BAB II. KAJIAN PUSTAKA
D. Ilmu Pengetahuan Alam
Srini M. Iskandar (2001: 1) mengemukakan bahwa ilmu
pengetahuan alam adalah penyelidikan yang terorganisir untuk mencari
pola atau keteraturan dalam alam. Ilmu pengetahuan alam menawarkan
cara-cara untuk dapat memahami dan mempelajari kejadian-kejadian
yang ada di alam dan supaya dapat hidup di dalam alam. Ilmu
pengetahuan alam merupakan ilmu pengetahuan tentang kejadian bersifat
kebendaan dan pada umumnya didasarkan atas hasil observasi,
eksperimen dan induksi (Iskandar, 2001: 17 ). Sri Sulistyorini (2007: 39)
menuliskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang
alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengertian yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip
saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA
diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dari
sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Hakekat ilmu pengetahuan alam adalah sebagai produk, proses dan
sikap (Sulistyorini, 2007: 9-10).
Ilmu pengetahuan alam sebagai produk merupakan akumulasi
hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah
tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks.
Dalam pengajaran IPA seorang guru dituntut untuk dapat mengajak
anak didiknya memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar.
Alam sekitar merupakan sumber belajar yang paling otentik dan
tidak akan habis digunakan.
b. IPA sebagai proses
Proses di sini adalah proses mendapatkan IPA. Ilmu
pengetahuan alam disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah,
jadi yang dimaksud proses IPA adalah metode ilmiah. Sepuluh
keterampilan proses meliputi : (1) observasi; (2) klasifikasi; (3)
interpretasi; (4) prediksi; (5) hipotesis; (6) mengendalikan variable;
(7) merencanakan dan melaksanakan penelitian; (8) inferensi; (9)
aplikasi; (10) komunikasi.
c. IPA sebagai pemupukan sikap
Makna “sikap” pada pengajaran IPA dibatasi pengertiannya pada “sikap ilmiah terhadap alam sekitar”. Ada sembilan aspek sikap dari ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak usia SD atau
MI, yaitu : (1) sikap ingin tahu; (2) sikap ingin mendapatkan
sesuatu yang baru; (3) sikap kerja sama; (4) sikap tidak putus asa;
(5) sikap tidak berprasangka; (6) sikap mawas diri; (7) sikap
diri. Sikap ilmiah ini dapat dikembangkan ketika siswa melakukan
diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan di lapangan.
2. Pembelajaran IPA di SD
Sri Sulistyorini (2007: 40) mengemukakan tujuan pembelajaran
IPA SD yaitu:
a. memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME
berdasarkan keberadaaan, keindahan, dan keteraturan dan
ciptaannya.
b. mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran
tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
d. mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e. meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara,
menjaga, melestarikan lingkungan alam.
f. meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA
3. Kompetensi Dasar
Mata pelajaran IPA merupakan mata pelajaran wajib untuk siswa
kelas 5. Penelitian ini mengambil standar kompetensi bumi dan alam
semesta yang diajarkan pada semester 2 khususnya pada kompetensi
dasar mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan
karena prestasi belajar siswa banyak yang dibawah KKM.
Tanah sangat penting, karena tanah mendukung kehidupan pada
manusia, hewan, dan tumbuhan. Tanah terbentuk dari batuan yang telah
lapuk dan hancur.
a. Batuan: menurut proses pembentukannya, batuan dapat
digolongkan atas tiga golongan, yaitu: batuan beku, batuan
sedimen, batuan metamorf (Indrianti, 2010: 172-175).
1) Batuan beku
Batuan beku terbentuk dari magma yang membeku.
Batuan yang sudah ada di alam ini dapat berubah akibat
pengaruh perubahan suhu dan pelapukan, yang termasuk
batuan beku, antara lain: batu granit, batu basal, batu
obsidian, dan batu apung.
2) Batuan sedimen atau batuan endapan
Batuan endapan atau batuan sedimen merupakan batuan
yang terjadi karena pelapukan dari batuan yang sudah ada.
konglomerat, batuan breksi, batu pasir, batu serpih, dan batu
kapur atau batu gamping.
3) Batuan metamorf atau batuan malihan
Batu marmer berasal dari batu kapur yang mengalami
perubahan bentuk. Perubahan bentuk batu marmer
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena suhu dan
tekanan yang sangat tinggi, pengaruh air, dan perubahan
kimia yang terjadi di dalam kerak bumi. Batuan yang
mengalami perubahan bentuk disebut batuan metamorf.
Contoh batuan metamorf antara lain batu marmer (pualam),
batu tulis, batu sabak, batu kuarsa, dan batu genes
b. Pelapukan batuan: pelapukan batuan disebabkan oleh perubahan
suhu dan kegiatan alam lain. Macam-macam pelapukan ada tiga,
yaitu: pelapukan fisika, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologi.
1) Pelapukan fisika
Pelapukan fisika dapat disebabkan oleh perubahan
suhu. Suhu yang turun naik secara berulang-ulang akan
mengembangkan dan mengerutkan batuan yang ada.
Akibatnya batuan akan terkikis atau pecah berkeping-keping.
Pelapukan fisika juga dapat terjadi karena terpaan angin dan
hujan, serta tarikan gaya gravitasi. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan muka bumi yang disebabkan
2) Pelapukan kimiawi
Pelapukan kimiawi terjadi akibat adanya reaksi kimia
antara udara, air, dan mineral yang ada di dalam batuan.
Pelapukan kimiawi tampak jelas terjadi pada pegunungan
kapur (karst). Pelapukan ini berlangsung dengan batuan air
dan suhu yang tinggi. Air yang banyak mengandung CO2
(zat asam arang) dapat dengan mudah melarutkan batu kapur
(CaCO2). Peristiwa ini merupakan pelarutan dan dapat
menimbulkan gejalakarst(Sulistyowati, 2009: 113).
3) Pelapukan biologi
Pelapukan biologis disebabkan oleh kegiatan makhluk
hidup, yaitu manusia, tumbuhan, dan hewan. Berbagai
kegiatan makhluk hidup dapat mempercepat terjadinya
pelapukan.
Contoh pelapukan biologi antaralain: akar tumbuhan
dapat menembus dan menghancurkan batuan, dalam waktu
lama akar tumbuhan itu akan melapukkan batuan. Manusia
juga berperan dalam pelapukan melalui aktifitas penebangan
pohon, pembangunan maupun penambangan (Maryanto,
2009: 146).