• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AHKIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI BALI 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AHKIR EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI BALI 2011"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAPORAN AHKIR

EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

PROVINSI BALI 2011

KERJASAMA

DEPUTI BIDANG EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN

KEMENTERIAN NEGARA PPN / BAPPENAS

DENGAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena kami telah dapat menyusun Laporan Akhir Evaluasi Kinerja Pembangunan di Daerah Bali Tahun 2011. Dalam Laporan Akhir ini berisi pendahuluan, hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011, relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan dan strategi pengembangan, evaluasi tematik yang berisi hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh Perguruan Tinggi yang merupakan isu strategis Provinsi dan perlu ditindaklanjuti rekomendasi kebijakannya kepada Pemerintah serta kesimpulan dan rekomendasi.

Laporan ini disusun oleh Tim Independen Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah Bali dari Universitas Udayana, berdasarkan atas kajian data yang diperoleh serta diskusi dari para anggota Tim dengan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Bali, serta masukan dari diskusi pada Seminar Akhir tanggal 11 Nopember 20011 di Jakarta.

Laporan akhir ini tentunya masih kurang dari yang diharapkan. Berkaitan dengan hal itu Tim sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan dari semua pihak agar nantinya apa yang menjadi tujuan Evaluasi Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah Pelaksanaan RPJMN 2009-2014 di daerah, identifikasi

relevansi RPJMN tersebut dengan RKPD P

rovinsi Bali 2010 dan 2011, serta evaluasi tematik sebagai rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dapat dilaksanakan secara optimal.

Pada kesempatan ini Tim sangat berterimakasih kepada Ketua Bappeda Provinsi Bali serta semua pihak yang telah membantu sehingga Laporan akhir ini dapat terwujud.

Denpasar, Nopember 2011 Rektor Universitas Udayana

Prof. Dr.dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM)

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Keluaran Evaluasi ... 3

1.3 Anggota Tim Evaluasi ... 3

BAB II.

HASIL EVALUASI TERHADAP CAPAIAN PRIORITAS

NASIONAL 2010 DAN 2011

2.1 Reformasi Birokrasi Tata Kelola 2.1.1 Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan Yang Dilaporkan ……… 5

2.1.2 Persentase Kabupaten/ Kota Yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap ... 7

2.1.3 Persentase Kabupaten/Kota Yang Memiliki Pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ………. 8

2.1.4 Persentase Kab/Kota Yang Telah Memiliki E-Procurement ... 9

2.1.5 Persentase Kabupaten/Kota Yang Telah Memiliki Perda Transparansi ... 11

2.1.6 Rekomendasi ... 11

2.2 Pendidikan 2.2.1 Rata-rata Lama Sekolah ... 11

2.2.2 Angka Partisipasi Murni (SD/MI) ... 13

2.2.3 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI) ... 14

2.2.4 Pemantapan/Rasionalisasi Implementasi BOS ... 16

2.2.5 Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas ... 18

(5)

2.3 Kesehatan

2.3.1 Angka Kematian Bayi ... 20

2.3.2 Usia Harapan Hidup ... 22

2.3.3 Persentase Penduduk ber-KB ... 23

2.3.4 Laju Pertumbuhan Penduduk ... 25

2.3.5 Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih ... 27 2.3.6 Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) ... 29

2.3.7 Pemberian Imunisasi Pada Bayi ... 30

2.3.8 Rekomendasi ………. 32

2.4 Penanggulangan Kemiskinan 2.4.1 Persentase Penduduk Miskin ... 32

2.4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka ... 35

2.4.3 Rekomendasi ………. 37

2.5 Ketahanan Pangan 2.5.1 PDRB Sektor Pertanian ……… 37

2.5.2 Nilai Tukar Petani ... 40

2.5.3 Produksi Padi ... 42

2.5.4 Jumlah Penyuluh Pertanian ... 43

2.5.5 Jumlah Pupuk Bersubsidi Tersalurkan ... 45

2.5.6 Penyaluran Benih Bersubsidi Tersalurkan ... 46

2.5.4 Rekomendasi ... 47

2.6 Infrastruktur 2.6.1 Persentase Jalan Nasional, Provinsi dan Kabupaten Dalam Kondisi: Baik, Sedang, Buruk ... 48 2.6.2 Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional ... 50

2.6.3 Jumlah Pembangunan Rumah Sederhana Provinsi ... 51

2.6.4 Pembangunan Twin Block ... 52

2.6.5 Pembangunan/perbaikan Saluran Irigasi ... 53

2.6.6 Perda RTRW Provinsi ... 55

2.6.7 Perda RTRW Kabupaten/Kota ... 56

(6)

2.7 Iklim Investasi dan Iklim Usaha

2.7.1 Persentase kredit UMKM ... 57

2.7.2 Nilai Realisasi Investasi PMA dan PMDN ... 59

2.7.3 Realisasi Kredit Perbankan ... 60

2.7.4 Jumlah tabungan/simpanan masyarakat ... 61

2.7.5 Rekomendasi ... 63

2.8 Energi 2.8.1 Rasio Elektrisitas ... 64

2.8.2 Rekomendasi ... 65

2.9 Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana 2.9.1 Persentase Luas Lahan Rehabilitasi Dalam Hutan Terhadap Lahan Kritis ……… 65

2.9.2 Persentase Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Ibukota Provinsi 2.9.3 Frekuensi Terjadi Bencana ... 71

2.9.4 Persentase Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten/Kota/Provinsi ………. 72 2.9.3 Rekomendasi ... 73

2.10 Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pasca-konflik 2.10.1 Indeks Gini ... 74

2.10.2 Jumlah Kabupaten Tertinggal ... 77

2.10.3 Rekomendasi ... 77

2.11 Kebudayaan, Kreativitas dan Inovasi Teknologi 2.11.1 Jumlah Paten (HAKI) ... 78

2.11.2 Jumlah Dosen Peneliti PTN/PTS ... 80

2.11.3 Jumlah Perpustakaan ………. 81

2.11.4 Rekomendasi ... 83

2.12 Kesejahteraan Rakyat 2.12.1 Indeks Pembangunan Manusia ... 83

2.12.2 Pendapatan Per Kapita ... 85

(7)

2.12.3 Prevalensi Gizi Buruk ... 90

2.12.4 Rekomendasi ... 92

2.13 Politik, Hukum, dan Keamanan 2.13.1 Indeks Kriminalitas ... 92

2.13.2 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional ... 93

2.13.3 Persentase Penyelesaian Kasus Kejahatan Transnasional .... 94

2.13.4 Rekomendasi ... 95

12.14. Perekonomian 2.14.1 Pertumbuhan Ekonomi ... 96

2.14.2 Inflasi ……….. 97

2.14.3 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ... 99

2.14.4 Pertumbuhan Ekspor ... 102

2.14.5 Pertumbuhan Impor ... 104

2.14.6 Rekomendasi ... 106

BAB III. RELEVANSI ISU STRATEGIS, SASARAN, ARAH

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN

3.1 Identifikasi dan Relevansi Isu Strategis RPJMN 2010-2014 dengan RKPD 2010 dan 2011 108 3.1.1 Isu Strategis 1 ... 108

3.1.2 Relevansi dengan RKPD Bali ... 109

3.1.3 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 1 ... 109

3.1.4 Isu Strategis 2 ... 110

3.1.5 Relevansi dengan RKPD Bali ... 110

3.1.6 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 2 ... 111

3.1.7 Isu Strategis 3 ... 111

3.1.8 Relevansi dengan RKPD Bali ... 111

3.1.9 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 3 ... 112

3.1.10 Isu Strategis 4 ... 112

3.1.11 Relevansi dengan RKPD Bali ... 113

3.1.12 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 4 ... 113

(8)

3.1.14 Relevansi dengan RKPD Bali ... 114

3.1.15 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 5 ... 114

3.1.16 Isu Strategis 6 ... 114

3.1.17 Relevansi dengan RKPD Bali ... 114

3.1.18 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 6 ... 115

3.1.19 Isu Strategis 7 ... 115

3.1.20 Relevansi dengan RKPD Bali ... 115

3.1.21 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 7 ... 116

3.1.22 Isu Strategis 8 ... 116

3.1.23 Relevansi dengan RKPD Bali ... 117

3.1.24 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 8 ... 117

3.1.25 Isu Strategis 9 ... 118

3.1.26 Relevansi dengan RKPD Bali ... 118

3.1.27 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 9 ... 118

3.1.28 Isu Strategis 10 ... 118

3.1.29 Relevansi dengan RKPD Bali ... 119

3.1.30 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 10 ... 119

3.1.31 Isu Strategis 11 ... 119

3.1.32 Relevansi dengan RKPD Bali ... 120

3.1.33 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 11 ... 120

3.1.34 Isu Strategis 12 ... 120

3.1.35 Relevansi dengan RKPD Bali ... 120

3.1.36 Rekomendasi terhadap Isu Strategis 12 ... 121

3.2 Analisis Sasaran RPJMN 2009 – 2014 Relevansinya dengan EKPD Provinsi Bali 2010 dan 2011 3.2.1 Sasaran Pembangunan 1 ... 121

3.2.2 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 121

3.2.3 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 1 ... 122

3.2.4 Sasaran Pembangunan 2 ... 122

3.2.5 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 122

3.2.6 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 2 ... 123

3.2.7 Sasaran Pembangunan 3 ... 123

3.2.8 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 123

(9)

3.2.10 Sasaran Pembangunan 4 ... 123

3.2.11 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 123

3.2.12 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 4 ... 124

3.2.13 Sasaran Pembangunan 5 ... 124

3.2.14 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 124

3.2.15 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 5 ... 125

3.2.16 Sasaran Pembangunan 6 ... 125

3.2.17 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 125

3.2.18 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 6 ... 125

3.2.19 Sasaran Pembangunan 7 ... 125

3.2.20 Relevansi dengan Sasaran RKPD Bali ... 125

3.2.21 Rekomendasi terhadap Sasaran Pembangunan 7 ... 126

3.3 Analisis Arah Kebijakan RPJMN 2009 – 2014 dan Relevansinya dengan EKPD Provinsi Bali 2010 dan 2011 3.3.1 Arah Kebijakan 1 ... 126

3.3.2 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 127

3.3.3 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 1 ... 127

3.3.4 Arah Kebijakan 2 ... 127

3.3.5 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 128

3.3.6 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 2 ... 128

3.3.7 Arah Kebijakan 3 ... 128

3.3.8 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 128

3.3.9 Arah Kebijakan 4 ... 129

3.3.10 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 129

3.3.11 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 4 ... 130

3.3.12 Arah Kebijakan 5 ... 131

3.3.13 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 131

3.3.14 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 5 ... 132

3.3.15 Arah Kebijakan 6 ... 132

3.3.16 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 132

3.3.17 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 6 ... 132

3.3.18 Arah Kebijakan 7 ... 132

3.3.19 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 133

(10)

3.3.21 Arah Kebijakan 8 ... 134

3.3.22 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 134

3.3.23 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 8 ... 134

3.3.24 Arah Kebijakan 9 ... 135

3.3.25 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 135

3.3.26 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 9 ... 136

3.3.27 Arah Kebijakan 10 ... 137

3.3.28 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 137

3.3.29 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 10 ... 138

3.3.30 Arah Kebijakan 11 ... 138

3.3.31 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 138

3.3.32 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 11 ... 138

3.3.33 Arah Kebijakan 12 ... 139

3.3.34 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 139

3.3.35 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 12 ... 139

3.3.36 Arah Kebijakan 13 ... 140

3.3.37 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 140

3.3.38 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 13 ... 141

3.3.39 Arah Kebijakan 14 ... 141

3.3.40 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 141

3.3.41 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 14 ... 142

3.3.42 Arah Kebijakan 15 ... 143

3.3.43 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 143

3.3.44 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 15 ... 143

3.3.45 Arah Kebijakan 16 ... 144

3.3.46 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 144

3.3.47 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 16 ... 144

3.3.48 Arah Kebijakan 17 ... 144

3.3.49 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 145

3.3.50 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 17 ... 145

3.3.51 Arah Kebijakan 18 ... 146

3.3.52 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 146

3.3.53 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 18 ... 146

3.3.54 Arah Kebijakan 19 ... 146

(11)

3.3.56 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 19 ... 147

3.3.57 Arah Kebijakan 20 ... 147

3.3.58 Relevansi dengan Arah Kebijakan RKPD Provinsi Bali ... 147

3.3.59 Rekomendasi terhadap Arah Kebijakan 20 ... 148

BAB IV. EVALUASI TEMATIK

4.1 Pengelolaan Lingkungan Hidup 4.1.1 Evaluasi Tematik Daya Dukung Lingkungan Terhadap Pembangunan di Provinsi Bali ... 149 4.1.2 Rekomendasi Terhadap Pengelolaan Lingkungan Hidup ... 150

4.2 Penanaman Modal (Investasi) 4.2.1 Evaluasi Tematik Peranan Penamanan Modal Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi Bali ……… 153 4.2.2 Rekomendasi Terhadap Penamanan Modal ... 154

4.3 Sinerji Antara Sektor Pertanian dengan Sektor Pariwisata 4.3.1 Evaluasi Keterkaitan Sektor Pertanian dengan Sektor Pariwisata ... 155 4.3.2 Rekomendasi ... 157

4.4 Kemiskinan 4.4.1 Evaluasi Tematik Program Pengembangan Kecamatan Dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan Di Provinsi Bali .... 158 4.4.2 Rekomendasi Terhadap Pengengtasan Kemiskinan ………… 159

4.5 Transportasi 4.5.1 Evaluasi Tematik Penataan Angkutan di Bali ... 160

4.5.2 Rekomendasi Penataan Transportasi di Bali ... 162

4.6 Kependudukan 4.6.1 Evaluasi Tematik Tentang Kecenderungan Pola Dan Dampak Migrasi Penduduk Di Provinsi Bali Periode 1980-2005 ... 163 4.6.2 Rekomendasi Penanganan Masalah Kependudukan ... 168

(12)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... ...

169 5.2 Saran/Rekomendasi... 170

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Oleh Kejaksanaan di Provinsi Bali, Tahun 2009 - 2011 ...

6

2.2. Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap ...

7

2.3. Opini BPK Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah

Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali, Tahun 2008 – 2010 ... 9

2.4. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2000 – 2010 ...

27

2.5. Persentase Ibu Bersalin Yang Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

28

2.6. Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2010 ...

29

2.7. Persentase Bayi yang Mendapatkan Imunisasi di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

31

2.8. Jumlah Penyuluh Pertanian dirinci Menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

44

2.9. Panjang dan Persentase Jalan dengan Kondisi Baik, Sedang dan Buruk di Provinsi Bali, Tahun 2004 – 2009 ...

50

2.10. Peningkatan Kapasitas Jalan dan Jembatan Nasional di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2010 ...

50

2.11. Realisasi dan Persentase Penyaluran Pinjaman Untuk UMKM Oleh Bank Umum Di Provinsi Bali dan Indonesia, Januari – Juni 2011....

58

2.12. Realisasi PMDN dan PMA di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 .. 60 2.13. Kredit Perbankan pada Bank Umum dan BPR Di Provinsi Bali,

Tahun 2009 – 2011 ... 61

2.14. Simpanan Masyarakat pada Bank Umum dan BPR Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ………..

63

2.15. Jumlah KK, dan Rasio Elektrisitas Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

(14)

2.16. Luas Rehabilitasi Lahan Kritis Dalam Hutan di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

68

2.17. Frekuensi Terjadinya Bencana di Provinsi Bali, tahun 2010 ... 72 2.18. Jumlah UKM Yang Telah Memperoleh Sertifikat (ISO, Hak Paten,

Merk) Per Kabupaten Di Provinsi Bali, Tahun 2010 ...

79

2.19. Perkembangan Capaian IPM Provinsi Bali dan Nasional ... 84 2.20. Penyandang Masalah Sosial di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 89 2.21. Jumlah Kasus Kriminalitas di Wilayah Polda Bali, 2004 – 2009 ... 92 2.22. Kasus Narkoba yang Ditangani Polda Bali, Tahun 2009 dan 2010 .. 95

2.23.

Ringkasan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD)

Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

102

2.24. Nilai Ekspor, PDRB, Pertumbuhan dan Kontribusi Ekspor di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

104

2.25. Nilai Impor, PDRB, Pertumbuhan dan Rasio Impor di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

105

2.26. Nilai Ekspor Neto, PDRB, Pertumbuhan dan Rasio Ekspor Neto di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1. Persentase Kabupaten/Kota yang Memiliki E-Procurement ... 10 2.2. Rata-rata Lama Sekolah Penduduk di Provinsi Bali, Tahun 2009 –

2011 ...

13

2.3. Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar dan Madrasal Istibiyah Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

14

2.4. Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan Madrasal Istibiyah Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 ...

15

2.5. Jumlah Siswa SD/SDLB Sasaran BOS di Provinsi Bali, tahun 2009 – 2011 ...

17

2.6. Jumlah Siswa SMP/SMPLB Sasaran BOS di Provinsi Bali, tahun 2009 – 2011 ...

18

2.7. Angka Melek Huruf Penduduk 15 Tahun Ke Atas Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010 ...

19

2.8. Angka Kematian Bayi Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010 ... 22 2.9. Angka Usia Harapan Hidup Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010 23 2.10. Persentase Penduduk Ber-KB di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan

2010 ...

25

2.11. Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

33

2.12. Persentase Pengangguran Terbuka di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

36

2.13. PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 38 2.14. Kontribusi Subsektor Tanaman Bahan Makanan, Peternakan,

Perikanan, Perkebunan, dan Kehutanan Terhadap PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2010 ...

39

2.15 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

39

(16)

2.17. Produksi Padi di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 42 2.18. Jumlah Siswa SMP/SMPLB Sasaran BOS di Provinsi Bali, tahun

2009 – 2011 ...

46

2.19. Penyaluran Benih Bersubsidi di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 .. 47 2.20. Pembangunan Rumah Sederhana di Provinsi Bali, Tahun 2009 –

2011 ...

52

2.21. Realisasi Pembangunan Twin Block di Provinsi Bali Pada Tahun 2010-2011 ...

53

2.22. Target dan Capaian Perbaikan Saluran Irigasi Primer dan Tersier Di Provinsi Bali, tahun 2009 – 2011 ...

54

2.23. Persentase Ruang Terbuka Hijau di Kota Denpasar, Tahun 2010 ... 70 2.24. Persentase Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) di Kabupaten/Kota/Provinsi ………

73

2.25. Kurva Lorenz ... 76 2.26. Gini Distribusi Penerima Pendapatan di Provinsi Bali, Tahun 2009

dan 2010 ...

77

2.27. Jumlah Dosen Peneliti pada Perguruan Tinggi Negari di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ...

81

2.28. Jumlah Perpustakaan di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 83 2.29. Pendapatan Per Kapita di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2010 ... 85 2.30. Prevalensi Gizi Buruk di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 92 2.31. Penyelesaian Kasus Kejahatan Konvensional di Provinsi Bali,

Tahun 2009 dan 2010 ... 94

2.32. Pertumbuhan PDRB Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 97 2.33. Tingkat Inflasi di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010 ... 98

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan 5 (lima) tujuan pelaksanaan sistem perencanaan pembangunan nasional, yaitu: (1) mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; (2) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, dan antar fungsi pemerintah, serta antara pusat dan daerah; (3) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (4) mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan (5) menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Mengacu pada lima tujuan tersebut, maka dalam Rencana Strategis (Renstra) Bappenas dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas Kementerian PPN/Bappenas mencakup 4 peran yang saling terkait, yaitu peran sebagai: (1) pengambil kebijakan/keputusan (policy maker) dengan penjabaran pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan; (2) koordinator; (3)

think-tank; dan (4) administrator dengan penjabaran penyusunan dan pengelolaan laporan hasil pemantauan terhadap pelaksanaan rencana pembangunan dan penyusunan laporan hasil evaluasi.

Dengan demikian, salah satu peran utama Bappenas adalah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Sebagai tindak lanjut dari peran tersebut telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, yang didalamnya mencakup evaluasi ex-ante, on-going, dan ex-post.

(18)

Terkait dengan peran utama Bappenas diatas, maka evaluasi tahunan terhadap pelaksanaan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 mutlak diperlukan, demikian juga pencapaian di tiap daerah

RPJMN 2010-2014 memiliki 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya, yaitu: 1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

2) Pendidikan 3) Kesehatan

4) Penanggulangan Kemiskinan 5) Ketahanan Pangan

6) Infrastruktur

7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha 8) Energi

9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana

10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca Konflik 11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi

Tiga prioritas lainnya, yaitu: 1) Kesejahteraan Rakyat

2) Politik, Hukum, dan Keamanan 3) Perekonomian

Pelaksanaan evaluasi kinerja pembangunan daerah akan mengacu pada RPJMN 2010-2014, dengan fokus utama untuk mengetahui: (1) tingkat pencapaian target kinerja RPJMN pada tahun 2010 dan 2011 di tiap daerah; (2) relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah; dan (3) evaluasi tematik di tiap daerah.

(19)

1.2. Tujuan dan Keluaran Evaluasi

No Tujuan Sasaran Keluaran

1 Untuk melengkapi baseline data 2009 dan mengetahui tingkat pencapaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di tiap daerah.

1. Tersedianya baseline data 2009 dan hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di tiap daerah.

Dokumen data dasar evaluasi dan dokumen hasil evaluasi terhadap capaian prioritas nasional 2010 dan 2011 berdasarkan RPJMN 2010-2014 di tiap daerah.

2. Tersedianya informasi dasar untuk merumuskan

kebijakan terutama yang berupa langkah

penanganan segera, baik oleh pemerintah maupun oleh pemerintah daerah. 2 Untuk mengetahui

relevansi isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi

pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah

1. Tersedianya hasil evaluasi yang menunjukkan

kesesuaian dan atau ketidaksesuaian antara isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah. Dokumen hasil evaluasi relevansi terhadap isu strategis, sasaran, arah kebijakan, dan strategi pengembangan dalam RPJMN 2010-2014 dengan kondisi daerah. 2. Tersedianya informasi dasar untuk melakukan revisi RPJMN oleh pemerintah dan revisi RPJMD oleh pemerintah daerah. 3 Untuk mengetahui masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah

1. Tersedianya hasil evaluasi terhadap masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah. DDokumen hasil evaluasi terhadap masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah. 2. Tersedianya informasi

dasar bagi pemerintah maupun pemerintah daerah dalam merumuskan langkah kebijakan mengatasi

masalah spesifik melalui evaluasi tematik di tiap daerah.

(20)

C. Anggota Tim Evaluasi Provinsi

Para anggota Tim Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah Bali / Universitas Udayana tahun 2011 terdiri dari 8 orang narasumber sebagai berikut.

1) Prof. Dr. dr. I Made Bakta , Sp.PD (KHOM), Rektor Universitas Udayana yang juga merupakan Dosen Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, ahli di bidang kesehatan.

2) Prof Dr I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E., Pembantu Rektor I Universitas Udayana yang juga merupakan Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, ahli di bidang ekonomi.

3) Prof. Ir. I Nyoman Norken, SU, Ph.D., Dosen Tetap Fakultas Teknik

Universitas Udayana, ahli di bidang teknik sipil

4) Prof. Dr. Ketut Sudibia, SU., Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, ahli di bidang ekonomi dan kependudukan.

5) Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS., Dosen Tetap Fakultas Pertanian Universitas Udayana, ahli di bidang sosial ekonomi pertanian.

6) Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, MSc., Dosen Tetap Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, ahli di bidang lingkungan.

7) Dr. dr. Putu Gde Adiatmika. Dosen Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, ahli di bidang kesehatan.

8) Prof. Dr. Made Suyana Utama, SE., MS. Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Udayana, ahli di bidang ekonomi pembangunan.

(21)

BAB II

HASIL EVALUASI TERHADAP

CAPAIAN PRIORITAS NASIONAL

2010 DAN 2011

Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Indikator

reformasi birokrasi dan tata kelola dalam mengevaluasi

kinerja pembangunan daerah adalah:

1) Persentase kasus korupsi yang tertangani dibandingkan dengan yang dilaporkan;

2) Persentase kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan satu atap;

3) Persentase kabupaten/kota yang memiliki pelaporan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP);

4) Persentase kabupaten/kota yang telah memiliki e-procurement; dan

5) Persentase kabupaten/kota yang telah memiliki Perda Transparansi.

Capaian kinerja pembangunan tiap-tiap indikator tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.1.1 Persentase Kasus Korupsi Yang Tertangani Dibandingkan Dengan Yang Dilaporkan

Korupsi akan berakibat buruk terhadap kinerja pembangunan suatu daerah. Berdasarkan Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999, yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah: 1) pasal 2 ayat (1) : “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.” 2) pasal 3 : “Setiap orang yang dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan

(22)

atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Indikator kinerja penanganan korupsi diukur berdasarkan perbadingan antara jumlah kasus yang ditangani pihak kejaksaan di provinsi, yaitu Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksanaan Negeri (Kejari) dan Cabang Kejaksanaan Negeri atau Cabjari dengan target kasus yang ditangani. Target kasus yang ditangani ditetapkan oleh Kejaksaan Agung setiap tahun. Sebagai misal, tahun 2009 target kasus ditangani 23, dan tahun 2010 dan 2011 adalah 30 kasus. Jumlah kasus yang ditangani termasuk pada tahap penyelidikan (Lid), penyidikan (Dik), dan penuntutan (Tut). Jumlah kasus korupsi yang tertangani di Provinsi Bali selama tahun 2005 – 2009 disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Jumlah Kasus Korupsi yang Tertangani Oleh Kejaksanaan di Provinsi Bali, Tahun 2009 - 2011 No Unit Kerja 2009 2010 2011* 1 Kejati Bali 11 10 12 2 Kejari Amlapura 4 6 3 3 Kejari Negara 3 5 8 4 Kejari Ginyar 6 4 3 5 Kejari Klungkung 6 2 1 6 Kejari Bangli 3 3 2 7 Kejari Singaraja 2 7 4 8 Kejari Tabanan 5 5 2 9 Kejari Denpasar 2 6 4 10 Cabjari Nusapenida 0 2 0 Jumlah kasus 42 50 39 Target Kasus 23 30 30

Persentase kasus ditangani 183 167 130

Sumber: Kantor Kejaksaan Tinggi Bali, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 2.1 dapat dijelaskan bahwa jumlah kasus yang ditangani tahun 2009 adalah sebanyak 32 kasus dari 23 kasus yang ditargetkan, atau dengan capaian 183 persen. Kasus yang ditangani pada tahun 2011 sampai dengan bulan Agustus adalah sebanyak 39 dari 30 kasus yang ditargetkan, atau sebanyak 130

(23)

persen. Penurunan persentase kasus yang ditangani disebabkan karena kasus korupsinya menurun, sedangkan targetnya meningkat sedikit.

(24)

2.1.2 Persentase Kabupaten/ Kota Yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap

Upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah juga dapat dilihat dari terbentuknya lembaga pelayanan terpadu pada semua Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Bali. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service) adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan mulai dari tahap permohonan sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Lembaga pelayanan terpadu tersebut pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah terutama dalam upaya untuk mewujudkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau serta meningkatkan hak-hak masyarakat terhadap pelayanan publik, dan tujuan yang hendak dicapai adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik serta memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat.

Pada tahun 2008, seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali telah memiliki peraturan daerah serta melaksanakan pelayanan dalam satu atap, seperti ditampilkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2

Persentase Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan Daerah Pelayanan Satu Atap

No Kabupaten/ Kota Dasar Hukum/Tahun Bentuk Kelembagaan Kewenangan 1 Denpasar Perda No.6/2007 Dinas Perizinan Kewenangan penuh

(Penandatangan Izin) 2 Gianyar Perda No.6/2008 Badan Pelayanan Perizinan

Terpadu

Kewenangan penuh (Penandatangan Izin) 3 Klungkung Perda No.8/2008 Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu

Kewenangan penuh (Penandatangan Izin) 4 Buleleng Perda No.4/2008 Kantor Pelayanan Terpadu Kewenangan penuh

(Penandatangan Izin) 5 Karangasem Perda No.7/2008 Kantor Pelayanan Perizinan Kewenangan penuh

(Penandatangan Izin) 6 Jembrana Perda No.9/2008 Kantor Pelayanan Perizinan

Terpadu

Kewenangan penuh (Penandatangan Izin) 7 Badung Perda No.28/2008 Unit Pelayanan Terpadu Kewenangan penuh

(Penandatangan Izin) 8 Bangli Perda No.11/2008 Kantor Pelayanan Perizinan Kewenangan penuh

(Penandatangan Izin) 9 Tabanan Perda No.3/2008 Badan Penanaman Modal

dan Perizinan Daerah

Kewenangan penuh (Penandatangan Izin)

(25)

Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa pelayanan satu atap di Kabupaten Jembrana bergabung dengan Dinas Informasi, Pelayananan, Perhubungan dan Data (Inyahud), sedangkan di Kabupaten Badung sebelum tahun 2008 berupa

Keputusan Bupati dengan wewenang terbatas hanya menerima berkas permohonan, sedangkan pengeluaran ijin dilakukan oleh masing-masing instansi yang berwenang.

Dengan terbentuknya lembaga pelayanan terpadu/satu atap di semua Kabupaten/Kota di Provinsi Bali sejak tahun 2008, hal ini mencerminkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah sudah mengarah kepada terciptanya pelayanan publik yang prima dalam suatu sistem yang terintegrasi dalam rangka menciptakan good governance.

2.1.3 Persentase Kabupaten/Kota Yang Memiliki Laporan Keuangan

Pemerintah Daerah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan terhadap laporan keuangan yang dibuat suatu lembaga, baik institusi pemerintahan maupun korporasi. Opini yang lebih jelek, berturut-turut adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW), dan terjelek adalah Tidak Memberikan Pendapat (TMP), yang dalam istilah keuangan disebut disclaimer. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) merupakan cerminan kinerja pemerintah daerah. Berhasil atau tidaknya reformasi birokrasi yang diprogramkan pemerintah daerah dapat dilihat dari opini yang didapatkan atas LKPD tersebut.

BPK memberikan opini atas kewajaran Laporan Keuangan suatu lembaga, dengan memperhatikan:

1) Kesesuaian Laporan Keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

2) Kecukupan pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan sesuai dengan SAP.

3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan terkait dengan pelaporan keuangan; dan

4) Efektivitas Sistem Pengendalian Intern (SPI).

Dari audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa keuangan (BPK) selama tahun 2009 – 2010 belum ada kabupaten/kota di Provinsi Bali yang laporan keuangannya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Beberapa kabupaten malah memperoleh opini tidak wajar (TW) dan opini paling jelek, yaitu

(26)

tidak memperoleh pendapat (TMP), seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Tidak adanya kabupaten/kota yang memperoleh opini WTP menurut beberapa staf bagian keuangan kabupaten/kota mengatakan bahwa peraturan yang sering berubah, dan kucuran dana dari pemerintah pusat yang sering terlambat menyebabkan sulitnya melakukan manajemen keuangan daerah dengan baik, yang berimplikasi terhadap laporan keuangan yang dibuat. Tidak adanya kabupaten/kota di Provinsi Bali selama tahun 2009 dan 2010 yang laporan keuangannya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dapat dikatakan bahwa reformasi birokrasi di bidang keuangan di daerah belum berjalan dengan baik.

Tabel 2.3

Opini BPK Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi Bali, Tahun 2008 - 2010

No. Entitas 2008 2009 2010 1. Jembrana TMP TW TW 2. Badung TMP WDP WDP 3. Tabanan WDP WDP WDP 4. Gianyar WDP WDP WDP 5. Bangli WDP WDP WDP 6. Klunqkung WDP WDP WDP 7. Kr.Asem WDP WDP TMP 8. Buleleng WDP WDP TMP 9. Denpasar WDP WDP WDP 10. Prov. Bali TMP WDP WDP

Sumber : BPK RI Perwakilan Provinsi Bali, Tahun 2011

Keterangan: WDP = Wajar Dengan Pengecualian TW = Tidak Wajar

TMP = Tidak Memperoleh Pendapat

2.1.4 Persentase Kab/Kota Yang Telah Memiliki E-Procurement.

Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau dikenal dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Dukungan Teknologi Informasi dapat meningkatkan kapabilitas pemerintah dalam memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah, serta mencapai efektifitas dan efisiensi. Aspek kunci dari prinsip GCG meliputi adil, responsibilitas, transparansi, independensi, akuntabilitas, keselarasan dan kewajaran serta tanggung jawab untuk mencapai tujuan pemerintah, terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

(27)

Implementasi E-Procurement merupakan bagian upaya untuk mewujudkan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah yang lebih efisien dan transparan, serta menjadi salah satu inisiasi dalam rangka mencegah korupsi khususnya di bidang pengadaan. Implementasi E-Procurement di instansi pemerintah didorong melalui Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun 2008-2009, yang merupakan penegasan keputusan Dewan Teknologi dan Informasi Nasional (Dewan TIK Nasional) dalam Keputusan Presiden secara Elektronik (E-Procurement) akan disebarluaskan, dikembangkan dan didorong penggunaannya serta secara bertahap akan diberlakukan secara nasional.

Sampai pada tahun 2011 hanya dua kabupaten/kota di Provinsi Bali yang telah memiliki E-Procurement, yaitu Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, sedangkan kabupaten lainnya seperti Kabupaten Jembrana baru pada tahap penjajagan dan pelatihan porsonalia, dan lainnya belum melakukan. Di Kota Denpasar, E-Procurement dibentuk dengan Keputusan Walikota Denpasar Nomor : 188.45/27/HK/2009

,

sedangkan di Kabupaten Badung diresmikan pada bulan Desember tahun 2010. E-Procurement di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung diselenggarakan melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). LPSE adalah unit kerja yang dibentuk di berbagai instansi dan pemerintah daerah untuk melayani Unit Layanan Pengadaan (ULP) atau Panitia/Pokja ULP Pengadaan yang akan melaksanakan pengadaan secara elektronik.

Oleh karena hanya dua kabupaten/kota di Provinsi Bali yang baru melaksanakan E-Procurement, dari 9 kabupaten/kota, atau hanya 22,22 persen, yang diilustrasikan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1

(28)

Dengan keadaan demikian berarti pelaksanaan reformasi birokrasi di Provinsi Bali dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa belum berjalan dengan baik. Faktor sumberdaya manusia yang kurang siap dan handal dapat menjadi penyebab hambatan realisasi pelaksanaan LPSE tersebut.

2.1.5 Persentase Kabupaten/Kota Yang Telah Memiliki Perda Transparansi. Tansparasi penyelenggaraan pemerintahan merupakan salah satu bagian dari syarat terwujudnya sistem pemerintahan yang baik, maka peran serta masyarakat sangat diperlukan. Informasi publik yang didapatkan meliputi akuntabilitas publik, mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Adanya transparansi akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan.

Peraturan Daerah (Perda) transparansi atau keterbukaan sangat

diperlukan guna mencegah dan meminimalisir terjadinya pembohongan publik yang bisa saja dilakukan oleh suatu pejabat maupun sebuah lembaga institusi pemerintahan. Tujuan dari transparasi penyelenggaraan pemerintahan ini selain dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, juga dapat diketahui alasan kebijakan publik yang akan diambil. Perda Transparansi tersebut dapat mengurangi terjadinya tindakan penyelewengan atau pelanggaran oleh sebuah institusi, terutama oleh institusi pemerintah. Terwujudnya Peraturan Daerah (Perda) transparansi menunjukkan kinerja pemerintah dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik (good governance) dan upaya memerangi korupsi.

Sampai dengan pertengahan tahun 2011, belum ada pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali yang memiliki Peraturan Daerah tentang transparansi penyelenggaraan pemerintah. Dengan demikian dapat mengindikasikan bahwa kinerja pemerintah daerah dalam melakukan reformasi birokrasi belum berjalan dengan baik.

2.1.6 Rekomendasi Bidang Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola

Dalam rangka menciptakan pemerintahan yang baik, yaitu transparan dan bebas korupsi, pemerintah daerah diharapkan meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan daerah sehingga dapat memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), serta mendesak Pemda Kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Daerah E-Procurement dan Perda Transparansi agar segera membentuk dan

(29)

mengesahkannya. Di samping itu, perlu dilakukan pelatihan terhadap staf dalam menggunakan teknologi informasi (IT), dan mereka yang menangani LPSE dan keuangan yang telah mendapatkan pelatihan, tidak dimutasi sampai ada pengganti yang handal.

2.2. Pendidikan

Dalam Evaluasi Kinerja Pembangunan Pemerintah Daerah (EKPD) dalam program pendidikan indikatornya adalah:

1) Rata-rata Lama Sekolah

2) Angka Partisipasi Murni (SD/MI) 3) Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

4) Pemantapan/Rasionalisasi Implementasi BOS 5) Angka melek aksara 15 tahun keatas

Capaian kinerja pembangunan tiap-tiap indikator kinerja program pendidikan tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Rata-rata Lama Sekolah

Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan yang dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Upaya

peningkatan rata-rata lama sekolah penduduk, khususnya untuk usia 15 tahuh ke atas antara lain dengan memperkecil angka putus sekolah dan meningkatkan angka melanjutkan antarjenjang pendidikan.

Rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi Bali dari tahun 2009 mengalami peningkatan ke tahun 2010, yaitu dari 7,83 tahun menjadi 7,86 tahun, seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.2. Angka ini juga telah melampaui target masing-masing, untuk tahun 2009 sebesar 7,80, tahun 2010 7,85 tahun. Meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk di Provinsi Bali tidak lepas dari meningkatnya pendapatan per kapita penduduk, tersebarnya fasilitas pendidikan sampai ke pelosok-pelosok desa, yang mudah dijangkau oleh masyarakat, dan disalurkannya dana BOS serta bea siswa bagi anak-anak dari keluarga miskin.

(30)

Gambar 2.2

Rata-rata Lama Sekolah Penduduk di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011 7 7,2 7,4 7,6 7,8 8 T a h u n

Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

RLS 7,8 7,83 7,85 7,86 7,91 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011 .

2.2.2 Angka Partisipasi Murni (SD/MI)

Angka partisipasi murni (APM) yang diterjemahkan dari Net Enrolment ratio (NER) merupakan proporsi anak sekolah pada suatu kelompok umur tertentu yang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok umurnya, untuk SD adalah 7 – 12 tahun. APM merupakan salah satu tolok ukur yang digunakan MDGs dalam mengukur pencapaian kesetaraan gender dibidang pendidikan. APM mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu, yang dibagi dalam kelompok penduduk jenjang pendidikan sekolah dasar yaitu usia 7-12 tahun. Secara umum capaian APM Sekolah Dasar/Madrasah Itsibiah periode tahun 2009 - 2010 di Provinsi Bali mengalami peningkatan, dari 96,10 persen pada tahun 2009 menjadi dan 98,58 persen pada tahun 2010, namun belum mencapai target sebesar 100 persen.

Tidak tercapainya target APM SD/MI pada tahun 2009 dan 2010 disebabkan oleh: 1) rendahnya jumlah anak yang tidak/belum sekolah dari keluarga kurang mampu, 2) rendahnya kemampuan ekonomi keluarga, dan 3) tingginya angka drop out karena faktor ekonomi. Keberhasilan dalam peningkatan Angka Partisipasi Murni (SD/MI) menggambarkan bahwa semakin sedikit jumlah anak-anak yang berusia dari 7 -12 yang tidak mengikuti pendidikan pada jenjang SD. Peningkatan APM SD/MI dari tahun 2009 ke tahun 2010 tidak lepas dari peningkatan pendapatan

(31)

perkapita penduduk yang dicerminkan oleh Indeks Pendapatan Per Kapita (IPPK) dengan harga konstan tahun 2000, meningkatnya jumlah peserta didik Taman Kanak-kanak, keberadaan sekolah yang mudah dijangkau oleh masyarakat, tersedianya berbagai subsidi dan bantuan pendidikan sehingga meringankan beban orang tua siswa, dan meningkatnya soft skill dan hard skill para pendidik yang menyebabkan iklim proses belajar mengajar menjadi lebih baik anak-anak usia SD tertarik dan betah untuk belajar di sekolah.

Gambar 2.3

Angka Partisipasi Murni (APM) Sekolah Dasar dan Madrasal Istibiyah Di Provinsi Bali, Tahun 2009 - 2011

80,00 85,00 90,00 95,00 100,00 P er sen

Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI

APM 100,00 96,10 100,00 98,58 100,00 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

2.2.3 Angka Partisipasi Kasar (SD/MI)

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah murid pada jenjang pendidikan SD dengan penduduk kelompok usia sekolah sekolah dasar (7-12 tahun) dan dinyatakan dalam persentase. Hasil perhitungan APK ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan tertentu pada wilayah tertentu. APK sering disebut juga dengan Gross Enrollment Rate (GER). Indikator ini juga sering digunakan untuk melihat kondisi pendidikan di suatu wilayah. Semakin tinggi APK berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah di suatu jenjang pendidikan pada suatu wilayah. Nilai APK bisa lebih besar dari 100 persen karena terdapat murid yang berusia di luar usia resmi sekolah, terletak di daerah kota, atau terletak pada daerah perbatasan ikut terdaftar pada jenjang pendidikan ini.

(32)

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan Madrasal Istibiyah di Provinsi Bali, dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami kenaikan. Kenaikan ini sangat berkaitan dengan keberhasilan pembangunan dalam bidang pendidikan itu sendiri, seperti tersedianya sekolah dasar sampai ke pelosok-pelosok desa, yang dilengkapi dengan sarana belajar yang memadai. Di samping itu peningkatan pendapatan per kapita penduduk menyebabkan semakin sedikit orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya dengan alasan membantu orang tuanya di rumah.

APK SD memang cenderung tinggi dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Hal ini disebabkan SD merupakan pendidikan dasar formal pertama yang mesti dilalui oleh anak usia sekolah. Apalagi Pemerintah punya komitmen untuk menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar (SD dan SMP).

Gambar 2.4

Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan Madrasah Istibiyah Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011

100 105 110 115 120 Per sen

Angka Partisipasi Kasar (APK) SD/MI

APK 110,00 110,85 112,00 116,80 115,00 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

Berdasarkan Gambar 2.4 juga dapat dijelaskan bahwa capaian Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah Dasar dan Madrasal Istibiyah di Provinsi Bali, dari tahun 2010 melampaui target tahun 2011. Hal ini disebabkan karena gencarnya program pembangunan di Provinsi, khsusunya dalam bidang pendidikan dengan meningkatnya akses dan mutu pada layanan pendidikan serta terlaksananya wajib belajar 12 tahun, melalui program Bali MANDARA (maju, aman dan sejahtera).

(33)

2.2.4 Pemantapan/Rasionalisasi Implementasi BOS

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar pelaksana program wajib belajar. Namun demikian dana BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam biaya personalia dan biaya investasi.

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005 telah berperan besar dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun tersebut. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program. Selain untuk mempertahankan Angka Partisipasi Kasar (APK), BOS diharapkan mampu berkontribusi besar dalam peningkatan mutu pendidikan dasar, selain itu dengan kenaikan biaya satuan BOS yang signifikan program BOS akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan gratis di tingkat pendidikan dasar.

Sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP (termasuk SMPT), baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.

Pemberian BOS dilatarbelakangi oleh:

1) UU No 20 tentang Sisdiknas: Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

2) Wajib Belajar 9 Tahun telah tuntas dengan APK untuk SMP/sederajat sebesar 98,11%

3) PP No 48 tentang Pendanaan Pendidikan secara jelas menjelaskan jenis pendanaan pendidikan dan tanggung-jawab masing-masing tingkatan

Tujuan umum dari BOS adalah meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Tujuan khusus dari BOS adalah:

1) Menggratiskan seluruh siswa miskin tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah baik di sekolah negeri maupun swasta ;

2) Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI) ;

(34)

3) Meringankan beban operasional sekolah bagi siswa di sekolah negeri dan swasta.

Dana BOS berasal dari APBN kemudian masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota yang masuk dalam APBD. Namun, pemerintah daerah diharapkan ikut menyediakan dana pendamping BOS. Di samping dana pendamping BOS, pemerintah daerah juga menyediakan beasiswa bagi masyarakat miskin, yatim piatu atau anak terlantar. Jumlah siswa SD/SDLB yang menjadi sasaran BOS selama tahun 2009 – 2011 disajikan pada Gambar 2.5.

Dari tahun 2009 ke tahun 2010, siswa SD/SDLB yang menjadi sasa ran BOS meningkat sekitar 1986 orang, atau dengan peeningkatan 0,52 persen. Pada tahun 2011, siswa sasaran BOS meningkat sekitar 0,56 persen. Pengalaman-pengalaman sebelumnya, dana BOS yang dianggarkan direalisasikan 100 persen, yaitu sesuai dengan target yang ditetapkan sebelumnya. Namun untuk tahun 2011 sampai dengan bulan September dana BOS belum direalisasikan.

Gambar 2.5

Jumlah Siswa SD/SDLB Sasaran BOS di Provinsi Bali, tahun 2009 - 2011

400.000 405.000 410.000 415.000 420.000 o ra n g

Jumlah Siswa SD/SLB Sasaran BOS

BOS SD 415.262 415.262 417.248 417.248 419.571 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

Di pihak lain, dana BOS untuk siswa SMP/SMPLB di Provinsi Bali pada tahun 2009 disasar untuk 169.320 orang seperti yang disajikan pada Gambar 2.6.

(35)

Siswa sasaran BOS pada tingkat SMP/SMPLB selama tahun 2009 – 2011 meningkat rata-rata 1,26 persen. Peningkatan ini sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk pada jenjang SMP di Provinsi Bali pada periode 2009 - 2011. Capaian atau realisasi siswa sasaran BOS pada tingkat SMP dan SMPLB juga 100 persen sesuai dengan yang direncanakan.

Gambar 2.6

Jumlah Siswa SMP/SMPLB Sasaran BOS di Provinsi Bali, tahun 2009 - 2011

150.000 155.000 160.000 165.000 170.000 175.000 o ra n g

Jumlah Siswa SMP/SMPLB Sasaran BOS

BOS SMP 169.320 169.320 171.311 171.311 173.630 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

2.2.5 Angka Melek Aksara 15 Tahun Keatas

Salah satu indikator terlaksananya dengan baik pendidikan untuk masyarakat dapat diketahui dengan meningkatnya angka melek huruf atau kemampuan baca tulis dalam masyarakat tersebut. Indikator ini juga dapat menggambarkan mutu dari SDM yang ada di suatu wilayah yang diukur dalam aspek pendidikan, karena semakin tinggi angka kecakapan baca tulis maka semakin tinggi pula mutu dan kualitas SDM. Ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat, jika tidak diimbangi dengan peningkatan mutu dan kualitas SDM yang ada kita tidak akan dapat menyerap semua perkembangan dari ilmu pengetahuan tersebut secara maksimal. Di sinilah pendidikan memainkan peran pentingnya dalam rangka berusaha untuk tetap sejajar dan sealur mengimbangi gerak cepat laju ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi yang salah satunya melalui kemampuan baca tulis.

(36)

Angka Melek Huruf (AMH) adalah persentase penduduk usia 15 tahun keatas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam hidupnya sehari-hari. Kemampuan membaca dan menulis merupakan kemampuan dasar bagi setiap orang untuk memperoleh berbagai informasi dan pengetahuan terlebih pada era informasi global seperti sekarang ini. Informasi dari angka melek huruf digunakan sebagai indikator: 1) mengukur keberhasilan program-program pemberantasan buta huruf, terutama di daerah pedesaan, 2) menunjukkan kemampuan penduduk di suatu wilayah dalam menyerap informasi dari berbagai media, dan 3) kemampuan untuk berkomunikasi secara lisan dan tertulis.

Angka melek huruf (AMH) di Provinsi Bali dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami peningkatan, yaitu dari 87,18 persen pada tahun 2009 menjadi 87,43 persen pada tahun 2010, seperti yang disajikan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7

Angka Melek Huruf Penduduk 15 Tahun Ke Atas Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010

84 85 86 87 88 P er sen

Angka Melek Huruf (AMH)

AMH 87,10 87,22 87,40 87,43 87,70 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

Peningkatan tersebut tidak lepas dari partisipasi penduduk bersekolah. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, peningkatan partisipasi penduduk bersekolah disebabkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat dan tersebarnya sekolah-sekolah sampai pelosok-pelosok yang mudah dijangkau oleh masyarakat, serta tersedianya sarana pendidikan yang memadai, dan juga berkat dikucurkannya

(37)

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang meringankan beban siswa, serta pemberian bea siswa bagi keluarga miskin.

2.2.5 Rekomendasi Terhadap Bidang Pendidikan

Meskipun capaian kinerja pembangunan dalam bidang pendidikan sudah cukup bagus, yaitu mengalami pentingkatan dari tahun 2009 ke tahun 2010, namun perlu juga terus dipacu untuk lebih baik lagi, terutama untuk indikator melek huruf. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan ranking capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pmebinaan program penghapusan buta huruf agar lebih diutamakan di daerah pedesaan, karena sebagian besar mereka yang usia lanjut ada di pedesaan.

2.3. Kesehatan

Indikator kinerja pembangunan dalam bidang kesehatan yang dievaluasi adalah:

1) Angka Kematian Bayi 2) Usia Harapan Hidup

3) Persentase penduduk ber-KB (contraceptive prevalence rate) 4) Laju pertumbuhan penduduk

5) Persentase Ibu Bersalin Yang Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih 6) Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)

7) Pemberian Imunisasi Pada Bayi

Capaian kinerja pembangunan tiap-tiap indikator kinerja program kesehatan tersebut diuraikan sebagai berikut.

2.3.1 Angka Kematian Bayi

Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate) merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mendeskripsikan tingkat pembangunan manusia di sebuah negara dari sisi kesehatan masyarakatnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya kematian bayi berusia dibawah satu tahun, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Angka Kematian Bayi menggambarkan keadaan sosial ekonomi masyarakat dimana angka kematian itu dihitung. Kegunaan Angka Kematian Bayi untuk pengembangan perencanaan berbeda antara kematian

(38)

neo-natal dan kematian bayi yang lain. Karena kematian neo-neo-natal disebabkan oleh faktor endogen yang berhubungan dengan kehamilan maka program-program untuk mengurangi angka kematian neo-natal adalah yang bersangkutan dengan program pelayanan kesehatan Ibu hamil, misalnya program pemberian pil besi dan suntikan anti tetanus. Angka Kematian Post-NeoNatal dan Angka Kematian Anak serta Kematian Balita dapat berguna untuk mengembangkan program imunisasi, serta program-program pencegahan penyakit menular terutama pada anak-anak, program penerangan tentang gisi dan pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5 tahun.

Target kondisi ideal yang ingin dicapai dalam MDGs antara lain menurunkan sepertiga angka kematian bayi (AKB) dan balita (AKBa) pada tahun 2015. Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat setelah bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat satu tahun. Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut dengan kematian neonatal; adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian bayi eksogen atau kematian post neo-natal, adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar.

Untuk membahas Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Bali dalam hal ini digunakan data Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB) yang disediakan oleh Bappeda Provinsi Bali. Dengan mengurangi bilangan 100 dengan AKHB akan diperoleh AKB. Berdasarkan Gambar 2.8 dapat diketahui bahwa secara umum, angka kematian bayi di Provinsi Bali dari tahun 2009 ke tahun 2010 mempunyai kecendrungan menurun. Pada akhir tahun 2012 AKB di Provinsi Bali ditargetkan 11,63. Penurunan AKB di Provinsi Bali disebabkan oleh beberapa faktor antara lain a) adanya pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat (PPK) sehingga mampu menopang kehidupan yang lebih sehat, b) tersedianya sarana/prasarana kesehatan sampai ke desa-desa, dan berfungsi dengan layak, c) meningkatnya tenaga kesehatan (T.Kes) per 100.000 penduduk, dan d) meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan. Di samping itu, menurunkan angka kematian bayi dalam pendekatan faktor sosial dapat dilakukan dengan cara memperbaiki perilaku

(39)

hidup sehat sebelum kehamilan. Segera setelah hamil, maka ibu hamil diberikan akses untuk menjaga pola hidup sehat dan akses pemeliharaan kehamilan. Peningkatan AKB ini berimbas dengan peningkatan angka harapan hidup yang merupakan cerminan dari peningkatan kesehatan baik ibu maupun anak.

Gambar 2.8

Angka Kematian Bayi Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010

7,0 9,0 11,0 13,0 1 p er 1000 kel ah ir an

Angka Kematian Bayi

AKB 12,00 12,11 11,85 11,90 11,70 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

2.3.2 Usia Harapan Hidup

Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui tempat pelayanan kesehatan, meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya

Usia Harapan Hidup adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur tertentu, pada suatu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya. Usia Harapan Hidup yang rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan.

(40)

Angka usia harapan hidup masyarakat di Provinsi Bali dari tahun 2009 ke

tahun 2010 sedikit mengalami peningkatan seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.9. Hal ini disebabkan karena program pembangunan kesehatan, dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan kalori termasuk program pemberantasan kemiskinan, peningkatannya tidak cukup signifikan untuk meningkatkan usia harapan hidup masyarakat. Disamping itu, cara menghitung Usia Harapan Hidup yang kurang valid, menyebabkan angka itu dari satu tahun ke tahun lainnya tidak menunjukkan perubahan. Idealnya cara menghitung Usia Harapan Hidup dihitung berdasarkan Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate/ASDR) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat Tabel Kematian. Tetapi karena sistem registrasi penduduk di Indonesia belum berjalan dengan baik maka untuk menghitung Usia Harapan Hidup digunakan cara tidak langsung dengan program Mortpak Lite.

Gambar 2.9

Angka Usia Harapan Hidup Di Provinsi Bali, tahun 2009 dan 2010

50,0 55,0 60,0 65,0 70,0 75,0 T a h u n

Usia Harapan Hidup (UHH)

UHH 72,0 72,4 73,0 73,2 74,0 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

2.3.3 Persentase Penduduk ber-KB (Contraceptive Prevalence Rate)

Persentase penduduk ber-KB adalah banyaknya pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu cara kontrasepsi. Angka ini menunjukkan tinggi

(41)

rendahnya partisipasi masyarakat, khususnya PUS untuk mengikuti program keluarga berencana (KB). Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya penduduk ber-KB antara lain:

1) Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja akan hak-hak reproduksi. Hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana (KB) yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil berkualitas belum dipahami oleh sebagian masyarakat dan keluarga.

2) Masih rendahnya usia kawin pertama penduduk. Tingginya angka kelahiran erat kaitannya dengan usia kawin pertama dengan pembentukan keluarga kecil yang berkualitas.

3) Rendahnya partisipasi laki-laki dalam ber-KB. Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang beorientasi pada kesetaraan dan keadilan gender dalam hal KB.

4) Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga. Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli. Keluarga miskin pada umumnya mempunyai anggota keluarga cukup banyak.

5) Masih lemahnya institusi daerah dalam pelaksanaan program KB. Salah satu masalah utama bagi kelangsungan program dan kelembagaan keluarga berencana adalah desentralisasi program KB.

6) Belum serasinya kebijakan kependudukan dalam mendukung pembangunan berkelanjutan.

7) Belum tertatanya administrasi kependudukan dalam rangka membangun sistem pembangunan, pemerintahan, dan pembangunan yang berkelanjutan.

Berdasarkan Gambar 2.10 dapat dilihat bahwa persentase partisipasi penduduk di Provinsi Bali yang ber-KB mengalami kenaikan dari tahun 2009 ke tahun 2010, dan untuk angka tahun 2010 sudah mencapai 85,04 yang justru melebihi target untuk 2010. Dari segi persentase, sebenarnya partisipasi penduduk di Provinsi Bali ber-BK cukup tinggi, yaitu melebihi rata-rata nasional sebesar 60,3 persen. Meningkatnya persentase penduduk ber-KB disebabkan karena semakin baiknya kondisi ekonomi dan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja akan hak-hak reproduksi. Hak-hak dan kesehatan reproduksi termasuk keluarga berencana (KB) yang merupakan dasar terwujudnya keluarga kecil berkualitas belum dipahami oleh sebagian masyarakat dan keluarga.

(42)

Gambar 2.10

Persentase Penduduk Ber-KB di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010

50,00 55,00 60,00 65,00 70,00 75,00 80,00 85,00 90,00 P er sen

Pe rse ntase Pe nduduk be r-KB

CPR 80,00 74,87 80,00 85,04 80,00 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

2.3.4 Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk ialah persentase perkembangan jumlah penduduk suatu daerah atau negara atau daerah dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk suatu negara atau daerah dapat diketahui melalui sensus, registrasi dan survei penduduk. Laju pertumbuhan penduduk suatu negara atau daerah ditentukan oleh besarnya komponen-komponen dinamika kependudukan, seperti kelahiran, kematian, migrasi masuk, dan migrasi keluar. Kelahiran dan migrasi masuk akan berkontribusi positif terhadap laju pertumbuhan penduduk, sebaliknya kematian dan migrasi keluar berkontribusi negatif terhadap laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah semakin cepat pula penduduk tersebut menjadi dua kali lipat. Secara matematis diperkirakan bahwa jumlah penduduk menjadi dua kali lipat dalam jangka waktu 70/r; dimana 70 adalah konstanta dan r merupakan laju pertumbuhan penduduk.

Pengalaman empiris menunjukkan bahwa pertumbuhan penduduk dapat memberikan dampak positif dan negatif terhadap pembangunan. Pertumbuhan penduduk memberikan dampak positif berdasarkan simulasi dan analisis yang dilakukan dalam penelitian di Indonesia, ternyata terlihat kalau angka pertumbuhan ekonomi proporsional terhadap angka pertumbuhan penduduk. Ini berarti,

(43)

pertumbuhan penduduk di Indonesia berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian Wilson ini diperkuat dengan argumen yang dikemukakan oleh Jones (1995), yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada masa lalu disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi. Namun jika pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pada produksi makanan dan kebutuhan dasar lainnya yang sering disebut ledakan penduduk, akan dapat memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Dampak negatif dari ledakan penduduk antara lain :

1) Jumlah pengangguran semakin meningkat;

2) Kekurangan pangan yang menyebabkan kelaparan dan gizi rendah/ buruk;

3) Kebutuhan pendidik, kesehatan dan perumahan sukar diperoleh; 4) Terjadinya polusi dan kerusakan lingkungan;

5) Tingkat kemiskinan semakin meningkat, yang selajutnya dapat memicu terjadinya kriminalitas..

Berkaitan dengan hal itu, untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di suatu wilayah, pemerintah menerapkan berbagai kebijakan di bidang kependudukan antara lain melalui program KB, program transmigrasi, program kesehatan, dan sebagainya.

Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Bali menurut hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencapai angka rata-rata 2,15 persen per tahun dari tahun 2000, seperti yang disajikan pada Tabel 2.4. Angka ini melebihi dari laju pertumbuhan penduduk secara nasional, yang hanya 1,49 persen dalam kurun waktu yang sama.

Pertambahan penduduk itu berasal dari kelahiran alamiah dan dari perpindahan penduduk dari luar Bali, dengan rincian yang disebabkan oleh kelahiran alamiah sebesar 1,1 persen dan yang diakibatkan oleh migrasi sosial sebesar 1,05 persen. Angka ini memiliki arti bahwa kontribusi pertumbuhan penduduk yang berasal dari migrasi sosial hampir seimbang dengan kelahiran alamiah. Banyaknya pendatang (migrasi) dari berbagai daerah yang mencoba mengadu nasib di Bali, karena Bali sebagai daerah pariwisata ini dinilai menjanjikan peluang dan harapan dalam meningkatkan kesejahteraan.

(44)

Tabel 2.4

Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Bali Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 2000 – 2010

No. Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk Pertumbuhan (%) 2000 2010 1. Jembrana 231.806 261.618 1,22 2. Tabanan 376.030 420.370 1,12 3. Badung 345.863 543.681 4,63 4. Gianyar 393.155 470.380 1,81 5. Klunqkung 155.262 170.559 0,94 6. Bangli 193.776 215.404 1,06 7. Kr.Asem 360.486 396.892 0,97 8. Buleleng 558.181 624.079 1,12 9. Denpasar 532.440 788.445 4,00 BALI 3.146.999 3.891.428 2,15

Sumber: Hasil Sensus Penduduk 2010, BPS Provinsi Bali, 2011

Program menekan pertumbuhan penduduk secara alamiah di Provinsi Bali tergolong berhasil, hanya satu persen, namun pertumbuhan penduduk pendatang agak sulit diatasi, karena keberhasilan pembangunan ekonomi daerah. Denpasar sebagai ibukota Provinsi Bali dan Kabupaten Badung sebagai pusat kepariwisataan di Pulau Dewata masing-masing mengalami pertumbuhan penduduk 4,63 persen dan 4,0 persen setiap tahunnya.Tujuh kabupaten lainnya meliputi Kabupaten Buleleng, Tabanan, Jembrana, Bangli, Gianyar, Klungkung dan Kabupaten Karangasem berkisar antara satu hingga 1,4 persen. Kabupaten yang memiliki pertumbuhan penduduk paling rendah adalah Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Klungkung, memiliki potensi ekonominya kurang begitu menarik bagi para pendatang.

Kabupaten.42.15

2.3.5 Persentase Ibu Bersalin Yang Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Salah satu faktor tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah disebabkan karena relatif masih rendahnya cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan. Semakin tinggi cakupan persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan cenderung menyebabkan menurunnya kematian ibu dalam melahirkan.

Departemen Kesehatan menetapkan target 90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010. Perbandingan dengan hasil survei SDKI bahwa persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkat dari 66

(45)

persen dalam SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand di mana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%. Apabila dilihat dari proyeksi angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan nampak bahwa ada pelencengan dari tahun 2004 dimana angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dibawah dari angka proyeksi, apabila hal ini tidak menjadi perhatian kita semua maka diperkirakan angka pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar 90 % pada tahun 2010 tidak akan tercapai, konsekuensi lebih lanjut bisa berimbas pada resiko angka kematian ibu meningkat.

Tabel 2.5

Persentase Ibu Bersalin Yang Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Di Provinsi Bali, Tahun 2009 – 2011

No. Kabupaten/ Kota

Jumlah Ibu Bersalin Jumlah Ibu Ditolong PN Persen

2.009 2.010 2.011 2.009 2.010 2.011 2009 2010 2011 1 Jembran a 4.320 4.320 2.254 4.433 4.320 2.274 97,45 100,00 99,12 2 Tabanan 4.890 5.253 2.340 5.503 5.253 2.360 88,86 100,00 99,15 3 Badung 7.715 8.084 3.769 8.032 8.458 3.883 96,05 95,58 97,08 4 Gianyar 6.831 6.684 3.385 7.239 7.233 3.542 94,36 92,41 95,56 5 Klunqku ng 2.929 2.856 1.494 3.151 3.175 1.594 92,95 89,95 93,74 6 Bangli 3.717 3.912 1.892 3.858 3.912 1.912 96,35 100,00 98,95 7 Kr.Asem 7.684 7.914 3.833 7.846 7.969 3.867 97,94 99,31 99,13 8 Buleleng 11.732 12.742 5.910 12.398 12.742 5.930 94,63 100,00 99,66 9 Denpasa r 11.769 12.516 7.676 12.139 12.526 7.705 96,95 100,00 99,62 BALI 61.587 64.281 32.553 64.599 65.470 33.066 95,34 98,18 98,45

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Tahun 2011 Keterangan: Data tahun 2011 hanya sampai bulan Juni

Berdasarkan Tabel 2.5 dapat diketahui bahwa cakupan ibu bersalin yang dibantu oleh tenaga kesehatan di Provinsi Bali dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2009 cakupun persalinan dengan tenaga kesehatan mencapai 95,34 persen, tahun 2010 meningkat menjadi 98,18 persen, dan pada tahun 2011 meningkat sedikit menjadi 98,45 persen. Namun, cakupan ini tidak merata di berbagai wilayah. Kondisi geografis, persebaran penduduk dan sosial budaya merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya aksesibilitas terhadap tenaga pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, dan tentunya disparitas antar daerah akan berbeda satu sama lain.

(46)

Gambar

Gambar    2.4  menunjukkan  bahwa  Angka Partisipasi Kasar (APK) Sekolah  Dasar dan Madrasal Istibiyah   di  Provinsi Bali, dari tahun 2009 ke tahun 2010  mengalami kenaikan
Gambar 2.25  Kurva Lorenz
Gambar 2.29 menunjukkan bahwa pada tahun 2009 pendapatan per kapita  di Provinsi Bali adalah Rp 16,21 juta, sedangkan pada tahun 2010   pendapatan per  kapita  di Provinsi Bali adalah Rp 17,08  juta

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan Perundang-Undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan

Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan sumberdaya manusia , dalam pengukuran Indenk Pembangunan Manusia (IPM) kesehatan adalah salah

Tugas kita adalah menyusun kata atau rumus kimia yang ditampilkan untuk kita perbaiki menjadi satu kesatuan yang baik dan benar3. Dan kita juga ditantang untuk

Pada hierarki V karakter gaya Cina yaitu terdapat ukiran di daun pintu dengan motif mega mendung yang merupakan campuran budaya Cina dan Cirebon, terdapat relief bunga

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan Manusia (IPM) Pembangunan Manusia (IPM): indeks komposit yang tersusun Pembangunan Manusia (IPM) dari tiga indikator:

4.676 Jumlah petugas kesehatan masyarakat yang didukung atau dilatih untuk mencegah dan mengurangi dampak COVID-19 pada kelangsungan hidup anak.. 36.461 Jumlah anak perempuan

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu antara lain: (1) keterbatasan dalam mengambil variabel bebas yang digunakan dalam penelitian, yaitu hanya terbatas pada rasio

Rendemen hasil terbesar diperoleh ketika elektrolisis menggunakan pasangan elektroda C-C yaitu sebesar 7,9% untuk elektrolisis tanpa pengotor dan 6,3% untuk elektrolisis