• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KABUPATEN TAKALAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN DI KABUPATEN TAKALAR"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

i

Disusun dan diusulkan oleh

NUR ALFI LAIL

Nomor Stambuk : 105640161312

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

(2)

ii Skripsi

Sebagai Salah Satu Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh NUR ALFI LAIL

Nomor Stambuk : 105640161312

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMDIYAH MAKASSAR 2017

(3)

iii

penganekaragaman Konsumsi Pangan) Di Kabupaten Takalar

Nama Mahasiswa : Nur Alfi Lail Nomor Stambuk : 105640161312 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Makassar, Januari 2017 Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Muhlis Madani, M.Si Dr. Nuryanti Mustari,S.IP, M.Si

Dekan Ketua Jurusan

Fisipol Unismuh Makassar Ilmu Pemerintahan

Dr.H.Muhlis Madani, M.Si A.Luhur Prianto, S.IP, M.Si

(4)
(5)

v Nama Mahasiswa : Nur Alfi Lail Nomor Stambuk : 105640161312 Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku., sekalipun pencabutan gelar akademik.

Makassar, Januari 2017 Yang Menyatakan,

Nur Alfi Lail

(6)

vi Pembimbing I H.MUHLIS MADANI

Pembimbing II NURYANTI MUSTARI.S,IP

Upaya penganekaragaman komsumsi pangan di Indonesia merupakan perjalana panjang yang tak kunjung mencapai tujuannya. Trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk.

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti gencarnya swasembada beras pada masa orde baru, efek pemberian beras bagi keluarga miskin (raskin) dan belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok.

Dampaknya adalah angka impor beras yang semakin tinggi karena produksi beras kita yang tidak mampu mengimbangi permintaan komsumsi beras yang semakin meningkat. kunci ketahanan pangan nasional sesungguhnya terletak di pedesaan dan ukurannya tidak harus difokuskan hanya pada beras padi. Oleh karena itu, perlu dupikirkan bagaimana cara menjabarkan ketahanan pangan ke dalam diversifikasi pangan yang mulai dari desa.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap Implementasi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah kabupaten Takalar dalam usaha penganekaragaman komsumsi pangan di sebagian desa kabupaten takalar dalam rangka memperkuat ketahanan pangan pada tingkat lokal. Dari penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa kebijakan sudah sepenuhnya berjalan dengan baik, dan tujuan kebijakan sudah tercapai, karena yang sudah terimplementasikan sudah dilakukan dengan baik. Tahap implementasi kebijakan Percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sangat membutuhkan peran partisipasi masyarakat, artinya tidak bisa kebijakan ini dijalankan oleh instansi yang berwenang saja sebagai implementor. Dalam penelitian ini juga ditemukan beberapa faktor yang mendukung dan menghambat kebijakan.

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan Program P2KP.

(7)

vii

skripsi yang berjudul “HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH DAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KOMSUMSI PANGAN DI KABUPATEN TAKALAR”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terimah kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Mukhlis Madani, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I.

2. Ibu Dr. Nuryanti Mustari, S.IP, M.Si selaku pembimbing II yang selama ini membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi.

3. Bapak A.Luhur Prianto, S.IP, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu

Pemerintahan yang selama ini selalu membantu saya dalam pengurusan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi perkuliahan dan kegiatan akademik.

(8)

viii

pengorbanan beliau memperoleh ridho dan mendapatkan balasan dari Allah SWT.

5. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh staf FISIPOL Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membantu selama penulis menempuh pendidikan sampai tahap penyelesaian studi.

6. Para pihak Dinas/Instansi yang ada pada lingkup Pemerintah Kabupaten Takalar yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Kepada semua keluarga dan teman-teman terutama anak-anak IP 012 khususnya kelas B, yaitu abang dirga,inna,asfirah,wani,ilham,ayu, dan juga nur inayah mustari. Terimah kasih atas bantuan yang diberikan, baik berupa materi maupun dorongan selama proses perkuliahan sampai penyelesaian studi

Dengan segala keterbatasan, dan demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yan sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak membutuhkan.

Takalar, Januari 2017 Penulis

(9)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ... iii

DAFTAR ISI... iv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah. ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Hubungan Pemerintah Dan Masyarakat ... 7

B. Kebijakan ... 9

C. Konsep Kebijakan Publik... 9

D. Implementasi Kebijakan Publik ... 11

E. P2KP (Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan) ... 20

F. Sasaran P2KP ... 21

G. Kerangka Pikir ... 22

H. Fokus Penelitian ... 25

I. Deskripsi Fokus Penelitian... 25 BAB III. METODE PENELITIAN

(10)

x

D. Informan Penelitian ... 27

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Teknik Analisis Data ... 29

G. Pengabsahan Data... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 31

B. Hubungan Pemerintah Daerah Dan Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan Di Kab.Takalar ... 36

C. Faktor Yang Mendukung Dan Penghambat Implementasi Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan Di Kabupaten Takalar ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 69

B. Saran... 70 DAFTAR PUSTAKA

(11)

1 A. Latar Belakang

Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, yang dibangun berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara tersebut bisa terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

Beberapa hasil kajian menunjukkan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (ragional), rumah tangga dan individu. Hal ini akan membuktikan nahwa ketersediaan saja tidak cukup apabila tidak dapat diakses dan dikomsumsi oleh masyarakat dalam jumlah dan kualitas yang baik. Data menunjukkan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi masih tinggi. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan.

(12)

Kualitas komsumsi pangan masyarakat Indonesia dipantau dengan menggunakan ukuran Pola Pangan Harapan (PPH). Berdasarkan hasil survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2013, selama tahun 2012-2013 terjadi penurunan kualitas komsumsi energi sebesar 14 kkal/kapita/hari (dari 1944 kkal/kap/hari menjadi 1930 kkal/kap/hari). Penurunan komsumsi energi selama tahun 2012-2013 menyebabkan penurunan PPH sebesar 2,1 poin (dari 83,5 menjadi 81,4). Hal ini disebabkan masih rendahnya komsumsi pangan hewani, sayur dan buah serta kacang-kacangan. Bahkan komsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar dengan proporsi diatas 50 panen. Situasi seperti ini terjadi karena pola komsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya komsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, komsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.

Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan tingginya pertumbuhan penduduk. Selain itu pemberian beras bagi keluarga miskin (raskin) juga mendorong masyarakat yang sebelumnya mengkomsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengkomsumsi beras (padi). Sementara itu pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok belum optimal.

(13)

Pelaksanaan kegiatan percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan (P2KP) merupakan implementasi dari peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan percepatan penganekaragaman Komsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman komsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegrasi antar pemerintah, pemerintah Daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditinjaklanjuti melalui surat edaran atau peraturan Gubernur (pergub) Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).

Keberlanjutan kegiatan percepatan penganekaragaman komsumsi pangan (P2KP) berbasis sumber daya lokal yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010, pada tahun 2015 kegiatan P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep kawasan rumah pangan lestari (KRPL), (2) Model pengembangan pangan pokok lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan promosi P2KP. Melalui tiga komponen kegiatan besar ini diharapkan dapat meingkatkan kualitas komsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola komsumsi pangan yang baik. Disamping itu perlu dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa Corporate

(14)

Social Responsibility (CSR)/program kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

baik dibidang pangan maupun bidang lainnya seperti pendidikan dengan sosialisasi baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita dan masyarakat dalam komsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.

Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas komsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan produktif. Untuk itu, pedoman umum gerakan P2KP tahun 2015 ini ditetapkan sebagai acuan penyelenggaraan program P2KP sehinggan dapat berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan.

Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola komsumsi beragam, bergizi seimbang, dan Aman (B2SA) kepada masyarakat dalam upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif. Pola komsumsi pangan B2SA adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikomsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu, terdiri dari aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila dikomsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa kondisi dan uraian tersebut dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Daerah Takalar ?

2. Faktor apa yangmenghambat dan mendukung dalam implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Di Daerah Takalar ?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan pemerintah dan masyarakat dalam impementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan yang ada di Kabupaten Takalar.

2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan yang ada di Kabupaten Takalar.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan ketahanan pangan disamping bagi penulis sendiri, sebagai berikut:

(16)

1. Bagi peneliti, penelitian ini akan menjadi referensi keilmuandan langkah awal untuk mengkaji suatu konsep tentang implementasi kebijakan, dalam hal ini kebijakan ketahan pangan daerah dan implikasinya terhadap masalah Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kabupaten Takalar.

2. Bagi pemerintah Daerah, penelitian ini dapat menberi input dan kontribusi yang berharga bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Takalar dalam mengevaluasi dan menelaah Kebijakan pengimplementasiaan sebagai upaya meningkatkan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Daerah.

3. Bagi masyarakat, penelitiaan ini akan membuka cakrawala masyarakat luas, khususnya masyarakat Desa tentang kebijakan pengimplementasianpemerintah lebih dalam. Melalui penelitian ini masyarakat menjadi familiar dengan berbagai persoalan yang muncul dalam implementasi kebijakan di Kabupaten Takalar.

(17)

7

A. Konsep Hubungan Pemerintah daerah dan Masyarakat

Aksentuasi pelayanan publik adalah pemerintah sebagai pihak penyelenggara dan rakyat sebagai pihak penerima layanan. Dengan demikian, dalam proses pelayanan publik yang perlu diperhatikan adalah kriteria hubungan antara rakyat dengan pemerintah, yakni derajat kesamaan dan saling kebergantungan antara dua pihak pelayanan, konsesus, keseragaman, spesialisasi, dan konsistensi dalam proses pelayanan sehingga akhirnya menghasilkan konformitas, kesesuaian, dan kecermatan pelayanan (Sarlito Napitupulu, 2007).

Oleh karena itu, interaksi antara dimensi peran- rakyat sebagai penerima pelayanan dan pemerintah sebagai pelayan – harus memperhatikan aspek harapan, norma, kinerja, evaluasi, dan sanksi sepanjang proses pelayanan berlangsung.

Defenisi hubungan masyarakat sangat beragam. Hampir setiap buku yang berisi tentang Humas mempunyai defenisi sendiri mengenai apa itu humas.

Thomas (2002) mengungkapkan Hubungan masyarakat sebagai Public relations adalah usaha yang direncanakan secara terus menerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi dan masyarakatnya. Pendapat ini menunjukkan bahwa Public relation dianggap sebuah proses atau aktivitas yang bertujuan untuk menjalin komunikasi antara organisasi dan pihak luar organisasi

Maria (2002) mendefenisikan pengertian Hubungan masyarakat sebagai berikut :

(18)

Pengertian public relation adalah interaksi dan menciptakan opini publik sebgai input yang menguntungkan untuk kedua belah pihak, dan merupakan profesi dan profesional dalam bidangnya karena merupakan faktor yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi dengan secara tepat dan dengan secara terus menerus karena public relation merupakan kelangsungan hidup organisasi yang bersangkutan.

Hal ini didukug oleh pendapat Alma (2002) yang mengatakan bahwa:

“Public relation adalah kegiatan komunikasi yang dimaksud untukmembangun citra yang baikterhadap perusahaan”.

Pengertian Public relation secara umum dan khusus sebagai berikut:

Pengertia Umum, Public relation adalah proses interaksi dimana public relation menciptakan opini publik sebagai input yang menguntungkan kedua belah pihak, dan menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan pertisipasi publik, bertujuan menanamkan keinginan baik, kepercayaan saling adanya pengertian, dan citra yang baik dari publiknya. Crystallizing Publik Opinion menyebutkan bahwa Public relation adalah profesi yang mengurusi hungan antara suatu perusahaan dan publiknya yang menentukan hidup perusahaan itu (Widjaja,”

Komunikasi dan Humas”,2001).Pengertian Khusus, Public relation adalah fungsi

khusus manajemen yang membantu membangun dan memelihara komunikasi bersama, pengertian, dukungan, dan kerjasama antara komunikasi dan publik, melibatkan masalah menejemen, membantu manajemen untuk mengetahui dan merespon opini publik, menjelaskan dan menekankan, tanggung jawab menajemen untuk melayani minat publik, membantu manajemen untuk tetap

(19)

mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, berguna sebagai sistem peringatan awal untuk membantu mengantisipasi trend, dan menggunakan penelitian dan teknik suara yang layak dalam komunikasi sebagai alat utama (Maria,”Dasar-dasar Public relation teori dan praktik”,2002.)

Jadi Public relation (Humas) adalah usaha yang direncanakan secara berkesinambungan, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal balik antara organisasi dan masyarakatnya. Public relation dianggap sebuah proses atau aktifitas yang betujuan untuk menjalin komunikasi antara organisasi dan pihak luar organisasi dalam rangka menjalin kerjasama yang lebih produktif, untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien, dan dilakukan secara profesional guna membangun citra yang baik.

Bentuk-bentuk, Model dan Sifat Kemitraan/Hubungan

Model-model Kemitraan dikembangkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam hubungan kerjasama antar organisasi. Menurut Sulistiyani (2004) terdapat 3 model kemitraan yang mampu menggambarkan hubungan antarorganisasi, yakni :

1) Pseudo partnership, atau Kemitraan Semu

Kemitraan semu adalah merupakan sebuah persekutuan yang terjadi antara dua pihak atau lebih, namun tidak sesungguhnya melakukan kerjasama secara seimbang satu dengan yang lainnya. Bahkan pada suatu pihak belum tentu memahami secara benar akan makna sebuah persekutuan yang dilakukan, dan untuk tujuan apa itu semua serta disepakati. Ada suatu yang unik dalam kemitraan semacam ini, bahwa kedua belah pihak atau lebih

(20)

sama-sama merasa penting untuk melakukan kerjasama, akan tetapi pihak- pihak yang bermitra belum tentu memahami subtansi yang diperjuangkan dan manfaatnya apa.

2) Mutualism partnership, atau Kemitraan mutualistik

Kemitraan mutualistik adalah merupakan persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberi manfaat dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai tujuan secara optimal.

3) Conjugation partnership atau Kemitraan konjugasi

Kemitraan Konjugasi adalah kemitraan yang dianalogikan dari kehidupan “paramecium”. Dua paramecium melakukan konjugasi untuk mendapatkan energi dan kemudian terpisah satu sama lain, dan selanjutnya dapat melakukan pembelaan diri. Bertolak dari analogi tersebut maka organisasi, agen- agen, kelompok-kelompok atau perorangan yang memiliki kelemahan usaha atau mencapai tujuan organisasi dapat melakukan kemitraan dengan model ini. Dua pihak atau lebih dapat melakukan konjugasi dalam rangka meningkatkan kemampuan masing-masing.

B. Konsep Kebijaan Publik

Teori yang akan digunakan sebagai landasan pemikiran adalah teori kebijakan dari Dye. Berbicara tentang persfektif kebijakan publik mengarahkan perhatian kita untuk mengkaji proses pembuatan kebijakan (policy making process) oleh pemerintah (government) atau pemegang kekuasaan dan dampaknya terhadap masyarakat luas. (Esmi Warasih, 2004).

(21)

Secara sederhana pengertian kebijakan publik dirumuskan dalam kalimat sebagai berikut:

1. Apa yang dilakukan oleh pemerintah (What goverment do?) 2. Mengapa dilakaukan tindakan itu (why goverment do?)

3. Dan apa terjadi kesenjangan antara apa yang ingin diperbuat dengan kenyataan (What defference it makes?)

Menurut Rose (2008) mendefenisikan kebiajakan publik (publik policies) sebagai rangkaian pilihan yang kurang lebih satu unsur dengan unsur lainnya saling berhubungan termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang di buat oleh badan-badan pejabat pemerintah yang diformulasikan ke dalam isu-isu public dari masalah pertahanan, energi, kesehatan sampai kepada permasalahan pendidikan, kesejahteraan dan kejahatan. Sistem kebijakan publik adalah produk manusia yang subjektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan sekaligus realitas objektif yang diwujudkan dalam tindakan-tindakan yang dapat diamati akibat yang ditimbulkannya, setidak- tidaknya menyangkut 3 (tiga) unsur penting yaitu:

1. Pelaku kebijakan 2. Kebijkan publik 3. Lingkungan kebijakan

Ketertiban antara hukum dan kebijakan publik akan semakin relevan pada saat hukum diimplementasikan. Proses implementasi selalu melibatkan lingkungan dan kondisi yang berbeda disetiap tempat, karena memiliki ciri-ciri struktur sosial yang tidak sama. Demikian pula keterlibatan lembaga didalam

(22)

proses implementasi selalu akan bekerja didalam konteks sosial tertentu sehingga terjadi hubungan timbal-balik yang dapat saling mempengaruhi. Proses implementasi kebanyakan diserahkan kepada lembaga pemerintah dalam berbagai jenjang/tingkat, baik propinsi maupun tingkat kabupaten. Setiap jenjang pelaksanaan pun masih membutuhkan pembentukan kebijaksanaan lebih lanjut dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan untuk memberikan penjabaran lebih lanjut.

Mengantisipasi hal ini diperlukan langkah-langkah kebijaksanaan meliputi:

1. Menggabungkan rencana tindakan dari suatu program dengan menetapkan tujuan, standard pelaksana, biaya dan waktu yang jelas.

2. Melaksanakan program dengan memobilisasi struktur, staf, biaya, resources, prosedur, dan metode.

3. Membuat jadwal pelaksanaan (time schedule) dan monitoring untuk menjamin bahwa program tersebut berjalan terus sesuai rencana.

C. Pengertian Implementasi Kebijakan

Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh eksekutif dan legislatif. Sebagaimana rumusan dari Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabartier mengemukakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.

(23)

Lazimnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah-masalah yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan Undang-Undang kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksana, dan akhirnya perbaikan- perbaikan penting terhadap Undang-Undang atau peraturan yang bersangkutan.Berdasarkan pemahaman diatas konklusi dari implementasi jelas mengarah kepada pelaksanaan dari suatu keputusan yang dibuat oleh eksekutif.

Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi sehingga tercipta rangkaian yang terstruktur dalam upaya penyelesaian masalah tersebut. Dalam konsep implementasi ini harus digaris-bawahi ada kata-kata “rangkaian terstruktur” yang memiliki makna bahwa dalam prosesnya implementasi pasti melibatkan berbagai komponen dan instrumen.“Kompleksitas implementasi bukan saja ditunjukkan oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga dikarenakan proses implementasi dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks, baik variabel yang individual maupun variabel organisasional, dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu sama lain,….” Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan Lineberry menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya memiliki elemen-elemen sebagai berikut :

1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana 2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana

(24)

3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran;

pembagian tugas di dalam dan di antara dinas-dinas/badan pelaksana 4. Pengalokasian sumber-sumber untuk mencapai tujuan

Salah satu komponen utama yang ditonjolkan oleh Lineberry, yaitu pengambilan kebijakan (policy-making) tidaklah berakhir pada saat kebijakan itu dikemukakan atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan.

Dengan demikian kebijakan hanyalah merupakan sebuah awal dan belum dapat dijadikan indikator dari keberhasilan pencapaian maksud dan tujuan. Proses yang jauh lebih esensial adalah pada tataran implementasi kebijakan yang ditetapkan. Karena kebijakan tidak lebih dari suatu perkiraan (forecasting) akan masa depan yang masih bersifat semu, abstrak dan konseptual. Namun ketika telah masuk di dalam tahapan implementasi dan terjadi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi kebijakan, barulah keberhasilan maupun ketidak- berhasilan kebjakan akan diketahui.

Bahkan Udoji dalam Abdul Wahab dengan tegas mengatakan “the execution of policies is as important if not more important that policy-making.

Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented” (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan). Oleh karenanya ditarik suatu kesimpulan bahwa implementasi merupakan unsur yang sangat penting sebagai kontinuitas

(25)

dari munculnya suatu kebijakan.Setelah kebijakan diimplementasikan terhadap sekelompok objek kebijakan baik itu masyarakat maupun unit-unit organisasi, maka bermunculanlah dampak-dampak sebagai akibat dari kebijakan yang dimaksud. Islamy mengatakan bahwa “Setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun yang negatif (unintended)”. Untuk itu tinjauan efektifitas kebijakan, selain pencapaian tujuan harus diupayakan pua untuk meminimalisir ketidakpuasan (dissatisfaction) dari seluruh stakeholder. Dengan demikian deviasi dari kebijakan tidak terlampau jauh dan niscaya akan mencegah terjadinya konflik di masa akan datang.

D. Implementasi Kebijakan Publik

Kebijakan tumbuh hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Kebijakan merupakan sarana menciptakan ketertiban dan ketentraman bagi kedamaian dalam hidup sesama warga masyarakat. Oleh karena itu kebijakan melindungi kepentingan manusia, misalnya kemerdekaan, transaksi manusia satu dengan yang lain dalam masyarakat pasar dan sebagainya. Di samping itu juga untuk mencegah selanjutnya menyelesaikan pertentangan yang dapat menumbuhkan perpecahan antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan lembaga.

Berdasarkan funsingnya kebijakan, baik sebagai sarana rekayasa social maupun sebagai sarana kontrol sosial, maka setiap peraturan yang mengatur retribusi diciptakan untuk dijalankan sesuai dengan tujuan dan makna yang dikandungnya warga masyarakat (individu) sebagai pihak yang dituju oleh suatu peraturan wajib dengan lapang hati dan penuh pengertian patuh kepada hukum

(26)

tersebut. peraturan-peraturan hukum dan lembaga-lembaga serta aparat penegak hukum yang dilengkapi dengan sarana dan fasilitas yang diperlukan tanpa didukung oleh kesadaran warga masyarakat sebagai individu atau anggota masyarakat, maka kemungkinan kebijakan itu mengalami banyak hambatan dalam penerapannya, karena perilaku individu yang bermacam-macam. Dalam suatu masyarakat yang prularistik, penyimpangan yang dilakukan seseorang menjadi kebiasaan bagi lainnya. Dalam keadaan demikian diperlukan kontrol sosial, dalam arti mengendalikan tingkah laku pekerti warga masyarakat agar selalu tetap konfrom dengan keharusan-keharusan norma, hampir selalu dijalankan dengan

berdasarkan kekuatan sanksi (Wignjosoebroto).

Kontrol sosial tidak terlaksanakan secara penuh dan konsekuen, bukan karena kondisi-kondisi objektif yang tidak memungkinkan, tetapi karena sikap toleran agen-agen kontrol sosial terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Mengambil sikap toleran yaitu sementara pelanggar norma lepas dari sanksi yang seharusnya dijatuhkan (Soetandyo Wignjoseobroto,58). Di samping itu, kadar ketaatannya juga dipengaruhi oleh sanksi dari peraturannya atau darihukum dan para aparat penegak hukumnya. Sehingga tidak jarang pula terlihat kesenjangan antara perilaku yang diharapkan dngan maksud dan tujuan peraturan dengan perilaku yang diwujudkan.

Keefektifan hukum bila dikaitkan dengan badan-badan penegak hukumnya, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah undang- undang yang mengaturnya harus dirancang dengan baik (perancangan undang- undang) dan mereka yang bekerja sebagai pelaksana kebijakan harus memusatkan

(27)

tugasnya dengan baik pula. Kebijakan agar berfungsi sebagai sarana rekayasa sosial bagi masyarakat biasa dan masyarakat pejabat (pegawai), maka dapat dipakai pula pendekatan dengan mengambil teori Robert Saidman yang menyatakan bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat itu melibatkan tifa komponen dasar, yaitu pembuatan hukum (Undang-undang), birokrat pelaksana dan pemegang peranan. Dengan mencoba untuk menerapkan pandangan tersebut di dalam analisanya mengenai bekerjanya hukum di dalam masyarakat.

Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udoji dengan tegas mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakanadalah suatu yang penting, bahkan jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan.

Kebijakan-kebijakan akan sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak di implementasikan. Dunn menyatakan bahwa akan halnya implementasi kebijakan, lebih bersifat kegiatan praktis, termasuk di dalamnya mengeksekusi dan mengarahkan.

Sehubungan dengan sifat praktis yang ada dalam proses implementasi kebijakan di atas, maka hal yng wajar bahwa implementasi ini berkaitan dengan proses administrasi. Konteks implementasi yang demikian baru akan terlihat pengaruhnya setelah kebijakan tersebut dilaksanakan. Hal itu yang menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu tahapan penting atau momentum dalam proses perumusan atau pembuatan kebijakan selanjutnya. Oleh karena itu, menurut Jones (1996) “tidak berlebihan jika dikatakan implementasi adalah aspek yang penting dari keseluruhan proses lahirnya kebijakan”. Namun hal senada kebanyakan dari kita sering beranggapan bahwa setelah kebijakan

(28)

disahkan oleh pihak yang berwewenang dengan sendirinya kebijakan itu akan dapat dilaksanakan, dan hasilnya pun akan mendekati seperti yang diharapkan oleh pihak pembuatan kebijakan tersebut. Senada juga dikemukakan oleh Salusu (2002) bahwa dalam kasus tertentu, proses implementasi kebijakan dapat terjadi seketika, tapi kebanyakan harus menunggu karena memerlukan persiapan yang cukup matang. Implemetasi dari suatu kebijakan adalah suatu yang sangat peka, menuntut kehati-hatian, dan bahkan pada saat penyusunan alternatif kebijakan dilakukan sudah harus dipertanyakan bagaimana melaksanakan setiap alternatif tersebut. Jadi dapat dikatakan bahwa implemtasi adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai sasaran tertentu.

Pemahaman lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan dapat pula di lihat dari apa yang di kemukakan oleh Lineberry dalam Putra (2003), dengan mengutip pendapat Van Meter dan Van Horn yang menyatakan bahwa, pernyataan ini memberikan makna bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta yang di arahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan. Dengan kata lain pelaksanaan kebijakan didalam praktek sering menjadi suatu proses yang berbelit yang menjurus kepada permulaan baru dari pada seluruh proses kebijakan atau menjadi buyar sama sekali.

Kebijakan implementasi, yang merupakan bentuk kongkrit dari konseptualisasi dalam kebijakan formulasi, tidak secara otomatis merupakan garansi kebijakan suatu program dengan baik. Oleh karena itu suatu kebijakan implementasi pada umumnya satu pake dengan kebijakan pemantauan atau

(29)

monitoring. Mengingat kebijakan implementasi adalah sama peliknya dengan kebijakan formulasi, maka perlu diperhatiakan berbagai faktor yang akan mempengaruhinya.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan.

Kebiajakn apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko gagal.

Hoogwood dan Gunn membagi pengertian kegagalan kebijakan kedalam dua kategori yaitu non implementasi dan unsucceful implementation. Tidak terimplementasi dengan baik mengandung arti bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, atau mereka telah bekerja secara tidak efesien, bekerja stegah hati atau tidk sepenuhnya menguasai permasalahan atau permasalahan yang di buat di luar jangkauan kekuasaan, sehingga betapapun gigih dan usaha mereka, hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya implementasi yang efektif sukar di penuhi.

2. Model implementasi kebijakan publik

Memperhatikan beberapa pengertian implementasi kebijakan publik yang telah di jelaskan di atas, maka kajian implementasi kebijakan merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementai kebijakan itu berlangsung maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan. Pandangan mengenai model (teori) implementasi kebijakan banyak kita temukan dalam

(30)

berbagai literatur. Tetapi untuk keperluan penelitian ini, akan diambil beberapa pandangan mengenai model-model implementasi kebijakan publik.

Edward III (10) “menawarkan dan mempertimbangkan empat faktor dalam mengimplementasikan kebijakan publik, yakni: communication, resourches, dispositions, and bureauracitic structure.”

Proses implemmentsi kebijakan, komunikasi memegang peranan penting karena pelaksana harus mengetahui apa yang akan nereka kerjakan. Perintah untuk melaksanakan kebijakan harus diteruskan kepada aparat, tepat, dan konsisten. Kurangnya sumber daya akan berakibat ketidakefektifan penerapan kebijakan. Disposis atau sikap pelaksana diartikan sebagai keinginan kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkankebijakan. Jika penerapan kebijakan akan di laksanankan secara efektif, pelaksana bukan hanya mengetahui apa yang harus mereka kerjakan dan memiliki kemampuan untuk menerapkanya, tetapi mereka juga harus mempunyai keinginan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Akhirnya struktur birokrasi mempunyai dampak atas penerapan itu tidak akan berhasil jika terdapat kekurangan dalam struktur birokrasi tersebut.

Masing-masing model implementasi tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangn seperti yang diungkapkan Patton dan Savicky bahwa tidak ada satu model terbaik atau model tunggal untuk melakukan studi implementasi. Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan tergantung pada jenis kebijakan itu sendiri. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh ingram, dimana analisis implementasi kebijkan bergantung pada jenis kebijakannya

(31)

Penelitian ini, peneliti menggunakan teori Mazmanian dan Sabtier, dimana implementasi kebijakan diklasifikasikan ke dalam tiga variabel, yaitu:

3. Variabel independen: yaitu mudah-tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

4. Variabel intervening: yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan.

5. Variabel dependen: yaitu variabel-variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosial ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, serta komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

E. P2KP (Percepatan Penganekaragaman komsumsi Pangan)

Secara umum tujuan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola komsumsi pangan masyarakat yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman yang diindikasikan dengan meningkatnya skor pola pangan Harapan. (1) menjadi acuan dalam melaksanakan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan sesuai dengan tujuan, sasaran yang telah ditetapkan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehinggan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan; (2) meningkatkan kooardinasi, keterpaduan sinkronisasi

(32)

dan harmonisasi dalam merencanakan anggaran kinerja pembagunan ketahanan pangan baik antara sub sektor maupun antara pusat dan daerah; dan (3) badan ketahanan pangan daerah baik provinsi maupun kabupaten diharapkan dapat menindaklanjuti dengan menerbitkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pelaksanaan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Secara khusus (1) meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras; (2) meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk komsumsi keluarga; dan (3) mendorong pengembangan usaha pengelolahan pangan skala usaha mikr kecil dan menenga sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal

F. Sasaran P2KP

1. Kegiatan P2KP ialah:

a. Meningkatkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi keluarga.

b. Berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal

c. Meningkatnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi,

(33)

Seimbang dan Amanserta menurunnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan lokal.

2. Sasaran lokasi kegiatan P2KP 2015 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:

a. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari dilaksanakan di 2294 (dua ribu dua ratus sembilan puluh empat) desa baru pada 328 (tiga ratus dua puluh delapan) kabupaten/kota dan 1515 (seribu lima ratus lima belas) desa lanjutan tahun 2014 pada 259 (dua ratus lima puluh sembilan) kabupaten/kota di 34 provinsi.

b. Model pengembangan pangan pokok lokal dilaksanakan di 4 (empat) kabupaten lanjutan tahun 2014 dan 26 (dua puluh enam) kabupaten/kota baru tahun 2015 yang keseluruhannya terdapat di 16 (enam belas) provinsi.

c. Sosialisasi dan provinsi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dilaksanakan di 34 (tiga puluh empat) provinsi.

G. Kerangka Pikir

Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan meningkatkan keanekaragaman konsumsi pangan. Kebijakan tidak hanya ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada beras, tetapi juga dimaksudkan untuk mengubah pola konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan yang beranekaragam dan lebih baik gizinya. Tetapi untuk daerah-daerah tertentu

(34)

penganekaragamn konsumsi pangan itu masih sulit karena didaerah tertentu pola konsumsi masyarakat masih didominasi dengan padi-padian. Masyarakat umumnya masih mempunyai ketergantungan yang kuat terhadap beras.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber alam, tetapi coba kita teliti, apakah warga indonesia sudah sejahtera? Tentu jawabannya tidak,karena masih banyak rakyat yang tidak mendapatkan penghidupan yang layak. Contoh kita lihat gelandangan, yang setiap hari mereka mondar -mandir dijalanan dan bahkan mereka tidak mengonsumsi apapun dalam sehari. Untuk itu masyarakat membutuhkan kebijakan pemerintah untuk mensejahterakan mereka.Indonesia pemerintah sudah banyak melakukan kebijakan untuk mengatasi masalah pangan. Salah satu contohnya : pemerintah telah membantu para petani untuk meningkatkan jumlah panen, seperti memberikan pupuk yang berkualitas.Untuk mempertahankan ketahanan pangan nasional, beberpa usaha yang perlu dilaksanakan secara simultan antara lain: pengendalian konversi lahan pertanian, mencetak lahan pertanian baru dan intensifikasi sistem pertanian dengan menerapkan tekhnologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan sekaligus mempertahankan kualitas lingkungan. Walaupun secara teoritis ketahanan pangan mengandung aspek yang sangat luas, termasuk kemampuan mengadakan bahan pangan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar negeri, namun dalam berbagai kebijakan pembangunan pertanian, usaha pencapaian ketahanan pangan sebagian besar difokuskan pada peningkatan kemandirian pangan terutama beras.

(35)

H. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian kerangka berpikir di atas maka perlu di uraikan fokus penelitiaan untuk menghindari adanya penafsiran yang berbeda dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Apa hubungan pemerintah daerah dan masyarakat dalam implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kabupaten Takalar

b. Faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan di Kabupaten Takalar.

KKP (Kantor Ketahan

Pangan) Masyarakat

FAKTOR PENDUKUNG - Koordinasi

Komitmen - Kontrol Politik - Kontrol

Organisasi - Respon Positif

Masyarakat

HUBUNGANNYA PEMERINTAH DAERAH

DAN MASYARAKAT 1. Kemitraan Semu 2. Kemitraan Mutualistik 3. Kemitraan Konjugasi

FAKTOR PENGHAMBAT - Misskomunikasi - Respon Negatif

Masyarakat - Etos kerja

Keberhasilan kegiatan P2KP terlaksana dengan tepat sasaran

(36)

I. Deskripsi Fokus Penelitian

Untuk menghindari pembahasan yang lebih luas, maka dalam penelitian ini perlu di uraikan deskripsi fokus penelitian sebagai berikut:

a. Memperkenalkan pada masyarakat sekaligus membudayan pola komsumsi pangan Beragam, Bergisi, Seimbang dan Aman.

b. Meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola komsumsi pangan yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras.

c. Menjelaskan faktor pendukung dalam implementasi kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan seperti Koordinasi, komitmen, kontrol politik, kontrol organisasi dan juga respon positif dari masyarakat

d. menjelaskan faktor penghambat dalam melaksanakan implementasi kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan seperti adanya mis komunikasi, etos kerja yang kurang dan juga ada respon negatif masyarakat setempat.

e. Kemitraan Semu yaitu adanya kerja sama antar dua pihak atau lebih, tapi dalam hal tersebut mereka tidak benar-benar melakukan kerjasama atau tidak adanya keseimbangan.

f. Kemitraan Mutualistik yaitu menyadari pentiknya aspek kemitraan untuk manfaat masing-masing sehingga saling memberikan manfaat untuk mencapai tujuan bersama.

g. Kemitraan konjugasi yaitu hubungan antar dua pihak untuk mendapatkan energi, setelah itu mereka berpisah dan setelah itu dia dapat melakukan pembelaan diri.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih satu bulan dan berlokasi di Kantor Ketahanan Pangan Kabupaten Takalar, karenamelihat keadaan yang ada belum adanya implementasi yang serius yang diterapkan pemerintah kepada masyarakatnya. Seperti dalam UU Ketahanan Pangan menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penelit menggunakan jenis penelitian Kualitatif (desciptive research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai fenomena atau kenyataan sosial.

2. Tipe Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif Grounded Theoryyaitu penelitiaan kualitatif yang berakar pada konrtuktivitas, atau paradigma keilmuaan yang mencoba mengkontruksi atau merekontruksi teori atas suatu fakta yang terjadi di lapangan berdasarkan pada data empirik.

(38)

C. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu :

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber data di lapangan atau dari lokasi penelitian, dalam hal ini adalah perangkat dari pemerintah Kabupaten Takalar, yaitu dari Kantor Katahanan Pangan dan Satuan tugas yang terkait.

2. Data Skunder

Data yang mendukung dan melengkapi data primer yang berhubungan dengan masalah penelitian. Data mencakup dokumen- dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang dapat berwujud laporan dan lain-lainnya.

D. Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informasi dalam penelitian ini adalah pegawai dinas Ketahanan Pangan Daerah serta satuan kerja perangkat daerah yang meliputi:

NO Informan Jumlah

(Orang) 1 Kepala Kantor Ketahanan Pangan 1

2 Penyuluh Ketahanan Pangan 1

3 Anggota Komisi II DPRD Takalar 1

4 Ketua kelompok Teratai 1

5 Ketua kelompok Merpati 1

(39)

6 Ketua kelompok Paraikatte 1 7 Ketua kelompok kampung beru

merdeka 1

8 Ketua kelompok Makmur 1

9 Ketua kelompok Bunga seroja 1

10 Ketua kelompok Pammasaya 1

11 Ketua kelompok Kembang mekar 1 12 Ketua kelompok Teratai Putih 1 13 Ketua kelompok Bunga melati 1

Total 13

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini, teknik untuk mengumpulkan data yang digunakan adalah:

1. Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan mengamati langsung. Proses ini berlangsung dengan pengamatan yang meliputi, melihat, merekam atau foto, dan mencatat kejadian-kejadian, objek-objek yang dilihat dan hal-hal yang diperlukan dalam mendukung penelitian sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi.

2. Metode wawancara teknik ini dilakukan dalam rangka memperoleh data primer serta pendapat-pendapat dari pegawai Kantor Ketahanan Pangan yang berkoordinasi memeriksa dan menangani kebijakan implementasi di Kabupaten Takalar.

3. Studi kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan serta menggunakan literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang di teliti.

(40)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh, (Miles dan Hubermen. Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitasi dalam analisis meliputi reduksi data (data reductio) yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sedangkan penyajian data (data display) yaitu pada tahap ini peneliti banyak terlibat dalam kegiatan penyajian atau penempilan dari data yang dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/verification) yaitu bahwa kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila ditemukan bukti- bukti buat yang mendukung tahap pengumpulan data berikutnya.

G. Pengabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti menguji keabsahan data dengan cara triagulasi yaitu teknikpemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu. Teknik triagulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzim membedakan tiga macam triagulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu:

1. Triagulasi sumber yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

(41)

2. Triagulasi teknik yaitu teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

3. Triagulasi waktu yaitu menguji kredibilitas data pada waktu yang berbeda, karena waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data.

(42)

32

Pembahasan bab ini akan menguraikan pokok persoalan yang merupkan subtansi dasar penelitian mulai dari pendeskripsian gambaran umum lokasi penelitian dan selanjutnya penjabaran tentang temuan penelitian perihal Implementasi kebijakan program percepatan penganekaragam komsumsi pangan.

A. Gambaran umum lokasi penelitian 1. Letak Geografis

Kabupaten takalar terletak sepanjang pesisir pantai barat selat makassar sampai dengan pesisir pantai selatan laut flores dengan jarak tempuh dari kota Makassar sepanjang 40 Km yang secara astronomis terletak di 119 10’ 58.8216’’

sampai 119 38’ 20.2056’’ dan -5 36’ 37.7568’’ sampai -5 12’ 40.5684’’, dengan luas wilayah 65.470 Ha dan keliling 282.7 Km. Kabupaten takalar memiliki batas wilayah kabupaten antara lain sebelah utara dengan kota makassar dan kabupaten gowa, sebelah timur dengan kabupaten jeneponto dan kabupaten gowa, sebelah selatan dengan laut flores, dan sebelah barat dengan selat makassar.

Kabupaten takalar mempunyai 7 kecamatan, 18 kelurahan dan desa 55 buah, sedangkan desa swakarsa 40 buah dan desa swasembada 33 buah. Untuk pulau tanakeke yang terletak di kecamatan mappakasungguh.

Walaupun takalar bukan tergolong daerah yang cukup maju, tapi pertanian di daerah takalar bisa dibanggakan, masyarakatnya juga tergolong makmur biarpun mereka hanya bekerja sebagai petani saja.

(43)

Pertanian di kabupaten Takalar itu di dominasi oleh padi, sawah membentang luas dari ujung ke ujung perbatasan Takalar, sejauh mata memandang sawah berjejer rapi di samping kiri-kanan jalan, Di Takalar juga orang-orangnya memiliki kebisaan unik, yaitu arisan beras, ya, biasanya arisan itu berupa sejumlah uang, tapi uniknya arisan ini berupa sejumlah beras yang di kumpulkan setiap panen. Ini menunjukkan bahwa hanya dengan pertanian padi saja masyarakat Takalar sudah bisa hidup makmur, beda dengan daerah lain, yang diberitakan kekurangan beras atau gagal panen karena kemarau panjang ataupun banjir yang melanda pertanian mereka, bahkan mirisnya lagi saking kurang kondusifnya pertanian di daerah mereka ada yang sampai memakan nasi aking, nasi yang sudah mengeras dan dimasak lagi.

Iklim di Takalar memang cukup bersahabat dan kalau kemarau panjang datang semuanya beralih menanam kacang hijau, urusan beras bukanlah masalah karena sudah di siapkan lumbung-lumbung untuk menampung beras dari jauh- jauh hari, ini menjadikan daerah takalar siap dari segi pertanian dalam menghadapi setiap musim yang ada .

Data-data Pendidikan yang ada di Kabupaten Takalar Sekolah/Perguruan tinggi Jumlah

TK 181

SD 236

SMP 43

SMA 22

SMK 10

PERGURUAN TINGGI 2

(44)

2. Demografi

Penduduk merupakan aset pembangunan bila mereka dapat diberdayakan secara optimal. Mereka juga bisa menjadi beban pembangunan jika perberdayaannya tidak dibarengi dengan kualitas penduduk (SDM) yang memadai pada wilayah/daerah bersangkutan, demikian pula bagi kabupaten Takalar.

Penduduk merupakan aspek penting dalam berbagai indikator pembangunan karena selain sebagai subjek juga sebagai objek dalam menentukan keberhasilan pembangunan.

Secara keseluruhan pertanian di Takalar sudah cukup maju walaupun perkembangannya belum maksimal, tapi dengan keadaan pertanian sekarang saja masyarakat takalar sudah makmur, walaupun perkembangan penduduk sudah mulai menggantikan lahan lahan pertanian di daerah

3. Tugas pokok dan fungsi

Tugas pokok dan fungsi kantor Ketahanan Pangan berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Takalar.

Badan ketahanan pangan dan pelaksana penyuluh dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf g, mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan di bidang ketahanan pangan dan pelaksana penyuluhan berdasarkan atas desentralisasi dan tugas pembantuan. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 57, badan ketahanan pangan dan pelaksana penyuluh mempunyai funsi :

(45)

a) Perumusan kebijakan teknis dibidang ketahanan pangan dan pelaksanaan penyuluh yang meliputi ketersediaan dan penganekaragaman pangan, distribusi dan informasi pangan, keamanan pangan, penyuluh.

b) Penyelenggaraan pelayanan dalam bidang ketahanan pangan dan pelaksanaan penyuluh yang meliputi ketersediaan dan penganekaragamanan pangan, distribusi dan informasi, keamanan pangan, penyuluh

c) Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang ketahanan pangan dan pelaksanaan penyuluh yang meliputi ketersediaan dan penganekaragamanan pangan, distribusi dan informasi, keamanan pangan, penyuluh

d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.

(1) Susunan Organisasi Badan ketahanan Pangan dan pelaksana penyuluh terdiri atas :

a. Kepala Badan b. Sekretariat c. Bidang d. Sub Bagian e. Sub Bidang f. UPT

g. Jabatan Fungsional

(46)

(2) Bagan Struktur Organisasi Badan Ketahanan Pangan dan pelaksana penyuluh sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan peraturan Daerah ini.

(3) Sekretariat sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Keuangan

c. Sub Bagian Program

(4) Bidang sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. Bidang ketersediaan dan penganekaragaman pangan b. Bidang distribusi dan informasi pangan

c. Bidang keamanan pangan d. Bidang penyuluhan

(5) Bidang ketersediaan dan penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf a, terdiri atas :

a. Sub bidang ketersediaan pangan b. Sub bidang penganekaragaman pangan

(6) Bidang distribusi dan informasi pangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf b, terdiri atas :

a. Sub bidang distribusi pangan

b. Sub bidang informasi ketersediaan dan kebutuhan pangan

(47)

(7) Bidang keamanan pangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf c, terdiri atas :

a. Sub bidang pengembangan sumber daya pangan b. Sub bidang Mutu pangan dan Gizi

(8) Bidang penyuluh sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 huruf d, terdiri atas :

a. Sub bidang kelembagaan, tenaga dan sarana

b. Sub bidang pembinaan dan pengembangan kelompok tani.

4. Sasaran lokasi penelitian

Kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:

a. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lokal dilaksanakan di 2294 (dua ribu dua ratus sembilan puluh empat) desa baru pada 328 (tiga ratus dua puluh delapan) kabupaten/kota dan 1515 (seribu lima ratus lima belas) desa lanjutan pada 259 (dua ratus lima puluh sembilan) kabupaten/kota di 34 Provinsi.

b. Model pengembangan pangan pokok lokal dilaksanakan di 4 kabupaten lanjutan dan 26 kabupaten/kota terus keseluruhannya terdapat di 16 provinsi.

c. Sosialisasi dan promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan dilaksanakan di 34 provinsi.

(48)

5. Indikator keluaran

Keberhasilan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan akan tercermin dari indikator berikut:

a. Meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam pemanfaatan pekarangan untuk penyediaan pangan keluarga yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman.

b. Meningkatnya jumlah usaha pengelolaan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal.

c. Terciptanya Model Pengembangan Pangan Lokal sesuai dengan karakteristik daerah dan

d. Meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam geraka Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.

B. Hubungan Pemerintah Daerah Dan Masyarakat Dalam Implementasi Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Komsumsi Pangan Di Kab.Takalar

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola komsumsi pangan yang bergam, bergizi seimbang dan aman; mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem intensif bagi usaha pengelola pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman,

(49)

ternak, dan ikan. Pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan pekarangan, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan, serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.

Implementasinya, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman Komsumsi Pangan berbasis sumber

daya lokal dan Peraturan Manteri pertanian

Nomor/43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang gerakan percepatan penganekaragaman komsumsi pangan menjadi acuan bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan penganekaragaman komsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.

a. Rancangan kegiatan

Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan pada tahun ini dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:

1. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari, yang dilaksanakan untuk 2 (dua) kelompok sasaran yaitu:

a. Kelompok wanita penerima bantuan tahun 2014 yang telah berkembang dan melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak 1515 (seribu lima ratus lima belas) desa di 259 kabupaten/kota pada 34 provinsi untuk kegiatan pengembangan kebun bibit.

b. Kelompok wanita penerima bantuan tahun 2015 sebanyak 2294 desa di 328 kabupaten/kota pada 33 provinsi dengan kegiatan: pembangunan kebun bibit, pengembangan demplot kelompok sebagai laboratorium lapangan, pengembangan pekarangan anggota, pengenalan dan

(50)

pengembangan menu Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman dari hasil pekarangan, dan pengolahan hasil Kawasan Rumah Pangan Lestari.

2. Model pengembangan pangan pokok lokal. Inti kegiatan Model Pengembangan Pangan Lokal dilaksanakan untuk mendorong penyediaan bahan pangan lokal selain beras dan terigu dalam mendukung pola komsumsi pangan pokok yang Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman melalui:

a. Bantuan penyediaan alat untuk menghasilkan produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal.

b. Fasilitas dan pendampingan kepada Usaha Menegah Mikro Kecil untuk mengembangkan bisnis dan industri berbasis pangan lokal dalam penyediaan bahan pangan pokok lokal non-beras untuk masyarakat.

c. Kajian terhadap produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal, meliputi: spesifikasi produk, kandungan gizi, daya terima konsumen dan kelembagaan.

Sosialisasi dan promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan, dilaksanakan melalui kegiatan seperti gerakan sosialisasi para aparat Kantor Ketahan Pangan Daerah, sosialisasi melalui kerja sama dengan tim penggerak PKK kabupaten, tim pengerak PKK kecamatan dan desa dan lomba Kawasan Rumah Pangan Lestari tingkat kabupaten dan lomba cipta menu pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman, pelatihan praktek ketrampilan pengolahan hasil berbasis pangan lokal pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal berbasis tepung-tepungan, gerakan kampanye kreatif dan

(51)

inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal, serta melalui pelatihan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.

Bentuk-bentuk hubungan Pemerintah Daerah dan Masyarakat

Model-model kemitraan atau hubungan dikembangkan berdasarkan pengamatan yang dilakukan dalam hubungan kerjasma antar organisasi, menurut Sulistiyani (2004) terdapat 3 model kemitraan yang mampu menggambarkan hubungan antarorganisasi, yakni Pseudo partnership atau kemitraan Semu, Kemitraan Mutualistik dan yang terakhir Kemitraan Konjugasi. Adapun Kemitraan/Hubungan yang dipakai oleh Pemerintah Daerah dan Masyarakat ialah:

Mutualism partnership, atau Kemitraan Mutualistik

Kemitraan mutualistik adalah merupakan persekutuan dua pihak atau lebih yang sama-sama menyadari aspek pentingnya melakukan kemitraan, yaitu untuk saling memberikan manfaat dan mendapatkan manfaat lebih, sehingga akan dapat mencapai tujuan secara optimal. Adapun hasil dari kemitraan Mutualistik yang dilakukan oleh Pemerintah yaitu :

1. Memperkenalkan diversifikasi pangan kepada masyarakat dalam rangka membuka wawasan masyarakat dalam percepatan penganekaragaman konsumsi pangan

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi percepatan penganekaragaman komsumsi pangan dimaksud untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola komsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku

(52)

serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif. Pola komsumsi pangan beragam,bergizi,seimbang dan aman adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rat-rata per orang per hari, yang umum dikomsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu, terdiri dari aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein,vitamin,mineral,dan lemak yang apabila dikomsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

Kebijakan dan program pada dasarnya terdiri dari rencana kongkrit, guna mempercepat laju pengembangan daerah ini. Seperti yang diungkapkan oleh kepala kantor ketahanan pangan sebagai berikut :

“untuk saat ini laju perkembangan program kami ke masyarakat sangat baik dan responnya pun sangat baik, tapi akan berusaha lagi lebih keras supaya kedepannya akan lebih baik lagi dan berkembang pesat.” (MJ wawancara, 19 Oktober 2016)

Hasil wawancara diatas, pemerintah daerah khususnya kantor ketahanan pangan mempunyai ambisi yang besar agar bagaimana caranya program yang dikeluarkan untuk masyarakat dapat bermnfaat dengan baik. Seperti juga yang dikemukakan oleh ketua kelompok tani yaitu :

“kami sebagai masyarakat khususnya para petani pangan ini sangat senang, karna pemerintah sangat peduli sehingga membuat suatu program yang dapat membuat kami berdaya.” (AW wawancara 19 Oktober 2016) Tergambar dari hasil wawancara keduanya bahwa implementasi yang diterapkan pemerintah kemasyarakat sangat berjalan dengan baik, karna masyarakat sangat menerima apa yang dilakukan pemerintah untuk keberlanjutan

(53)

lebih baik. Ini membuktikan bahwa cara memperkenalkan komsumsi pangan kepada masyarakat berjalan dengan baik.

Terkhususnya pada bidang ketahanan pangan yang mewujudkan ketahanan rumah tangga yang mandiri, berbasis pada sumber daya lokal secara efektif dan berkelanjutan.Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah Melaksanakan kembali diversifikasi pangan menuju produksi dan komsumsi pangan yang beragam, bergizi, aman dan seimbang. Dan juga salah satu upaya untuk menukung percepatan penganekaragaman konsumsi pangan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia Melaksanakan pelatihan pengelolaan pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman bagi Usaha Kecil Menegah bidang pangan, maupun catering. Tujuan pelatihan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan keterampilan peserta tentang pengelolahan pangan beragam, bergizi, seimbang dan aman. Ini juga mendapat tanggapan dari kelompok tani sebagai berikut :

“dengan diperkenalkannya kegiatan ini kami lebih mengetahui apa apa saja komsumsi pangan yang beragam, bergizi, aman dan seimbang. Karna selama ini yang masyarakat Cuma tau itu hanyalah mengkomsumsi beras saja.” (HS wawancara 19 Oktober 2016)

Sebelum diperkenalkannya program ini kemasyarakat, warga sekitar cenderung hanya memproritaskan mengkomsumsi beras saja tanpa adanya pengetahuan tentang komsumsi yang beragam. Seperti yang dikatakan oleh kepala kantor ketahanan pangan :

“inilah salah satu tujuan kami di kantor ketahanan pangan, masyarakat masih perlu pemahaman yang banyak tentan pangan, terutama masyarakat petani. Agar apa yang dihasilkannya itu dapat memenuhi kebutuhan hidupa masyarakat sekitar dan dirinya sendiri.” (MJ wawancara, 19 Oktober 2016)

Referensi

Dokumen terkait

Pengumpulan data dilakukan dengan metode self complete questionnaire (kuesioner diisi sendiri oleh responden tanpa wawancara). Populasi mencakup semua pengusaha yang

Laminasi dengan sistem dingin (cold) untuk menempelkan plastik pada benda kerja dengan menggunakan lem dengan basis air, untuk mencairkan lem sesuai dengan

sistem mammografi dimana film sinar X digantikan oleh solid sistem mammografi dimana film sinar X digantikan oleh solid state detektor yang mengubah sinar X menjadi signal.

a) Apakah interface sistem yang dibuat telah user frriendly (mudah digunakan oleh pengguna). Sebagian besar responden menjawab setuju dengan detail penilaian : 2 jawaban

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan Metode USLE maka penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut; Rancangan teknis penataan

Data keadaan jalan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat ditinggalkan, karena dari keadaan ini dapat dilihat daerah dengan kecelakaan paling sering terjadi. Data ini

Visi misi pembangunan ekonomi Indonesia tersebut telah sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menyerasikan sumber daya alam dan manusia dalam pembangunan

memprihatinkan pada tahun 2000 dan 2002 yang mana harga gambir turun drastis hingga Rp 5.000/kg sehingga membuat petani menjadi memilih pekerjaan lain tetapi sebagian