• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI METODE TAHSIN DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN DI SMP NEGERI 4 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN AJARAN 20162017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI METODE TAHSIN DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN DI SMP NEGERI 4 UNGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN AJARAN 20162017 SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI METODE TAHSIN

DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA AL-

QUR’AN

DI SMP NEGERI 4 UNGARAN

KABUPATEN SEMARANG

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

LYNDA FITRI ARIYANTI

NIM 11413020

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Kedua orang tuaku Bapak Madji & Ibu Paisri yang sangat ku cintai dan kusayangi,

terima kasih telah membesarkanku dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan

kesabaran.

Kakakku Jumain, Amim Suprapti yang selalu kubanggakan, terima kasih atas kasih

dan sayang, motivasi dan do’a yang telah diberikan

Keponakanku Habib Wahyu Prasetya, Alfina Mutiara Aminatur Rahma, Muhammad

Raihan Akbar, Ana Nurul Fitriya, Lalita Ramadhani Candraningtyas, Dimas Agus

Hidayatullah, Muhammad Budi Fadail yang telah memberi senyum polos dan sayang.

Pak dhe Aris, Budhe Utami, Paklek Karjo, Bulek Buntari yang kusayangi, terimakasih

atas do’a dan motivasi yang selalu kalian berikan.

Keluarga Besar dari Mbah Karsam & Mbah Kasirin yang sangat saya hormati dan

saya harapkan ridlonya.

Sahabatku Alfiyatul Jamilah, S.Sy. Siti Nilna Faizah, S.Pd.I. Farikhatul Ulya, yang

selalu meghibur di kala suka maupun duka dan menemani setiap hariku.

Bunda-bunda dan anak didik PAUD Wafdaa Kids Center Klepu Pringapus yang

senantiasa memberikan warna warni canda dan tawa kepadaku.

Bapak Drs. Basyiran Sudjak, Ibu Indhah Setyawati, S.Psi, Evi Hutri Prio Susanto,

Terima kasih atas Motivasi, dorongan, dan do’a yang telah kalian berikan.

Keluarga Ekspais 13 yang selalu terkenang di dalam hati, semoga silaturrahmi tetap

(7)

KATA PENGANTAR

memberikan Taufiq serta Hidayah-Nya yang tiada terhingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Implementasi Metode Tahsin Dalam

Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Tahun Ajaran 2016/2017”

Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi utusanMu Muhammad

Rasul KekasihMu sang pembawa risalah Uswatun Khasanah beserta keluarga dan

para sahabatnya. Mudah-mudahan kita diakui sebagai umatnya dan mendapat

syafaat di yaumul qiyamah kelak.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat dan tugas untuk

memperoleh gelar Sarjana Kependidikan (S.Pd.) di Institiut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga. Skripsi ini berjudul “Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2016/2017”

Penulis skripsi ini pun tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Rektor IAIN Salatiga.

(8)
(9)

ABSTRAK

Ariyanti, Lynda Fitri. 2017. Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang.

Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Salatiga. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing Dr. M.Ghufron, M.Ag.

Kata kunci: Implementasi Metode Tahsin, Pembelajaran Membaca Al-Qur’an

Metode tahsin yaitu suatu cara untuk tilawah Al-Qur’an yang menitikberatkan pada makhroj, sifat-sifat huruf dan tajwid, pembacaan alifnya tidak berkepanjangan cukup diayun. Metode ini melalui sistem talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca) guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin mengetahui lebih dalam Bagaimana implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang? Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode tahsin dalam meningkatkan kemampuan membaca Al-Qur’an pada siswa kelas VIII di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang?

Metode yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan mulai bulan November 2016 sampai dengan April 2017 di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang. Responden adalah pengampu BTA yang berjumlah 3 orang, dan 3 perwakilan siswa SMP Negeri 4 Ungaran. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan interview (wawancara) kemudian data di transkrip menjadi data yang lengkap.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Penegasan Istilah ... 10

F. Metode Penelitian ... 14

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 12

2. Kehadiran Peneliti ... 13

(11)

4. Sumber Data ... 13

5. Prosedur Pengumpulan Data ... 14

6. Analisis Data ... 16

7. Pengecekan Keabsahan Data ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A.Metode Tahsin ... 19

1. Pengertian Metode Tahsin ... 19

2. Tujuan Metode Tahsin ... 27

3. Unsur-unsur Dalam Metode Tahsin ... 29

B. Pembelajaran Al-Qur’an di SMP 4 Ungaran Kabupaten Semarang ... 41

1. Pembelajaran Al-Qur’an ... 41

2. Pola Pembelajaran……….…46

3. Teknik Mengajar Tahsin ... 52

4. Langkah-langkah Implementasi ………...……….55

5. Strategi Pembelajaran……….56 BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data ... 59

B. Temuan Penelitian ... 66

1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. ... 66

(12)

BAB IV : ANALISA DATA

A. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an. ... 76 B. Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi Metode Tahsin ... 81

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 85

1. Implementasi Metode Tahsin dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur’an….…85 3. Faktor Penghambat dan Pendukung Implemntasi Metode Tahsin……….85

B. Saran………..86

C. Penutup………..86

DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL DAN BAGAN

TABEL 3.1 Data Guru Ekstra BTA di SMP Negeri 4 Ungaran

TABEL 3.2 Data jumlah siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran

TABEL 3.3 Daftar Responden

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Lembar Konsultasi

3. Pedoman wawancara

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan Islam merupakan suatu sistem pendidikan yang

memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan

cita-cita Islam, sehingga dengan mudah membentuk hidupnya sesuai ajaran

Islam. Materi yang diajarkan dalam pendidikan Islam adalah materi tentang

agama Islam yang berupa: fiqh, hadist, dan salah satunya adalah Al-Qur‟an.

Al-Qur‟an merupakan sumber utama dalam hukum Islam. Salah satu yang

wajib diajarkan adalah segala hal tentang Al-Qur‟an. Karena Al-Qur‟an adalah

pedoman hidup manusia dan selalu dekat dengan Allah SWT.

Betapa indahnya jika kita dan anak-anak kita dapat bertilawah atau

membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar. Karena darinya akan terpancar

indikasi keimanan seorang muslim yang dicintai Allah SWT. Dengan demikian

yang harus ditata dan ditingkatkan adalah kadar iman dan takwanya kepada

Allah (Mansur, 2005:7-8).

Tentu tilawah Al-Qur‟an dengan baik dan benar tidaklah sulit, karena

Allah SWT menurunkan Al-Qur‟an agar dijadikan sebagai pedoman hidup bagi

manusia, yang secara otomatis bermakna. Dia menjadikannya sebagai Kitab

yang mudah dipelajari isi, bahasa, cara membaca, menghafal, dan

(16)

Tentu kemudahan yang dijanjikan-Nya bukan berarti tanpa usaha atau membacanya Dengan sebenar-benar bacaan (tidak mengubah dan memutarkan maksudnya), mereka itulah orang-orang Yang beriman kepadanya; dan sesiapa Yang mengingkarinya maka mereka itulah orang-orang Yang rugi(Al-Baqarah:121)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 19)

sebagai roh (yang menghidupkan hati perintah kami; Engkau tidak pernah mengetahui (sebelum diwahyukan kepadamu): apakah Kitab (Al-Qur‟an) itu dan tidak juga mengetahui apakah iman itu; akan tetapi Kami jadikan Al-Qur‟an: cahaya Yang menerangi, Kami beri petunjuk dengannya sesiapa Yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya Engkau (Wahai Muhammad) adalah memberi petunjuk Dengan Al-Qur‟an itu ke jalan Yang lurus (Assyura: 52)(Terjemah Alqur‟an, Halm 369).

Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan:

تلاِب ُذْخَلأْاَو

tajwidlah Allah menurunkan Al-Qur‟an dan demikianlah Al-Qur‟an sampai kepada kita dari-Nya”(Abdurohim, 2003:6).

Tak banyak orang yang tertarik pada ilmu tajwid. Selaras dengan

sedikitnya orang yang ingin bisa membaca Al-Qur‟an dengan benar; sesuai

(17)

Al-Qur‟an diturunkan. Banyak yang menganggap, sekedar membaca Al-Qur‟an

“Dan bacalah Al-Quran Dengan "Tartil"(Al-Muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, Halm 574).

ٌُٛا ُحَفِرْعََِٚ ِفُْٚرُحٌْا ُذْ٠ِْٛجَذ َُٛ٘ ًُْ١ِذْرَّرٌا

ُل

ِفْٛ

“Tartil ialah membaguskan huruf-hurufnya dan mengetahui tempat-tempat keluarnya”(Syarh Manzumah Al-Jazariyah, hlm 13).

Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin banyak

orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca Al-Qur‟an

secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru atau

syaikh yang sanadnya bersambung dengan Rasulullah SAW secara intensif,

sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri, jika hanya

mempelajari dari buku tanpa pernah praktik dan belajar langsung dari orang

yang menguasainya, niscaya hasilnya tidak akan maksimal.

Tolak ukur kualitas kebaikan seorang muslim adalah sejauh mana upaya

dan usahanya dalam mempelajari dan mengajarkan Al-Qur‟an. Rasulullah

SAW bersabda:

.ٍَََُّّٗعَٚ َْآْرُمٌْا ٍَََُّعَذ َِْٓ ُُْوُرْ١َخ

ٜراخثٌا ٖاٚر

(18)

SMP Negeri 4 Ungaran adalah satu-satunya sekolah yang

mengadakan ekstra BTA dari semua sekolah negeri yang ada di

kecamatan Ungaran. Dan satu-satunya sekolah negeri yang berbasis PAI

(Pendidikan Agama Islam). Mengapa demikian? karena meskipun

sekolah SMP 4 Ungaran itu Negeri dan banyak siswa atau guru yang non

muslim, tetapi dicetak sedemikian rupa menjadi sekolah yang

menitikberatkan agama Islam. Tentunya, seperti diadakan penyambutan

murid oleh semua guru setiap pagi untuk bersalam sapa dengan para

siswanya, pembacaan Asmaul Husna sebelum memulai kegiatan belajar

mengajar (KBM), kajian Islami untuk guru yang diadakan seminggu

sekali bagi guru yang muslim sedangkan guru nonmuslim tetap

menghormati dan menghargai, pengadaan infak sosial untuk pembelian

hewan qur‟ban di setiap Idul Adha, dll. Begitupun dengan BTA, BTA

adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan selama 1 minggu sekali

setelah kegiatan belajar mengajar usai. Namun dari awal penerapan BTA,

pihak sekolah hanya mengandalkan guru yang mampu membaca

Al-Qur‟an, begitupula dengan siswanya masih banyak yang belum bagus

bacaannya dan ada yang sama sekali belum mengenal huruf hijaiyyah.

Metode yang sering digunakan oleh guru dalam proses

pembelajarannya adalah dengan menggunakan metode ceramah dan

metode qaidah bagdadiyah. Soetomo menjelaskan bahwa metode

ceramah biasanya digunakan untuk menyampaikan suatu informasi

(19)

prinsip-prinsip metode ceramah yaitu penggunaanya harus disesuaikan

dengan tujuan yang akan dicapai (Soetomo, 1995:146).

Sesuai pemaparan di atas apabila metode ceramah diterapkan

dalam mengajarkan huruf-huruf hijaiyyah dan hukum-hukum membaca

Al-Qur‟an maka dirasa kurang tepat karena akan menempatkan siswa

kurang aktif, sehingga dalam proses pembelajaran siswa kurang tertarik

terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan

pembelajaran dan hasil pembelajaran tidak tercapai dengan maksimal.

Metode Bagdadiyah dirasa sudah tidak tepat lagi karena penyajiannya

dengan cara dieja satu persatu sehingga untuk mencapai tujuan siswa

mampu membaca Al-Qur‟an memerlukan waktu yang sangat lama dan

penyajian bahan terkesan menjenuhkan(Depag, 1995:76).

Oleh karena itu dibutuhkan penanganan serius untuk merevitalisasi

metode pembelajaran pendukung pada mata pelajaran BTA.

Mahfudh Shalahuddin menjelaskan suatu prinsip dalam pengajaran

ditandai diutamakannya belajar dari pada mengajar, karena merupakan

suatu sistem belajar mengajar, yang menekankan keaktifan siswa secara

fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar

yang berupa perpaduan antara kemampuan kognitif, afektif, dan

psikomotorik (Budiyanto,1995:19). Sehingga para guru bermusyawarah

dan mengambil keputusan untuk mengambil guru ekstrakurikuler dari

luar sekolah yang berijazah tahsin atau bacaan Al-Qur‟annya sudah

(20)

berkembang. Penggunaan metode Tahsin dapat dipilih sebagai metode

untuk membelajarkan membaca Al-Qur‟an pada mata pelajaran BTA.

Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang

menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf) dan ilmu tajwid.

Metode ini dalam mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara

langsung atau berhadapan (Abdur Rauf, 2003:8).

Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode

qiroati yaitu metode yang membahas tentang cara pengucapan Al-Qur‟an

berikut cara penyampaiannya, dan tata cara pelaksanaan dalam sistem

mengajarnya dimulai dari tingkatan yang sederhana tahap demi tahap

sampai pada tingkat sempurna. Metode Tahsin juga menekankan pada

sifat huruf, huruf yang sudah tepat antara makhroj, tajwid, dan sifatnya

akan menjaga keaslian huruf Al-Qur‟an.

Sarotun(2013:3) menjelaskan bahwa menggunakan Metode Tahsin

dapat memudahkan siswa dalam mempelajari Al-Qur‟an, karena Model

penulisan dan pembelajarannya dengan pendekatan makharijul huruf

(tempat keluar huruf), tidak berdasarkan huruf hijaiyah, sehingga akan

memudahkan siswa untuk mempelajarinya. Karena mempelajari

huruf-huruf yang sama tempat keluarnya, dan disusun berdasarkan kedekatan

bacaan-bacaan, sehingga memudahkan siswa/santri untuk

mempraktekkan sesuai dengan hukum tajwid. Penyusunannya dimulai

dengan huruf-huruf yang lebih mudah untuk dipelajari, sehingga

(21)

dalam metode Tahsin menggunakan rosm utsmani sehingga sejak awal

siswa dibiasakan dengan Al-Qur‟an standar, dan ini akan memudahkan

mereka membaca Al-Qur‟an.

Pembelajaran membaca Al-Qur‟an atau BTA di SMP Negeri 4

Ungaran sudah menggunakan Tahsin hampir 5 tahun. Dan kegiatan

ekstra ini hanya dilaksanakan oleh kelas VIII. Bacaan mereka masih di

bawah standar, dari 263 siswa 20% belum mengenal huruf hijaiyyah

sama sekali, 35% masih iqro‟, 45% sudah sampai Alqur‟an. Adapun yang

sudah sampai Al-Qur‟an, bacaan mereka belum disertai tajwid, tinggi

rendah suatu bacaan belum diperhatikan. Bagi yang belum mengenal

huruf hijaiyyah maupun yang masih iqro‟ dikarenakan oleh sebab-sebab

berikut: (1) Jauhnya lokasi TPA (2) Kesibukan orangtua yang tidak

sempat mengajar ngaji anak (3) Tidak ada waktu untuk mengaji karena

pulang sekolah ada kegiatan les, (4) Anak sudah sibuk dengan media

sosial dan mulai enggan mengaji.

Berdasarkan faktor-faktor di atas, penulis terdorong untuk

melakukan penelitian pada mata pelajaran Baca Tulis Al-Qur‟an pada

siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kab. Semarang. Dengan judul

“Implementasi Metode Tahsin Dalam Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an

Di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang Tahun Ajaran

(22)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka yang menjadi fokus

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran membaca

Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten

Semarang?

2. Apa faktor penghambat dan pendukung implementasi metode Tahsin

dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di

SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Dari fokus penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode Tahsin dalam pembelajaran

membaca Al-Qur‟an pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran

Kabupaten Semarang.

2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung

implementasi metode Tahsin dalam pembelajaran membaca Al-Qur‟an

pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menggali informasi

tentang bacaan siswa dalam membaca Al-Qur‟an.

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu bermanfaat baik secara teoritis

(23)

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah khazanah keilmuan

b. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informasi bagi mereka

yang melakukan penelitian seputar metode Tahsin Al-Qur‟an.

c. Sebagai kontribusi ilmiah dan sumbangan informatif bagi

pendidikan agama Islam terutama kalangan tingkat SMP sederajat.

2. Manfaat Praktis

a. Kepala Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman

oleh SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang, sebagai bahan

pertimbangan dalam meningkatkan mutu dan kualitas

pembelajaran.

b. Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman

oleh para guru di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten Semarang

untuk meningkatkan mutu bacaan Al-Qur‟an siswa.

c. Peserta didik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pedoman

oleh para siswa/siswi di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten

Semarang dalam upaya meningkatkan kualitas bacaan Al-Qur‟an

(24)

E. Penegasan Istilah

Fokus dalam penelitian ini adalah menerapkan metode Tahsin dalam

pembelajara Al-Qur‟an. Sebelum membahas lebih dalam maka akan

diberikan penjelasan dan batasan pada istilah-istilah dalam judul penelitian

tersebut:

1. Metode Tahsin

Tahsin menurut bahasa berasal dari kata kerja (

إْ١ِسْحَذ

-

ُِّٓسَحُ٠

-

ََّٓسَح

)

yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan, memperindah, atau

membuat lebih baik dari semula. Kata ini sering digunakan sebagai

sinonim dari kata tajwid yang berasal dari (

اذْ٠ِْٛجَذ

-

ُدَِّٛجُ٠

-

َدََّٛج

) yang

bermakna memperbagus atau memperbaiki.

Sedangkan menurut istilah adalah:

ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ

َُّٗمَحَر

ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخِا

"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”.

Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu

bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain

sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat

yang nampak sewaktu-waktu, seperti tafkhim, tarqiq, ikhfa‟ dan lain

sebagainya (Abdur Rauf, 2014:17).

Metode Tahsin adalah salah satu cara untuk tilawah Al-Qur‟an

yang menitikberatkan pada makhroj (tempat keluarnya huruf), sifat-sifat

(25)

dan musyafahah (pembetulan bibir saat membaca)berhadapan langsung

dengan guru atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada

Rasulullah SAW(Abdur Rauf, 2003:8).

2. Pembelajaran Membaca Al-Qur‟an

Menurut E. Mulyasa (2003:100), pembelajaran pada hakekatnya

adalah interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga

terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Membaca Al-Qur‟an

adalah pembacaan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat Jibril, yang merupakan

mu‟jizat, yang diriwayatkan secara mutawatir (berangsur-angsur) yang

ditulis di mushaf (lembaran) dan membacanya adalah ibadah

(Syarifudin, 2008:16). Pembelajaran membaca Al-Qur‟an adalah upaya

untuk membelajarkan Al-Qur‟an (sebagai sumber hukum, pedoman

hidup, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya) pada peserta

didik.

Metode Tahsin adalah metode yang hampir sama dengan metode

qiroati yang disusun oleh H. Ahmad Dahlan Salim Zarkasyi, Semarang.

Tata cara pelaksanaan dalam sistem mengajarnya dimulai dari tingkatan

yang sederhana tahap demi tahap sampai pada tingkat sempurna,

dengan cara membaca Al-Qur‟an yang langsung memasukkan dan

mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, sistem

pendidikan dan pengajaran melalui sistem yang berpusat pada murid

(26)

secara klasikal, tetapi secara individual. Bedanya adalah metode qiroati

mempunyai 10 jilid sedangkan metode Tahsin hanya 4 jilid.

Pengenalan nama-nama huruf hijaiyyah metode qiroati secara acak

sedangkan metode tahsin berdasarkan kedekatan bacaan-bacaan, Jika

metode qiroati menekankan prinsip CLB (lancar, cepat, benar), Metode

Tahsin secara diayun dan pelan-pelan membacanya dengan cara

tahqiq(lambat), tartil(agak cepat).

F. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah yang dapat digunakan untuk

melakukan kegiatan dan usaha untuk menemukan dan mengembangkan serta

menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan

metode. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Margono, 2012:36).

Pengambilan metode ini adalah untuk mengetahui bagaimana

pembelajaran membaca Al-Qur‟an di SMP Negeri 4 Ungaran dengan

menerapkan metode Tahsin.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan antropologi yaitu

kegiatannya terdiri atas upaya teratur mengamati, merinci, memberikan,

mencatat, dan menguraikan pola kebudayaan suatu masyarakat di

(27)

Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan penerapan metode

Tahsin. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik kualitatif yaitu penelitian

yang menjelaskan realitas yang ada di lapangan kemudian

menganalisisnya dengan cara memaparkan atau mendeskripsikan dengan

kata-kata atau kalimat.

2. Kehadiran Peneliti

Peneliti bertindak sebagai instrumen dan pengumpul data. Dalam

penelitian ini, peneliti secara langsung datang ke lapangan. Sehingga

mendapat data yang riil dan akurat.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini tepatnya di SMP Negeri 4 Ungaran yang

berada di Jl. Erlangga III/4, Langensari Kecamatan Ungaran Barat

Kabupaten Semarang.

4. Sumber Data

Penelitian ini dapat memperoleh informasi data dari beberapa literatur

buku maupun jurnal sebagai bahan teoritik dan memperoleh sumber

informasi riil dari proses data observasi dan wawancara yang peneliti

lakukan secara langsung kemudian dianalisis.

Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber data yang berkaitan langsung

(28)

penelitian ini adalah perilaku subyek peneliti yang diperoleh dari hasil

wawancara dan hasil observasi

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu sumber data yang mendukung dan

melengkapi sumber-sumber data primer. Data sekunder dalam hal ini

adalah buku dan penelitian orang lain yang berkaitan dengan metode

Tahsin.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan sebagai bahan

pembahasan dan analisis, dalam penelitian ini digunakan metode-metode

pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara

melakukan tanya-jawab tatap muka (langsung) dengan responden atau

informan (Singarimbun, 1989:192). Metode ini digunakan untuk

menghimpun data tentang: (1) Profil SMP Negeri 4 Ungaran yang

menjadi lokasi penelitian, (2) Implementasi metode Tahsin dalam

Pembelajaran membaca Al-Qur‟an, (3) Pemahaman siswa terhadap bacaan Al-Qur‟an melalui metode Tahsin, (4) Pelaksanaan metode

Tahsin (6) Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan metode

Tahsin.

Wawancara untuk memperoleh data tentang hal-hal tersebut di atas

(29)

Ungaran Kabupaten Semarang dan instansi-instansi terkait. Subyek

penelitian dalam penelitian ini adalah: (1) Bapak Ibu guru BTA yang

dipilih oleh peneliti untuk mewakili semua guru BTA di SMP 4

Ungaran.

Bentuk wawancara adalah wawancara bebas terbatas; peneliti

hanya menyiapkan dan berbekal tema-tema wawancara, sementara

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dikembangkan dalam proses

wawancara. Dalam pelaksanaannya, wawancara dilakukan dalam gaya

percakapan informal. Transkripsi hasil wawancara dibuat segera

setelah wawancara selesai.

b. Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung pada subyek dan obyek penelitian (Surakhmad,

1994:162). Teknik ini digunakan, pertama-tama untuk melakukan

cross-check atas data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumen.

Tetapi metode ini juga digunakan untuk memperoleh data yang tidak

terekam lewat wawancara dan dokumentasi, seperti tentang kondisi

lingkungan fisik di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang,

fasilitas dan kondisi di SMP Negeri 4 Ungaran, Kabupaten Semarang.

Metode observasi yang digunakan adalah metode observasi partisipan

pasif, yakni peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati,

tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiono, 2010:227).

(30)

observasi yang telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang

akan diamati, di mana tempatnya (Sugiono, 2008:203). Obyek yang di

observasi adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Ungaran.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan membaca

dan mencatat dokumen-dokumen yang relevan dengan pokok

permasalahan penelitian (Arikunto, 2002:135). Teknik ini digunakan

untuk memperoleh data tentang sumber tertulis tambahan yang relevan

dengan nama dan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan yang

dilakukan para siswa di SMP Negeri 4 Ungaran.

6. Analisis Data

Analisis data adalah upaya menata secara sistematis, catatan hasil

wawancara, dukumentasi, dan observasi untuk meningkatkan pemahaman

peneliti mengenai kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan

bagi orang lain (Muhadjir, 2002:142). Data yang terkumpul pertama

disaring, kemudian disusun dalam kategori-kategori, dan saling

dihubungkan. Melalui proses inilah penyimpulan dibuat (Matthew.dkk,

1992:15-16). Dengan demikian langkah-langkah analisis data meliputi: (1)

Penyaringan data, (2) Kategorisasi data, (3) saling menghubungkan data,

dan (4) penarikan kesimpulan.

Dalam analisis data dengan langkah-langkah tersebut di atas

digunakan metode deskriptif analitik. Maksud metode deskriptif adalah

(31)

(Muhadjir, 2002:93). Selanjutnya, berdasarkan uraian data secara

sistematis tersebut kemudian diupayakan untuk membangun generalisasi

(Muhadjir, 2002:178) guna menghasilkan konstruk-konstruk teoritis

mengenai penerapan metode Tahsin di SMP Negeri 4 Ungaran Kabupaten

Semarang.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Pengecekan keabsahan data dilakukan agar memperoleh hasil yang

valid dan dipertanggungjawabkan dan dipercaya oleh semua pihak.

Dalam pengecekan keabsahan data peneliti menggunakan beberapa cara

yaitu:

a. Perpanjangan pegamatan, peneliti melakukan perpanjangan

pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah

ditemui maupun yang baru.

b. Kehadiran peneliti di lapangan, peneliti berperan aktif dalam

memperoleh data-data yang diperlukan, dengan melakukan

wawancara, observasi, dan dokumentasi.

c. Observasi yang diperdalam, peneliti bukan hanya sebagai pengamat

dan pencari sumber data, tetapi terjun langsung ke lokasi

pembelajaran.

d. Triangulasi, diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai

sumber, cara dan waktu. Dalam hal ini peneliti menggunakan dua

(32)

1) Triangulasi sumber, menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber (sumber satu dengan yang lain).

2) Triangulasi teknik, menguji kredibilitas data dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik

yang berbeda (Sugiono, 2010: 369-372).

G. Sistematika Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini, penulis menyusun sistematikanya sebagai

berikut:

Bab I, Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian,

Metode penelitian.

Bab II, Kajian pustaka tentang Pengertian Metode Tahsin dan Metode

Pembelajaran Al-Qur‟an di SMP 4 Ungaran Kab. Semarang.

Bab III, Membahas tentang gambaran umum implementasi metode Tahsin

dalam meningkatkan kemampuan siswa membaca Alqur‟an di SMP 4

Ungaran Kabupaten Semarang tahun 2016-2017.

Bab IV, Analisis tentang implementasi metode Tahsin dalam meningkatkan

kemampuan siswa membaca Al-Qur‟an.

Bab V, Penulis membuat penutup berisi kesimpulan dan saran-saran sebagai

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Metode Tahsin

1. Pengertian Metode Tahsin

Secara bahasa metode tahsin terdiri dari dua suku kata, metode

dan tahsin. Metode sendiri berasal dari bahasa Yunani “metodos” yang

terdiri dari “metha” berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti

jalan atau cara. Metode diartikan sebagai suatu jalan yang dilalui untuk

mencapai tujuan (Armai Arif, 2002:40). Metode adalah cara yang sistematik

yang digunakan untuk mencapai tujuan (Pasaribu, 1983:18). Sedangkan

menurut Soejono (1990:136) metode adalah cara menyajikan bahan

pengajaran.

Menurut Surakhmad (1995:58) metode adalah cara yang

memberikan jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan itu dengan

sebaik-baiknya, sedangkan metode menurut Usman (2002:4) adalah cara untuk

mencapai tujuan, pendapat Usman sama pengertiannya dari pendapat dari

Surakhmad, bahwa metode sama-sama mencari cara untuk mencapai tujuan,

akan tetapi terdapat sedikit perbedaan, menurut Surakhmad metode harus

mempunyai target/ jaminan tertinggi akan tercapainya tujuan, sedangkan

menurut Usman metode tidak mempunyai target, dengan kata lain yang

terpenting guru mempunyai cara untuk menyampaikan materi pelajaran

kepada anak didiknya. Adapun pendapat lain yang mendukung mengenai

(34)

cara atau alat mendapatkan pengetahuan dan mencapai kebenaran

ilmiah/metodologi. Pendapat Sudarmano ini berbeda dengan pendapat

sebelumnya, karena menekankan pada cara mendapatkan pengetahuan dan

mencapai kebenaran ilmiah, bukan cara menyajikan bahan pelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode

adalah cara yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran ke

anak didik agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan sebaik-baiknya.

Berbeda dengan makna metode, Tahsin berasal dari kata kerja

(

إْ١ِسْحَذ

-

ُِّٓسَحُ٠

-

ََّٓسَح

) yang artinya memperbaiki, menghiasi, membaguskan,

memperindah, atau membuat lebih baik dari semula (Annuri: 2016:3).

Tahsin sering digunakan sebagai sinonim dari kata tajwid yang

berasal dari

(

اذْ٠ِْٛجَذ

-

ُدَِّٛجُ٠

-

َدََّٛج

). Tajwidmerupakan bentuk masdar, dari fi‟il

madhi ”jawwada” yang berarti membaguskan, menyempurnakan ,

memantapkan. Tajwid menurut bahasa adalah

ِذِّ١َجٌْ اِت ِخَاَ١ِذلأَا

yang berarti

memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17). Sedangkan menurut istilah

adalah:

ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ

َُّٗمَحَر

ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخ

ِا

"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”.

Yang dimaksud dengan hak huruf adalah sifat asli yang selalu

bersama dengan huruf tersebut, seperti Al Jahr, Isti‟la‟, istifal dan lain

sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan mustahaq adalah sifat yang

(35)

(Abdur Rauf, 2014:17). Tahsin selalu identik dengan tilawah. Tilawah

sendiri berasal dari kata

جَٚ َلِذ

-

ٍُْْٛرَ٠

-

ََلَذ

yang artinya bacaan, dan

ِْآْرُمٌْاُجَٚ َلِذ

artinya bacaan Al-Qur‟an. Tilawah secara istilah:

اَِٙئاَدآ ِٝف َّٝٔأَرُ٠َٚ اََٙفُْٚرُح ُِّٓ١َثُذ جَٚ َلِذ ُُٗذَٚ َلِذ :ا ح َلِطْصِا ُجَٚ َلِّرٌا

ْٝٔاَعٌَّْا َُِْٙف ٌَِٝا َْٝٔدَا َُْْٛىَ١ٌِ

Membaca Al-Qur‟an dengan bacaan yang menjelaskan huruf-hurufnya dan berhati-hati dalam melaksanakan bacaannya, agar lebih mudah memahami makna yang terkandung di dalamnya(Fathul Bari, hlm 707).

Tahsin tilawah adalah upaya memperbaiki dan membaguskan

bacaan Al-Qur‟an (Annuri, 2016:3). Tilawah Al-Qur‟an adalah salah satu

“…dan bacalah Al-Quran Dengan "Tartil"(Al-muzammil:4)(Terjemah Al-Qur‟an, hlm 574).

Pada hakikatya tilawah bukanlah hal yang sederhana, namun

dalam ber tilawah seorang qori‟(pembaca) dituntut untuk menjaga

keaslian (ashalah) bacaan Al-Qur‟an seperti yang diturunkan kepada

Nabi Muhammad SAW melalui jibril. Allah SWT berfirman:

(36)

Karena itu, Rasul pun menunjuk dan memberi kepercayaan kepada

beberapa orang sahabat bentuk mengajarkannya, di antara mereka adalah

Muadz bin Jabal, Ubay bin Ka‟ab, dan Salim Maula Abi Hudzaifah. Para

sahabat kemudian mengajarkan kepada para Tabi‟in, dan demikian

seterusnya Al-Qur‟an diajarkan turun temurun dalam keadaan asli tanpa

terkurangi huruf-hurufnya, sampai kalimat-kalimatnya, bahkan sampai

teknis membacanya. Untuk menjaga keaslian Al-Qur‟an, ulama‟ menjaga

sanad Al-Qur‟an (runtutan para pengajar Al-Qur‟an sejak zaman Rasul

hingga sekarang). Maka tidak heran kalau Imam Aljazari mewajibkan

kepada setiap muslim untuk membaca dengan tajwid atau tahsin, karena hal

ini merupakan penjagaan terhadap keaslian Al-Qur‟an. Karena itulah,

metode asasi dan asli dalam mempelajari Al-Qur‟an adalah dengan metode

Talaqqi yaitu mempelajari Al-Qur‟an melalui seorang guru secara langsung

atau berhadap-hadapan, dimulai dari surat Al-Fatihah sampai An-Naas.

Mengingat terbatasnya jumlah orang-orang yang menguasai Al-Qur‟an

terutama dalam hal tilawah, maka ulama‟ ahli qira‟at meletakkan

kaidah-kaidah cara membaca yang baik dan benar yang disebut tajwid (Abdur Rouf,

2014:9-11).

Ulama‟ yang pertama kali menuliskan ilmu tajwid dan

membukukannya adalah Abu Muzahim al Khaqani. Nama aslinya adalah

Abu Musa bin Ubaidillah bin Yahya bin Khaqan. Mengenai asal dari nama

(37)

kebangsawanan) dari kerajaan Turki dan adapula yang mengatakan bahwa

nama itu dinisbatkan pada kakeknya. Di lingkungan tempat ia bermukim, ia

memiliki gelar al-Khaqani al-Alim al-Baghdadi al-Muqri. Beliau lahir pada

tahun 248 H, umurnya ketika ayahnya wafat kira-kira 15 tahun, al-Khaqani

berasal dari keluarga yang berkecimpung di kementerian dalam

pemerintahan Dinasti Abbasiyyah, ayahnya Ubaidiillah adalah seorang

menteri di masa pemerintahan khalifah al-Mutawakkil (Ja‟far bin Mu‟tasim

bin Rasyid) wafat pada tahun 247 H. Jabatan ayahnya masih berlanjut pada

masa pemerintahan khalifah Ahmad bin Ja‟far al-Mutawakkil (Ghanim

Qadduri, 2002).

Keterangan tentang ulama‟ penulis tajwid tersebut diperkuat oleh

perkataan imam ibnul jazari “Dialah orang yang pertama kali menulis

tentang tajwid” para ulama‟ pun menyebut kitab yang ditulis oleh Abu

Muzahim dengan nama Al Qashidah al Khaqaniyah. Apa yang dilakukan

oleh Muzahim benar-benar bermanfaat terutama dalam mempelajari

Al-Qur‟an secara benar. Bahkan setelah itu, bermunculan beberapa ulama‟

lainnya yang menuliskan ilmu serupa. Mereka antara lain: (1) Abul Hasan

Ali bin Ja‟far Muhammad As Sa‟idi ar Razi, wafat pada 410 H, kitab beliau

bernama At Tanbih „ala al Lahnil Jaily wal Lahnil Khafiy, (2) Abu

Muhammad Makki bin Abu Thalib al Qaisi wafat pada 437 H dengan

kitabnya yang berjudul ar Riayah li tajwidil Qiraah wa Tahqiqi Lafzhit

Tilawah. Kemudian Abu Umr Utsman bin Said ad Dhani, kitabnya adalah at

(38)

makharijul huruf dan sifat-sifatnya dikenal dengan nama Ilmu

Tajwid(

www.kabarmakkah.com/2016/04/ulama-yang-pertama-kali-menemukan-dan-menulis-ilmu-tajwid.html.

Ilmu tajwid adalah ilmu praktik. Ia tak sekedar teori. Mungkin

banyak orang yang menguasai teori tajwid, tetapi jika ia tak membaca

Al-Qur‟an secara talaqqi dan musyafahah berhadapan langsung dengan guru

atau syaikh yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah SAW,

sesungguhnya itu tak banyak berarti. Laksana ilmu bela diri dan bahasa

(arab atau inggris misalnya), jika hanya mempelajari dari buku tanpa pernah

praktik dan belajar langsung dari orang yang menguasainya, niscaya

hasilnya tak akan maksimal. Ada banyak ragam bacaan Al-Qur‟an.

Rasulullah mengatakan bahwa Al-Qur‟an ini diturunkan dalam tujuh huruf.

Tujuh huruf ini bukan berarti tujuh macam bacaan. Karena menurut para

ulama‟, angka tujuh disini bukanlah bilangan tertentu dalam arti sebenarnya,

melainkan untuk menunjukkan suatu jumlah yang banyak. Ia mempunyai

makna; keringanan, kemudahan, dan keluasan. Maksudnya karena bangsa

arab waktu itu) terdiri dari banyak suku dan kabilah, dimana masing-masing

mempunyai sejumlah perbedaan dalam kosa kata dan logat, maka sangat

terbuka kemungkinan adanya perbedaan dalam bacaan. Dan inilah

fleksibelitas Al-Qur‟an. Dari sini muncullah istilah qiraat sab‟ah 9bacaan

Al-Qur‟an yang tujuh) dan qiraat asyrah (bacaan Al-Qur‟an yang sepuluh).

Istilah qiraat ini disandarkan kepada imamnya dan masing-masing imam

(39)

abad kemudian, muncullah seorang imam besar qiraat; imam Al-Hafizh

Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Yusuf Aljazari

ad-Damasyqi Asy-Syafi‟I As-Salafi(w. 833 H), yang terkenal dengan nama

Ibnul Jazari. Dimana dalam dunia qiraat, beliau digelari sebagai syaikhul

qurra‟ (syaikhnya para qari‟) dan khatimatul muhaqqiqin (penutup para

muhaqqiq/ulama peneliti). Beliau menulis kitab manzumah (kitab berbentuk

qasidah) berjudul “Ad-Durrah Al-Mudhiyyah fi Al-Qira‟at Ats-Tsalats

Al-Mutammimah li Al-Asyrah. Kitab ini melengkapi qira‟at sab‟ah sebelumnya

sehingga genap menjadi qiraat asyrah (qiraat yang sepuluh). Lalu, Ibnul

Jazari kembali menulis kitab dua jilid tebal berjudul An-Nasyr fi Al-Qira‟at

Al-Asyr yang menghimpun semua qira‟at mutawatir yang terdapat dalam

Asyathibiyah dan Ad-Durrah dengan semua thariqnya yang jumlahnya

mencapai 980 thariq. Kemudian kitab An-Nasyr ini beliau ringkas dalam

kitab kecil berbentuk qasidah yang berjudul “Thayyibatun An-Nasyr fi

Al-Qira‟at Al-Asyr. Selanjutnya, bacaan Al-Qur‟an atau qiraat yang

berdasarkan kitab ini pun dikenal sebagai thariq Athayyibah. Selain

sejumlah kitabdalam ilmu qira‟at, beliau juga mempunyai beberapa kitab

tajwid, di antaranya, yaitu: At-Tahmid fi Ilmi At-Tajwid dan

Al-Muqaddimah fima „ala Qari‟ Al-Qur‟an An Ya‟lamah, yang lebih dikenal

sebagai Matan Al-Jazariyah, dua kitab ini bisa dibilang merupakan rujukan

(40)

Metode tahsin ini ditulis dan dibukukan oleh Dra. Sarotun. Beliau

lahir di Kabupaten Semarang pada 17 Februari 1967 yang bertempat tinggal

di Jl. Tabing III No.3 Rt.02/V Beji, Ungaran Kabupaten Semarang. Ketika

waktu remaja beliau sangat gigih dalam belajar Al-Qur‟an, haus akan ilmu

Al-Qur‟an, sehingga beliau banyak mengikuti pelatihan bacaan Qur‟an

dengan tujuan mentahsinkan bacaannya. Kemudian beliau mengikuti

program tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang.

Ketekunan beliau dalam mentahsinkan bacaan Al-Qur‟an, beliau langsung

menyetorkan bacaannya kepada H. Ahmad Muzammil MF. Al Hafidz, yang

merupakan koordinator dan pengajar tahsin tahfidz di LTQ Al Hikmah,

Mampang Jakarta Selatan, LTQ Markas Al-Qur‟an Kalisari Jakarta Timur,

FHQ Nurul Hikmah, Ciputat Tangerang, dan beliau adalah juara MHQ

tingkat nasional dan Internasional di Makkah.

Dari pengalaman penulis (Sarotun) dalam mengikuti program

tahsin Qur‟an pada lembaga Tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya

ikut mengembangkannya. Dalam prakteknya penulis banyak menemukan

kendala ketika berhadapan dengan peserta yang kemampuan bacaannya

masih terbata-bata, dan penulis (Sarotun) menggunakan pedoman Dauroh

Al-Qur‟an, ustadz Abdul Aziz Abdur Ra‟uf, LC. Al-Hafidz dimana beliau

juga mengambil rujukan dari matan Al-Jazari. Dan sanad beliau urutan 29

dari Rasulullah SAW, Ketika peneliti melakukan wawancara kepada

(41)

Metode tahsin pertama kali digunakan di Indonesia tepatnya ma‟had Al-Hikmah Jakarta oleh Abdur Rauf sekitar tahun 80 an, Dauroh Qur‟an dari imam-imam Timur Tengah . Membaca Al-Qur‟an itu butuh sanad dan beliau urutan 29 dari Rasul, dari salah satu kekhawatiran beliau berinisiatif untuk membuat buku kemudian mengajarkan kepada masyarakat agar bacaan Al-Qur‟an masyarakat Indonesia lebih bagus. Dahulu sering ada Wami lembaga lsm Timur Tengah yang sering mengadakan Dauroh Qur‟an, waktu di tes kebanyakan tidak lulus terutama huruf isti‟la‟ seperti shod dan kho‟. Baca Al-Qur‟an satu huruf berpahala, ketika membaca makhrojnya benar. Karena satu huruf itu mempengaruhi artinya dalam Al-Qur‟an. Kemudian Tahsin mulai berkembang di Indonesia mulai dari tempat ke tempat. Atas dasar keprihatinan yang dalam serta keinginan untuk bisa berbuat yang terbaik dengan memberikan konstribusi bagi da‟wah dan pengembangan Al-Qur‟an, maka Sarotun menghadirkan metode Tahsin Al-Qur‟an dalam bentuk buku. Metode ini ditulis dari pengalaman penulis dalam mengikuti program Tahsin Al-Qur‟an pada Lembaga tahfidz Adz-Dzikra Semarang, dan selanjutnya ikut mengembangkannya.

Dinamakan metode Tahsin berarti suatu jalan atau cara yang

dilakukan untuk memperbagus, memperbaiki, memantapkan bacaan

Al-Qur‟an agar sesuai haq dan mustahaqnya. Metode Tahsin adalah salah satu

cara untuk tilawah Al-Qur‟an yang menitikberatkan pada makhroj (tempat

keluarnya huruf), sifat-sifat huruf dan ilmu tajwid. Metode ini melalui

talaqqi (bertemu langsung) dan musyafahah (pembetulan bibir saat

membaca) berhadapan langsung dengan guru atau syaikh yang sanadnya

bersambung sampai kepada Rasulullah SAW (Abdur Rauf, 2003:8).

2. Tujuan Metode Tahsin

Secara umum tujuan pembelajaran Al-Qur‟an adalah untuk

menanamkan nilai-nilai ketuhanan kepada anak sejak dini sekaligus sebagai

dasar dalam menghadapi problema kehidupan (Qosim, 2008:34). Selaras

(42)

membaca Al-Qur‟an, Metode Tahsin mempunyai tujuan agar dalam

pengajarannya dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan ibadah

sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Tujuan

metode tahsin menurut (Murjito, 2000:17) adalah sebagai berikut:

a. Menjaga dan memelihara kehormatan, kesucian dan kemurnian

Al-Qur‟an dari cara membaca yang benar, sesuai kaidah tajwid sebagaimana

bacaannya Nabi Muhammad SAW.

b. Menyebarkan ilmu baca Al-Qur‟an yang benar dengan cara yang benar.

Agar selaras dengan tujuan di atas dapat direalisasikan secara nyata,

maka metode tahsin berusaha agar dalam mengajarkan ilmu baca

Al-Qur‟an dengan cara yang benar sebagaimana contoh dari sunnah

Rasulullah SAW.

c. Mengingatkan kepada guru-guru Al-Qur‟an agar dalam mengajarkan Al

-Qur‟an harus berhati-hati jangan sembarangan. Membaca Al-Qur‟an

mempunyai kaidah tertentu agar ketika membacanya tidak mengalami

kekeliruan makna yang akan berakibat dosa bagi para pembacanya, untuk

itu para guru Al-Qur‟an harus berhati-hati dalam membaca Al-Qur‟an.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pembelajaran membaca Al-Qur‟an dengan metode Tahsin adalah kualitas

pendidikan atau pengajaran Al-Qur‟an dengan menyebarluaskan ilmu

membaca Al-Qur‟an dengan baik dan benar sesuai kaidah ilmu tajwid

(43)

3. Unsur-unsur dalam Metode Tahsin

a. Makharijul huruf (Tempat-tempat keluar huruf)

1) Pengertian

Makhraj ditinjau dari morfologi, berasal dari fi‟il madhi:

ََجَزَخ

yang artinya keluar. Lalu dijadikan ber-wazan َ

ََلَعْفَه

yang bersighat

isim makan, maka menjadi

َ جَزْخَه

.

Bentuk jamaknya adalah

َ جِراَخَه

.

Karena itu, makharijul huruf

(

َِفْو ز حْلاَ جِراَخَه

) yang diindonesiakan

menjadi makhraj huruf, artinya: tempat-tempat keluarnya huruf.

Secara bahasa, makhraj adalah:

َِجْو ز خْلاَ عِضْوَه

(tempat keluar),

sedangkan menurut istilah, makhraj adalah:

َ فْزَحْلاَ ٌَِْهَ أَشٌْ يَيِذّلاَِّلَحَوْلِلَ نْسْاََو ُ

“Suatu nama tempat, yang pada tempat tersebut huruf dibentuk atau diucapkan”(Annuri, 2016:43).

Dengan demikian, makhraj huruf adalah tempat keluarnya huruf

pada waktu huruf tersebut dibunyikan(Annuri, 2016:43). Untuk

mengetahui makhraj suatu huruf, hendaklah huruf tersebut disukunkan

atau ditasydidkan, kemudian tambahkan satu huruf hidup di

belakangnya, lalu bacalah! Tatkala suara tertahan, maka tampaklah

makhraj huruf dari huruf yang bersangkutan. Kaidahnya adalah:

(44)

“Hendaklah kamu mematikan huruf atau mentasydidkannya, lalu masukkan hamzah al-washal (alif berharakat). Kemudian ucapkan (dan dengarkan). Saat suara tertahan, maka disanalah letak makhrajnya” (Annuri, 2016:21).

2) Pembagian Makhraj Huruf

Menurut Imam Ibnul Jazari, makharijul huruf itu dibagi menjadi 17

(tujuh belas), ketujuh belas makhraj tersebut berada pada lima tempat,

yaitu:َ فْوَجْلَاََ عِضْوَه (1 makhraj) َِقْلَحْلاَ عِضْوَه (3 makhraj) َ ِىاَسِّللاَ عِضْوَه (10

makhraj) َ ِيْيَتَفَشلاَ عِضْوَه (2 makhraj)َِمْو شْيَخْلاَ عِضْوَهَ (1 makhraj)

Sedangkan secara terperinci berjumlah 17, yaitu:

a)

ُف َْٛجٌَْا

yang keluar dari rongga mulut adalah huruf-huruf mad

yakni:

ُُ

ٚ

Pengucapannya dengan memonyongkan dua bibir.

ٞ ُِ

Pengucapannya dengan menurunkan bibir bagian bawah.

ا َُ

Pengucapannya dengan membuka mulut.

b)

ُكٍَْحٌَْا

yang keluar dari tenggorokan adalah huruf-huruf:

ء

Keluar dari tenggorokan bawah.

ع

Keluar dari tenggorokan tengah.

غ

Keluar dari tenggorokan atas.

c)

ُْاَسٌٍِّا

Huruf-huruf yang keluar dari lidah sebagai berikut:

(45)

ق

Keluar dari pangkal lidah (dekat tenggorokan) dengan

mengangkatnya ke atas langit-langit.

ن

Seperti makhraj huruf qaf namun pangkal lidah diturunkan.

ٞ

Keluar dari tengah lidah bertemu dengan langit-langit.

ض

Keluar dari dua sisi lidah atau salah satunya bertemu dengan

gigi geraham.

ي

Keluarnya dengan menggerakkan semua lidah dan bertemu

dengan ujung langit-langit.

ْ

Keluarnya dengan ujung lidah di bawah makhraj huruf

ر

Keluarnya dari ujung lidah, hampir sama seperti dengan

خ

Keluar dari ujung lidah yang bertemu dengan gigi bagian

atas.

bertemu dengan ujung gigi depan bagian atas.

(46)

ف

Keluar dari bibir bawah bagian dalam yang bertemu dengan

ujung gigi seri atas.

َ

Huruf mim dan ba keluar dari dua bibir yang dirapatkan,

sedangkan wawu dengan memonyongkan bibir.

e)

َُُْٛشْ١َخٌْا

Yang keluar dari rongga hidung adalah huruf-huruf

ghunnah (dengung). Terdapat pada tujuh tempat berikut:Ghunnah

Musyaddadah, Idgham Bighunnah, Lafadz irkam ma‟ana (Idham

Mutajanisain), Idgham Mitslain, Iqlab, Ikhfa‟ haqiqy, Ikhfa‟

Syafawy (Abdur Rouf, 33-38).

b. Sifat-sifat Huruf

Tujuan mempelajari sifat-sifat huruf adalah agar huruf yang

keluar dari mulut kita semakin sesuai dengan keaslian huruf-huruf

Al-Qur‟an itu sendiri. Huruf yang sudah tepat makhrajnya belum

dapat dipastikan kebenarannya sampai sesuai dengan sifat aslinya.

Ketika seseorang mensukunkan huruf pada suatu lafadz, boleh jadi

lidahnya sudah tepat pada posisinya, namun belum dikatakan benar

hingga ia mengucapkannya sesuai dengan sifatnya. Contoh

pengucapan lafadz masjid baru sesuai dengan sifatnya apabila huruf

Dal sudah diqalqalahkan. Sifat-sifat huruf dalam Al-Qur‟an terbagi

menjadi dua, yaitu: Sifat yang memiliki lawan kata, sifat yang tidak

(47)

1) Sifat-sifat yang memiliki lawan kata

a)

ُسٌََّْْٙا

x

ُرَْٙجٌَْا

ُسٌََّْْٙا

menurut bahasa adalah suara yang samar, sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan yang disertai keluarnya

nafas. Hurufnya berjumlah 10, yakni:

ف

رَْٙجٌَْا

menurut bahasa artinya jelas, sedangkan menurut istilah

adalah pengucapan huruf yang tidak disertai dengan

keluarnya nafas. Hurufnya ada 18 yaitu selain huruf-huruf

ُسٌََّْْٙا

b)

ُجَذِّشٌَا

x

ُجَٚاَخَّرٌَا

ُجَذِّشٌَا

menurut bahasa artinya kuat, sedangkan menurut istilah

adalah pengucapan huruf dalam keadaan suara yang tertekan

karena sangat bergantung kepada makhrajnya. Hurufnya

berjumlah 8, yaitu: خ-ن-ب-ط-ق- -دج

ُجَٚاَخَّرٌَا

menurut bahasa adalah lemah. Sementara menurut

istilah adalah pengucapan huruf yang disertai terlepasnya

suara dengan bebas, karena tidak terlalu bergantung kepada

makhrajnya. Hurufnya selain

ُجَذِّشٌَا

(48)

ُءَلْعِرْسِلإَا

menurut bahasa artinya terangkat, sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

terangkatnya lidah ke atas langit-langit. Hurufnya berjumlah

7, yaitu:

ظ

-

ق

-

ط

-

غ

-

ض

-

ص

-

خ

ُيافِرْسِلإَا

menurut bahasa artinya menurun, sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf disertai turunnya lidah dari

langit-langit. Hurufnya ada 21 yaitu selain huruf

ُءَلْعِرْسِلإَا

.

d)

ُقاَثْطِلإَا

x

ُحاَرِفْٔلإَا

ُقاَثْطِلإَا

menurut bahasa artinya lengket, sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf dalam keadaan bertemunya

lidah dengan langit-langit. Hurufnya ada 4, yaitu:

ص

ُحاَرِفْٔلإَا

menurut bahasa artinya terpisah, sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf disertai dengan menjauhnya

dari langit-langit. Hurufnya berjumlah 23, yaitu selain

huruf-huruf

ُقاَثْطِلإَا

e)

ُق َلَْرِلإَا

x

ُخاَّْصِلإَا

ُق َلَْرِلإَا

menurut bahasa artinya bagian lancip lidah, sedangkan

menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya mudah

keluar karena makhrajnya dari ujung lidah dan bibir.

(49)

ُخاَّْصِلإَا

menurut bahasa artinya tertahan, sedangkan

menurut istilah adalah huruf yang pengucapannya keluar

dengan tertahan, karena relatif sulit. Biasanya huruf-huruf ini

selalu berada pada kata ruba‟i(yang terdiri dari 4 huruf) atau

khumasi(terdiri dari 5 huruf) bersama huruf idzlaq. Kata yang

terdiri dari huruf ishmat, biasanya bukan dari bahasa arab

asli, seperti lafadz:

ْذَجْسَع

2) Sifat-sifat yang tidak memiliki lawan kata

Sifat ini jumlahnya ada 7, yaitu:

, ُْٓ١ٌٍَِّا ,ُحٍََمٍَْمٌَْا ,ُرْ١ِفَّصٌَا

ُرْ٠ِرْىَّرٌَا , ُفَارِحِْٔلإَا

, ,

ُحٌَاَطِطْسِلإَا ,ِّْٟشَفَّرٌَا

a)

ُرْ١ِفَّصٌَا

menurut bahasa artinya suara yang mirip burung.

Sedangkan menurut istilah adalah tambahan suara yang keluar

dari dua bibir. Huruf-hurufnya ada 3, yaitu:

ز

-

ش

-

ص

b)

ُحٍََمٍَْمٌَْا

menurut bahasa artinya bergetar. Sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf sukun yang disertai dengan

getaran suara pada makhrajnya sehingga terdengar suara yang

kuat. Hurufnya ada 5, yaitu:

د

-

ج

-

ب

-

ط

-

ق

Harus kelihatan lebih jelas dan kuat ketika waqaf pada huruf

yang bertasydid, seperti:

جَحٌَْا

-

َّكَحٌَْا

-

َّةَذَٚ

c)

ُْٓ١ٌٍَِّا

menurut bahasa artinya lembut. Sedangkan menurut istilah

(50)

memaksakan. Yaitu pengucapan huruf “wau” dan “ya” mati

sebelumnya huruf berkharakat fathah, seperti:

ٌدْ١َت , ٌفَْٛخ

d)

ُفَارِحِْٔلإَا

menurut bahasa artinya miring. Sedangkan menurut

istilah adalah huruf yang pengucapannya miring setelah keluar

dari ujung lidah. Hurufnya

ر

dan

ي

ر

miring ke bagian punggung lidah, sedangkan

ي

miring ke

bagian permukaan lidah.

e)

ُرْ٠ِرْىَّرٌَا

menurut bahasa artinya mengulangi. Sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

bergetarnya ujung lidah. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf

ر

f)

ِّْٟشَفَّرٌَا

menurut bahasa artinya menyebar. Sedangkan menurut

istilah adalah pengucapan huruf yang disertai menyebarnya

angin di dalam mulut. Sifat ini hanya dimiliki oleh huruf

ش

.

g)

ُحٌَاَطِطْسِلإَا

menurut bahasa artinya memanjang. Sedangkan

menurut istilah adalah pengucapan huruf yang disertai

memanjangnya suara dari awal sisi lidah sampai akhirnya.

Sifat ini hanya dimiliki oleh

ض

.

Dari uraian sifat-sifat di atas, dapat terlihat bahwa setiap

huruf hijaiyyah memiliki sifat huruf yang tidak kurang dari 5

sifat, dan tidak lebih dari 7 sifat. Contohnya sifat huruf yang

(51)

ُرَْٙجٌَْا

, (2)

Dari segi suara, ia bersifat

ُجَذِّشٌَا

, (3)

Dari segi

terangkatnya pangkal lidah, ia bersifat

ُءَلْعِرْسِلإَا

, (4)

Dari segi

pertemuan lidah dan langit-langit, ia bersifat

ُقاَثْطِلإَا

, (5)

Dari

segi mudah dan susah mengeluarkannya, ia bersifat

ُخاَّْصِلإَا

,

(6)

Sifat lainnya adalah memantulnya suara

ُحٍََمٍَْمٌَْا

(Abdur Rouf,

2003:27-31).

c. Tajwid

Tajwid menurut bahasa berarti al tahsin atau membaguskan

(Abdur Rauf, 2014:17). Tajwid berasal dari

(

اذْ٠ِْٛجَذ

-

ُدَِّٛجُ٠

-

َدََّٛج

).

Tajwid merupakan bentuk masdar, dari fi‟il madhi ”jawwada”

yang berarti membaguskan, menyempurnakan , memantapkan.

Tajwid menurut bahasa adalah

ِذِّ١َجٌْ اِت ِخَاَ١ِذلأَا

yang berarti

memberikan dengan baik (Annuri, 2016:17).

Tajwid menurut istilah adalah Ilmu yang mempelajari

segala sesuatu tentang huruf, baik haq-haq nya, sifat-sifatnya,

panjang pendeknya, dan lain sebagainya. Seperti tarqiq, tafkhim,

dan yang semisalnya. Berdasarkan-pengertian-pengertian di atas

ruang lingkup tajwid secara garis besar dapat kita bagi menjadi dua

bagian:

1) Haqqul Harf yaitu segala sesuatu yang wajib ada (‟azimah) pada

setiap huruf. Hak huruf meliputi (shifatul hurf) dan

(52)

ditiadakan, maka semua suara yang dikeluarkan tidak mungkin

mengandung makna karena bunyinya menjadi tidak jelas.

2) Mustahaqqul harf yaitu hukum-hukum baru („aridiah) yang

timbul oleh sebab-sebab tertentu setelah haq-haq huruf melekat

pada setiap huruf. Hukum-hukum ini berguna untuk menjaga

haq-haq huruf tersebut, makna-makna yang terkandung di

dalamnya serta makna-makna yang dikehendaki oleh setiap

rangkaian huruf (lafadz). Mustahaqqul huruf meliputi

hukum-hukum seperti idzhar, ikhfa‟, iqlab, idghom, qolqolah, tafhim,

tarqiq, mad, waqof, dan lain-lain (Abdurrohim, 2003:3-5).

ْسَُِٚ َُّٗمَح ِِٗئَاطْعِا َعَِ

َُّٗمَحَر

ٍجاَرْخَِ ِِْٓ ٍفْرَح ًُِّو ُجَارْخ

ِا

"Mengeluarkan setiap huruf dari tempat keluarnya dengan memberi hak dan mustahaknya”(Abdur Ro‟uf, 2014:17).

Menurut Abu Hasyim (2007:11-12) tajwid secara istilah

adalah keluarnya semua huruf hijaiiyah dari makhrojnya (tempat

keluarnya) dengan memberikan haq dan keharusannya dari sifat

tersebut. Adapun haq dari sifat itu adalah sifat lazim yang tidak

berubah dari semua keadaannya seperti sifat jahr, syiddah, isti‟la,

istifal, ithbaq, qolqolah, dan sebagainya. Sedangkan keharusan dari

sifat-sifatnya tersebut adalah sifat yang bisa berubah seperti sifat

idzhar, idgham, iqlab, ikhfa‟, tarqiq, tafkhim.

(53)

“ilmu tajwid adalah ilmu yang berguna untuk mengetahui bahgaimana cara memenuhkan/memberikan haq huruf dan mustahaqnya. Baik yang berkaitan dengan sifat, mad dan sebagainya, seperti tarqiq dan tafkhim dan selain keduanya

(Annuri, 2016:17).

Pengertian ilmu tajwid adalah ilmu yang dipergunakan

untuk mengetahui tempat keluarnya huruf (makhraj) dan

sifat-sifatnya serta bacaan-bacaannya (Hasanudin, 1995:118). Ilmu

tajwid adalah ilmu yang dipergunakan untuk mengetahui tempat

keluarnya huruf (makhraj), dan sifat-sifatnya serta

bacaan-bacaannya (Soenarto, 1988:6). Dan dikatakan bagi orang yang baik

dalam bacaan Al-Qur‟an adalah mujawwid (Abu Hasyim, 2007:11).

Para ulama‟ mendefinisikan tajwid yakni memberikan kepada

huruf akan haq-haq dan tertibnya, mengembalikan huruf pada

makhraj dan asalnya serta menghaluskan pengucapannya dengan

cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergesa-gesa, dan

dipaksakan. Para ulama‟ menganggap Qiraat Qur‟an (apalagi

menghafal) tanpa tajwid sebagai suatu lahn-lahn adalah kerusakan

atau kesalahan yang menimpa lafaz, baik secara hafiy maupun

secara jaliy. Lahn Jaliy adalah kerusakan pada lafadz secara nyata

sehingga dapat diketahui oleh ulama‟ qiraat maupun lainnya

menjadikan kesalahan I‟rab atau shorof. Lahn Khafiy adalah

kerusakan pada lafadz yang hanya dapat diketahui oleh ulama‟

qiraat dan para pengajar qur‟an yang cara bacanya diterima

(54)

teliti berikut keterangan tentang lafadz-lafadz yang salah itu

(Al-Qattan, 2007:265-266).

Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang agung, yang

dijadikan pedoman hidup oleh seluruh kaum Muslimin.

Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya merupakan

kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang muslim harus

mampu membaca ayat-ayat Al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan

yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah salah satu tujuan

mempelajari ilmu tajwid, sebagaimana diterangkan oleh syekh

Muhammad al-Mahmud rahimahullah:

ِحَ٠َِّٛثٌَٕا ِجَرْضَحٌْا َِِٓ َِّٟمٍُُذ اَِ ٍََٝع ِْآْرُمٌْا ِعْفٌَ َِْامْذِا ِٝف ِحُ٠إٌِّٙا ُغٍُُْٛت ُُٗرَ٠اَغ

ٌَٝاَعَذ ِالله ِباَرِو ِْٟف ِءاَطَخٌْا َِٓع ِْاَسٌٍّا َُْْٛص ُُٗرَ٠ اَغ ًَْ١ِلَٚ ِحَّ١ِحَصْفَلأا

“Tujuan (mempelajari ilmu tajwid) ialah agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur‟an secara betul (fasih) sesuai yang diajarkan oleh Nabi SAW. Dengan kata lain, agar dapat memelihara lisan dari kesalahan-kesalahan ketika membaca kitab Allah Ta‟ala

(Abdurohim, 2003:5)

Hukum mempelajari ilmu tajwid sebagai disiplin ilmu

adalah fardhu kifayah atau merupakan kewajiban kolektif. Ini

artinya, mempelajari ilmu tajwid secara mendalam tidak diharuskan

bagi setiap orang, tetapi cukup diwakili beberapa orang saja.

Namun, jika dalam satu kaum tidak ada seorang pun yang

mempelajari ilmu tajwid, berdosalah kaum itu. Adapun hukum

(55)

fardu „ain atau merupakan kewajiban pribadi. Membaca Al-Qur‟an

sebagai sebuah ibadah haruslah dilaksanakan sesuai ketentuan.

Ketentuan itulah yang terangkum dalam ilmu tajwid. Dengan

demikian memakai ilmu tajwid dalam membaca Al-Qur‟an

hukumnya wajib bagi setiap orang, tidak bisa diwakili oleh orang

lain. Apabila seseorang membaca Al-Qur‟an dengan tidak memakai

tajwid, hukumnya berdosa (Abdurohim, 2003:6).

Dalam kitab Hidayatul Mustafid fi Ahkamit Tajwid dijelaskan:

َٚ ٍٍُِْسُِ ِِْٓ ٍئِر اَل ًُِّو ٍََٝع ٍْٓ١َع ُضْرَف ِِٗت ًََُّعٌْاَٚ ٍحَ٠ اَفِو ُضْرَف ِِٗت ٍُُِْعٌَْا

ٍحٍَِّْسُِ

“Mempelajari ilmu tajwid (hukumnya) fardhu kifayah dan mengamalkannya fardhu „ain

bagi setiap pembaca Al-Qur‟an (qori‟) dari umat islam laki-laki dan perempuan (Annuri, 2016:17).

Muhammad Ibnu Jazari Assyafi‟i dalam syairnya mengatakan:

Gambar

Tabel 3.1 Data Guru Ekstra BTA di SMP 4 Ungaran
Tabel 3.2 Data jumlah siswa SMP 4 Ungaran

Referensi

Dokumen terkait