• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

D. Implementasi Kebijakan Publik

Kebijakan tumbuh hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Kebijakan merupakan sarana menciptakan ketertiban dan ketentraman bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Oleh karena itu kebijakan melindungi kepentingan manusia, misalnya kemerdekaan, transaksi manusia satu dengan yang lain dalam masyarakat pasar dan sebagainya. Di samping itu juga untuk mencegah selanjutnya menyelesaikan pertentangan yang dapat menumbuhkan perpecahan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lembaga.

Berdasarkan funsingnya kebijakan, baik sebagai sarana rekayasa social maupun sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang mengatur retribusi diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian patuh kepada hukum

tersebut. peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu atau anggota masyarakat, maka kemungkinan kebijakan itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya, karena perilaku individu yang bermacam-macam. Dalam suatu masyarakat yang prularistik, penyimpangan yang dilakukan seseorang menjadi kebiasaan bagi lainnya. Dalam keadaan demikian diperlukan kontrol sosial, dalam arti mengendalikan tingkah laku pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konfrom dengan keharusan-keharusan norma, hampir selalu dijalankan dengan

berdasarkan kekuatan sanksi (Wignjosoebroto).

Kontrol sosial tidak terlaksanakan secara penuh dan konsekuen, bukan karena kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, tetapi karena sikap toleran agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Mengambil sikap toleran yaitu sementara pelanggar norma lepas dari sanksi yang seharusnya dijatuhkan (Soetandyo Wignjoseobroto,58). Di samping itu, kadar ketaatannya juga dipengaruhi oleh sanksi dari peraturannya atau darihukum dan para aparat penegak hukumnya. Sehingga tidak jarang pula terlihat kesenjangan antara perilaku yang diharapkan dngan maksud dan tujuan peraturan dengan perilaku yang diwujudkan.

Keefektifan hukum bila dikaitkan dengan badan-badan penegak hukumnya, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah undang yang mengaturnya harus dirancang dengan baik (perancangan undang-undang) dan mereka yang bekerja sebagai pelaksana kebijakan harus memusatkan

tugasnya dengan baik pula. Kebijakan agar berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi masyarakat biasa dan masyarakat pejabat (pegawai), maka dapat dipakai pula pendekatan dengan mengambil teori Robert Saidman yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tifa komponen dasar, yaitu pembuatan hukum (Undang-undang), birokrat pelaksana dan pemegang peranan. Dengan mencoba untuk menerapkan pandangan tersebut di dalam analisanya mengenai bekerjanya hukum di dalam masyarakat.

Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udoji dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakanadalah suatu yang penting, bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.

Kebijakan-kebijakan akan sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan. Dunn menyatakan bahwa akan halnya implementasi kebijakan, lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan.

Sehubungan dengan sifat praktis yang ada dalam proses implementasi kebijakan di atas, maka hal yng wajar bahwa implementasi ini berkaitan dengan proses administrasi. Konteks implementasi yang demikian baru akan terlihat pengaruhnya setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal itu yang menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahapan penting atau momentum dalam proses perumusan atau pembuatan kebijakan selanjutnya. Oleh karena itu, menurut Jones (1996) “tidak berlebihan jika dikatakan implementasi adalah aspek yang penting dari keseluruhan proses lahirnya kebijakan”. Namun hal senada kebanyakan dari kita sering beranggapan bahwa setelah kebijakan

disahkan oleh pihak yang berwewenang dengan sendirinya kebijakan itu akan dapat dilaksanakan, dan hasilnya pun akan mendekati seperti yang diharapkan oleh pihak pembuatan kebijakan tersebut. Senada juga dikemukakan oleh Salusu (2002) bahwa dalam kasus tertentu, proses implementasi kebijakan dapat terjadi seketika, tapi kebanyakan harus menunggu karena memerlukan persiapan yang cukup matang. Implemetasi dari suatu kebijakan adalah suatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif kebijakan dilakukan sudah harus dipertanyakan bagaimana melaksanakan setiap alternatif tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa implemtasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu.

Pemahaman lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan dapat pula di lihat dari apa yang di kemukakan oleh Lineberry dalam Putra (2003), dengan mengutip pendapat Van Meter dan Van Horn yang menyatakan bahwa, pernyataan ini memberikan makna bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta yang di arahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan. Dengan kata lain pelaksanaan kebijakan didalam praktek sering menjadi suatu proses yang berbelit yang menjurus kepada permulaan baru dari pada seluruh proses kebijakan atau menjadi buyar sama sekali.

Kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk kongkrit dari konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi kebijakan suatu program dengan baik. Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu pake dengan kebijakan pemantauan atau

monitoring. Mengingat kebijakan implementasi adalah sama peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatiakan berbagai faktor yang akan mempengaruhinya.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan.

Kebiajakn apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko gagal.

Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan kedalam dua kategori yaitu non implementasi dan unsucceful implementation. Tidak terimplementasi dengan baik mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau mereka telah bekerja secara tidak efesien, bekerja stegah hati atau tidk sepenuhnya menguasai permasalahan atau permasalahan yang di buat di luar jangkauan kekuasaan, sehingga betapapun gigih dan usaha mereka, hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya implementasi yang efektif sukar di penuhi.

2. Model implementasi kebijakan publik

Memperhatikan beberapa pengertian implementasi kebijakan publik yang telah di jelaskan di atas, maka kajian implementasi kebijakan merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementai kebijakan itu berlangsung maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Pandangan mengenai model (teori) implementasi kebijakan banyak kita temukan dalam

berbagai literatur. Tetapi untuk keperluan penelitian ini, akan diambil beberapa pandangan mengenai model-model implementasi kebijakan publik.

Edward III (10) “menawarkan dan mempertimbangkan empat faktor dalam mengimplementasikan kebijakan publik, yakni: communication, resourches, dispositions, and bureauracitic structure.”

Proses implemmentsi kebijakan, komunikasi memegang peranan penting karena pelaksana harus mengetahui apa yang akan nereka kerjakan. Perintah untuk melaksanakan kebijakan harus diteruskan kepada aparat, tepat, dan konsisten. Kurangnya sumber daya akan berakibat ketidakefektifan penerapan kebijakan. Disposis atau sikap pelaksana diartikan sebagai keinginan kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkankebijakan. Jika penerapan kebijakan akan di laksanankan secara efektif, pelaksana bukan hanya mengetahui apa yang harus mereka kerjakan dan memiliki kemampuan untuk menerapkanya, tetapi mereka juga harus mempunyai keinginan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Akhirnya struktur birokrasi mempunyai dampak atas penerapan itu tidak akan berhasil jika terdapat kekurangan dalam struktur birokrasi tersebut.

Masing-masing model implementasi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangn seperti yang diungkapkan Patton dan Savicky bahwa tidak ada satu model terbaik atau model tunggal untuk melakukan studi implementasi. Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan tergantung pada jenis kebijakan itu sendiri. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh ingram, dimana analisis implementasi kebijkan bergantung pada jenis kebijakannya

Penelitian ini, peneliti menggunakan teori Mazmanian dan Sabtier, dimana implementasi kebijakan diklasifikasikan ke dalam tiga variabel, yaitu:

3. Variabel independen: yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

4. Variabel intervening: yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan.

5. Variabel dependen: yaitu variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

E. P2KP (Percepatan Penganekaragaman komsumsi Pangan)

Secara umum tujuan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola komsumsi pangan masyarakat yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor pola pangan Harapan. (1) menjadi acuan dalam melaksanakan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan sesuai dengan tujuan, sasaran yang telah ditetapkan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehinggan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan; (2) meningkatkan kooardinasi, keterpaduan sinkronisasi

dan harmonisasi dalam merencanakan anggaran kinerja pembagunan ketahanan pangan baik antara sub sektor maupun antara pusat dan daerah; dan (3) badan ketahanan pangan daerah baik provinsi maupun kabupaten diharapkan dapat menindaklanjuti dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Secara khusus (1) meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras; (2) meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk komsumsi keluarga; dan (3) mendorong pengembangan usaha pengelolahan pangan skala usaha mikr kecil dan menenga sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal

F. Sasaran P2KP

1. Kegiatan P2KP ialah:

a. Meningkatkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga.

b. Berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal

c. Meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi,

Seimbang dan Amanserta menurunnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan lokal.

2. Sasaran lokasi kegiatan P2KP 2015 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:

a. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari dilaksanakan di 2294 (dua ribu dua ratus sembilan puluh empat) desa baru pada 328 (tiga ratus dua puluh delapan) kabupaten/kota dan 1515 (seribu lima ratus lima belas) desa lanjutan tahun 2014 pada 259 (dua ratus lima puluh sembilan) kabupaten/kota di 34 provinsi.

b. Model pengembangan pangan pokok lokal dilaksanakan di 4 (empat) kabupaten lanjutan tahun 2014 dan 26 (dua puluh enam) kabupaten/kota baru tahun 2015 yang keseluruhannya terdapat di 16 (enam belas) provinsi.

c. Sosialisasi dan provinsi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dilaksanakan di 34 (tiga puluh empat) provinsi.

G. Kerangka Pikir

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan. Kebijakan tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga dimaksudkan untuk mengubah pola konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan yang beranekaragam dan lebih baik gizinya. Tetapi untuk daerah-daerah tertentu

penganekaragamn konsumsi pangan itu masih sulit karena didaerah tertentu pola konsumsi masyarakat masih didominasi dengan padi-padian. Masyarakat umumnya masih mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber alam, tetapi coba kita teliti, apakah warga indonesia sudah sejahtera? Tentu jawabannya tidak,karena masih banyak rakyat yang tidak mendapatkan penghidupan yang layak. Contoh kita lihat gelandangan, yang setiap hari mereka mondar -mandir dijalanan dan bahkan mereka tidak mengonsumsi apapun dalam sehari. Untuk itu masyarakat membutuhkan kebijakan pemerintah untuk mensejahterakan mereka.Indonesia pemerintah sudah banyak melakukan kebijakan untuk mengatasi masalah pangan. Salah satu contohnya : pemerintah telah membantu para petani untuk meningkatkan jumlah panen, seperti memberikan pupuk yang berkualitas.Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberpa usaha yang perlu dilaksanakan secara simultan antara lain: pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekhnologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan. Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuan mengadakan bahan pangan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian pangan terutama beras.

H. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas maka perlu di uraikan fokus penelitiaan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Apa hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kabupaten Takalar

b. Faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kabupaten Takalar.

KKP (Kantor Ketahan

I. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka dalam penelitian ini perlu di uraikan deskripsi fokus penelitian sebagai berikut:

a. Memperkenalkan pada masyarakat sekaligus membudayan pola komsumsi pangan Beragam, Bergisi, Seimbang dan Aman.

b. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras.

c. Menjelaskan faktor pendukung dalam implementasi kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan seperti Koordinasi, komitmen, kontrol politik, kontrol organisasi dan juga respon positif dari masyarakat

d. menjelaskan faktor penghambat dalam melaksanakan implementasi kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan seperti adanya mis komunikasi, etos kerja yang kurang dan juga ada respon negatif masyarakat setempat.

e. Kemitraan Semu yaitu adanya kerja sama antar dua pihak atau lebih, tapi dalam hal tersebut mereka tidak benar-benar melakukan kerjasama atau tidak adanya keseimbangan.

f. Kemitraan Mutualistik yaitu menyadari pentiknya aspek kemitraan untuk manfaat masing-masing sehingga saling memberikan manfaat untuk mencapai tujuan bersama.

g. Kemitraan konjugasi yaitu hubungan antar dua pihak untuk mendapatkan energi, setelah itu mereka berpisah dan setelah itu dia dapat melakukan pembelaan diri.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan dan berlokasi di Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Takalar, karenamelihat keadaan yang ada belum adanya implementasi yang serius yang diterapkan pemerintah kepada masyarakatnya. Seperti dalam UU Ketahanan Pangan menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penelit menggunakan jenis penelitian Kualitatif (desciptive research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai fenomena atau kenyataan sosial.

2. Tipe Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif Grounded Theoryyaitu penelitiaan kualitatif yang berakar pada konrtuktivitas, atau paradigma keilmuaan yang mencoba mengkontruksi atau merekontruksi teori atas suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada data empirik.

C. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber data di lapangan atau dari lokasi penelitian, dalam hal ini adalah perangkat dari pemerintah Kabupaten Takalar, yaitu dari Kantor Katahanan Pangan dan Satuan tugas yang terkait.

2. Data Skunder

Data yang mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang dapat berwujud laporan dan lain-lainnya.

D. Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informasi dalam penelitian ini adalah pegawai dinas Ketahanan Pangan Daerah serta satuan kerja perangkat daerah yang meliputi:

NO Informan Jumlah

(Orang) 1 Kepala Kantor Ketahanan Pangan 1

2 Penyuluh Ketahanan Pangan 1

3 Anggota Komisi II DPRD Takalar 1

4 Ketua kelompok Teratai 1

5 Ketua kelompok Merpati 1

6 Ketua kelompok Paraikatte 1 7 Ketua kelompok kampung beru

merdeka 1

8 Ketua kelompok Makmur 1

9 Ketua kelompok Bunga seroja 1

10 Ketua kelompok Pammasaya 1

11 Ketua kelompok Kembang mekar 1 12 Ketua kelompok Teratai Putih 1 13 Ketua kelompok Bunga melati 1

Total 13

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan adalah:

1. Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi, melihat, merekam atau foto, dan mencatat kejadian-kejadian, objek-objek yang dilihat dan hal-hal yang diperlukan dalam mendukung penelitian sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi.

2. Metode wawancara teknik ini dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat dari pegawai Kantor Ketahanan Pangan yang berkoordinasi memeriksa dan menangani kebijakan implementasi di Kabupaten Takalar.

3. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan serta menggunakan literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang di teliti.

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh, (Miles dan Hubermen. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitasi dalam analisis meliputi reduksi data (data reductio) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sedangkan penyajian data (data display) yaitu pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penempilan dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification) yaitu bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti-bukti buat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.

G. Pengabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menguji keabsahan data dengan cara triagulasi yaitu teknikpemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Teknik triagulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzim membedakan tiga macam triagulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu:

1. Triagulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

2. Triagulasi teknik yaitu teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triagulasi waktu yaitu menguji kredibilitas data pada waktu yang berbeda, karena waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.

32

Pembahasan bab ini akan menguraikan pokok persoalan yang merupkan subtansi dasar penelitian mulai dari pendeskripsian gambaran umum lokasi penelitian dan selanjutnya penjabaran tentang temuan penelitian perihal Implementasi kebijakan program percepatan penganekaragam komsumsi pangan.

A. Gambaran umum lokasi penelitian 1. Letak Geografis

Kabupaten takalar terletak sepanjang pesisir pantai barat selat makassar sampai dengan pesisir pantai selatan laut flores dengan jarak tempuh dari kota Makassar sepanjang 40 Km yang secara astronomis terletak di 119 10’ 58.8216’’

sampai 119 38’ 20.2056’’ dan -5 36’ 37.7568’’ sampai -5 12’ 40.5684’’, dengan luas wilayah 65.470 Ha dan keliling 282.7 Km. Kabupaten takalar memiliki batas wilayah kabupaten antara lain sebelah utara dengan kota makassar dan kabupaten gowa, sebelah timur dengan kabupaten jeneponto dan kabupaten gowa, sebelah selatan dengan laut flores, dan sebelah barat dengan selat makassar.

Kabupaten takalar mempunyai 7 kecamatan, 18 kelurahan dan desa 55 buah, sedangkan desa swakarsa 40 buah dan desa swasembada 33 buah. Untuk pulau tanakeke yang terletak di kecamatan mappakasungguh.

Walaupun takalar bukan tergolong daerah yang cukup maju, tapi pertanian di daerah takalar bisa dibanggakan, masyarakatnya juga tergolong makmur biarpun mereka hanya bekerja sebagai petani saja.

Pertanian di kabupaten Takalar itu di dominasi oleh padi, sawah membentang luas dari ujung ke ujung perbatasan Takalar, sejauh mata memandang sawah berjejer rapi di samping kiri-kanan jalan, Di Takalar juga orang-orangnya memiliki kebisaan unik, yaitu arisan beras, ya, biasanya arisan itu berupa sejumlah uang, tapi uniknya arisan ini berupa sejumlah beras yang di kumpulkan setiap panen. Ini menunjukkan bahwa hanya dengan pertanian padi saja masyarakat Takalar sudah bisa hidup makmur, beda dengan daerah lain, yang diberitakan kekurangan beras atau gagal panen karena kemarau panjang ataupun banjir yang melanda pertanian mereka, bahkan mirisnya lagi saking kurang kondusifnya pertanian di daerah mereka ada yang sampai memakan nasi aking, nasi yang sudah mengeras dan dimasak lagi.

Iklim di Takalar memang cukup bersahabat dan kalau kemarau panjang datang semuanya beralih menanam kacang hijau, urusan beras bukanlah masalah karena sudah di siapkan lumbung-lumbung untuk menampung beras dari jauh-jauh hari, ini menjadikan daerah takalar siap dari segi pertanian dalam menghadapi setiap musim yang ada .

Data-data Pendidikan yang ada di Kabupaten Takalar Sekolah/Perguruan tinggi Jumlah

TK 181

SD 236

SMP 43

SMA 22

SMK 10

PERGURUAN TINGGI 2

2. Demografi

Penduduk merupakan aset pembangunan bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Mereka juga bisa menjadi beban pembangunan jika perberdayaannya tidak dibarengi dengan kualitas penduduk (SDM) yang memadai pada wilayah/daerah bersangkutan, demikian pula bagi kabupaten Takalar.

Penduduk merupakan aset pembangunan bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Mereka juga bisa menjadi beban pembangunan jika perberdayaannya tidak dibarengi dengan kualitas penduduk (SDM) yang memadai pada wilayah/daerah bersangkutan, demikian pula bagi kabupaten Takalar.

Dokumen terkait