, tujuan penelitian ini adalah (1) Menjabarkan struktur cerpen dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya (2) Mendeskripsikan ideologi yang ada dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya (3) Mendeskripsikan bentuk-bentuk aparatus negara dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya. Dalam bab ini juga dipaparkan tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Bab dua berisi deskripsi dari rumusan masalah pertama, pada bab ini akan dijabarkan tentang struktur cerpen. Pendekatan struktur akan menjelaskan isi struktur cerpen. Yang nantinya setelah isi struktur dirancang, maka langkah berikutnya adalah mendeskripsikan ideologi yang hasilnya akan diperoleh menggunakan metode analisis konten. Bab tiga berisi tentang hasil dari analisis konten yang telah dilakukan. Ideologi-ideologi yang telah didapatkan dari analisis konten sebelumnya, akan dideskripsikan dan dijelaskan secara rinci tentang ideologi yang mendasari tiga cerpen karya Putu Wijaya. Setelah kinerja ideologi ditemukan dalam ketiga cerpen tersebut, maka akan dilanjutkan dengan pendeskripsian aparatus negara yang bekerja. Bab empat adalah kelanjutan dari bab sebelumnya. Bab empat terfokus pada aparatus-aparatus negara yang ada di dalam cerpen, serta mendeskripsikan wujud dari aparatus negara yang bekerja dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya. Bab lima berisi penutup dari penelitian ini. Bab ini berisi kesimpulan dan saran dalam pengembangan penelitian selanjutnya. Kesimpulan ditarik dari hasil.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33. penelitian dari bab II dan III. Sedangkan, saran berisi sumbangan dari peneliti yang berguna untuk penelitian yan sejenis, juga menjadi masukan untuk penelitian selanjutnya, agar penelitian sejenis akan terus berkembang..

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II ANALISIS STRUKTUR TIGA CERPEN KARYA PUTU WIJAYA. 2.1 Pengantar Dalam Bab II ini akan dipaparkan analisis struktur tiga cerpen karya Putu Wijaya. Tiga cerpen tersebut adalah ‘Babi’ yang dipublikasikan dalam antologi cerpen Gres: 17 Cerita Pendek terakhir dipublikasikan pada tahun 2000, cerpen ‘Merdeka’ yang dipublikasikan dalam antologi cerpen Klop dan terbit pada tahun 2010, dan cerpen ‘Amnesti’ yang dipublikasikan dalam koran Kompas pada 16 September 2018. Tiga cerpen ini sendiri memuat tema yang sama yaitu kekuasaan dan diilustrasikan dalam bentuk yang berbeda. Dalam Bab I telah dijelaskan analisis struktur tiga cerpen karya Putu Wijaya merupakan bagian dari pendekatan objektif. Dalam analisis tersebut digunakan metode analisis konten untuk mengkaji alur, tokoh dan penokohan, serta latar. Hasil kajian tersebut menjadi dasar mengungkapkan ideologi yang terdapat dalam tiga cerpen karya Putu Wijaya. Dalam bab ini akan dipaparkan alur, tokoh dan penokohan, serta latar dari tiga cerpen karya Putu Wijaya.. 34.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35. 2.2 Kajian Struktural dalam Cerpen ‘Babi’ Karya Putu Wijaya 2.2.1. Alur Dalam cerpen ‘Babi’ karya Putu Wijaya terdapat empat tahapan alur,. yakni (1) tahap situation, (2) tahap generating circumstances, (3) tahap rising action, dan (4) tahap climax.. 2.2.1.1 Tahap Situation Tahap ini dikenal sebagai tahap penyituasian, sebagai tahap pemberian informasi awal. Tahap situation dalam cerpen ‘Babi’ digambarkan sebagai berikut. Tokoh ‘Ia’ setiap kali menulis namanya, akan keseleo menjadi kata “babi”. Hal itu membuatnya menjadi dongkol, memilih untuk bertemu dengan seorang ahli jiwa dan seorang ulama. Sayangnya, yang diinginkan tidak sesuai harapan. Ia pun frustasi dan pergi ke dokter bedah agar tangannya dipotong. Dokter bedah mendengarkan keluhan ‘Ia’ dengan penuh pengertian, walaupun alasannya bukan berdasarkan alasan medis. Hanya saja, dia tampak ragu tangan mana yang akan dia potong. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan jika tokoh ‘Ia’ dongkol dengan tangannya dan berusaha untuk mencari jalan keluar. Tidak mendapatkan hasil yang diinginkan melalui ilmu jiwa dan ulama, membuat ‘Ia’ pergi ke dokter bedah untuk memotong tangannya. Hal ini bagian dari pengenalan cerita karena menjadi dasar pengembangan konflik di tahap selanjutnya..

Gambar

Gambar 1. Tahap Alur Cerpen ‘Babi’
Gambar 2. Tahap Alur Cerpen ‘Merdeka’
Gambar 3. Tahap Alur Cerpen ‘Amnesti’
Tabel 1. Alur dalam Tiga Cerpen Karya Putu Wijaya
+4

Referensi

Dokumen terkait

BAB III ANALISIS HEGEMONI SISTEM KASTA DALAM BMBM KARYA PUTU WIJAYA.. 3.1 Sinopsis

Penelitian ini membahas mengenai kesantunan imperatif pada naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. Ada dua tujuan yang dicapai dalam penelitian ini. 1) Mendeskripsikan

Penelitian ini membahas mengenai kesantunan imperatif pada naskah drama Gerr karya Putu Wijaya. Ada dua tujuan yang dicapai dalam penelitian ini. 1) Mendeskripsikan

Penggambaran latar waktu dalam cerpen Dokter karya Putu Wijaya adalah ketika dokter John dijemput untuk mengobati orang yang menurut dukun dapat kiriman ular.. Latar yang

Tinjauan Intrinsik Drama Bila Malam Bertambah Malam dan Edan karya Putu Wijaya. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti pembaharuan yang dilakukan Putu Wijaya dalam menulis lakon

Naskah Blong karya Putu Wijaya menjadi pilihan untuk mencurahkan gagasan kreatif sutradara ke dalam sebuah pementasan teater. Naskah Blong karya Putu Wijaya memberi ruang

Sementara itu, berbeda dengan drama Aduh karya Putu Wijaya , drama yang terdiri dari tiga babak ini mengambarkan absurditas para tokoh dalam meneliti seseorang yang

Jadi dapat disimpulkan gaya bahasa yang ditemukan dalam naskah 100 Monolog karya Putu Wijaya cenderung ke personifikasi yang menggambarkan benda mati seolah-olah hidup, kemudian