• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iin Indriyan

Dalam dokumen Merayakan Literasi Menata Masa Depan (Halaman 69-75)

menurut saya cukup berhasil; yaitu, memancing kegairahan membaca anak melalui pertanyaan-pertanyaan.

Kegiatan meminjam dan membaca buku sudah dilakukan siswa sejak mereka duduk di Kelompok Bermain (sebagian besar murid kelas 5 sudah bersama-sama sejak Kelompok Bermain sampai sekarang).Sekolah kami juga secara konsisten mengadakan kegiatan Reading Time sejak sekolah iniberdiri tahun 2005. Buku-buku cerita sudah menjadi bagian dari kegiatan di SD GagasCeria. Namun, semakin anak beranjak dewasa, minat membaca itu sepertinya perlahan menurun. Suatu kali, saya pernah meminta anak-anak saya untuk memilih membaca buku cerita atau menggambar. Ternyata sebagian besar dari mereka memilih untuk menggambar. Menanggapi kenyataan ini, sekolah sudah merencanakan untuk menetapkan judul buku tertentu sebagai ‘buku wajib baca’ untuk masing-masing jenjang, dari kelas 1 sampai kelas 6. Sambil menunggu daftar judul buku yang akan ditetapkan sekolah, saya dan seorang rekan guru mulai memikirkan tentang buku apa yang menarik sehingga wajib dibaca oleh anak kelas 5. Pilihan kami jatuh kepada buku Laskar Pelangi karya Andre Hirata. Menurut kami, buku ini sesuai untuk anak berusia praremaja, dan mengangkat topik pendidikan dengan sangat baik.

Kegiatan membaca buku Laskar Pelangi di kelas saya diawali dengan membaca Bab 1 pada pelajaran Bahasa Indonesia. Saat itu saya mencoba mengintegrasikannya dengan bahasan ide pokok. Anak-anak diajak untukmencari

ide pokok dari setiap paragraf dan menuliskannya di buku catatan. Ternyata, pemahaman tentang ide pokok sendiri bagi anak-anak kelas 5 masih membingungkan. Hal ini terlihat dari catatan mereka. Kebanyakan mereka menuliskan kalimat utama, bukan ide pokok. Saya berpikir bahwa kegiatan mencari ide pokok dari Bab 1 Buku Laskar Pelangi ternyata belum tepat. Saya perlu mencari ide kegiatan lain dengan menggunakan buku tersebut. Apakah saya belum menggunakan media yang tepat untuk pembelajaran Bahasa Indonesia terkait ide pokok? Itulah yang terbersit dalam benak saya. Apakah buku itu terlalu tebal sehingga tidak menarik?

Keinginan untuk mengajak anak ‘kembali membaca’ sangat kuat. Saya bertekad tetap akan menggunakan novel tebal itu. Saya mencari cara lain agar mereka mau membaca dengan sungguh-sungguh.Kali ini, saya akan mencoba meminta anak-anak untuk membacanya pada kegiatan yang terpisah dengan pembelajaran. Saya pilih kegiatan Reading Timeuntuk meneruskan membaca kembali bab 1 dan bab 2 dengan lebih tekun. Hasilnya? Hanya beberapa anak saja yang membaca – anak-anak yang memang hobi membaca. Yang lain hanya membolak-balik halaman bukunya atau mengobrol dengan teman di sekitarnya.

Saya harus mengubah strategi agar mereka benar- benar membaca. Pada Reading Time selanjutnya, saya mengajak lagi mereka membaca. Masih tetap Bab 1 dan Bab 2. Anak-anak yang hobi membacatentu saja masih

tekun membaca. Anak-anak yang tidak berminat membaca memilih untuk membicarakan hal-hal yang mereka senangi (mengobrol, red). Saatnya mencoba strategi baru. Saya lontarkan pertanyaan pertama. Siapakah nama 10 murid baru di SD Muhammadiyah? Tanya saya. Anak-anak yang tertarik membaca sejak awal mulai mencari nama-namanya. Salah satu anak berinisiatif untuk menuliskan nama-nama yang ia dan teman-temannya dapatkan dari Bab 1. Mereka mulai bersahut-sahutan menyebutkan nama-nama murid baru di SD Muhammadiyah. Ketika ada yang menyebutkan nama yang sudah tercatat di papan tulis, anak-anak lain berseru, “Sudah ada!”Saya lihat anak-anak yang awalnya mengobrol saja mulai memperhatikan kesibukan teman- temannya menyebutkan nama-nama murid baru di SD Muhammadiyah. Tak lama kemudian, mereka pun ikut sibuk menelusuri buku dan ikut menjawab pertanyaan yang sama. Ketika Reading Time berakhir, anak-anak berhasil mendata 10 nama murid baru SD Muhammadiyah.

Pada pertemuan selanjutnya, saya ajak anak-anak untuk melanjutkan membaca Bab 3 dan 4. Mereka terlihat membaca dengan lebih tekun. Selesai membaca, saya ajukan pertanyaan-pertanyaan terkait Bab 3 dan 4 buku Laskar Pelangi. Misalnya, siapakah yang sering datang ke SD Muhammadiyah? Pil apa yang digunakan oleh mereka ketika ada yang sakit? Pertanyaan-pertanyaan ini menggugah anak- anak untuk mencari tahu jawabannya. Mereka beramai- ramai menjawab pertanyaan tersebut. Satu pertanyaan lagi

saya lontarkan pada mereka. Ketikamendata nama 10 murid baru SD Muhammadiyah pada sesi sebelumnya, mereka menyebutkan salah satunya adalah ‘aku’. Saya menanyakan kepada mereka siapakah tokoh ‘aku’ dalam Laskar Pelangi? Sesudah pertanyaan itu dilontarkan, mereka segera membaca buku tersebut. Mereka fokus pada kegiatan membaca karena penasaran ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Hingga saat membaca usai, masih saja ada anak-anak yang berusaha menebak siapa tokoh ‘aku’. Meskipun belum menemukan jawabannya, setidaknya, mereka telah berusaha mencari tahu dengan membaca buku. Saya lega. Tidak ada lagi murid yang mengobrol untuk membahas hal lain pada saat Reading Time.

Bagi saya, strategi membuat pertanyaan adalah salah satu langkah awal untukmenumbuhkan minat anak kembali kepada kegiatan membaca.Memang, strategi melontarkan pertanyaan pada dua kali kegiatan mungkin belum menjadi bukti bahwa minat baca anak sudah benar-benar tumbuh. Strategi ini perlu dilakukan berulang-ulanguntuk membuktikan keefektifannya dalam menumbuhkan minat baca anak. Karenanya, saya akan terus melakukan strategi ini hingga anak membaca tuntas buku Laskar Pelangi. Saya menyadari bahwa strategi ini perlu dikembangkan dengan variasi konten, format pertanyaan, juga cara bertanya agar tidak membosankan. Misalnya, pertanyaan dapat dibuat sendiri oleh anak untuk dijawab oleh temannya. Setelah mencoba strategi ini untuk membaca buku fiksi (buku Laskar

Pelangi) saya akan mencoba strategi ini untuk mendorong anak menyelesaikan buku-buku pengayaan nonfiksi.

BERSAMA beberapa teman sekelasnya, Hana (bukan nama sebenarnya) bergegas masuk ke dalam kelas bahasa Inggris. Sekolah tempat Hana dan teman-temannya bersekolah, yaitu SMA Dian Harapan Cikarang, Bekasi, memang berbeda. Mereka tidak memiliki kelas;melainkan guru yang memiliki kelas. Siswa berpindah-pindah dari satu kelas ke kelas yang lain. Pada jam pelajaran menjelang istirahat makan siang itu, seluruh siswa kelas 8C belajar di kelas Bahasa inggris. Segera setelah meletakkan tasnya di tempat yang telah ditentukan di kelas itu, Hana mengeluarkan dari dalam tasnya tempat pensil, kamus, novel, buku catatan dan sebuah map plastik berisi lembaran-lembaran kertas kerja; perlengkapan belajar yang diperlukan dalam pelajaran ini.

Hana pun menuju temapt duduk favoritnya, di bagian depan tepat di hadapan meja guru yang ada di pojok kelas. Ia

Novel Di Tangan Miss May

Dalam dokumen Merayakan Literasi Menata Masa Depan (Halaman 69-75)