• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

B. Temuan Penelitian

1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al Qur’an

Qur’an

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, implementasi metode tahsin dalam pembelajaran bacaan Al-Qur‟an siswa adalah seperti yang diungkapkan para responden sebagai berikut: 1) SR (28 tahun)

Implementasi metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur‟an kepada siswanya dengan memperkenalkan dan menjelaskan Tahsin secara luas, kemudian sejauh mana bacaan Al-Qur‟an siswa dengan cara mengecek satu per satu bacaannya secara bergilir, setelah itu siswa dikelompokkan sesuai tingkatan bacaannya. Kemudian penerapan Tahsin dilaksanakan mengikuti bacaan siswa sampai sejauh mana kemampuannya. Untuk memudahkan dalam pembelajaran tahsin SR memilih anak yang sudah lancar baca Al- Qur‟an untuk membantu menyimak bacaan temannya, tetapi tetap menyetorkan bacaannya kembali kepada SR. Untuk menghilangkan kejenuhan siswa yang menunggu giliran, metode pemberian tugas, metode tutor sebaya dapat diterapkan, Sehingga anak benar-benar faham bacaan Al-Qur‟an yang betul. Seperti ungkapan SR berikut ini:

“Pertama menggunakan metode tahsin saya lakukan pengenalan, tahsin itu apa, terus bagaimana cara membacanya beda dengan ngaji biasa, kalau anak SMP kan rata-rata sudah tidak mengaji lagi aslinya mereka itu tahu hurufnya cumin lama tidak mengaji akhirnya lupa. Bacaan mereka masih tidak lancar, bacaannya belum benar ketika ada mad juga membacanya kepanjangan seperti orang-orang dulu dalam membaca Al-Qur‟an. Cara saya menerapkan tahsin pada anak didik saya adalah menyesuaikan bacaan mereka, yang masih jilid ya jilid dulu, yang sudah Al-Qur‟an saya betulkan bacaannya, makhrajnya, jadi menyesuaikan. Karena satu kelas ada kurang lebih 30 anak saya mengambil 2 anak untuk membantu saya di depan, mereka yang menyimak yang jilid dan saya Al-Qur‟an. Setelah disimak oleh mereka tetap harus setoran dengan saya. Dengan mengajak teman-temannya menyimak bacaannya dan memperhatikan pengucapan hurufnya, apabila keliru bisa kita benarkan bersama-sama serta pengulangan bacaan berulangkali agar siswa benar-benar memahami sifat dan makhraj huruf agar tidak semata-mata bisa membaca saja.

saya juga menggunakan metode tutor sebaya bagi anak yang masih jilid metode tersebut memudahkan, anakpun bisa lebih leluasa bertanya dan belajar ketika bersama temannya tetapi setelah itu sambil menunggu giliran setoran ke depan saya memberi tugas seperti menulis surat-surat pendek dengan panduan juz amma”(SR, 2-03-2017).

2) FU (21 tahun)

FU menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran Al- Qur‟an sesuai bacaan siswa, pertama membaca Al-Qur‟an secara acak, kira-kira anak faham kemudian membaca bersama-sama, setelah itu secara individual, untuk menghindari kejenuhan yang lain dalam menunggu dilakukan metode baca simak dengan temannya. Guru membetulkan bacaan dan temannya menyimak, jika bacaan mereka salah, temannya yang menyalahkan. Seperti yang telah diungkapkan FU berikut ini:

“Pertama membaca acak, setelah kira-kira anak faham baru membaca bersama-sama kemudian dengan individual, kalau dengan klasikal kita tidak tahu bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu, agar anak tidak gaduh teman yang lain menyimak bacaan temannya yang sedang mendapat giliran membaca dan tugas kita adalah membetulkan bacaan yang kurang tepat apabila anak pengucapannya masih keliru guru membetulkan berulang-ulang sampai bacaannya betul, Saya menggunakan baca simak bersama temannya, jadi saya bagian saya membetulkan bacaan dan temannya menyimak jika bacaanya salah mereka yang menyalahkan, Pembelajaran metode tahsin diterapkan sesuai bacaan siswa, tetapi agar lebih memudahkan siswa dalam membaca saya mulai pengenalan dari jilid awal”(FU, 3-03-2017).

3) TW (45 tahun)

Metode tahsin yang telah TW terapkan kepada anak didiknya dalam pembelajaran Al-Qur‟an tidak berbeda dengan responden sebelumnya, yaitu pengenalan bacaan siswa secara klasikal individual, dan sebelum memulai pembelajaran TW selalu memberi motivasi (dorongan semangat belajar). Seperti ungkapan TW berikut ini:

“Dalam menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran BTA, sebelum saya memulai pembelajaran saya selalu memberi motivasi dan nasehat ke anak-anak agar lebih semangat belajar dan lebih giat mempelajari Alqur‟an, setelah itu belajar bersama sesuai tingkatannya, kemudian maju ke depan satu-persatu untuk menyetorkan bacaannya, ketika mereka masih keliru dalam bacaannya saya memberi contoh berulang-ulang hingga bacaannya benar. Saya menerapkan strategi klasikal Individual adalah agar dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar. Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual”(TW, 3-03-2017).

Setelah melakukan wawancara, untuk menguatkan hasil penelitian peneliti melakukan cross chek langsung dengan siswa 4) FN (14 tahun)

Setelah siswa faham dengan bacaan Alqur‟an melalui metode tahsin dari sifat, makhraj, tajwid, usaha FN untuk menerapkan bacaan Alqur‟an melalui metode tahsin yaitu dengan cara mengulangi membaca setelah kegiatan ekstra dilakukan kemudian mempraktekkan di rumah, sehingga ketika ekstra BTA dilaksanakan FN langsung menyetorkan bacaannya kepada pengampu:

“Setelah BTA itu saya tak baca-baca lagi bu tahsinnya, terus kalau di rumah juga tak baca tapi ya tidak tiap hari bu, paling malamnya sebelum BTA saya belajar tahsin. Jadi tinggal setoran dengan guru bisa langsung naik ke halaman berikutnya. Tahsin ini beda dengan yang lain bu, menyadarkan saya tentang bacaan saya yang banyak sekali kekeliruan bu, dari tahsin ini saya bisa belajar cara baca huruf hijaiyyah yang benar mulai dari alif sampai ya‟ dari sifat-sifat huruf, maupun makhraj huruf dari huruf bibir, huruf tenggorokan, huruf lidah dan lain sebagainya, tetapi tahsin ini harus benar-benar dapat mengolah mulut”(FN, 5-3-2017).

5) ARF (14 tahun)

Hampir sama dengan ungkapan siswa yang lain selalu dipraktekkan kembali tetapi hanya waktu ekstra BTA, kalau pun dipraktekkan di rumah mungkin hanya sekali dalam seminggu:

Tidak jauh berbeda dari pelaksanaan teman-teman saya juga setelah selesai BTA selalu saya baca berulang-ulang apalagi bacaan yang bagi saya sulit, selain di sekolah di rumah juga saya praktekkan tetapi tidak setiap hari. Tahsin ini berbeda dengan yang kami pelajari biasanya dari tempat ngaji bu, atau TPA lainnya, tahsin ini bener-

bener mengajarkan bacaan secara menyeluruh bu dari huruf hijaiyah, ini bacanya seperti apa sifatnnya bagaimana, semua diajarkan meskipun terkadang kami kesusahan mengucapkan hurufnya seperti huruf ض saya belum bisa mengucapkan sampai sekarang bu, lha susah ogh bu”(ARF, 5-3-2017).

6) AKR (14 tahun)

Berhubung rumah dekat dengan TPA, atau tempat penulis yaitu Bu Sarotun sangat memudahkan untuk mempraktekkan pembenaran huruf melalui metode tahsin, melalui:

“Karena rumah saya dekat dengan bu Sarotun saya setiap sore ngaji ke tempat beliau bu. Jadi sangat memudahkan saya untuk lebih mendalam mengenal bacaan Alqur‟an. Saya mengulang bacaannya di rumah sambil mengingat cara baca yang saya pelajari dari tahsin. Saya kecilnya di jawa timur bu cara membaca hurufnya sama guru saya disana berbeda bu, cara baca د,ق,ط,ض,ص itu sangat- sangat berbeda. Metode tahsin ini bacanya diayun, dan perlahan-lahan bacanya, sedangkan saya cepet sekali bacanya, hingga saya belajar mulai dari awal yaitu jilid 1 memperbaiki bacaan, dan sangat berhati-hati dalam membaca Alqur‟an, tetapi kadang kalau sudah ingin segera selesai ngajinya saya kembali cepat dalam membaca Alqur‟an, dan ketika baca cepat makhraj, sifat huruf itu banyak kesalahan bu”(AKR, 5-3-2017).

Berdasarkan hasil wawancara kepada 3 responden yaitu pengampu BTA, implementasi metode tahsin dalam pembelajaran Al-Qur‟an disesuaikan dengan tingkatan bacaan siswa bagi yang sudah Al-Qur‟an langsung bisa melanjutkan ke jenjang Al-Qur‟an, tetapi yang, masih sampai jilid dilakukan pembenahan dari awal mulai dari pembetulan bacaan hurufnya, makhraj huruf, serta pemberian tajwid. Pembelajaran tersebut menggunakan strategi dan metode pembelajaran yaitu individual, klasikal individual, klasikal baca simak. Selain itu metode

yang digunakan oleh responden dalam membantu pelaksanaan tahsin menggunakan metode tutor sebaya, metode, dan metode pemberian tugas. Hasil wawancara tersebut peneliti kemudian melakukan cross chek kepada siswa. Penerapan metode tahsin oleh siswa dilakukan dengan cara mempraktekkan kembali bacaan mereka di rumah, di sekolah, dan tempat mengaji dengan cara mengingat pembelajaran yang telah dipelajari di sekolah.

C. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, factor penghambat dan pendukung implemetasi Metode Tahsin adalah sebagai berikut:

1) SR (28 tahun)

Kendala yang sering menghambat metode tahsin adalah masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, bacaan orang-orang yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya, kurangnya tenaga pendidik. Pendukung dari implementasi metode tahsin ini adalah faktor eksternal: yaitu orangtua, instansi sekolah. Semua pihak sekolah sangat mendukung penerapan ini. Seperti ungkapan SR saat

ditanya tentang faktor kesulitan dan kelebihan metode tahsin dalam pembelajaran bacaan Al-Qur‟an pada siswa berikut ini:

“Kendala yang sering menghambat implementasi metode tahsin adalah Harga per jilid terkesan lebih mahal daripada iqro‟, Banyak orang yang belum mengetahui tentang tahsin, Bacaan Al-Qur‟an orang Indonesia masih terpengaruh bacaan orang-orang tua dahulu yang asal bisa hingga ketika metode tahsin diterapkan bacaan mereka masih susah dirubah, kurangnya ketertarikan mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, Kendala kita adalah kurangnya tenaga pendidik yang mengampu BTA, karena perkelas lebih dari 30 siswa harusnya satu kelas memiliki lebih dari satu guru Pendukung dari implementasi metode tahsin ini adalah faktor eksternal: yaitu orangtua, instansi sekolah. Semua pihak sekolah sangat mendukung penerapan ini, karena dengan kita belajar Al-Qur‟an menjadi generasi yang cinta Al-Qur‟an. Apalagi orangtua mereka juga ikut mendukung anak mereka memperbaiki bacaan Al-Qur‟annya”(SR, 20-12-2016).

2) FU (21 tahun)

` Faktor yang menghambat implementasi metode tahsin adalah jilid Tahsin yang terlalu mahal, kurangnya tenaga pendidik, banyak siswa yang masih enggan mentahsinkan Al-Qur‟an, bacaan siswa yang masih terbata-bata. Berikut ungkapan FU saat menjawab pertanyaan faktor penghambat dan pendukung dari implementasi Metode Tahsin pada siswanya:

“Pembelian buku tahsin yang terlalu mahal dan kami dari pihak sekolah juga tidak berani membebankan kepada siswa, hingga kami melakukan fotokopi perjilid, dan untuk yang sudah lulus jilid 3 dari pihak sekolah menyediakan juz amma, kurangnya tenaga pendidik yang mengampu di SMP 4 Ungaran, kurangnya ketertarikan siswa dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an hingga guru harus memaksa mereka ikut dan diancam dengan nilai, dan bacaan siswa yang masih terbata-bata. Faktor keluarga sangat mendukung, dimana ketika anaknya selesai

mengikuti tahsin, semangat yang diberikan oleh orangtua untuk lebih tekun belajar ilmu tahsin. Kemudia dari pihak sekolah sangat mendukung adanya penerapan metode tahsin atau program 30 jam untuk siswanya, dimana program tersebut membantu memudahkan dalam belajar Al-Qur‟an. Faktor lingkungan sekolah tentunya berperan dalam mempengaruhi bacaan Al-Qur‟an siswa, karena mereka berinteraksi secara langsung dengan teman, guru, pastinya sedikit banyak bacaan mereka akan berpengaruh

(FU, 21-12-2016). 3) TW (45 tahun)

Penghambat implementasi metode tahsin adalah kurangnya tenaga pengajar, kurangnya waktu BTA. Pendukung penerapan metode tahsin ini, menurut TW adalah mempermudah dalam membaca Al-Qur‟an, penulisan ayat Al-Qur‟an semakin rapi dan bagus dibandingkan sebelumnya, bacaan Al-Qur‟an anak menjadi lebih tartil dan sesuai makhrajnya, seiring berjalannya waktu siswa semakin patuh dalam mengikuti kegiatan BTA. Peningkatan tersebut mendapat dukungan dari guru-guru mata pelajaran PAI. Seperti ungkapan TW tentang faktor pendukung metode Tahsin:

“Hambatan yang kita alami adalah karena faktor tenaga pendidik yang kurang, dimana yang seharusnya satu kelas diampu oleh beberapa guru tetapi satu kelas hanya 1 guru, kurangnya waktu dalam melaksanakan BTA sehingga program 30 jam tahsin tidak segera terselesaikan, kurangnya ketertarikan siswa dalam BTA. Kemudian pendukungnyaPendukung implementasi adalah Bacaan siswa semakin bagus seiring berjalannya waktu, tulisan ayat Al-Qur‟an yang dulunya masih menggunakan pensil untuk menulis sekarang siswa menggunakan bolpoint jadi tidak takut lagi tulisannya jelek, peningkatan tersebut mendapat dukungan dari para guru PAI. Selain itu, para siswa dapat mengetahui nama-nama bacaan Al-

Qur‟an menurut tajwid dan dapat dipraktekkan secara langsung dan metode tahsin tersebut, melatih kesabaran siswa dalam menunggu giliran membaca”(TW, 21-12- 2016).

Selain dengan pengampu BTA, peneliti juga melakukan cross chek kepada siswa:

4) FN (14 tahun)

FN mengaku faktor penghambat dari metode tahsin ini adalah: kurang efektifnya waktu, kurangnya tenaga pendidik. Dan pendukungnya adalah Seperti ungkapan FN berikut ini:

“Waktu pelaksanaan BTA bu yang kurang pas, waktunya siang kami sudah lelah, lapar, terus gurunya bu kurang masak 30 anak gurunya cuma satu lama nunggunya. Kalau faktor pendukungnya itu orangtua saya sangat senang bu kalau ada BTA, jadi saya bisa ngaji di sekolah”(FN, 5-3-2017).

5) ARF (14 tahun)

Kendala dalam Tahsin ini adalah kurangnya waktu, kemalasan dalam tahsin, kurangnya pendidik. Kelebihan dari tahsin adalah jilidnya beda dengan jilid lainnya susunan bacaannya lebih mudah dihafal dan dilafadzkan. Berikut ungkapan ARF:

“Kendala yang kami alami itu waktunya itu lho bu kenapa setelah pembelajaran, kami kan belum istirahat jadi lapar belum makan, terus gurunya itu kurang jadi nggak cepet selesai BTAnya. Kalau kelebihannya tahsin ini beda bu dari yang sudah tak pelajari sebelumnya susunannya beda mudah dihafal juga dilafadzkan (ARF, 5-3-2017).

6) AKR (14 tahun)

Menurut AKR faktor yang menghambat adalah kurangnya tenaga pendidik, guru selalu member tugas. Pendukungnya adalah kesabaran

guru dalam mengajarkan Tahsin, bacaan Tahsin mudah diingat. Seperti yang dikatakan oleh AKR berikut ini:

“Kalau kendalanya itu gurunya bu kurang kita kan mesti setoran satu-satu nunggunya itu lho bu lama, terus kalau BTA mesti dikasih tugas. Kelebihannya itu gurunya bu sabar sekali menghadapi muridnya dicek bacaannya satu- satu padahal dari 30 an anak, terus bacaan tahsinnya itu mudah diingat, dihafal karena sesuai susunan lafadz”

(AKR, 5-3-2017).

Dari wawancara di atas faktor yang mempengaruhi metode tahsin diantaranya memiliki kelebihan dan kekurangan, seperti: Faktor yang menghambat metode tahsin adalah masih banyaknya peserta yang kemampuan bacaan Al-Qur‟an masih terbata-bata, kurangnya ketertarikan untuk mendalami bacaan Al-Qur‟an, bacaan orang-orang yang masih mengikuti bacaan orangtua dahulu sehingga ketika metode tahsin diterapkan bacaannya masih sulit dibetulkan, harga jilid tahsin lebih mahal daripada iqro‟ atau jilid lainnya. kurangnya tenaga pendidik, waktu pelaksanaan metode tahsin kurang karena cuma sekali dalam seminggu, sarana prasarana.

Selain penghambat di atas, implementasi metode tahsin ini juga memiliki dua faktor pendukung, diantaranya: faktor internal: faktor yang muncul daari pribadi siswa sendiri, dan faktor eksternal, yaitu faktor keluarga, Institusional, lingkungan sekolah.

BAB IV ANALISA DATA

A. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Bacaan Al-Qur’an

Siswa

Berdasarkan temuan peneliti dari hasil wawancara pada bab sebelumnya bahwa implementasi metode tahsin dalam meningkatkan bacaan Al-Qur‟an siswa dengan menyesuaikan bacaan siswa, jika membaca Al-Qur‟an sudah lancar, pengampu hanya melakukan pembetulan bacaan, makhraj, serta pemberian tajwid. Tetapi yang masih jilid guru melatih dari awal, pengajaran makhraj, sifat huruf, tajwid langsung diterapkan pada bacaan. Dalam proses belajar mengajar akan tetap menggunakan strategi dan metode pembelajaran. Strategi Pembelajaran yang dimaksud adalah:

1. Individual

Individual adalah mengajar dengan memberikan materi pelajaran orang perorang sesuai dengan kemampuannya menerima pelajaran, sehingga dengan demikian strategi mengajar individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara satu per satu sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari atau dikuasai anak didik.

2. Klasikal Individual

Klasikal adalah belajar mengajar dengan cara memberikan materi pelajaran dengan cara massal (bersama-sama) kepada sejumlah anak didik dalam satu kelompok. Sedangkan menurut Syaiful Sagala

(2006:185) pembelajaran klasikal adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model pembelajaran klasikal ini di terapkan oleh guru dalam proses pembelajaran membaca Al-Qur‟an di kelas. Tujuan klasikal Individual adalah agar guru dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, member motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar. Sehingga dengan demikian mengajar klasikal individual adalah proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sebagian waktu untuk klasikal dan sebagian untuk individual. (Munir, 2007:24). Metode ini peneliti temukan pada wawancara:

“Dalam menerapkan metode tahsin dalam pembelajaran BTA, sebelum saya memulai pembelajaran saya selalu memberi motivasi dan nasehat ke anak-anak agar lebih semangat belajar dan lebih giat mempelajari Alqur‟an, setelah itu belajar bersama sesuai tingkatannya, kemudian maju ke depan satu-persatu untuk menyetorkan bacaannya, ketika mereka masih keliru dalam bacaannya saya memberi contoh berulang-ulang hingga bacaannya benar. Saya menerapkan strategi klasikal Individual adalah agar dapat menyampaikan seluruh materi secara garis besar dan prinsip-prinsip yang mendasarinya, memberi motivasi (dorongan semangat belajar), minat, perhatian anak didik dalam belajar” (TW, 3-03-2017).

3. Klasikal Baca Simak

Teknik belajar membaca Al-Qur‟an dengan klasikal baca simak dengan dilakukan dengan cara anak didik membaca bersama-sama secara klasikal dan bergantian membaca secara individu atau kelompok,

murid yang lain menyimak. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini:

Pertama Membaca acak, baru membaca bersama-sama kemudian dengan individual, kalau dengan klasikal kita tidak tahu bagaimana bacaan anak tetapi dengan individual kita dapat memahami bacaan anak-anak satu per satu, agar anak tidak gaduh teman yang lain menyimak bacaan temannya yang sedang mendapat giliran membaca dan tugas kita adalah membetulkan bacaan yang kurang tepat apabila anak pengucapannya masih keliru guru membetulkan berulang-ulang sampai bacaannya betul”(FU, 3-3-2017).

Selain strategi di atas guru juga menggunakan metode-metode yang dapat membantu pelaksanaan metode Tahsin, diantaranya:

a. Metode Tutor Sebaya

Para responden lebih sering menggunakan metode tutor sebaya, karena Metode tutor sebaya akan memudahkan siswa untuk lebih cepat memahami apa yang diajarkan oleh temannya, dibandingkan yang diajarkan oleh guru. Karena belajar dengan teman menjadikan siswa bebas untuk menyampaikan gagasan- gagasan atau pertanyaan-pertanyaan mengenai hal-hal yang belum mereka pahami dan mereka ketahui. Suherman (2003:43), menjelaskan metode tutor sebaya sebagai metode pembelajaran dimana kelompok yang telah tuntas terhadap bahan pelajaran , memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan dalam bahan pelajaran yang dipelajarinya. Inti dari pembelajaran tutor sebaya dikemukakan oleh Sutamin (2013) adalah pembelajaran yang pelaksanaanya dalam membagi kelas dalam kelompok-kelompok

kecil, yang sumber belajarnya bukan hanya guru melainkan teman sebaya yang pandai dan cepat dalam menguasai suatu materi tertentu. Selain memudahkan bagi siswa, metode tutor sebaya sangat membantu berjalannya pembelajaran karena siswa yang kemampuannya lebih tinggi dapat membantu temannya. Hal ini peneliti temukan pada wawancara berikut ini:

b. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi selalu dipakai dalam menerapkan implementasi metode tahsin, mentode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan eragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa. Dapat digunakan dalam penyampaian makhraj, tajwid, maupun sifat huruf.

Metode demonstrasi adalah pertunjukan tentang terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami peserta didik secara nyata atau tiruannya, lebih lanjut Syaiful Sagala (2012:211) menyatakan bahwa:

Metode demonstrasi dalam belajar mengajar adalah metode yang digunakan seorang guru atau orang luar yang sengaja didatangkan, atau murid sekalipun untuk mempertunjukkan gerakan-gerakan suatu proses dengan prosedur yang benar dengan disertai keterangan-keterangan kepada seluruh dunia, dalam metode demonstrasi murid mengamati dengan teliti dan seksama serta dengan penuh perhatian dan partisipasi.

Sedangkan menurut Zainal Aqib (2010:96) metode demonstrasi adalah suatu cara mengajar dengan mempertunjukkan cara kerja suatu benda, benda itu dapat benda sebenarnya atau suatu model. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa demonstrasi adalah metode yang dalam pembelajarannya adalah dengan cara memperagakan baik itu siswa maupun oleh guru.

c. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas ini sering diterapkan hampir semua guru. Dengan tujuan anak merasa betah di kelas, tidak merasa jenuh dan