• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator reformasi birokrasi dan tata kelola dalam mengevaluasi kinerja pembangunan daerah adalah:

2.4. Penanggulangan Kemiskinan

Kinerja pembangunan dalam bidang penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi indikatornya adalah:

1) Persentase penduduk miskin 2) Tingkat pengangguran terbuka

Deskripsi kinerja pembangunan dalam bidang penanggulangan kemiskinan dengan masing-masing indikator adalah sebagai berikut:

2.4.1 Persentase Penduduk Miskin

Penduduk miskin adalah orang yang tidak mampu dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Biro Pusat Statistik melakukan pengukuran kemiskinan melalui pendekatan pengeluaran, atau menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan-Makanan (GKBM). Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Berkaitan dengan

hal itu, setiap tahun BPS melakukan penyesuaian terhadap garis kemiskinannya. Sebab utamanya adalah perubahan harga (inflasi), namun kadang juga oleh perubahan pola konsumsi masyarakat. Selama ini GK selalu naik, dan hampir bisa dipastikan pula untuk tahun-tahun mendatang. Sumber data utama yang dipakai BPS untuk menentukan GK adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD).

Garis kemiskinan yang disetarakan dengan jumlah rupiah yang dibutuhkan bervariasi antar daerah tergantung pada harga–harga kebutuhan dasar di masing– masing daerah. Dengan demikian orang atau masyarakat yang terbebas dari kategori miskin adalah orang yang telah melampaui tingkat konsumsi seperti tersebut di atas. Misalnya, ukuran yang dipergunakan di Provinsi Bali pada tahun 2009 adalah tingkat pengeluaran per kapita per bulan sebesar Rp 211.461,- untuk daerah kota dan Rp 176.003,- untuk daerah perdesaan (BPS Provinsi, 2009). Dengan mempergunakan batas tingkat kemiskinan absolut tersebut, jumlah penduduk miskin di Bali tahun 2009 berjumlah 181.720 jiwa atau 5,13 persen dari dari jumlah penduduk.

Gambar 2.11

Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010

3,00 4,00 5,00 P er sen

Persentase Penduduk Miskin

Penduduk Miskin 6,00 5,13 5,00 4,88 4,00 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

Gambar 2.11 menunjukkan bahwa persentase penduduk di Provinsi Bali yang di bawah garis kemiskinan mengalami penurunan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari 5,13 persen menjadi 4,88 persen. Pada tahun 2011 Pemerintah Daerah menargetkan persentase penduduk di Provinsi Bali turun menjadi empat persen, dan tahun 2012 menjadi tiga persen.

Pada tahun 2010 persentase penduduk miskin di Provinsi Bali sangat jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 13,33 persen. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali bersama pemkab/pemkot se-Bali dan pihak-pihak terkait dalam memangkas angka penduduk miskin di Bali. Upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui program penanggulangan kemiskinan yang dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kluster antara lain: (1) bantuan dan perlindungan sosial dengan instrumennya antara lain beras untuk rakyat miskin (Raskin), jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), bantuan langsung tunai (BLT), bantuan opersional sekolah (BOS) dan lain-lain; (2) pemberdayaan masyarakat dengan instrumennya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, antara lain PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP); (3) Penguatan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) dengan instrumennya Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Disamping itu Pemerintah Provinsi Bali memberikan bantuan berupa beasiswa bagi siswa yang berasal dari rumah tangga miskin, bantuan kepemilikan dokumen kependudukan bagi rumah tangga miskin, bantuan kelompok usaha bersama bagi rumah tangga miskin, bantuan ternak, dan sebagainya.

Upaya-upaya lain yang dilakukan akhir-akhir ini antara lain bedah rumah, pengobatan gratis, Jaminan kesehatan Bali Mandara (JKBM), pembangunan sarana prasarana, penerapan sistem pertanian terintegrasi dan penguatan modal usaha mikro dan kecil dengan menyalurkan kredit tanpa agunan. Selain upaya-upaya itu, Pemerintah Provinsi Bali juga berupaya mengubah mind set masyarakat miskin agar mampu keluar dari kemiskinan, baik perubahan budaya, sikap mental maupun perilaku.

Untuk mengefektifkan upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2005 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK), yang selanjutnya Pemerintah Provinsi Bali membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi

Bali berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 240/04-H/HK/2008, tanggal 14 April 2008. Tugas Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Provinsi Bali adalah mengkoordinasikan berbagai aspek meliputi (1) aspek pendataan, (2) aspek program, (3) aspek pendanaan dan (4) aspek kelembagaan. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam upaya penanggulangan kemiskinan antara lain: kurang validnya data rumah tangga miskin sebagai sasaran program dan belum sinkronnya berbagai program penanggulangan kemiskinan lintas sektor.

Secara kelembagaan, penanggulangan kemiskinan di Provinsi Bali berbasis partisipasi masyarakat telah dilakukan oleh lembaga–lembaga lokal, seperti Desa Pekraman, Banjar Adat, dan Subak. Dengan didukung budaya orang Bali yang menjunjung tinggi kejujuran, keterbukaan, keadilan, serta kebersamaan, yang sesuai dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Hal itu merupakan modal sosial yang berperan besar untuk pembangunan, khususnya dalam rangka penanggulangan kemiskinan, sehingga persentase penduduk miskin di Provinsi Bali lebih sedikit dibandingkan dengan pada tingkat nasional.

2.4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka

Pengangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah berkerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Proporsi atau jumlah pengangguran terbuka dari angkatan kerja berguna sebagai acuan pemerintah bagi pembukaan lapangan kerja baru, dan juga menunjukkan keberhasilan progam ketenagakerjaan dari tahun ke tahun. Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya contohnya kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka pengangguran terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam masyarakat. Sangatlah tepat jika pemerintah seringkali menjadikan indikator ini sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan.

Pengangguran terbuka di Provinsi Bali dari tahun 2008 ke tahun 2009 mengalami penurunan yang signkifikan dari 4,89 persen menjadi 2,93 persen.

Demikian juga dari tahun 2009 ke tahun 2010 sedikit menurun, yaitu menjadi 2,85 persen. Meskipun demikian, pengangguran terbuka di Provinsi Bali jauh dibandingkan dengan tingkat pengangguran terbuka secara nasional yang mencapat 7,87 persen pada tahun 2009 dan 7,41 persen pada tahun 2010.

Informasi yang diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, bahwa pengangguran terbuka di Provinsi Bali pada tahun 2010 didominasi pengangguran dari kalangan lulusan SMA/SMK itu mencapai 50,92 persen dari keseluruhan pengangguran di Bali. Di sebelah pihak, pengangguran dari kalangan lulusan universitas mencapai 15,49 persen, lulusan akademi/diploma 9,36 persen, lulusan SMP 12 persen, dan lulusan SD ke bawah 12,22 persen.

Dengan sangat kecilnya tingkat pengangguran di Provinsi Bali sangat mustahil meniadakan pengangguran tersebut. Hal ini disebabkan lonjakan pencari kerja selalu jauh lebih tinggi dibandingkan formasi lowongan kerja yang tersedia. Setiap tahunnya, ada ribuan calon tenaga kerja yang menamatkan pendidikannya di seluruh jenjang pendidikan. Sebagian dari mereka dipastikan tersingkir dari persaingan memperebutkan lapangan kerja yang tersedia.

Gambar 2.12

Persentase Pengangguran Terbuka di Provinsi Bali, Tahun 2009 dan 2010

2,00 2,50 3,00 P er sen

Persentase Pengangguran Terbuka

Pengangguran 3,00 2,93 3,00 2,85 3,00 Target 2009 Capaian 2009 Target 2010 Capaian 2010 Target 2011

Berbagai upaya Pemerintah Daerah menekan persentase pengangguran itu serendah mungkin melalui tiga jalur strategis. Pertama, melalui jalur pelatihan, di mana calon tenaga kerja diberikan keterampilan khusus sesuai minat, bakat dan kemampuan sehingga mereka memiliki jiwa kewirausahaan dan diharapkan mampu membuka lapangan kerja minimal untuk dirinya sendiri. Strategi kedua lewat jalur pengiriman tenaga kerja terdidik ke luar negeri. Terakhir strategi ketiga, Disnakertransduk setiap tahun menggelar Job Fair (bursa kerja) guna mempertemukan para pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja/perusahaan.

2.4.3 Rekomendasi Terhadap Bidang Penanggulangan Kemiskinan

Pemerintah daerah dengan berbagai kebijakan harus berusaha meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat. Meskipun persentase penduduk miskin di Provinsi Bali relative kecil, namun apabila ketahanan ekonomi masyarakat lemah, maka sedikit saja terjadi goncangan ekonomi angka tersebut akan cenderung meningkat, khususnya bagi penduduk yang hampir miskin. Pemerintah daerah juga hendaknya tetap melakukan kebijakan yang dapat menggairahkan masyarakat berusaha agar angka penangguran selalu rendah meskipun angkatan kerja bertambah. Database penduduk miskin dan penganggur juga dibuat untuk mempermudah pemantauan dan pemberian bantuan terkait dengan kebijakan yang ditempuh.