IMPLEMENTASI METODE TAHSIN
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-
QUR’AN
DI SMP NEGERI 4 UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
LYNDA FITRI ARIYANTI
NIM 11413020
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MOTTO
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk:
Kedua orang tuaku Bapak Madji & Ibu Paisri yang sangat ku cintai dan kusayangi,
terima kasih telah membesarkanku dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan
kesabaran.
Kakakku Jumain, Amim Suprapti yang selalu kubanggakan, terima kasih atas kasih
dan sayang, motivasi dan do’a yang telah diberikan
Keponakanku Habib Wahyu Prasetya, Alfina Mutiara Aminatur Rahma, Muhammad
Raihan Akbar, Ana Nurul Fitriya, Lalita Ramadhani Candraningtyas, Dimas Agus
Hidayatullah, Muhammad Budi Fadail yang telah memberi senyum polos dan sayang.
Pak dhe Aris, Budhe Utami, Paklek Karjo, Bulek Buntari yang kusayangi, terimakasih
atas do’a dan motivasi yang selalu kalian berikan.
Keluarga Besar dari Mbah Karsam & Mbah Kasirin yang sangat saya hormati dan
saya harapkan ridlonya.
Sahabatku Alfiyatul Jamilah, S.Sy. Siti Nilna Faizah, S.Pd.I. Farikhatul Ulya, yang
selalu meghibur di kala suka maupun duka dan menemani setiap hariku.
Bunda-bunda dan anak didik PAUD Wafdaa Kids Center Klepu Pringapus yang
senantiasa memberikan warna warni canda dan tawa kepadaku.
Bapak Drs. Basyiran Sudjak, Ibu Indhah Setyawati, S.Psi, Evi Hutri Prio Susanto,
Terima kasih atas Motivasi, dorongan, dan do’a yang telah kalian berikan.
Keluarga Ekspais 13 yang selalu terkenang di dalam hati, semoga silaturrahmi tetap
KATA PENGANTAR
memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada terhingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Metode Tahsin Dalam
Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Tahun Ajaran 2016/2017”
Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad
Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan
para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat
syafaat di yaumul qiyamah kelak.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk
memperoleh gelar Sarjana Kependidikan (S.Pd.) di Institiut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017”
Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Rektor IAIN Salatiga.
ABSTRAK
Ariyanti, Lynda Fitri. 2017. Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang.
Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. M.Ghufron, M.Ag.
Kata kunci: Implementasi Metode Tahsin, Pembelajaran Membaca Al-Qur’an
Metode tahsin yaitu suatu cara untuk tilawah Al-Qur’an yang menitikberatkan pada makhroj, sifat-sifat huruf dan tajwid, pembacaan alifnya tidak berkepanjangan cukup diayun. Metode ini melalui sistem talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam Bagaimana implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang? Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode tahsin dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang?
Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2016 sampai dengan April 2017 di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. Responden adalah pengampu BTA yang berjumlah 3 orang, dan 3 perwakilan siswa SMP Negeri 4 Ungaran. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara) kemudian data di transkrip menjadi data yang lengkap.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Fokus Penelitian ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Penegasan Istilah ... 10
F. Metode Penelitian ... 14
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 12
2. Kehadiran Peneliti ... 13
4. Sumber Data ... 13
5. Prosedur Pengumpulan Data ... 14
6. Analisis Data ... 16
7. Pengecekan Keabsahan Data ... 17
G. Sistematika Penulisan ... 18
BAB II : KAJIAN PUSTAKA A.Metode Tahsin ... 19
1. Pengertian Metode Tahsin ... 19
2. Tujuan Metode Tahsin ... 27
3. Unsur-unsur Dalam Metode Tahsin ... 29
B. Pembelajaran Al-Qur’an di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang ... 41
1. Pembelajaran Al-Qur’an ... 41
2. Pola Pembelajaran……….…46
3. Teknik Mengajar Tahsin ... 52
4. Langkah-langkah Implementasi ………...……….55
5. Strategi Pembelajaran……….56 BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data ... 59
B. Temuan Penelitian ... 66
1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. ... 66
BAB IV : ANALISA DATA
A. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. ... 76 B. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin ... 81
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 85
1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an….…85 3. Faktor Penghambat dan Pendukung Implemntasi Metode Tahsin……….85
B. Saran………..86
C. Penutup………..86
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL DAN BAGAN
TABEL 3.1 Data Guru Ekstra BTA di SMP Negeri 4 Ungaran
TABEL 3.2 Data jumlah siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran
TABEL 3.3 Daftar Responden
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Lembar Konsultasi
3. Pedoman wawancara
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan suatu sistem pendidikan yang
memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan
cita-cita Islam, sehingga dengan mudah membentuk hidupnya sesuai ajaran
Islam. Materi yang diajarkan dalam pendidikan Islam adalah materi tentang
agama Islam yang berupa: fiqh, hadist, dan salah satunya adalah Al-Qur‟an.
Al-Qur‟an merupakan sumber utama dalam hukum Islam. Salah satu yang
wajib diajarkan adalah segala hal tentang Al-Qur‟an. Karena Al-Qur‟an adalah
pedoman hidup manusia dan selalu dekat dengan Allah SWT.
Betapa indahnya jika kita dan anak-anak kita dapat bertilawah atau
membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Karena darinya akan terpancar
indikasi keimanan seorang muslim yang dicintai Allah SWT. Dengan demikian
yang harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada
Allah (Mansur, 2005:7-8).
Tentu tilawah Al-Qur‟an dengan baik dan benar tidaklah sulit, karena
Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman hidup bagi
manusia, yang secara otomatis bermakna. Dia menjadikannya sebagai Kitab
yang mudah dipelajari isi, bahasa, cara membaca, menghafal, dan
Tentu kemudahan yang dijanjikan-Nya bukan berarti tanpa usaha atau membacanya Dengan sebenar-benar bacaan (tidak mengubah dan memutarkan maksudnya), mereka itulah orang-orang Yang beriman kepadanya; dan sesiapa Yang mengingkarinya maka mereka itulah orang-orang Yang rugi(Al-Baqarah:121)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 19)
sebagai roh (yang menghidupkan hati perintah kami; Engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu): apakah Kitab (Al-Qur‟an) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Qur‟an: cahaya Yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa Yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk Dengan Al-Qur‟an itu ke jalan Yang lurus (Assyura: 52)(Terjemah Alqur‟an, Halm 369).Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan:
تلاِب ُذْخَلأْاَو
tajwidlah Allah menurunkan Al-Qur‟an dan demikianlah Al-Qur‟an sampai kepada kita dari-Nya”(Abdurohim, 2003:6).Tak banyak orang yang tertarik pada ilmu tajwid. Selaras dengan
sedikitnya orang yang ingin bisa membaca Al-Qur‟an dengan benar; sesuai
Al-Qur‟an diturunkan. Banyak yang menganggap, sekedar membaca Al-Qur‟an
“Dan bacalah Al-Quran Dengan "Tartil"(Al-Muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, Halm 574).
ٌُٛا ُحَفِرْعََِٚ ِفُْٚرُحٌْا ُذْ٠ِْٛجَذ َُٛ٘ ًُْ١ِذْرَّرٌا
ُل
ِفْٛ
“Tartil ialah membaguskan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat keluarnya”(Syarh Manzumah Al-Jazariyah, hlm 13).
Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin banyak
orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca Al-Qur‟an
secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru atau
syaikh yang sanadnya bersambung dengan Rasulullah SAW secara intensif,
sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri, jika hanya
mempelajari dari buku tanpa pernah praktik dan belajar langsung dari orang
yang menguasainya, niscaya hasilnya tidak akan maksimal.
Tolak ukur kualitas kebaikan seorang muslim adalah sejauh mana upaya
dan usahanya dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur‟an. Rasulullah
SAW bersabda:
.ٍَََُّّٗعَٚ َْآْرُمٌْا ٍَََُّعَذ َِْٓ ُُْوُرْ١َخ
ٜراخثٌا ٖاٚر
SMP Negeri 4 Ungaran adalah satu-satunya sekolah yang
mengadakan ekstra BTA dari semua sekolah negeri yang ada di
kecamatan Ungaran. Dan satu-satunya sekolah negeri yang berbasis PAI
(Pendidikan Agama Islam). Mengapa demikian? karena meskipun
sekolah SMP 4 Ungaran itu Negeri dan banyak siswa atau guru yang non
muslim, tetapi dicetak sedemikian rupa menjadi sekolah yang
menitikberatkan agama Islam. Tentunya, seperti diadakan penyambutan
murid oleh semua guru setiap pagi untuk bersalam sapa dengan para
siswanya, pembacaan Asmaul Husna sebelum memulai kegiatan belajar
mengajar (KBM), kajian Islami untuk guru yang diadakan seminggu
sekali bagi guru yang muslim sedangkan guru nonmuslim tetap
menghormati dan menghargai, pengadaan infak sosial untuk pembelian
hewan qur‟ban di setiap Idul Adha, dll. Begitupun dengan BTA, BTA
adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan selama 1 minggu sekali
setelah kegiatan belajar mengajar usai. Namun dari awal penerapan BTA,
pihak sekolah hanya mengandalkan guru yang mampu membaca
Al-Qur‟an, begitupula dengan siswanya masih banyak yang belum bagus
bacaannya dan ada yang sama sekali belum mengenal huruf hijaiyyah.
Metode yang sering digunakan oleh guru dalam proses
pembelajarannya adalah dengan menggunakan metode ceramah dan
metode qaidah bagdadiyah. Soetomo menjelaskan bahwa metode
ceramah biasanya digunakan untuk menyampaikan suatu informasi
prinsip-prinsip metode ceramah yaitu penggunaanya harus disesuaikan
dengan tujuan yang akan dicapai (Soetomo, 1995:146).
Sesuai pemaparan di atas apabila metode ceramah diterapkan
dalam mengajarkan huruf-huruf hijaiyyah dan hukum-hukum membaca
Al-Qur‟an maka dirasa kurang tepat karena akan menempatkan siswa
kurang aktif, sehingga dalam proses pembelajaran siswa kurang tertarik
terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan
pembelajaran dan hasil pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal.
Metode Bagdadiyah dirasa sudah tidak tepat lagi karena penyajiannya
dengan cara dieja satu persatu sehingga untuk mencapai tujuan siswa
mampu membaca Al-Qur‟an memerlukan waktu yang sangat lama dan
penyajian bahan terkesan menjenuhkan(Depag, 1995:76).
Oleh karena itu dibutuhkan penanganan serius untuk merevitalisasi
metode pembelajaran pendukung pada mata pelajaran BTA.
Mahfudh Shalahuddin menjelaskan suatu prinsip dalam pengajaran
ditandai diutamakannya belajar dari pada mengajar, karena merupakan
suatu sistem belajar mengajar, yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar
yang berupa perpaduan antara kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik (Budiyanto,1995:19). Sehingga para guru bermusyawarah
dan mengambil keputusan untuk mengambil guru ekstrakurikuler dari
luar sekolah yang berijazah tahsin atau bacaan Al-Qur‟annya sudah
berkembang. Penggunaan metode Tahsin dapat dipilih sebagai metode
untuk membelajarkan membaca Al-Qur‟an pada mata pelajaran BTA.
Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang
menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf) dan ilmu tajwid.
Metode ini dalam mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara
langsung atau berhadapan (Abdur Rauf, 2003:8).
Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode
qiroati yaitu metode yang membahas tentang cara pengucapan Al-Qur‟an
berikut cara penyampaiannya, dan tata cara pelaksanaan dalam sistem
mengajarnya dimulai dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap
sampai pada tingkat sempurna. Metode Tahsin juga menekankan pada
sifat huruf, huruf yang sudah tepat antara makhroj, tajwid, dan sifatnya
akan menjaga keaslian huruf Al-Qur‟an.
Sarotun(2013:3) menjelaskan bahwa menggunakan Metode Tahsin
dapat memudahkan siswa dalam mempelajari Al-Qur‟an, karena Model
penulisan dan pembelajarannya dengan pendekatan makharijul huruf
(tempat keluar huruf), tidak berdasarkan huruf hijaiyah, sehingga akan
memudahkan siswa untuk mempelajarinya. Karena mempelajari
huruf-huruf yang sama tempat keluarnya, dan disusun berdasarkan kedekatan
bacaan-bacaan, sehingga memudahkan siswa/santri untuk
mempraktekkan sesuai dengan hukum tajwid. Penyusunannya dimulai
dengan huruf-huruf yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga
dalam metode Tahsin menggunakan rosm utsmani sehingga sejak awal
siswa dibiasakan dengan Al-Qur‟an standar, dan ini akan memudahkan
mereka membaca Al-Qur‟an.
Pembelajaran membaca Al-Qur‟an atau BTA di SMP Negeri 4
Ungaran sudah menggunakan Tahsin hampir 5 tahun. Dan kegiatan
ekstra ini hanya dilaksanakan oleh kelas VIII. Bacaan mereka masih di
bawah standar, dari 263 siswa 20% belum mengenal huruf hijaiyyah
sama sekali, 35% masih iqro‟, 45% sudah sampai Alqur‟an. Adapun yang
sudah sampai Al-Qur‟an, bacaan mereka belum disertai tajwid, tinggi
rendah suatu bacaan belum diperhatikan. Bagi yang belum mengenal
huruf hijaiyyah maupun yang masih iqro‟ dikarenakan oleh sebab-sebab
berikut: (1) Jauhnya lokasi TPA (2) Kesibukan orangtua yang tidak
sempat mengajar ngaji anak (3) Tidak ada waktu untuk mengaji karena
pulang sekolah ada kegiatan les, (4) Anak sudah sibuk dengan media
sosial dan mulai enggan mengaji.
Berdasarkan faktor-faktor di atas, penulis terdorong untuk
melakukan penelitian pada mata pelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an pada
siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kab. Semarang. Dengan judul
“Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an
Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka yang menjadi fokus
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran membaca
Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten
Semarang?
2. Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode Tahsin
dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di
SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Dari fokus penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran
membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran
Kabupaten Semarang.
2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung
implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an
pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali informasi
tentang bacaan siswa dalam membaca Al-Qur‟an.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah khazanah keilmuan
b. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informasi bagi mereka
yang melakukan penelitian seputar metode Tahsin Al-Qur‟an.
c. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informatif bagi
pendidikan agama Islam terutama kalangan tingkat SMP sederajat.
2. Manfaat Praktis
a. Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman
oleh SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang, sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas
pembelajaran.
b. Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman
oleh para guru di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang
untuk meningkatkan mutu bacaan Al-Qur‟an siswa.
c. Peserta didik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman
oleh para siswa/siswi di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten
Semarang dalam upaya meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an
E. Penegasan Istilah
Fokus dalam penelitian ini adalah menerapkan metode Tahsin dalam
pembelajara Al-Qur‟an. Sebelum membahas lebih dalam maka akan
diberikan penjelasan dan batasan pada istilah-istilah dalam judul penelitian
tersebut:
1. Metode Tahsin
Tahsin menurut bahasa berasal dari kata kerja (
إْ١ِسْحَذ
-
ُِّٓسَحُ٠
-
ََّٓسَح
)yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan, memperindah, atau
membuat lebih baik dari semula. Kata ini sering digunakan sebagai
sinonim dari kata tajwid yang berasal dari (
اذْ٠ِْٛجَذ
-
ُدَِّٛجُ٠
-
َدََّٛج
) yangbermakna memperbagus atau memperbaiki.
Sedangkan menurut istilah adalah:
ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ
َُّٗمَحَر
ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخِا
"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”.
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu
bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat
yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟ dan lain
sebagainya (Abdur Rauf, 2014:17).
Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an
yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat
dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca)berhadapan langsung
dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada
Rasulullah SAW(Abdur Rauf, 2003:8).
2. Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an
Menurut E. Mulyasa (2003:100), pembelajaran pada hakekatnya
adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga
terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Membaca Al-Qur‟an
adalah pembacaan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, yang merupakan
mu‟jizat, yang diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur) yang
ditulis di mushaf (lembaran) dan membacanya adalah ibadah
(Syarifudin, 2008:16). Pembelajaran membaca Al-Qur‟an adalah upaya
untuk membelajarkan Al-Qur‟an (sebagai sumber hukum, pedoman
hidup, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya) pada peserta
didik.
Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode
qiroati yang disusun oleh H. Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi, Semarang.
Tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai dari tingkatan
yang sederhana tahap demi tahap sampai pada tingkat sempurna,
dengan cara membaca Al-Qur‟an yang langsung memasukkan dan
mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, sistem
pendidikan dan pengajaran melalui sistem yang berpusat pada murid
secara klasikal, tetapi secara individual. Bedanya adalah metode qiroati
mempunyai 10 jilid sedangkan metode Tahsin hanya 4 jilid.
Pengenalan nama-nama huruf hijaiyyah metode qiroati secara acak
sedangkan metode tahsin berdasarkan kedekatan bacaan-bacaan, Jika
metode qiroati menekankan prinsip CLB (lancar, cepat, benar), Metode
Tahsin secara diayun dan pelan-pelan membacanya dengan cara
tahqiq(lambat), tartil(agak cepat).
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dapat digunakan untuk
melakukan kegiatan dan usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta
menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan
metode. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Margono, 2012:36).
Pengambilan metode ini adalah untuk mengetahui bagaimana
pembelajaran membaca Al-Qur‟an di SMP Negeri 4 Ungaran dengan
menerapkan metode Tahsin.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan antropologi yaitu
kegiatannya terdiri atas upaya teratur mengamati, merinci, memberikan,
mencatat, dan menguraikan pola kebudayaan suatu masyarakat di
Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan penerapan metode
Tahsin. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik kualitatif yaitu penelitian
yang menjelaskan realitas yang ada di lapangan kemudian
menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan
kata-kata atau kalimat.
2. Kehadiran Peneliti
Peneliti bertindak sebagai instrumen dan pengumpul data. Dalam
penelitian ini, peneliti secara langsung datang ke lapangan. Sehingga
mendapat data yang riil dan akurat.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini tepatnya di SMP Negeri 4 Ungaran yang
berada di Jl. Erlangga III/4, Langensari Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang.
4. Sumber Data
Penelitian ini dapat memperoleh informasi data dari beberapa literatur
buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber
informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti
lakukan secara langsung kemudian dianalisis.
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang berkaitan langsung
penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang diperoleh dari hasil
wawancara dan hasil observasi
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber-sumber data primer. Data sekunder dalam hal ini
adalah buku dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan metode
Tahsin.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan sebagai bahan
pembahasan dan analisis, dalam penelitian ini digunakan metode-metode
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara
melakukan tanya-jawab tatap muka (langsung) dengan responden atau
informan (Singarimbun, 1989:192). Metode ini digunakan untuk
menghimpun data tentang: (1) Profil SMP Negeri 4 Ungaran yang
menjadi lokasi penelitian, (2) Implementasi metode Tahsin dalam
Pembelajaran membaca Al-Qur‟an, (3) Pemahaman siswa terhadap bacaan Al-Qur‟an melalui metode Tahsin, (4) Pelaksanaan metode
Tahsin (6) Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan metode
Tahsin.
Wawancara untuk memperoleh data tentang hal-hal tersebut di atas
Ungaran Kabupaten Semarang dan instansi-instansi terkait. Subyek
penelitian dalam penelitian ini adalah: (1) Bapak Ibu guru BTA yang
dipilih oleh peneliti untuk mewakili semua guru BTA di SMP 4
Ungaran.
Bentuk wawancara adalah wawancara bebas terbatas; peneliti
hanya menyiapkan dan berbekal tema-tema wawancara, sementara
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dikembangkan dalam proses
wawancara. Dalam pelaksanaannya, wawancara dilakukan dalam gaya
percakapan informal. Transkripsi hasil wawancara dibuat segera
setelah wawancara selesai.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan langsung pada subyek dan obyek penelitian (Surakhmad,
1994:162). Teknik ini digunakan, pertama-tama untuk melakukan
cross-check atas data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumen.
Tetapi metode ini juga digunakan untuk memperoleh data yang tidak
terekam lewat wawancara dan dokumentasi, seperti tentang kondisi
lingkungan fisik di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang,
fasilitas dan kondisi di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang.
Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi partisipan
pasif, yakni peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati,
tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiono, 2010:227).
observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang
akan diamati, di mana tempatnya (Sugiono, 2008:203). Obyek yang di
observasi adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ungaran.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan membaca
dan mencatat dokumen-dokumen yang relevan dengan pokok
permasalahan penelitian (Arikunto, 2002:135). Teknik ini digunakan
untuk memperoleh data tentang sumber tertulis tambahan yang relevan
dengan nama dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang
dilakukan para siswa di SMP Negeri 4 Ungaran.
6. Analisis Data
Analisis data adalah upaya menata secara sistematis, catatan hasil
wawancara, dukumentasi, dan observasi untuk meningkatkan pemahaman
peneliti mengenai kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan
bagi orang lain (Muhadjir, 2002:142). Data yang terkumpul pertama
disaring, kemudian disusun dalam kategori-kategori, dan saling
dihubungkan. Melalui proses inilah penyimpulan dibuat (Matthew.dkk,
1992:15-16). Dengan demikian langkah-langkah analisis data meliputi: (1)
Penyaringan data, (2) Kategorisasi data, (3) saling menghubungkan data,
dan (4) penarikan kesimpulan.
Dalam analisis data dengan langkah-langkah tersebut di atas
digunakan metode deskriptif analitik. Maksud metode deskriptif adalah
(Muhadjir, 2002:93). Selanjutnya, berdasarkan uraian data secara
sistematis tersebut kemudian diupayakan untuk membangun generalisasi
(Muhadjir, 2002:178) guna menghasilkan konstruk-konstruk teoritis
mengenai penerapan metode Tahsin di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten
Semarang.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data dilakukan agar memperoleh hasil yang
valid dan dipertanggungjawabkan dan dipercaya oleh semua pihak.
Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan beberapa cara
yaitu:
a. Perpanjangan pegamatan, peneliti melakukan perpanjangan
pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah
ditemui maupun yang baru.
b. Kehadiran peneliti di lapangan, peneliti berperan aktif dalam
memperoleh data-data yang diperlukan, dengan melakukan
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
c. Observasi yang diperdalam, peneliti bukan hanya sebagai pengamat
dan pencari sumber data, tetapi terjun langsung ke lokasi
pembelajaran.
d. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai
sumber, cara dan waktu. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua
1) Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber (sumber satu dengan yang lain).
2) Triangulasi teknik, menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda (Sugiono, 2010: 369-372).
G. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai
berikut:
Bab I, Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian,
Metode penelitian.
Bab II, Kajian pustaka tentang Pengertian Metode Tahsin dan Metode
Pembelajaran Al-Qur‟an di SMP 4 Ungaran Kab. Semarang.
Bab III, Membahas tentang gambaran umum implementasi metode Tahsin
dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca Alqur‟an di SMP 4
Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016-2017.
Bab IV, Analisis tentang implementasi metode Tahsin dalam meningkatkan
kemampuan siswa membaca Al-Qur‟an.
Bab V, Penulis membuat penutup berisi kesimpulan dan saran-saran sebagai
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.Metode Tahsin
1. Pengertian Metode Tahsin
Secara bahasa metode tahsin terdiri dari dua suku kata, metode
dan tahsin. Metode sendiri berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang
terdiri dari “metha” berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti
jalan atau cara. Metode diartikan sebagai suatu jalan yang dilalui untuk
mencapai tujuan (Armai Arif, 2002:40). Metode adalah cara yang sistematik
yang digunakan untuk mencapai tujuan (Pasaribu, 1983:18). Sedangkan
menurut Soejono (1990:136) metode adalah cara menyajikan bahan
pengajaran.
Menurut Surakhmad (1995:58) metode adalah cara yang
memberikan jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan itu dengan
sebaik-baiknya, sedangkan metode menurut Usman (2002:4) adalah cara untuk
mencapai tujuan, pendapat Usman sama pengertiannya dari pendapat dari
Surakhmad, bahwa metode sama-sama mencari cara untuk mencapai tujuan,
akan tetapi terdapat sedikit perbedaan, menurut Surakhmad metode harus
mempunyai target/ jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan, sedangkan
menurut Usman metode tidak mempunyai target, dengan kata lain yang
terpenting guru mempunyai cara untuk menyampaikan materi pelajaran
kepada anak didiknya. Adapun pendapat lain yang mendukung mengenai
cara atau alat mendapatkan pengetahuan dan mencapai kebenaran
ilmiah/metodologi. Pendapat Sudarmano ini berbeda dengan pendapat
sebelumnya, karena menekankan pada cara mendapatkan pengetahuan dan
mencapai kebenaran ilmiah, bukan cara menyajikan bahan pelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran ke
anak didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.
Berbeda dengan makna metode, Tahsin berasal dari kata kerja
(
إْ١ِسْحَذ
-
ُِّٓسَحُ٠
-
ََّٓسَح
) yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan,memperindah, atau membuat lebih baik dari semula (Annuri: 2016:3).
Tahsin sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang
berasal dari
(
اذْ٠ِْٛجَذ
-
ُدَِّٛجُ٠
-
َدََّٛج
). Tajwidmerupakan bentuk masdar, dari fi‟ilmadhi ”jawwada” yang berarti membaguskan, menyempurnakan ,
memantapkan. Tajwid menurut bahasa adalah
ِذِّ١َجٌْ اِت ِخَاَ١ِذلأَا
yang berartimemberikan dengan baik (Annuri, 2016:17). Sedangkan menurut istilah
adalah:
ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ
َُّٗمَحَر
ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخ
ِا"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”.
Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu
bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain
sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat yang
(Abdur Rauf, 2014:17). Tahsin selalu identik dengan tilawah. Tilawah
sendiri berasal dari kata
جَٚ َلِذ
-
ٍُْْٛرَ٠
-
ََلَذ
yang artinya bacaan, danِْآْرُمٌْاُجَٚ َلِذ
artinya bacaan Al-Qur‟an. Tilawah secara istilah:
اَِٙئاَدآ ِٝف َّٝٔأَرُ٠َٚ اََٙفُْٚرُح ُِّٓ١َثُذ جَٚ َلِذ ُُٗذَٚ َلِذ :ا ح َلِطْصِا ُجَٚ َلِّرٌا
ْٝٔاَعٌَّْا َُِْٙف ٌَِٝا َْٝٔدَا َُْْٛىَ١ٌِ
Membaca Al-Qur‟an dengan bacaan yang menjelaskan huruf-hurufnya dan berhati-hati dalam melaksanakan bacaannya, agar lebih mudah memahami makna yang terkandung di dalamnya(Fathul Bari, hlm 707).
Tahsin tilawah adalah upaya memperbaiki dan membaguskan
bacaan Al-Qur‟an (Annuri, 2016:3). Tilawah Al-Qur‟an adalah salah satu
“…dan bacalah Al-Quran Dengan "Tartil"(Al-muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 574).
Pada hakikatya tilawah bukanlah hal yang sederhana, namun
dalam ber tilawah seorang qori‟(pembaca) dituntut untuk menjaga
keaslian (ashalah) bacaan Al-Qur‟an seperti yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui jibril. Allah SWT berfirman:
Karena itu, Rasul pun menunjuk dan memberi kepercayaan kepada
beberapa orang sahabat bentuk mengajarkannya, di antara mereka adalah
Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Para
sahabat kemudian mengajarkan kepada para Tabi‟in, dan demikian
seterusnya Al-Qur‟an diajarkan turun temurun dalam keadaan asli tanpa
terkurangi huruf-hurufnya, sampai kalimat-kalimatnya, bahkan sampai
teknis membacanya. Untuk menjaga keaslian Al-Qur‟an, ulama‟ menjaga
sanad Al-Qur‟an (runtutan para pengajar Al-Qur‟an sejak zaman Rasul
hingga sekarang). Maka tidak heran kalau Imam Aljazari mewajibkan
kepada setiap muslim untuk membaca dengan tajwid atau tahsin, karena hal
ini merupakan penjagaan terhadap keaslian Al-Qur‟an. Karena itulah,
metode asasi dan asli dalam mempelajari Al-Qur‟an adalah dengan metode
Talaqqi yaitu mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara langsung
atau berhadap-hadapan, dimulai dari surat Al-Fatihah sampai An-Naas.
Mengingat terbatasnya jumlah orang-orang yang menguasai Al-Qur‟an
terutama dalam hal tilawah, maka ulama‟ ahli qira‟at meletakkan
kaidah-kaidah cara membaca yang baik dan benar yang disebut tajwid (Abdur Rouf,
2014:9-11).
Ulama‟ yang pertama kali menuliskan ilmu tajwid dan
membukukannya adalah Abu Muzahim al Khaqani. Nama aslinya adalah
Abu Musa bin Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan. Mengenai asal dari nama
kebangsawanan) dari kerajaan Turki dan adapula yang mengatakan bahwa
nama itu dinisbatkan pada kakeknya. Di lingkungan tempat ia bermukim, ia
memiliki gelar al-Khaqani al-Alim al-Baghdadi al-Muqri. Beliau lahir pada
tahun 248 H, umurnya ketika ayahnya wafat kira-kira 15 tahun, al-Khaqani
berasal dari keluarga yang berkecimpung di kementerian dalam
pemerintahan Dinasti Abbasiyyah, ayahnya Ubaidiillah adalah seorang
menteri di masa pemerintahan khalifah al-Mutawakkil (Ja‟far bin Mu‟tasim
bin Rasyid) wafat pada tahun 247 H. Jabatan ayahnya masih berlanjut pada
masa pemerintahan khalifah Ahmad bin Ja‟far al-Mutawakkil (Ghanim
Qadduri, 2002).
Keterangan tentang ulama‟ penulis tajwid tersebut diperkuat oleh
perkataan imam ibnul jazari “Dialah orang yang pertama kali menulis
tentang tajwid” para ulama‟ pun menyebut kitab yang ditulis oleh Abu
Muzahim dengan nama Al Qashidah al Khaqaniyah. Apa yang dilakukan
oleh Muzahim benar-benar bermanfaat terutama dalam mempelajari
Al-Qur‟an secara benar. Bahkan setelah itu, bermunculan beberapa ulama‟
lainnya yang menuliskan ilmu serupa. Mereka antara lain: (1) Abul Hasan
Ali bin Ja‟far Muhammad As Sa‟idi ar Razi, wafat pada 410 H, kitab beliau
bernama At Tanbih „ala al Lahnil Jaily wal Lahnil Khafiy, (2) Abu
Muhammad Makki bin Abu Thalib al Qaisi wafat pada 437 H dengan
kitabnya yang berjudul ar Riayah li tajwidil Qiraah wa Tahqiqi Lafzhit
Tilawah. Kemudian Abu Umr Utsman bin Said ad Dhani, kitabnya adalah at
makharijul huruf dan sifat-sifatnya dikenal dengan nama Ilmu
Tajwid(
www.kabarmakkah.com/2016/04/ulama-yang-pertama-kali-menemukan-dan-menulis-ilmu-tajwid.html.
Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin
banyak orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca
Al-Qur‟an secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru
atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW,
sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri dan bahasa
(arab atau inggris misalnya), jika hanya mempelajari dari buku tanpa pernah
praktik dan belajar langsung dari orang yang menguasainya, niscaya
hasilnya tak akan maksimal. Ada banyak ragam bacaan Al-Qur‟an.
Rasulullah mengatakan bahwa Al-Qur‟an ini diturunkan dalam tujuh huruf.
Tujuh huruf ini bukan berarti tujuh macam bacaan. Karena menurut para
ulama‟, angka tujuh disini bukanlah bilangan tertentu dalam arti sebenarnya,
melainkan untuk menunjukkan suatu jumlah yang banyak. Ia mempunyai
makna; keringanan, kemudahan, dan keluasan. Maksudnya karena bangsa
arab waktu itu) terdiri dari banyak suku dan kabilah, dimana masing-masing
mempunyai sejumlah perbedaan dalam kosa kata dan logat, maka sangat
terbuka kemungkinan adanya perbedaan dalam bacaan. Dan inilah
fleksibelitas Al-Qur‟an. Dari sini muncullah istilah qiraat sab‟ah 9bacaan
Al-Qur‟an yang tujuh) dan qiraat asyrah (bacaan Al-Qur‟an yang sepuluh).
Istilah qiraat ini disandarkan kepada imamnya dan masing-masing imam
abad kemudian, muncullah seorang imam besar qiraat; imam Al-Hafizh
Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Aljazari
ad-Damasyqi Asy-Syafi‟I As-Salafi(w. 833 H), yang terkenal dengan nama
Ibnul Jazari. Dimana dalam dunia qiraat, beliau digelari sebagai syaikhul
qurra‟ (syaikhnya para qari‟) dan khatimatul muhaqqiqin (penutup para
muhaqqiq/ulama peneliti). Beliau menulis kitab manzumah (kitab berbentuk
qasidah) berjudul “Ad-Durrah Al-Mudhiyyah fi Al-Qira‟at Ats-Tsalats
Al-Mutammimah li Al-Asyrah. Kitab ini melengkapi qira‟at sab‟ah sebelumnya
sehingga genap menjadi qiraat asyrah (qiraat yang sepuluh). Lalu, Ibnul
Jazari kembali menulis kitab dua jilid tebal berjudul An-Nasyr fi Al-Qira‟at
Al-Asyr yang menghimpun semua qira‟at mutawatir yang terdapat dalam
Asyathibiyah dan Ad-Durrah dengan semua thariqnya yang jumlahnya
mencapai 980 thariq. Kemudian kitab An-Nasyr ini beliau ringkas dalam
kitab kecil berbentuk qasidah yang berjudul “Thayyibatun An-Nasyr fi
Al-Qira‟at Al-Asyr. Selanjutnya, bacaan Al-Qur‟an atau qiraat yang
berdasarkan kitab ini pun dikenal sebagai thariq Athayyibah. Selain
sejumlah kitabdalam ilmu qira‟at, beliau juga mempunyai beberapa kitab
tajwid, di antaranya, yaitu: At-Tahmid fi Ilmi At-Tajwid dan
Al-Muqaddimah fima „ala Qari‟ Al-Qur‟an An Ya‟lamah, yang lebih dikenal
sebagai Matan Al-Jazariyah, dua kitab ini bisa dibilang merupakan rujukan
Metode tahsin ini ditulis dan dibukukan oleh Dra. Sarotun. Beliau
lahir di Kabupaten Semarang pada 17 Februari 1967 yang bertempat tinggal
di Jl. Tabing III No.3 Rt.02/V Beji, Ungaran Kabupaten Semarang. Ketika
waktu remaja beliau sangat gigih dalam belajar Al-Qur‟an, haus akan ilmu
Al-Qur‟an, sehingga beliau banyak mengikuti pelatihan bacaan Qur‟an
dengan tujuan mentahsinkan bacaannya. Kemudian beliau mengikuti
program tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang.
Ketekunan beliau dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, beliau langsung
menyetorkan bacaannya kepada H. Ahmad Muzammil MF. Al Hafidz, yang
merupakan koordinator dan pengajar tahsin tahfidz di LTQ Al Hikmah,
Mampang Jakarta Selatan, LTQ Markas Al-Qur‟an Kalisari Jakarta Timur,
FHQ Nurul Hikmah, Ciputat Tangerang, dan beliau adalah juara MHQ
tingkat nasional dan Internasional di Makkah.
Dari pengalaman penulis (Sarotun) dalam mengikuti program
tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya
ikut mengembangkannya. Dalam prakteknya penulis banyak menemukan
kendala ketika berhadapan dengan peserta yang kemampuan bacaannya
masih terbata-bata, dan penulis (Sarotun) menggunakan pedoman Dauroh
Al-Qur‟an, ustadz Abdul Aziz Abdur Ra‟uf, LC. Al-Hafidz dimana beliau
juga mengambil rujukan dari matan Al-Jazari. Dan sanad beliau urutan 29
dari Rasulullah SAW, Ketika peneliti melakukan wawancara kepada
Metode tahsin pertama kali digunakan di Indonesia tepatnya ma‟had Al-Hikmah Jakarta oleh Abdur Rauf sekitar tahun 80 an, Dauroh Qur‟an dari imam-imam Timur Tengah . Membaca Al-Qur‟an itu butuh sanad dan beliau urutan 29 dari Rasul, dari salah satu kekhawatiran beliau berinisiatif untuk membuat buku kemudian mengajarkan kepada masyarakat agar bacaan Al-Qur‟an masyarakat Indonesia lebih bagus. Dahulu sering ada Wami lembaga lsm Timur Tengah yang sering mengadakan Dauroh Qur‟an, waktu di tes kebanyakan tidak lulus terutama huruf isti‟la‟ seperti shod dan kho‟. Baca Al-Qur‟an satu huruf berpahala, ketika membaca makhrojnya benar. Karena satu huruf itu mempengaruhi artinya dalam Al-Qur‟an. Kemudian Tahsin mulai berkembang di Indonesia mulai dari tempat ke tempat. Atas dasar keprihatinan yang dalam serta keinginan untuk bisa berbuat yang terbaik dengan memberikan konstribusi bagi da‟wah dan pengembangan Al-Qur‟an, maka Sarotun menghadirkan metode Tahsin Al-Qur‟an dalam bentuk buku. Metode ini ditulis dari pengalaman penulis dalam mengikuti program Tahsin Al-Qur‟an pada Lembaga tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya ikut mengembangkannya.
Dinamakan metode Tahsin berarti suatu jalan atau cara yang
dilakukan untuk memperbagus, memperbaiki, memantapkan bacaan
Al-Qur‟an agar sesuai haq dan mustahaqnya. Metode Tahsin adalah salah satu
cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat
keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid. Metode ini melalui
talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat
membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya
bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8).
2. Tujuan Metode Tahsin
Secara umum tujuan pembelajaran Al-Qur‟an adalah untuk
menanamkan nilai-nilai ketuhanan kepada anak sejak dini sekaligus sebagai
dasar dalam menghadapi problema kehidupan (Qosim, 2008:34). Selaras
membaca Al-Qur‟an, Metode Tahsin mempunyai tujuan agar dalam
pengajarannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan ibadah
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tujuan
metode tahsin menurut (Murjito, 2000:17) adalah sebagai berikut:
a. Menjaga dan memelihara kehormatan, kesucian dan kemurnian
Al-Qur‟an dari cara membaca yang benar, sesuai kaidah tajwid sebagaimana
bacaannya Nabi Muhammad SAW.
b. Menyebarkan ilmu baca Al-Qur‟an yang benar dengan cara yang benar.
Agar selaras dengan tujuan di atas dapat direalisasikan secara nyata,
maka metode tahsin berusaha agar dalam mengajarkan ilmu baca
Al-Qur‟an dengan cara yang benar sebagaimana contoh dari sunnah
Rasulullah SAW.
c. Mengingatkan kepada guru-guru Al-Qur‟an agar dalam mengajarkan Al
-Qur‟an harus berhati-hati jangan sembarangan. Membaca Al-Qur‟an
mempunyai kaidah tertentu agar ketika membacanya tidak mengalami
kekeliruan makna yang akan berakibat dosa bagi para pembacanya, untuk
itu para guru Al-Qur‟an harus berhati-hati dalam membaca Al-Qur‟an.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan metode Tahsin adalah kualitas
pendidikan atau pengajaran Al-Qur‟an dengan menyebarluaskan ilmu
membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid
3. Unsur-unsur dalam Metode Tahsin
a. Makharijul huruf (Tempat-tempat keluar huruf)
1) Pengertian
Makhraj ditinjau dari morfologi, berasal dari fi‟il madhi:
ََجَزَخ
yang artinya keluar. Lalu dijadikan ber-wazan َ
ََلَعْفَه
yang bersighatisim makan, maka menjadi
َ جَزْخَه
.
Bentuk jamaknya adalahَ جِراَخَه
.
Karena itu, makharijul huruf
(
َِفْو ز حْلاَ جِراَخَه
) yang diindonesiakanmenjadi makhraj huruf, artinya: tempat-tempat keluarnya huruf.
Secara bahasa, makhraj adalah:
َِجْو ز خْلاَ عِضْوَه
(tempat keluar),sedangkan menurut istilah, makhraj adalah:
َ فْزَحْلاَ ٌَِْهَ أَشٌْ يَيِذّلاَِّلَحَوْلِلَ نْسْاََو ُ
“Suatu nama tempat, yang pada tempat tersebut huruf dibentuk atau diucapkan”(Annuri, 2016:43).
Dengan demikian, makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf
pada waktu huruf tersebut dibunyikan(Annuri, 2016:43). Untuk
mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut disukunkan
atau ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup di
belakangnya, lalu bacalah! Tatkala suara tertahan, maka tampaklah
makhraj huruf dari huruf yang bersangkutan. Kaidahnya adalah:
“Hendaklah kamu mematikan huruf atau mentasydidkannya, lalu masukkan hamzah al-washal (alif berharakat). Kemudian ucapkan (dan dengarkan). Saat suara tertahan, maka disanalah letak makhrajnya” (Annuri, 2016:21).
2) Pembagian Makhraj Huruf
Menurut Imam Ibnul Jazari, makharijul huruf itu dibagi menjadi 17
(tujuh belas), ketujuh belas makhraj tersebut berada pada lima tempat,
yaitu:َ فْوَجْلَاََ عِضْوَه (1 makhraj) َِقْلَحْلاَ عِضْوَه (3 makhraj) َ ِىاَسِّللاَ عِضْوَه (10
makhraj) َ ِيْيَتَفَشلاَ عِضْوَه (2 makhraj)َِمْو شْيَخْلاَ عِضْوَهَ (1 makhraj)
Sedangkan secara terperinci berjumlah 17, yaitu:
a)
ُف َْٛجٌَْا
yang keluar dari rongga mulut adalah huruf-huruf madyakni:
ُُ
ٚ
Pengucapannya dengan memonyongkan dua bibir.ٞ ُِ
Pengucapannya dengan menurunkan bibir bagian bawah.ا َُ
Pengucapannya dengan membuka mulut.b)
ُكٍَْحٌَْا
yang keluar dari tenggorokan adalah huruf-huruf:ء
-ٖ
Keluar dari tenggorokan bawah.ع
-ح
Keluar dari tenggorokan tengah.غ
-خ
Keluar dari tenggorokan atas.c)
ُْاَسٌٍِّا
Huruf-huruf yang keluar dari lidah sebagai berikut:ق
Keluar dari pangkal lidah (dekat tenggorokan) denganmengangkatnya ke atas langit-langit.
ن
Seperti makhraj huruf qaf namun pangkal lidah diturunkan.ٞ
-ش
-ج
Keluar dari tengah lidah bertemu dengan langit-langit.ض
Keluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengangigi geraham.
ي
Keluarnya dengan menggerakkan semua lidah dan bertemudengan ujung langit-langit.
ْ
Keluarnya dengan ujung lidah di bawah makhraj hurufر
Keluarnya dari ujung lidah, hampir sama seperti denganخ
Keluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gigi bagianatas.
bertemu dengan ujung gigi depan bagian atas.
ف
Keluar dari bibir bawah bagian dalam yang bertemu denganujung gigi seri atas.
َ
-ب
-ٚ
Huruf mim dan ba keluar dari dua bibir yang dirapatkan,sedangkan wawu dengan memonyongkan bibir.
e)
َُُْٛشْ١َخٌْا
Yang keluar dari rongga hidung adalah huruf-hurufghunnah (dengung). Terdapat pada tujuh tempat berikut:Ghunnah
Musyaddadah, Idgham Bighunnah, Lafadz irkam ma‟ana (Idham
Mutajanisain), Idgham Mitslain, Iqlab, Ikhfa‟ haqiqy, Ikhfa‟
Syafawy (Abdur Rouf, 33-38).
b. Sifat-sifat Huruf
Tujuan mempelajari sifat-sifat huruf adalah agar huruf yang
keluar dari mulut kita semakin sesuai dengan keaslian huruf-huruf
Al-Qur‟an itu sendiri. Huruf yang sudah tepat makhrajnya belum
dapat dipastikan kebenarannya sampai sesuai dengan sifat aslinya.
Ketika seseorang mensukunkan huruf pada suatu lafadz, boleh jadi
lidahnya sudah tepat pada posisinya, namun belum dikatakan benar
hingga ia mengucapkannya sesuai dengan sifatnya. Contoh
pengucapan lafadz masjid baru sesuai dengan sifatnya apabila huruf
Dal sudah diqalqalahkan. Sifat-sifat huruf dalam Al-Qur‟an terbagi
menjadi dua, yaitu: Sifat yang memiliki lawan kata, sifat yang tidak
1) Sifat-sifat yang memiliki lawan kata
a)
ُسٌََّْْٙا
x
ُرَْٙجٌَْا
ُسٌََّْْٙا
menurut bahasa adalah suara yang samar, sedangkanmenurut istilah adalah pengucapan yang disertai keluarnya
nafas. Hurufnya berjumlah 10, yakni:
ف
رَْٙجٌَْا
menurut bahasa artinya jelas, sedangkan menurut istilahadalah pengucapan huruf yang tidak disertai dengan
keluarnya nafas. Hurufnya ada 18 yaitu selain huruf-huruf
ُسٌََّْْٙا
b)
ُجَذِّشٌَا
x
ُجَٚاَخَّرٌَا
ُجَذِّشٌَا
menurut bahasa artinya kuat, sedangkan menurut istilahadalah pengucapan huruf dalam keadaan suara yang tertekan
karena sangat bergantung kepada makhrajnya. Hurufnya
berjumlah 8, yaitu: خ-ن-ب-ط-ق- -دج
ُجَٚاَخَّرٌَا
menurut bahasa adalah lemah. Sementara menurutistilah adalah pengucapan huruf yang disertai terlepasnya
suara dengan bebas, karena tidak terlalu bergantung kepada
makhrajnya. Hurufnya selain
ُجَذِّشٌَا
ُءَلْعِرْسِلإَا
menurut bahasa artinya terangkat, sedangkanmenurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai
terangkatnya lidah ke atas langit-langit. Hurufnya berjumlah
7, yaitu:
ظ
-
ق
-
ط
-
غ
-
ض
-
ص
-
خ
ُيافِرْسِلإَا
menurut bahasa artinya menurun, sedangkan menurutistilah adalah pengucapan huruf disertai turunnya lidah dari
langit-langit. Hurufnya ada 21 yaitu selain huruf
ُءَلْعِرْسِلإَا
.
d)
ُقاَثْطِلإَا
xُحاَرِفْٔلإَا
ُقاَثْطِلإَا
menurut bahasa artinya lengket, sedangkan menurutistilah adalah pengucapan huruf dalam keadaan bertemunya
lidah dengan langit-langit. Hurufnya ada 4, yaitu:
ص
-ض
-ط
-ظ
ُحاَرِفْٔلإَا
menurut bahasa artinya terpisah, sedangkan menurutistilah adalah pengucapan huruf disertai dengan menjauhnya
dari langit-langit. Hurufnya berjumlah 23, yaitu selain
huruf-huruf
ُقاَثْطِلإَا
e)
ُق َلَْرِلإَا
xُخاَّْصِلإَا
ُق َلَْرِلإَا
menurut bahasa artinya bagian lancip lidah, sedangkanmenurut istilah adalah huruf yang pengucapannya mudah
keluar karena makhrajnya dari ujung lidah dan bibir.
ُخاَّْصِلإَا
menurut bahasa artinya tertahan, sedangkanmenurut istilah adalah huruf yang pengucapannya keluar
dengan tertahan, karena relatif sulit. Biasanya huruf-huruf ini
selalu berada pada kata ruba‟i(yang terdiri dari 4 huruf) atau
khumasi(terdiri dari 5 huruf) bersama huruf idzlaq. Kata yang
terdiri dari huruf ishmat, biasanya bukan dari bahasa arab
asli, seperti lafadz:
ْذَجْسَع
2) Sifat-sifat yang tidak memiliki lawan kata
Sifat ini jumlahnya ada 7, yaitu:
, ُْٓ١ٌٍَِّا ,ُحٍََمٍَْمٌَْا ,ُرْ١ِفَّصٌَا
ُرْ٠ِرْىَّرٌَا , ُفَارِحِْٔلإَا
, ,
ُحٌَاَطِطْسِلإَا ,ِّْٟشَفَّرٌَا
a)
ُرْ١ِفَّصٌَا
menurut bahasa artinya suara yang mirip burung.Sedangkan menurut istilah adalah tambahan suara yang keluar
dari dua bibir. Huruf-hurufnya ada 3, yaitu:
ز
-
ش
-
ص
b)
ُحٍََمٍَْمٌَْا
menurut bahasa artinya bergetar. Sedangkan menurutistilah adalah pengucapan huruf sukun yang disertai dengan
getaran suara pada makhrajnya sehingga terdengar suara yang
kuat. Hurufnya ada 5, yaitu:
د
-
ج
-
ب
-
ط
-
ق
Harus kelihatan lebih jelas dan kuat ketika waqaf pada huruf
yang bertasydid, seperti:
جَحٌَْا
-
َّكَحٌَْا
-
َّةَذَٚ
c)
ُْٓ١ٌٍَِّا
menurut bahasa artinya lembut. Sedangkan menurut istilahmemaksakan. Yaitu pengucapan huruf “wau” dan “ya” mati
sebelumnya huruf berkharakat fathah, seperti:
ٌدْ١َت , ٌفَْٛخ
d)
ُفَارِحِْٔلإَا
menurut bahasa artinya miring. Sedangkan menurutistilah adalah huruf yang pengucapannya miring setelah keluar
dari ujung lidah. Hurufnya
ر
danي
ر
miring ke bagian punggung lidah, sedangkanي
miring kebagian permukaan lidah.
e)
ُرْ٠ِرْىَّرٌَا
menurut bahasa artinya mengulangi. Sedangkanmenurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai
bergetarnya ujung lidah. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf
ر
f)
ِّْٟشَفَّرٌَا
menurut bahasa artinya menyebar. Sedangkan menurutistilah adalah pengucapan huruf yang disertai menyebarnya
angin di dalam mulut. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf
ش
.g)
ُحٌَاَطِطْسِلإَا
menurut bahasa artinya memanjang. Sedangkanmenurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai
memanjangnya suara dari awal sisi lidah sampai akhirnya.
Sifat ini hanya dimiliki oleh
ض
.
Dari uraian sifat-sifat di atas, dapat terlihat bahwa setiap
huruf hijaiyyah memiliki sifat huruf yang tidak kurang dari 5
sifat, dan tidak lebih dari 7 sifat. Contohnya sifat huruf yang
ُرَْٙجٌَْا
, (2)
Dari segi suara, ia bersifatُجَذِّشٌَا
, (3)
Dari segiterangkatnya pangkal lidah, ia bersifat
ُءَلْعِرْسِلإَا
, (4)
Dari segipertemuan lidah dan langit-langit, ia bersifat
ُقاَثْطِلإَا
, (5)
Darisegi mudah dan susah mengeluarkannya, ia bersifat
ُخاَّْصِلإَا
,
(6)
Sifat lainnya adalah memantulnya suaraُحٍََمٍَْمٌَْا
(Abdur Rouf,2003:27-31).
c. Tajwid
Tajwid menurut bahasa berarti al tahsin atau membaguskan
(Abdur Rauf, 2014:17). Tajwid berasal dari
(
اذْ٠ِْٛجَذ
-
ُدَِّٛجُ٠
-
َدََّٛج
).Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi ”jawwada”
yang berarti membaguskan, menyempurnakan , memantapkan.
Tajwid menurut bahasa adalah
ِذِّ١َجٌْ اِت ِخَاَ١ِذلأَا
yang berartimemberikan dengan baik (Annuri, 2016:17).
Tajwid menurut istilah adalah Ilmu yang mempelajari
segala sesuatu tentang huruf, baik haq-haq nya, sifat-sifatnya,
panjang pendeknya, dan lain sebagainya. Seperti tarqiq, tafkhim,
dan yang semisalnya. Berdasarkan-pengertian-pengertian di atas
ruang lingkup tajwid secara garis besar dapat kita bagi menjadi dua
bagian:
1) Haqqul Harf yaitu segala sesuatu yang wajib ada (‟azimah) pada
setiap huruf. Hak huruf meliputi (shifatul hurf) dan
ditiadakan, maka semua suara yang dikeluarkan tidak mungkin
mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas.
2) Mustahaqqul harf yaitu hukum-hukum baru („aridiah) yang
timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah haq-haq huruf melekat
pada setiap huruf. Hukum-hukum ini berguna untuk menjaga
haq-haq huruf tersebut, makna-makna yang terkandung di
dalamnya serta makna-makna yang dikehendaki oleh setiap
rangkaian huruf (lafadz). Mustahaqqul huruf meliputi
hukum-hukum seperti idzhar, ikhfa‟, iqlab, idghom, qolqolah, tafhim,
tarqiq, mad, waqof, dan lain-lain (Abdurrohim, 2003:3-5).
ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ
َُّٗمَحَر
ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخ
ِا"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”(Abdur Ro‟uf, 2014:17).
Menurut Abu Hasyim (2007:11-12) tajwid secara istilah
adalah keluarnya semua huruf hijaiiyah dari makhrojnya (tempat
keluarnya) dengan memberikan haq dan keharusannya dari sifat
tersebut. Adapun haq dari sifat itu adalah sifat lazim yang tidak
berubah dari semua keadaannya seperti sifat jahr, syiddah, isti‟la,
istifal, ithbaq, qolqolah, dan sebagainya. Sedangkan keharusan dari
sifat-sifatnya tersebut adalah sifat yang bisa berubah seperti sifat
idzhar, idgham, iqlab, ikhfa‟, tarqiq, tafkhim.
“ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui bahgaimana cara memenuhkan/memberikan haq huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya
(Annuri, 2016:17).
Pengertian ilmu tajwid adalah ilmu yang dipergunakan
untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj) dan
sifat-sifatnya serta bacaan-bacaannya (Hasanudin, 1995:118). Ilmu
tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat
keluarnya huruf (makhraj), dan sifat-sifatnya serta
bacaan-bacaannya (Soenarto, 1988:6). Dan dikatakan bagi orang yang baik
dalam bacaan Al-Qur‟an adalah mujawwid (Abu Hasyim, 2007:11).
Para ulama‟ mendefinisikan tajwid yakni memberikan kepada
huruf akan haq-haq dan tertibnya, mengembalikan huruf pada
makhraj dan asalnya serta menghaluskan pengucapannya dengan
cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa, dan
dipaksakan. Para ulama‟ menganggap Qiraat Qur‟an (apalagi
menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah kerusakan
atau kesalahan yang menimpa lafaz, baik secara hafiy maupun
secara jaliy. Lahn Jaliy adalah kerusakan pada lafadz secara nyata
sehingga dapat diketahui oleh ulama‟ qiraat maupun lainnya
menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khafiy adalah
kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh ulama‟
qiraat dan para pengajar qur‟an yang cara bacanya diterima
teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu
(Al-Qattan, 2007:265-266).
Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang agung, yang
dijadikan pedoman hidup oleh seluruh kaum Muslimin.
Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan
kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus
mampu membaca ayat-ayat Al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah salah satu tujuan
mempelajari ilmu tajwid, sebagaimana diterangkan oleh syekh
Muhammad al-Mahmud rahimahullah:
ِحَ٠َِّٛثٌَٕا ِجَرْضَحٌْا َِِٓ َِّٟمٍُُذ اَِ ٍََٝع ِْآْرُمٌْا ِعْفٌَ َِْامْذِا ِٝف ِحُ٠إٌِّٙا ُغٍُُْٛت ُُٗرَ٠اَغ
ٌَٝاَعَذ ِالله ِباَرِو ِْٟف ِءاَطَخٌْا َِٓع ِْاَسٌٍّا َُْْٛص ُُٗرَ٠ اَغ ًَْ١ِلَٚ ِحَّ١ِحَصْفَلأا
“Tujuan (mempelajari ilmu tajwid) ialah agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur‟an secara betul (fasih) sesuai yang diajarkan oleh Nabi SAW. Dengan kata lain, agar dapat memelihara lisan dari kesalahan-kesalahan ketika membaca kitab Allah Ta‟ala
(Abdurohim, 2003:5)
Hukum mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu
adalah fardhu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Ini
artinya, mempelajari ilmu tajwid secara mendalam tidak diharuskan
bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili beberapa orang saja.
Namun, jika dalam satu kaum tidak ada seorang pun yang
mempelajari ilmu tajwid, berdosalah kaum itu. Adapun hukum
fardu „ain atau merupakan kewajiban pribadi. Membaca Al-Qur‟an
sebagai sebuah ibadah haruslah dilaksanakan sesuai ketentuan.
Ketentuan itulah yang terangkum dalam ilmu tajwid. Dengan
demikian memakai ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur‟an
hukumnya wajib bagi setiap orang, tidak bisa diwakili oleh orang
lain. Apabila seseorang membaca Al-Qur‟an dengan tidak memakai
tajwid, hukumnya berdosa (Abdurohim, 2003:6).
Dalam kitab Hidayatul Mustafid fi Ahkamit Tajwid dijelaskan:
َٚ ٍٍُِْسُِ ِِْٓ ٍئِر اَل ًُِّو ٍََٝع ٍْٓ١َع ُضْرَف ِِٗت ًََُّعٌْاَٚ ٍحَ٠ اَفِو ُضْرَف ِِٗت ٍُُِْعٌَْا
ٍحٍَِّْسُِ
“Mempelajari ilmu tajwid (hukumnya) fardhu kifayah dan mengamalkannya fardhu „ain
bagi setiap pembaca Al-Qur‟an (qori‟) dari umat islam laki-laki dan perempuan (Annuri, 2016:17).
Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan: