• Tidak ada hasil yang ditemukan

iii) Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi

(1) Pembangunan Database Pegawai

Dalam peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi, peningkatan kualitas database pegawai menjadi sangat krusial. Hal tersebut diakibatkan oleh semakin tingginya tuntutan terhadap fungsi database, yang ke depan akan beroperasi sebagai centre of processing semua mekanisme dan substansi pekerjaan. Database ke depan tidak hanya berfungsi sebagai pencetak daftar riwayat hidup, daftar urut kepangkatan, rekapitulasi pegawai pension, dan aspek administrasi kepegawaian lainnya, akan tetapi diharapkan dapat menjelma sebagai satu wadah dalam membuat peta karier, penilaian kinerja individu, mekanisme evaluasi dan pemeringkat jabatan, pemroses remunerasi pegawai dan kebutuhan peningkatan manajemen lainnya.

(2) Pembangunan dan Penerapan Manajemen Kinerja Organisasi dan Individu Sistem Mananjemen Kinerja merupakan alat manajemen strategi yang menerjemahkan visi, misi dan strategi yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) dan Road-map Ditjen. Bina Marga ke dalam suatu rencana implementasi. Manajemen Kinerja sendiri dapat digunakan sebagai alat yang menghasilkan umpan balik untuk kinerja dilingkungan organisasi dengan didukung oleh komitmen pimpinan unit penanggung jawab IKU yang dituangkan dalam bentuk Kontrak Kinerja Tahunan. Kontrak Kinerja tersebut ditandatangani oleh pimpinan unit penanggung jawab IKU bersangkutan dan disetujui oleh atasan langsungnya. Kontrak Kinerja berisi seluruh IKU yang menjadi tanggung jawab masing-masing unit organisasi/individu.

Ditjen. Bina Marga telah memiliki IKU dan Rencana Strategis (Renstra) 2010 – 2014 yang selanjutnya perlu dijabarkan ke dalam suatu dokumen Rencana Implementasi A untuk dapat memonitor pencapaian Renstra berdasarkan Sistem Manajemen Kenerja (SIMAK). SIMAK merupakan suatu aplikasi sebagai alat untuk organisasi yang fokus terhadap strategi (strategic focused organization) dan digunakan sebagai instrumen untuk mengukur, menilai dan memonitor kerja kinerja dari tingkat Ditjen. Bina Marga sampai dengan tingkat satuan kerja (Eselon II) dengan menggunakan berbagai metode pendekatan, antara lain balanced scorecard.

Pada dasarnya sistem Manjemen Kinerja dilaksanakan secara berjenjang untuk tingkat organisasi dan tingkat individu. Pada tingkat organisasi, kinerja organisasi diturunkan ke seluruh unit organisasi yang ada di bawahnya sampai dengan unit Eselon IV dan staf maupun pada unit pelaksana ditingkat Satker. Proses penurunan indikator kinerja organisasi ke unit organisasi yang lebih rendah disebut sebagai cascading atau penyelarasan vertical (vertical alignment)

karena proses penyelarasan dilakukan menurut garis vertikal mulai dari

level paling atas organisasi (top down) hingga level terendah dan juga sebaliknya secara bottom-up, secara iteratif hingga mencapai kesepakatan disemua level organisasi. Sistem Manajemen Kinerja terdiri dari Manajemen Kinerja organisasi dan Manajemen Kinerja individu. Sistem Manajemen Kinerja organisasi pada dasarnya adalah Sistem Akuntablitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang telah diterapkan oleh Ditjen. Bina Marga. Sistem Manajemen Kinerja karenanya merupakan pengembangan Sistem AKIP sebagai manajemen strategis dintegrasikandengan sistem Manajemen Kinerja individu berbasiskan pada

56 manajemen SDM. Ilustrasi integrasi sistem manajemen yaitu manajemen strategis dan manajemen individu dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut:

57 Siklus sistem Manajemen Kinerja mempunyai siklus yang baku yaitu :

1. Perencanaan kinerja, berupa penetapan indikator kinerja

lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang diinginkan.

2. Pelaksanaan, dimana organisasi bergerak sesuai dengan rencana.

3. Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya.

4. Penerapan sistem reward and punishment yang bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa bentuk lain seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja berdasarkan performance appraisal atau penilaian kinerja

Agenda prioitas Ditjen. Bina Marga untuk kegiatan sistem Manajemen Kinerja organisasi dan individu adalah pengembangan SAKIP yang diitengrasikan dengan sistem Manajemen Kinerja individu berdasarkan program penataan SDM. Pengembangan sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 2013, meliputi struktur kinerja organisasi di tingkat struktural pusat dikembangkan sampai dengan unit Eselon IV sedangkan pada tingkat Balai Besar/ Balai penjabaran kinerja organisasi sampai dengan tingkat pelaksana. Pada tahun 2012-2014 sistem Manajemen Kinerja diujicobakan secara parsial pada unit atau satuan kerja yang telah terpilih berdasarkan pelaksanaan quick wins. (3) Meningkatkan Kualitas LAKIP dan Laporan Keuangan Penyelenggaraan Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) sudah mulai dilaksanakan sejak diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) sebagai upaya untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih, dan bertanggung jawab. Penyelenggaraan SAKIP merupakan

tindak lanjut dari pelaksanaan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

58 Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang diikuti dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor (UU) 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sejalan dengan berbagai hal tersebut di atas, upaya reformasi dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintahan terus dilakukan dari waktu ke waktu antara lain dengan diterbitkannya UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Sebagai pelaksanaan atas UU tersebut telah diterbitkan 2 (dua) Peraturan Pemerintah (PP), yaitu: PP No. 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP No. 21/2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/ Lembaga. Selanjutnya pada tahun 2004 juga diberlakukan UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 25/2004 memiliki 2 (dua) peraturan pelaksanaan, yaitu PP No. 39/2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP No. 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional. Sedangkan untuk mengimplementasikan UU No. 1/2004, diterbitkan PP No. 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Dalam perkembangannya sejak tahun 2004, SAKIP telah menjadi kerangka kerja yang mengintegrasikan dan menyelaraskan keseluruhan tahapan pembangunan dalam arti luas melalui suatu siklus perencanaan sektor publik yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaaan, dan evaluasi kinerja dengan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate. Sistem tersebut dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP). Landasan hukum mengintegrasikan dan mengharmonikan SAKIP dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan SAP mengacu pada peraturan perundang- undangan yang terkait, yaitu Inpres No. 7/1999 tentang AKIP, Inpres No. 5/2004 tentang Percepatan Pemberantas Korupsi, serta UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.25/2004 tentang SPPN beserta PP dan peraturan pelaksanaan yang menjadi turunannya. UU No. 17/2003 menyatakan bahwa Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa laporan

keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sesuai UU No. 1/2004 pertanggungjawaban penganggaran dilakukan dalam proses keuangan dan laporan kinerja non keuangan atau laporan kinerja. Selain itu PP No. 20/2004 juga telah menyebutkan bahwa Kementerian/Lembaga diwajibkan membuat laporan kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran yang berisi keluaran kegiatan dan indikator kinerja masing-masing program.

Dalam rangka mengimplementasikan secara penuh amanat UU tersebut, upaya pemerintah dalam periode pemerintahan 2010-2014 adalah melaksanakan reformasi perencanaan dan penganggaranserta manajemen berbasis kinerja di lingkungan pemerintahan. Reformasi tersebut sebagai prasyarat dalam penerapan good governance agar penyelenggaraan pemerintahan dapat memberikan hasil dan manfaat nyata bagi masyarakat. Hal ini merupakan wujud keinginan dan tekad pemerintah untuk memenuhi tuntutan yang mengharuskan pemerintah menerapkan manajemen pemerintahan yang lebih berorientasi pada hasil dan manfaat. Kedua UU ini juga mengamanatkan pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja dengan perspektif jangka menengah dalam suatu kerangka

59 Kerangka Pengeluaran Berjangka Menengah (KPJM) atau Medium Term Expenditure Framework,dan anggaran terpadu (Unified Budgeting). Reformasi ini dilaksanakan mengingat sistem yang ada samapai dengan tahun 2009 belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai alat ukur efektivitas pencapaian sasaran pembangunan, efisiensi belanja, dan akuntabilitas kinerja. Melalui reformasi tersebut, maka upaya penyempurnaan struktur program dan kegiatan yang diimplementasikan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 dan Rencana Strategis Ditjen. Bina Marga (Renstra K/L) 2010-2014 serta pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) 2011 harus sudah dilakukan oleh seluruh instansi pemerintahan. Berdasarkan reformasi perencanaan dan penganggaran tersebut Ditjen. Bina Marga sejak tahun 2009 telah mengembangkan SAKIP menjadi kerangka kerja yang mengintegrasikan dan menselaraskan keseluruhan tahapan pembangunan dalam arti luas melalui suatu siklus perencanaan sector public yang dimulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaaan, dan evaluasi kinerja dengan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate. Sistem tersebut dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP).Pada tahun 2009 Ditjen. Bina Marga telah melaksanakan restrukturisasi program dan kegiatan yang dimuat dalam Rencana Strategis Ditjen. Bina Marga tahun 2010-2014 melalui Peraturan Menteri No. 2 tahun 2010 dan penetapan IKU melalui Permen No.3 tahun 2010. Selanjutnya berdasarkan reorganisasi Ditjen. Bina Marga tahun 2010, dilaksanakan penyempurnaan struktur program dan kegiatan dan IKU yang selanjutnya ditetapkan dalam permen PU No. 22 tahun 2010 tentang Revisi Renstra dan Permen No.23 tahun 2010 tentang IKU.

Selanjutnya hasil evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Ditjen. Bina Marga, merekomendasikan untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas dan Manajemen Kinerja. Berdasarkan hal tersebut, langkah berikutnya dalam pengembangan SAKIP adalah mengintegrasikan sistem tersebut dengan sistem manajemen kinerja organisasi dan individu SDM berbasis pada program penataaan manajemen aparatur SDM.

Dengan mengintegrasikan system tersebut diharapkan peningkatan

kualitas SAKIP dan SAK/ BMN melalui program dan kegiatan reformasi birokrasi dapat diwujudkan.

(4) Penerapan Tunjangan Kinerja

Dalam proses reformasi birokrasi, tujuan capaian yang diharapkan adalah

peningkatan pelayanan public, birokrasi yang bersih dan bebas dari KKN, peningkatan akuntabilitas kinerja birokrasi, dan birokrasi yang sejahtera. Dalam mendukung tujuan tersebut, terutama aspek keempat, terdapat tuntutan penyesuaian terhadap gaji pokok (fixed salary) dan incentive lainnya (variable incomes). Oleh karena gaji pokok langsung terkait dengan kebutuhan anggaran pemerintah, maka kenaikan kecil saja akan sangat berpengaruh terhadap neraca keuangan Negara dan respon public. Untuk itu, pemerintah mencanangkan penyesuaian pendapatan pegawai negeri akan dilaksanakan pada area variable income saja atau pada tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja yang akan diberikan, tentu saja memiliki banyak parameter pengukuran dalam pemberiannya. Tunjangan kinerja ini akan dikaitkan dengan pelaksanaan Key Performance Indicator secara progresif, yaitu semakin tinggi grade dan pencapaian terhadap kinerja pekerjaan, maka akan semakin tinggi pula potensi

60 pendapatan. Untuk tahap awal usulan tunjangan kinerja di lingkungan Ditjen. Bina Marga, porsi dan prosentase bobot kenaikan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, untuk golongan I sampai golongan III/a diusulkan tunjangan kinerja sebesar 70%, 85% dan 100% untuk tahun 2012, 2013 dan 2014. Sementara itu, untuk golongan III/a ke atas, bobot dan kenaikan tunjangan kinerja yang diusulkan mengikuti skema 50%, 75% dan 100% sampai dengan tahun 2014. Skema ini bertujuan untuk memberikan stimulan bagi para pegawai yang berada pada golongan menengah ke bawah, yang akan merasakan dampak signifikan terhadap kenaikan tunjangan kinerja tersebut. Harapannya, kinerja pegawai, terutama yang berada di level operasional yang memang rentan terhadap fluktuasi kinerja akan segera dapat membaik.

E. Waktu dan Tahapan Pelaksanaan

i) Tahun 2011 : Persiapan

Dokumen terkait