• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga

Hasil observasi, dokumentasi dan wawancara, diperoleh informasi mengenai visi lembaga yaitu: Unggul dalam prestasi, berakhlakul karimah dan terampil. Sedangkan salah satu misi lembaga adalah mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari ilmu agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan menciptakan lingkungan yang Islami di madrasah.

Salah satu implementasi visi dan misi tersebut tercermin dalam konsep berpikir mengenai pendidikan anti kekerasan, yaitu suatu usaha sadar untuk mewujudkan suatu suasana belajar tanpa harus menimbulkan kesengsaraan/ kerusakan baik secara fisik, psikologis, seksual, finansial maupun spiritual1.

Pada bulan Mei 2017 telah dilaksanakan kegiatan wawancara mengenai konsep pendidikan anti kekerasan dan implementasinya dengan beberapa orang informan di MAN 1 Salatiga. Informan yang diwawancarai oleh peneliti antara lain: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum, Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan, Guru pengampu mata pelajaran Agama, dan siswa.

1

Luluk Atirotu Zahroh, Islamic Perspective of Anti Violence Education for Early Childhood in The Family Environment …, 48.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Madrasah, H yang merupakan salah seorang informan di MAN 1 Salatiga menyebutkan bahwa pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang tidak ada kekerasan fisik maupun kekerasan psikis2. Konsep ini ditegaskan oleh K dan F, bahwa pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara menyelesaikan masalah dengan cara damai, toleran, dan empati atau musyawarah3. Pendidikan anti kekerasan merupakan proses pembelajaran kepada peserta didik dan penanaman sikap serta mental yang mengutamakan nilai-nilai positif tanpa kekerasan dalam menghadapi permasalahan4.

Konsep serupa juga diutarakan oleh KAR, T dan RSN yang tenaga pendidik di MAN 1 Salatiga. Pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang menampik adanya kekerasan, baik kekerasan secara psikis, psikologis ataupun simbolik. Akan tetapi pendidikan yang mendidik dengan cara yang santun dan jauh dari sisi kekerasan5. Tujuan dari pendidikan ini adalah sebagai upaya mencegah perbuatan yang bisa menyakiti orang secara fisik6. Pendidikan anti kekerasan menekankan pada pendidikan karakter untuk mencegah berkembangnya mental kekerasan pada siswa7.

Pendidikan anti kekerasan menurut penuturan NT, salah satu siswa di MAN 1 Salatiga adalah pendidikan yang diberikan kepada siswa dengan

2Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

3

Lampiran 2/Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum/K pada 17 Mei 2017.

4Lampiran 3/Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan/F pada 17 Mei 2017.

5Lampiran 4/Guru/KAR pada 4 Mei 2017.

6Lampiran 5/Guru/T pada 5 Mei 2017..

berpacu pada rasa nyaman dan senang tanpa menekan kesehatan jasmani rohani siswa8. Siswa lainnya, NAM menyebutkan bahwa pendidikan anti kekerasan adalah sebuah proses pembelajaran yang menanamkan sikap-sikap mental yang mengedepankan nilai-nilai positif anti kekerasan yang diajarkan kepada peserta didik atau masyarakat sekitar9. DFM menyatakan bahwa pendidikan anti kekerasan yakni pembimbing pendidikan yang mendidik anak didiknya dengan cara tidak memukul, tidak membentak tetapi mendidik dengan cara-cara atau metode yang membuat anak didik tertarik dan meminati pendidikan10. Sehingga kekerasan dalam pendidikan tidak akan terjadi. Sementara itu MAA menyebutkan bahwa pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang didalamnya ditanamkan kepada siswa tentang bahaya kekerasan serta arti penting rasa cinta, damai, dan tolong menolong antar sesama11.

2. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga

Implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga berdasarkan pada visi berahlakhul karimah dengan indikator:

a. Unggul dalam iman dan taqwa

b. Menjalankan ibadah wajib dengan benar.

c. Menjalankan sholat lima waktu dengan berjamaah.

d. Tertanamnya pembiasaan akhlakul karimah pada warga madrasah. e. Mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan sesama.

8Lampiran 7/Siswa/NT pada 3 Mei 2017.

9Lampiran 8/Siswa/NAM pada 3 Mei 2017.

10Lampiran 9/Siswa/DFM pada 5 Mei 2017.

f. Menghargai, menghormati, menyayangi dan suka menolong sesama. g. Demokratis, jujur, disiplin, sportif, bertanggung jawab dan percaya diri. h. Menjaga sopan santun dan berbudi pekerti luhur.

i. Mentaati peraturan yang berlaku

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai wujud implementasi pendidikan anti kekerasan melalui berbagai macam kegiatan baik ekstra kurikuler maupun intra kurikuler.

a. Bidang Ekstra Kurikuler

Bidang ekstra kurikuler yang dikembangkan di Madrasah Aliyah bersifat bottom up, artinya jenis kegiatan ekstra kurikuler disesuaikan dengan keinginan dan bakat peserta didik. Menurut F, kegiatan ekstra kurikuler sangat menunjang pembentukan perilaku anti kekerasan siswa karena kegiatan ini selalu menanamkan kedisiplinan dan saling menghargai12.

Adapun jenis ekstra kurikuler yang dikembangkan antara lain: 1) Palang Merah Remaja

Palang Merah Remaja bertujuan:

a) Melatih peserta didik untuk mampu menanggulangi dan menolong dalam setiap kecelakaan yang akan disekitar. b) Mengembangkan jiwa sosial dan peduli terhadap orang lain. c) Membiasakan hidup sehat.

2) Kepramukaan

Kepramukaan bertujuan untuk melatih peserta didik agar terampil dan mandiri, menanamkan sikap peduli terhadap orang lain, melatih agar mampu bekerjasama dengan orang lain, menanamkan sikap disiplin, menumbuhkan rasa percaya diri. Ruang lingkupnya mencakup keterampilan personal, sosial, vokasional sederhana. 3) Kesenian

Kesenian (Band/Seni Musik/Rebana), bertujuan untuk menumbuhkan apresiasi (penghargaan) peserta didik terhadap seni musik dan budaya Islami, memupuk bakat dan minat peserta didik di bidang seni musik, menumbuhkan rasa percaya diri.

4 ) Q i r o ah

Qiroah bertujuan untuk menumbuhkan apresiasi (penghargaan) dan kecintaan peserta didik terhadap seni baca Al Qur’an, memupuk bakat dan minat siswa dibidang seni baca Al Qur’an, menumbuhkan rasa percaya diri. Ruang lingkupnya adalah keterampilan seni baca Al Qur’an.

5) Tahfidz

Tahfidz bertujuan untuk menumbuhkan apresiasi (penghargaan) dan kecintaan peserta didik terhadap Al Qur’an, memupuk bakat dan minat siswa dibidang hafalan baca Al Qur’an, menumbuhkan rasa percaya diri. Ruang lingkupnya adalah keterampilan membaca dan menghapal Al Qur’an.

6) Olahraga

Olahraga bertujuan untuk melatih dan menumbuhkan rasa percaya diri, mengendalikan emosi, menyalurkan bakat dan minat. Ruang lingkupnya adalah keterampilan teknik bermain bola volly, atletik, tenis meja, bola basket, bulutangkis dan pencak silat.

7) UKS (Unit Kegiatan Sekolah) / PMR (Palang Merah Remaja) UKS/PMR bertujuan untuk melatih keterampilan dalam bidang UKS dan PMR, menumbuhkan rasa percaya diri, mengendalikan emosi, menyalurkan bakat dan minat. Ruang lingkupnya adalah ketrampilan UKS dan ke PMRan.

8) PKS (Patroli Keamanan Sekolah)

PKS bertujuan untuk melatih dan menumbuhkan sikap disiplin, rasa percaya diri, mengendalikan emosi, menyalurkan bakat dan minat. Ruang lingkupnya adalah keterampilan teknik PBB dan ke PKS an.

9) Bahasa Asing (Bahasa Jepang)

Pembelajaran bahasa Jepang bertujuan agar para peserta didik memiliki kemampuan dasar dalam keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis untuk berkomunikasi secara sederhana.

Muatan pendidikan anti kekerasan telah terintegrasi pada setiap mata pelajaran dan dilaksanakan dalam kegiatan intra kurikuler, pada saat pembelajaran didalam maupun di luar kelas.

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Madrasah13, diperoleh informasi bahwa MAN 1 Salatiga telah mengimplementasikan konsep pendidikan anti kekerasan. Beberapa metode yang digunakan dalam proses pembentukan anti kekerasan dalam lingkungan madrasah diantaranya melalui pembuatan aturan/regulasi pelarangan kekerasan dan penanganan jika terjadi kekerasan atau pelanggaran terhadap aturan. Adapun sarana dan prasarana yang difasilitasi untuk membentuk perilaku anti kekerasan siswa adalah masjid, alat-alat olahraga, dan peralatan seni. Sebagai suatu upaya pembentukan perilaku anti kekerasan di madrasah oleh kepala madrasah kepada guru, karyawan dan siswa adalah dengan menghimbau untuk menyelesaikan permasalahan didalam / diluar kelas dengan pendekatan persuasif.

Temuan wawancara dari informan K, sebagai wakil kepala bidang kurikulum, menyebutkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh kurikulum dalam pelaksanaan pembentukan perilaku anti kekerasan adalah melalui penentuan kriteria penilaian kepribadian serta usulan tata tertib siswa yang menunjang pendidikan anti kekerasan. Kebijakan tersebut telah dapat berjalan cukup baik14.

13Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

Menurut informasi dari guru KAR, implementasi pendidikan anti kekerasan memiliki pengaruh positif terhadap prestasi belajar maupun perilaku siswa. Para guru menghadapi murid yang bermasalah tidak dengan kekerasan sehingga siswa menjadi santun, saling menghargai satu dengan yang lain dan lebih percaya diri15. Siswa menjadi mengerti dan faham serta perilaku menjadi lebih baik16.

Berkaitan proses pembelajaran anti kekerasan dikelas, informan NT menyatakan bahwa keadaan kelas telah dibuat nyaman. Guru akrab dengan siswa, mencoba mengetahui watak dan karakter setiap siswa17. NAM menyatakan bahwa guru telah mencerminkan nilai anti kekerasan dalam proses pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan cara selalu mengajarkan budi pekerti pada peserta didik. Jika ada peserta didik yang melakukan kesalahan, para guru menasehati dengan baik bukan dengan cara dibentak-bentak18.

B. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang 1. Konsep Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang

Pada bulan Mei 2017 telah dilaksanakan kegiatan wawancara mengenai konsep pendidikan anti kekerasan dan implementasinya dengan beberapa orang informan di MAN 2 Semarang. Informan yang

15Lampiran 4/Guru/KAR pada 4 Mei 2017.

16Lampiran 6/Guru/RSN pada 6 Mei 2017.

17Lampiran 7/Siswa/NT pada 3 Mei 2017.

diwawancarai oleh peneliti antara lain: Kepala Sekolah, Guru pengampu mata pelajaran Agama, dan siswa.

Berdasarkan wawancara dengan Kepala MAN 2 Semarang, menyebutkan bahwa pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan mengedepankan hukuman dengan mengutamakan keteladanan dan kasih sayang19. Responden lainnya, NIA berpendapat bahwa pendidikan anti kekerasan merupakan pendidikan yang menerapkan tentang tidak adanya penindasan / kekerasan, baik secara tutur kata (verbal), fisik maupun psikologis. Sehingga mendidik dengan cara kasih sayang dan memberi teladan20.

Pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang mengajarkan kepada siswa tentang bahayanya sebuah kekerasan. Pendidikan ini mengajak kepada siswa untuk berlaku damai21. Wawancara dengan siswa lainnya, diperoleh informasi bahwa pendidikan anti kekerasan adalah pendidikan yang berisi aktivitas interaksi antara pendidik dengan subjek didik dengan tujuan menghindari kekerasan22. Pendidikan anti kekerasan merupakan aktivitas interaksi antara pendidik dan subjek didik untuk mencapai tujuan baik dalam konteks positif23.

Konsep pendidikan anti kekerasan berdasarkan beberapa orang informan di MAN 1 Salatiga tersebut pada hakekatnya sesuai dengan

19

Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

20Lampiran 12/Guru/NIA pada 4 Mei 2017.

21Lampiran 13/Siswa/ pada 17 Mei 2017.

22Lampiran 14/Siswa/ pada 23 Mei 2017.

pernyataan Setyo Nugroho24, yakni bahwa hakekat anti kekerasan adalah mensosialisasikan nilai-nilai, norma-norma tingkah laku manusia yang harus dan wajib dilakukan dalam kehidupan masyarakat yang mengedepan nilai-nilai musyawarah dan perdamaian dan menghindari kekerasan. 2. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang

Implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN 2 Semarang berdasarkan pada misi, khususnya tentang:

a. Melaksanakan pendidikan yang demokratis dan berkualitas b. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik c. Membentuk perilaku Islami dalam kehidupan sehari-hari.

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai wujud implementasi pendidikan anti kekerasan melalui berbagai macam kegiatan baik ekstra kurikuler maupun intra kurikuler.

a. Bidang Ekstra Kurikuler

MAN 2 Semarang menyelenggarakan beberapa kegiatan ekstra kurikuler, antara lain: Pramuka, PMR (Palang Merah Remaja), Olahraga, Tata Busana, Engglish Club, dan Animasi.

b. Bidang Intra Kurikuler

MAN 2 Semarang menerapkan model hidden curriculum, sehingga pokok bahasan mengenai pendidikan anti kekerasan tidak berdiri sendiri akan tetapi terintegrasi pada setiap mata pelajaran dan

24

Setyo Nugroho, “Mengimplementasikan Pendidikan Multikulural di Sekolah”, Jurnal

dilaksanakan dalam kegiatan intra kurikuler, pada saat pembelajaran di dalam maupun diluar kelas.

Hasil wawancara dengan Kepala Madrasah25, ditemukan informasi bahwa MAN 2 Semarang melarang adanya perpeloncoan atau sanksi pelanggaran dengan hukuman badan. Metode yang digunakan dalam proses pembentukan anti kekerasan dalam lingkungan madrasah melalui cara melembutkan hati dan perasaan siswa dengan membiasakan mengucap salam dan bersalaman anatara guru dan murid setiap pagi.

Salah seorang responden, NIA26, menjelaskan cara yang dilakukan untuk menerapkan pendidikan anti kekerasan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, antara lain sebagai berikut:

a. Mendekati dan menegur siswa yang ramai

b. Memberi bimbingan dan perhatian lebih kepada siswa yang kesulitan dalam belajar.

c. Memberi pengarahan kepada siswa untuk saling menghargai pendapat satu sama lain.

d. Selalu mengingatkan siswa untuk tidak gaduh dan ribut ketika pembelajaran berlangsung.

Berkaitan proses pembelajaran anti kekerasan dikelas, salah satu peserta didik menyatakan bahwa guru selalu menyampaikan dan

25Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

menekankan tentang pentingnya anti kekerasan27. Guru tidak pernah memainkan kekerasan dan keadaan di kelas cukup nyaman28.

C. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

1. Persamaan Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

Peneliti telah memaparkan data hasil penelitian pada halaman awal bab ini. Pada bagian ini disampaikan analisis persamaan implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga. Berdasarkan dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan didapatkan bahwa pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang sama-sama bersifat hiden kurikulum, maksudnya pendidikan anti kekerasan tersebut terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran.

Berpedoman pada hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi penulis terhadap beberapa informan khususnya tentang implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang peneliti mendapatkan suatu informasi kaitannya dengan konsep dan cara mengimplementasikan pendidikan anti kekerasan secara garis besar memiliki kesamaan dalam hal cara menempuhnya, antara lain sebagai berikut:

a. Komitmen bersama antara kepala sekolah, guru, dan peserta didik.

27Lampiran 13/Siswa/ pada 17 Mei 2017.

b. Melalui kegiatan penunjang baik intra kurikuler maupun ekstra kurikuler yang mampu memberikan motivasi belajar dan pengembangan pendidikan anti kekerasan.

c. Penegakan kedisiplinan terkait akhlakul karimah terhadap diri sendiri, guru, kepala sekolah.

2. Perbedaan Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

a. Penyelenggaraan Ekstra Kurikuler

Perbedaan implementasi pendidikan anti kekerasan dapat ditinjau dari sisi penyelenggaraan kegiatan ekstra kurikuler. Kegiatan ekstra kurikuler di MAN 1 Salatiga meliputi: Palang Merah Remaja, Kepramukaan, Kesenian, Q i r o a h, Tahfidz, Olahraga, UKS/PMR, PKS, dan Bahasa Asing (Bahasa Jepang). Sedangkan MAN 2 Semarang memiliki perbedaan dalam pengadaan kegiatan ekstra kurikuler. Beberapa kegiatan tersebut antara lain: Pramuka, PMR, Olahraga, Tata Busana, English Club, dan Animasi.

Berdasarkan kegiatan ekstra kurikuler tersebut, MAN 1 Salatiga memiliki kegiatan penunjang lebih lengkap, yang memungkinkan siswa lebih leluasa dalam mengembangkan bakat dan minatnya sehingga memiliki kecakapan hidup tertentu. Hal ini tentu memiliki pengaruh yang lebih baik dalam upaya implementasi pendidikan anti kekerasan jika dibandingkan MAN 2 Semarang.

b. Sarana dan Prasarana

Ditinjau dari sarana dan prasarana yang dimiliki, antara MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki pebedaan. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh MAN 1 Salatiga lebih lengkap dan memadai jika dibandingkan dengan di MAN 2 Semarang, mulai dari ruang kelas, ruang laboratorium, ruang Guru/Kepala Madrasah, ruang Tata Usaha, ruang pertemuan (aula), ruang osis, ruang pramuka, gedung perpustakaan, serta gedung asrama siswa. Selain hal tersebut, MAN 1 Salatiga juga memiliki Masjid, perlengkapan olahraga (sepak bola, bola basket, tenis meja, bola voli, bulu tangkis) beserta fasilitas lapanganya.

c. Guru dan Karyawan

Guru dan karyawan yang dimiliki oleh MAN 1 Salatiga lebih banyak jika dibandingkan dengan MAN 2 Semarang. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari jumlah ruang kelas dan siswa yang dimilki oleh MAN 1 Salatiga. Dengan memiliki guru dan karyawan yang banyak serta proporsional, menjadikan usaha yang dilakukan oleh MAN 1 Salatiga dalam mengimplementasikan pendidikan anti kekerasan kepada siswa bisa lebih terarah, mengena, dan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

Faktor pendukung dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 1 Salatiga meliputi29: (1) pemahaman keagamaan, (2) penguatan kegiatan ekstrakurikuler, (2) potensi peserta didik.

Faktor lain yang mendukung menurut informan K dan F adalah partisipasi aktif dari guru, pegawai, dan masyarakat utamanya dalam pembentukan sifat disiplin, saling menghargai dan tanggung jawab dan penanaman perilaku ahlakul karimah sesuai dengan visi Madrasah30.

Faktor penghambat dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 1 Salatiga meliputi: (1) potensi negatif peserta didik yang dibawa dari rumah, (2) lingkungan dan teman bergaul yang kurang baik31. Selain hal tersebut, dalam kurikulum pembelajaran belum dicantumkan secara jelas mengenai materi pendidikan anti kekerasan sehingga guru perlu mencari dan menganalisis materi pembelajaran yang didalamnya dapat disisipkan muatan pendidikan anti kekerasan. Latar belakang dan kondisi emosional siswa yang beragam sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda32.

Kendala yang dialami saat proses pembelajaran menurut siswa diantaranya33: situasi tidak kondusif akibat dari adanya sebagian siswa yang melakukan kegaduhan, pasifnya siswa saat kegiatan diskusi presentasi, kebisingan suara lalu lintas kendaraan di jalan raya, serta kondisi waktu siang yang mudah menyebabkan kantuk, bosan dan lelah.

29

Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

30Lampiran 2/Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum/K pada 17 Mei 2017.

31Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

32Lampiran 6/Guru/RSN pada 6 Mei 2017.

Hasil wawancara dengan beberapa orang responden, diperoleh informasi mengenai faktor pendukung dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 2 Semarang. Kepala Madrasah menyebutkan bahwa faktor pendukung tersebut antara lain34: mayoritas siswa cenderung tertib dan lingkungan sekolah sangat mendukung.

Faktor penghambat dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 2 Semarang adalah pergaulan anak di luar sekolah35. Selain hal tersebut, adalah ketika menghadapi siswa yang memang karakternya sulit di tegur dan diingatkan kecuali dengan kekerasan / ketegasan36. Kendala yang dialami saat proses pembelajaran menurut siswa diantaranya: situasi kelas yang bising akibat dari adanya sebagian siswa yang melakukan kegaduhan37.

Faktor pendukung pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang dapat dijabarkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: Kepala Sekolah dan Guru, Kegiatan, Kurikulum, Tata Tertib.

1. Kepala Sekolah dan Guru

MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki seorang kepala sekolah dan guru yang telah memenuhi kualifikasi baik dalam segi kualitas dan kuantitas. Seluruh guru telah memiliki kualifikasi sarjana strata 1 dan mengampu mata pelajaran sesuai dengan ijazah yang dimiliki.

2. Kegiatan

34Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

35Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

36Lampiran 12/Guru/NIA pada 4 Mei 2017.

Hasil observasi, dokumentasi dan wawancara penulis diperoleh informasi bahwa untuk menyukseskan visi misi MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang dibutuhkan berbagai kegiatan yang mendukung agar lulusan menjadi unggul dalam prestasi, berakhlakul karimah dan terampil untuk mempersiapkan generasi Islami, berprestasi dan hidup mandiri. Beberapa kegiatan tersebut selain terintegrasi dalam pembelajaran intrakurikuler juga beberapa kegiatan penunjuang dalam kegiatan ekstra kurikuler.

3. Kurikulum

Berdasarkan hasil observasi lapangan penulis memperoleh informasi bahwa MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki visi misi yang jelas, telah menyusun jadwal mata pelajaran sudah memenuhi standar, serta guru yang mengampu mata pelajaran telah sesuai dengan jurusannya ketika kuliah.

4. Tata Tertib Madrasah

MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang sebagai suatu lembaga pendidikan telah menyusun tata tertib secara jelas sehingga dapat digunakan untuk mengelola lembaga menjadi madrasah yang tertib, aman dan terkendali.

Faktor eksternal yang mendukung pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang meliputi: Peserta Didik, Budaya Lingkungan, Kerjasama dengan Stake Holder.

Peserta didik yang berasal dari berbagai daerah di sekitar kota Salatiga dan Tengaran memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda. Namun demikian dengan pelayanan dan pengelolaan pendidikan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang, keadaan peserta didik tersebut menjadi daya dukung bagi madrasah. Hal ini juga ditunjang oleh sebagian siswa MAN 1 Salatiga tinggal di asrama yang telah disediakan oleh madrasah. 2. Kerjasama dengan Stakeholder

Selain itu salah satu hal penting yang sudah dijalankan oleh pihak madrasah yaitu kegiatan yang melibatkan lingkungan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum. Faktor tersebut ditegaskan oleh salah seorang informan: Dalam proses penyusunan karakter dilibatkan semua stakeholder dilingkungan sekolah baik yayasan, komite, guru, wali murid dan warga sekitar.

Faktor penghambat pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang berdasarkan wawancara dan pengamatan meliputi:

a. Peserta didik

Faktor penghambat dalam pendidikan anti kekerasan yaitu faktor dari peserta didik sebagaimana yang disampaikan oleh NIA yaitu ketidaktertiban siswa, khususnya ketika menghadapi siswa yang memang karakternya sulit di tegur dan diingatkan kecuali dengan kekerasan / ketegasan.

Faktor penghambat pendidikan anti kekerasan yaitu faktor lingkungan sebagaimana salah satu informan mengatakan akibat dari pergaulan anak di luar sekolah. Hasil observasi peneliti bahwa anak usia MAN itu sedang mencari jati diri dan mudah terpengaruh oleh lingkungan terutama teman di sekolah.

c. Letak sekolah di pusat keramaian

Kedamaian sulit terwujud bila sekolah berada di lingkungan yang

Dokumen terkait