• Tidak ada hasil yang ditemukan

Iklim Investasi dan Iklim Usaha

Indikator reformasi birokrasi dan tata kelola dalam mengevaluasi kinerja pembangunan daerah adalah:

2.7. Iklim Investasi dan Iklim Usaha

Indikator iklim investasi dan iklim usaha

dalam mengevaluasi kinerja

pembangunan daerah adalah:

1) Persentase kredit UMKM

2) Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN 3) Realisasi Kredit Perbankan

4) Jumlah Tabungan/Simpanan Masyarakat

2.7.1 Persentase kredit UMKM

Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian Indonesia pada dasarnya sudah besar sejak dulu. Namun demikian sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, peranan UKM meningkat dengan tajam. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS). menunjukkan bahwa persentase jumlah UMKM dibandingkan total perusahaan pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9 persen. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ini mencapai 99,4 persen dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UMKM (59,3 persen). Data tersebut menunjukkan bahwa peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menghasilkan output.

Beberapa keunggulan UMKM terkait dengan ekonomi, kesempatan kerja dan lingkungan antara lain:

1) Sangat kreatif dalam menciptakan kesempatan kerja 2) Mampu menciptakan surplus usaha

3) Modal per tenaga kerja relatif kecil

4) Merupakan tempat magang yang murah sebelum terjun ke sektor formal lainnya

5) Menampung tenaga kerja semi terlatih dan semi terdidik 6) Banyak memanfaatkan sumberdaya lokal

7) Berperan dalam melakukan daur ulang limbah

Salah satu masalah klasik yang dihadapi oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) adalah permodalan. Tanpa kemudahan modal UMKM akan

sulit berkembang karena modal digunakan untuk membeli peralatan, bahan baku dan untuk ekspansi usaha. Oleh karena UMKM sangat berperan dalam perekonomian, pemerintah seharusnya memberdayakan UMKM diantaranya melalui pemberian bantuan pinjaman atau kredit. Dengan adanya kemudahan memperoleh pinjaman atau kredit, diharapkan UMKM akan berkembang, sehingga meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.

Data kredit yang disalurkan kepada UMKM di Provinsi Bali hanya tersedia untuk tahun 2011, seperti yang disajikan pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11

Realisasi dan Persentase Penyaluran Pinjaman Untuk UMKM Oleh Bank Umum Di Provinsi Bali dan Indonesia, Januari – Juni 2011.

Uraian Bali Indonesia

Pinjaman untuk usaha Mikro (Rp milyar) 1.985 85.088 Pinjaman untuk usaha Kecil (Rp milyar) 5.201 153.712 Pinjaman untuk usaha Menengah (Rp milyar) 4.574 180.618

Total Kredit UMKM (Rp milyar) 11.760 419.418

Total Kredit untuk semua kegiatan (Rp milyar) 32.441 1.973.253

Persen Kredit UMKM (persen) 36,25 21,26

Sumber: Bank Indonesia 2011 (diolah)

Realisasi kredit untuk UMKM di Provinsi Bali menurut Laporan Bank Indonesia (dalam Statistik Ekonomi Keuangan Provinsi Bali) dari bulan Januari – Juni 2011 sebanyak Rp 11.760 miyar. Di lain pihak total pinjaman yang disalurkan baik melalui Bank Perkreditan Rakyat (BPR) maupun pada Bank Umum untuk semua kegiatan dalam bentuk rupiah maupun valuta asing adalah berjumlah Rp 32.441 milyar pada periode yang sama. Dengan demikian, persentase kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi Bali selama periode Januari – Juni 2011 adalah sebanyak 36,25 persen. Pada tingkat nasional, persentase kredit yang disalurkan untuk UMKM hanya 21,26 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa upaya pemberdayaan UMKM di Provinsi Bali lebih baik dibandingkan dengan pada tingkat nasional. Dalam pemberian UMKM Pemda Bali memberikan jaminan terhadap kredit yang diberikan yang disebut Jamkrida (Jaminan Kredit Bali Mandara).

2.7.2 Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN

Sejak lama disadari bahwa penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal dari kegiatan produksi. Oleh karena itu, penanaman modal merupakan langkah awal kegiatan pembangunan sehingga merupakan salah satu kegiatan strategis untuk memacu pembangunan dan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, atau marak lesunya pembangunan.

Peranan investasi terhadap pertumbuhan ekonomi dicoba ditelusuri oleh Harrod dan Domar dengan membangun suatu model berdasarkan pengalaman negara maju. Mereka memberikan peranan kunci kepada investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki investasi melalui proses akselerasi dan proses multipier. Pertama, menciptakan pendapatan yang juga disebut “dampak permintaan”, dan kedua, memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan menciptakan stok kapital, yang juga disebut “dampak penawaran” dari investasi. Oleh karena itu selama investasi netto tetap berlangsung, maka pendapatan riil dan output akan senantiasa membesar.

Peningkatan investasi melalui peningkatan barang modal dapat memberikan dampak positif terhadap total perekonomian, sebab peningkatan stok barang modal secara nasional akan meningkatkan kegiatan perekonomian dan juga dapat memperluas kesempatan kerja. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Menggairahkan penanaman modal pada suatu daerah bertujuan untuk mencegah turunnya pendapatan perkapita dengan adanya kenaikan penduduk. Dengan menurunnya pendapatan perkapita akan dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat. Sebab akses masyarakat terhadap beberapa komponen kesejahteraan, seperti kesehatan dan pendidikan sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatannya.

Penggairahan iklim investasi di Indonesia dimulai dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 1/Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No. 6/Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Kedua Undang-Undang tersebut selanjutnya disempurnakan menjadi UU No. 11/tahun 1970 dan No. 12/tahun 1970.

Perbaikan iklim penanaman modal terus dilakukan oleh pemerintah, terutama sejal wal Pelita IV, tepatnya tahun 1984. Melalui berbagai paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dilakukan penyederhanaan mekanisme perijinan,

penyederhanaan impor barang modal, pelunakan syarat-syarat investasi, serta rangsangan investasi untuk sektor-sektor dan di daerah-daerah tertentu. Dewasa ini kesempatan berinvestasi di Indonesia semakin terbuka. Hal ini dilakukan disamping dalam rangka menarik investasi langsung, juga sejalan dengan era perdagangan bebas yang akan dihadapi mulai tahun 2020.

Penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Provinsi Bali pada tahun 2009 bernilai Rp 2.149 milyar, kemudian pada tahun 2010 meningkat tajam menjadi Rp 4.201,9 milyar. Realisasi PMDN pada tahun 2010 ini telah melampaui target tahun 2011, yaitu sebesar Rp 3.945 milyar. Di lain pihak, penanaman modal asing (PMA) dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan, yaitu dari Rp 50,8 milyar menjadi Rp 13,5 milyar. Baik pada tahun 2009 dan juga tahun 2010, realisasi PMA jauh dari target pada tahun 2011, yaitu sebesar Rp 158 milyar.

Tabel 2.12

Realisasi PMDN dan PMA di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010

Tahun

Jumlah Proyek Jumlah Dana (Rp milyar)

PMDN PMA Jumlah PMDN PMA Jumlah

2009 6 96 102 2.149,0 50,8 2.199,8 2010 4 69 73 4.201,6 13,5 4.215,1 Target 2011 10 90 100 3.945,0 158,0 4.103,0

Sumber : Badan Kordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Bali , tahun 2011 (diolah)

2.7.3 Realisasi Kredit Perbankan

Bank merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang pembiayaan perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi utama perbankan yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan dana (lack of fund). Selain berperan sebagai agent of development yang dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan kemudahan proses pembayaran, secara filosofis dari eksistensi bank di Indonesia. Hal ini sangat jelas tercermin dalam Pasal empat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menjelaskan, ”Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka memeningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak”.

Data tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 bulan Juni menunjukkan bahwa kredit perbankan di Provinsi Bali melalui bank umum dan bank perkreditan rakyat

(BPR) terus mengalami peningkatan, yaitu dari Rp 23.276 milyar menjadi Rp 32.441 milyar sampai pada bulan Juni tahun 2011. Kredit untuk lapangan usaha pada eriode tersebut selalu lebih besar dibandingkan dengan bukan lapangan usaha (lihat Tabel 2.13).

Tabel 2.13

Realisasi Kredit Perbankan pada Bank Umum dan BPR Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011

Uraian Tahun

2009 2010 2011 1)

A. Nilai Nominal (Rp milyar)

Lapangan usaha 13.407 15.677 18.428

Bukan lapangan usaha 9.868 11.660 14.012

Total 23.276 27.336 32.441

B. Pertumbuhan (%) 2)

Lapangan usaha 20,39 16,93 17,55

Bukan lapangan usaha 18,87 18,15 20,18

Total 19,74 17,45 18,67

Sumber: Bank Indonesia , tahun 2011 (diolah) Keterangan: 1 data sampai dengan bulan Juni 2011 2)

Salah satu indikator pembangunan yang cukup penting adalah tabungan atau simpanan masyarakat. Pada negara-negara sedang berkembang, rendahnya tingkat pendapatan masyarakat berakibat rendahnya tingkat tabungan masyarakat. Padahal, negara-negara sedang berkembang banyak membutuhkan dana untuk pembangunan. Kebutuhan dana untuk membiayai penanaman modal yang diperlukan untuk mencapai

pertumbuhan nilai nominal dari tahun sebelumnya

Berdasarkan Tabel 2.13 juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan kredit untuk lapangan usaha sedikit berfluktuasi dan sedikit mempunyai kecenderungan menurun. Di lain pihak kredit untuk bukan lapangan usahan pertumbuhannya juga fluktuatif dan sedikit memiliki kecenderungan menaik. Secara keseluruhan pertumbuhan kredit perbankan baik untuk lapangan usaha maupun untuk bukan lapangan usaha hampir selaras dengan pertumbuhan perekonomian (PDRB) nominal (harga berlaku) Provinsi Bali selama periode tersebut yang mencapai lebih dari 15 persen.

sasaran-sasaran pembangunan nasional yang makin meningkat, menuntut pengumpulan dana dari dalam negeri yang makin meningkat, baik dari sektor anggaran maupun terutama dari masyarakat luas.

Menghadapi keadaan di atas, kebijaksanaan moneter yang akan dilaksanakan adalah memperluas dan menyempurnakan kebijaksanaan untuk mendorong tabungan masyarakat dalam berbagai bentuknya, seperti deposito berjangka, sertifikat deposito, serta dalam bentuk-bentuk lain, seperti saham, obligasi dan polis asuransi. Kebijaksanaan moneter dalam hal ini akan ditekankan pada peningkatan daya tarik dari masing-masing bentuk pemupukan tabungan serta penggunaan instrumen keuangan lain yang menarik pemupukan tabungan. Semua ini dalam rangka peningkatan peranan tabungan masyarakat untuk membiayai kegiatan pembangunan.

Usaha untuk meningkatkan kegiatan mobilisasi tabungan masyarakat akan menyangkut pula perluasan dan penyebaran kegiatan lembaga keuangan, baik perbankan maupun bukan bank, ke daerah-daerah, khususnya pedesaan, agar dapat menjangkau para. penabung kecil yang tersebar luas diseluruh wilayah tanah air.

Tabungan masyarakat, sebagai sumber dana utama dana dalam negeri, diupayakan terus meningkat. Peningkatan tabungan masyarakat menghadapi masalah masih rendahnya pendapatan sebagian besar masyarakat dan masih tingginya kecenderungan konsumsi masyarakat yang berpendapatan lebih tinggi sehingga sisa pendapatan yang tidak dikonsumsikan yang merupakan potensi tabungan juga rendah. Selain itu, sebagian besar masyarakat, terutama di perdesaan, cenderung menyimpan dananya dalam bentuk natura, seperti emas dan tanah. Belum meluasnya pelayanan lembaga keuangan, khususnya untuk daerah terpencil, juga merupakan kendala bagi mobilisasi tabungan masyarakat dalam bentuk yang segera dapat disalurkan untuk pembiayaan kegiatan usaha dan investasi.

Simpanan masyarakat di Provinsi Bali dari tahun 2009 sampai dengan bulan Juni tahun 2011 ditampilkan pada Tabel 2.14. Simpanan masyarakat pada Bank Umum dan BPR Di Provinsi Bali adalah dalam bentuk giro, tabungan, dan simpanan berjangka. Selama tahun 2009 – 2011 simpanan dalam bentuk tabungan sekitar 46 persen, simpanan berjangka 35 persen, dan giro 19 persen. Dari tahun 2009 ke tahun 2010, simpanan masyarakat di Provinsi Bali pada Bank Umum dan BPR meningkat 18,25 persen. Peningkatan ini jauh lebih besar dari peningkatan pendapatan per kapita yang hanya mencapai 5,34 persen pada periode tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa hasrat menabung masyarakat semakin tinggi. Peningkatan ini disebabkan karena peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kondisi ekonomi secara umum, dan secara khusus adanya peningkatan kepercayaan terhadap dunia perbankan. Sampai pada bulan Juni tahun 2011 simpanan masyarakat pada pada Bank Umum dan BPR sudah melebihi capaian tahun 2010, yaitu sebesar Rp 41.897 milyard.

Tabel 2.14

Simpanan Masyarakat pada Bank Umum dan BPR Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011

(Rp milyard)

Jenis Simpanan Tahun

2009 2010 2011*

Giro 6.128 6.997 8.331

Tabungan 15.572 18.141 18.820

Simpanan Berjangka 11.444 14.054 14.746

Total 33.144 39.193 41.897

Sumber: Kantor Bank Indonesia Denpasar

Keterangan : * data sampai dengan bulan Juni 2011

2.7.5 Rekomendasi Terhadap Bidang

Iklim Investasi dan Iklim Usaha

Promosi penanaman modal di Provinsi Bali terus dilakukan. Dalam rangka memberi peluang investor menanamkan modalnya di Bali, pemerintah seyogyanya tidak memusatkan proyek-proyek investasi hanya satu atau dua wilayah kabupaten agar dampak pembangunan lebih merata, serta tetap memperhatikan RTRW. Demikian juga untuk lebih memberdayakan UMKM, kredit UMKM diperbanyak dengan prosedur yang lebih mudah dan bunga lebih ringan, karena UMKM terbukti telah banyak menampung tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah, menggunakan bahan baku lokal.

2.8 Energi

2.8.1 Rasio Elektrisitas

Tenaga listrik merupakan sumber energi untuk sarana produksi maupun sarana kehidupan sehari-hari yang memegang peranan penting dalam upaya mencapai sasaran pembangunan. Sebagai sarana produksi, tersedianya tenaga listrik dalam jumlah dan mutu pelayanan yang baik serta harga yang terjangkau

merupakan penggerak utama dan dapat mendorong laju pembangunan di sektor lain. Pembangunan di berbagai sektor ini sangat penting bagi tercapainya tujuan pembangunan seperti menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional, mengubah struktur ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan permintaan tenaga listrik lagi. Disamping itu tersedianya tenaga listrik yang merata dan dipergunakan secara luas untuk keperluan sehari-hari akan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan sektor tenaga listrik akan dapat memberikan sumbangan pada upaya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, karena tenaga listrik bukan saja untuk konsumsi, tetapi juga untuk berproduksi, baik untuk kegiatan industri maupun jasa, sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat.

Berkaitan dengan hal itu untuk mengevaluasi kinerja pembangunan dalam bidang energi digunakan rasio elektrisitas. Rasio elektrisitas adalah perbandingan antara jumlah kepala keluarga (KK) dengan rumah yang telah dialiri listrik. Dalam evaluasi kinerja pembangunan ini rasio elektrisitas digunakan angka banding antara jumlah pelanggan PLN dengan jumlah kepala keluarga (KK) di Provinsi Bali, seperti yang disajikan pada Tabel 2.15.

Tabel 2.15

Jumlah Pelanggan PLN, Jumlah KK, dan Rasio Elektrisitas Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011

Tahun Jumlah Pelanggan Pertumbuhan Pelanggan (%) Jumlah KK Rasio Elektrisitas (%) 2009 750.994 2,05 887.752 84,59 2010 768.995 2,40 899.811 85,46

Sumber: Bappeda Provinsi Bali, 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 2.15 dapat diketahui bahwa rasio elektrisitas di Provinsi Bali pada tahun 2009 adalah 84,59 persen dan meningkat menjadi 85,46 persen pada tahun 2010. Peningkatan rasio elektrisitas ini disebabkan karena persentase peningkatan jumlah pelanggan melebihi pertumbuhan jumlah kepala keluarga di

Provinsi Bali pada periode tersebut. Peningkatan jumlah pelanggan dapat disebabkan oleh kemudahan dari PLN untuk pelanggan baru karena tersedianya pasokan daya listrik, dan juga karena adanya kinerja perekonomian, yaitu peningkatan pendapatan masyarakat sehingga mendorong kepala keluarga untuk berlangganan listrik PLN.

2.8.2 Rekomendasi Terhadap Bidang Energi

Pemerintah diharapkan terus meningkatkan rasio elektrisitas dengan mempermudah birokrasi pemasangan sambungan listrik, karena tenaga listrik banyak membantu meningkatkan produktivitas masyarakat pada berbagai bidang, terutama pada sektor industri dan jasa. Pemeliharaan jaringan agar ditingkatkan untuk menghindari pemadaman listrik yang masih sering terjadi.