• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Ditinjau dari sarana dan prasarana yang dimiliki, antara MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki pebedaan. Fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki oleh MAN 1 Salatiga lebih lengkap dan memadai jika dibandingkan dengan di MAN 2 Semarang, mulai dari ruang kelas, ruang laboratorium, ruang Guru/Kepala Madrasah, ruang Tata Usaha, ruang pertemuan (aula), ruang osis, ruang pramuka, gedung perpustakaan, serta gedung asrama siswa. Selain hal tersebut, MAN 1 Salatiga juga memiliki Masjid, perlengkapan olahraga (sepak bola, bola basket, tenis meja, bola voli, bulu tangkis) beserta fasilitas lapanganya.

c. Guru dan Karyawan

Guru dan karyawan yang dimiliki oleh MAN 1 Salatiga lebih banyak jika dibandingkan dengan MAN 2 Semarang. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari jumlah ruang kelas dan siswa yang dimilki oleh MAN 1 Salatiga. Dengan memiliki guru dan karyawan yang banyak serta proporsional, menjadikan usaha yang dilakukan oleh MAN 1 Salatiga dalam mengimplementasikan pendidikan anti kekerasan kepada siswa bisa lebih terarah, mengena, dan memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

Faktor pendukung dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 1 Salatiga meliputi29: (1) pemahaman keagamaan, (2) penguatan kegiatan ekstrakurikuler, (2) potensi peserta didik.

Faktor lain yang mendukung menurut informan K dan F adalah partisipasi aktif dari guru, pegawai, dan masyarakat utamanya dalam pembentukan sifat disiplin, saling menghargai dan tanggung jawab dan penanaman perilaku ahlakul karimah sesuai dengan visi Madrasah30.

Faktor penghambat dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 1 Salatiga meliputi: (1) potensi negatif peserta didik yang dibawa dari rumah, (2) lingkungan dan teman bergaul yang kurang baik31. Selain hal tersebut, dalam kurikulum pembelajaran belum dicantumkan secara jelas mengenai materi pendidikan anti kekerasan sehingga guru perlu mencari dan menganalisis materi pembelajaran yang didalamnya dapat disisipkan muatan pendidikan anti kekerasan. Latar belakang dan kondisi emosional siswa yang beragam sehingga membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda32.

Kendala yang dialami saat proses pembelajaran menurut siswa diantaranya33: situasi tidak kondusif akibat dari adanya sebagian siswa yang melakukan kegaduhan, pasifnya siswa saat kegiatan diskusi presentasi, kebisingan suara lalu lintas kendaraan di jalan raya, serta kondisi waktu siang yang mudah menyebabkan kantuk, bosan dan lelah.

29

Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

30Lampiran 2/Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum/K pada 17 Mei 2017.

31Lampiran 1/Kepala MAN 1 Salatiga/H pada 18 Mei 2017.

32Lampiran 6/Guru/RSN pada 6 Mei 2017.

Hasil wawancara dengan beberapa orang responden, diperoleh informasi mengenai faktor pendukung dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 2 Semarang. Kepala Madrasah menyebutkan bahwa faktor pendukung tersebut antara lain34: mayoritas siswa cenderung tertib dan lingkungan sekolah sangat mendukung.

Faktor penghambat dalam upaya pembentukan perilaku anti kekerasan siswa di MAN 2 Semarang adalah pergaulan anak di luar sekolah35. Selain hal tersebut, adalah ketika menghadapi siswa yang memang karakternya sulit di tegur dan diingatkan kecuali dengan kekerasan / ketegasan36. Kendala yang dialami saat proses pembelajaran menurut siswa diantaranya: situasi kelas yang bising akibat dari adanya sebagian siswa yang melakukan kegaduhan37.

Faktor pendukung pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang dapat dijabarkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: Kepala Sekolah dan Guru, Kegiatan, Kurikulum, Tata Tertib.

1. Kepala Sekolah dan Guru

MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki seorang kepala sekolah dan guru yang telah memenuhi kualifikasi baik dalam segi kualitas dan kuantitas. Seluruh guru telah memiliki kualifikasi sarjana strata 1 dan mengampu mata pelajaran sesuai dengan ijazah yang dimiliki.

2. Kegiatan

34Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

35Lampiran 11/Kepala MAN Tengaran/ pada 23 Mei 2017.

36Lampiran 12/Guru/NIA pada 4 Mei 2017.

Hasil observasi, dokumentasi dan wawancara penulis diperoleh informasi bahwa untuk menyukseskan visi misi MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang dibutuhkan berbagai kegiatan yang mendukung agar lulusan menjadi unggul dalam prestasi, berakhlakul karimah dan terampil untuk mempersiapkan generasi Islami, berprestasi dan hidup mandiri. Beberapa kegiatan tersebut selain terintegrasi dalam pembelajaran intrakurikuler juga beberapa kegiatan penunjuang dalam kegiatan ekstra kurikuler.

3. Kurikulum

Berdasarkan hasil observasi lapangan penulis memperoleh informasi bahwa MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang memiliki visi misi yang jelas, telah menyusun jadwal mata pelajaran sudah memenuhi standar, serta guru yang mengampu mata pelajaran telah sesuai dengan jurusannya ketika kuliah.

4. Tata Tertib Madrasah

MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang sebagai suatu lembaga pendidikan telah menyusun tata tertib secara jelas sehingga dapat digunakan untuk mengelola lembaga menjadi madrasah yang tertib, aman dan terkendali.

Faktor eksternal yang mendukung pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang meliputi: Peserta Didik, Budaya Lingkungan, Kerjasama dengan Stake Holder.

Peserta didik yang berasal dari berbagai daerah di sekitar kota Salatiga dan Tengaran memiliki ciri dan karakter yang berbeda-beda. Namun demikian dengan pelayanan dan pengelolaan pendidikan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang, keadaan peserta didik tersebut menjadi daya dukung bagi madrasah. Hal ini juga ditunjang oleh sebagian siswa MAN 1 Salatiga tinggal di asrama yang telah disediakan oleh madrasah. 2. Kerjasama dengan Stakeholder

Selain itu salah satu hal penting yang sudah dijalankan oleh pihak madrasah yaitu kegiatan yang melibatkan lingkungan masyarakat dalam proses penyusunan kurikulum. Faktor tersebut ditegaskan oleh salah seorang informan: Dalam proses penyusunan karakter dilibatkan semua stakeholder dilingkungan sekolah baik yayasan, komite, guru, wali murid dan warga sekitar.

Faktor penghambat pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang berdasarkan wawancara dan pengamatan meliputi:

a. Peserta didik

Faktor penghambat dalam pendidikan anti kekerasan yaitu faktor dari peserta didik sebagaimana yang disampaikan oleh NIA yaitu ketidaktertiban siswa, khususnya ketika menghadapi siswa yang memang karakternya sulit di tegur dan diingatkan kecuali dengan kekerasan / ketegasan.

Faktor penghambat pendidikan anti kekerasan yaitu faktor lingkungan sebagaimana salah satu informan mengatakan akibat dari pergaulan anak di luar sekolah. Hasil observasi peneliti bahwa anak usia MAN itu sedang mencari jati diri dan mudah terpengaruh oleh lingkungan terutama teman di sekolah.

c. Letak sekolah di pusat keramaian

Kedamaian sulit terwujud bila sekolah berada di lingkungan yang tidak mendukung suasana pendidikan. Jalan yang terlalu ramai & bising, mal & pusat perbelanjaan sebenarnya tidak cocok untuk terlalu dekat dengan sekolah. Preman dan pengangguran yang berkeliaran di luar sekolah juga membuat siswa terancam ketika akan berangkat maupun pulang dari sekolah. Bahkan kadang masyarakat sekitar sekolah yang memicu perkelahian.

Menurut penulis, ada beberapa upaya yang perlu dan terus dilakukan oleh pengelola MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang sebagai solusi terhadap beberapa faktor penghambat tersebut. Hal ini juga sebagai upaya dalam menciptakan budaya damai anti kekerasan di lingkungan madrasah. Adapun upaya tersebut antara lain:

1. Koordinasi Guru dan Siswa

Koordinasi guru dan siswa adalah sebuah media komunikasi guru dan siswa dalam konteks formal, yaitu melalui pertemuan antara guru dan perwakilan siswa. Pada pertemuan tersebut guru mensosialisasikan peraturan atau kebijakan sekolah kepada siswa sekaligus mengevaluasi,

sedangkan siswa dapat memanfaatkan pertemuan tersebut untuk menyumbangkan aspirasinya.

2. Menjalin Hubungan Baik dengan Masyarakat Sekitar Sekolah

Sekolah adalah bagian dari masyarakat. Oleh karena itu hubungan baik antara anggota masyarakat dengan komponen sekolah harus dijaga. Di satu sisi masyarakat memiliki harapan agar sekolah dapat berjalan dengan baik dengan menghasilkan keluaran yang berkualitas, di sisi lain sekolah mengharapkan partisipasi masyarakat agar proses pendidikan yang dijalankan dapat berjalan dengan baik.

3. Pendekatan Guru kepada Siswa

Pendekatan guru kepada siswa pada umumnya hanya ditujukan pada siswa yang bermasalah, dimana pada pendekatan tersebut, guru dapat memberi bimbingan dan arahan yang lebih intensif. Namun, paradigma ini perlu diubah menjadi pendekatan guru kepada semua siswa, baik siswa yang bermasalah maupun yang tidak bermasalah. Pendekatan guru kepada siswa adalah bukti bahwa guru sangat memperhatikan murid-muridnya. 4. Memaksimalkan Kontrol pada Keamanan dan Ketertiban di Sekolah

Keamanan dan ketertiban di sekolah bukan tanggung jawab satpan atau keamanan sekolah, melainkan tanggung jawab seluruh komponen sekolah. Ketika keamanan dan ketertiban dapat terjaga, maka kedamaian di sekolah dapat diwujudkan. Guru dalam hal ini adalah mengajak siswa untuk berpartisipasi, caranya antara lain dengan mengadakan patroli keamanan sekolah (PKS) pada jam pelajaran yang dilakukan oleh siswa,

pengaturan jadwal piket serta pengawasan pada titik-titik area sekolah yang rawan, misalnya pojok sekolah, kantin, kebun atau kamar mandi/WC yang sering dipakai oleh siswa untuk melanggar aturan sekolah.

5. Keteladanan Guru

Guru sesuai dengan falsafahnya adalah sosok yang menjadi teladan bagi murid-muridnya. Keteladanan guru dinilai oleh siswa adalah salah satu hal yang dapat mendukung terciptanya kenyamanan di sekolah. Upaya yang dilakukan adalah memberi bimbingan atau penyuluhan, memberi contoh atau teladan terutama Kepala Sekolah, Guru dan pengurus OSIS sehingga kedamaian bisa terwujud.

6. Penyuluhan oleh Pihak-pihak Terkait Mengenai Masalah Pendidikan Anti Kekerasan

Sekolah terkadang perlu mengundang instansi-instansi pemerintah untuk memberikan arahan atau mensosialisasikan masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh sekolah. Pihak-pihak yang dapat diundang antara lain polisi yang memberikan arahan mengenai ketertiban dan keamanan masyarakat, dokter mensosialisasikan masalah kesehatan lingkungan, psikolog yang menjelaskan tentang pergaulan bebas atau perkembangan kepribadian, pemuka agama yang membahas masalah spiritual dan praktisi hukum yang memberikan penyuluhan tentang masalah hukum.

7. Pesantren Kilat Selama Bulan Ramadhan

Pesantren kilat adalah penggodokan siswa yang beragama islam selama bulan ramadhan, dengan menginap selama beberapa hari di

sekolah. Kegiatan dengan pola seperti ini juga dapat diperluas pada permasalahan yang lain, misalnya penempaan kepemimpinan dengan berkemah di alam terbuka atau training intensif masalah pelajaran atau pengembangan diri.

8. Optimalisasi Peran Alumni Sekolah

Peran alumni pada sekolah sangat diperlukan. Disamping karena alumni memiliki ikatan emosional yang kuat dengan sekolah, alumni juga memiliki tanggung jawab pada sekolahnya. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh sekolah untuk mengundang alumni pada kegiatan-kegiatan di sekolah, dimana alumni dapat menceritakan pengalaman-pengalamannya atau memberikan arahan pada adik-adiknya.

9. Pengadaan Program-program Kegiatan Insidental

Kegiatan-kegiatan insidental adalah program kegiatan yang dilakukan pada saat-saat tertentu. Contoh program tersebut antara lain pesantren kilat, pelatihan kepemimpinan, Lomba antar kelas, pekan penalaran, pameran kreatifitas kelas, bulan cinta perpustakaan, cerdas cermat dan sebagainya.

10.Pertemuan Berkala dengan Orang Tua/Wali Siswa

Pertemuan berkala antara guru dengan orang tua selama ini hanya terjadi pada saat pembagian raport sebanyak tiga kali dalam setahun. Pertemuan ini dapat dimanfaatkan oleh sekolah sebagai sosialisasi program-program sekolah yang membutuhkan partisipasi orang tua.

11.Pembentukan Jaringan Kerja Sama Antar Sekolah

Jaringan kerja sama antar sekolah dalam bentuk school networking sangat diperlukan untuk meningkatkan kerjasama antar komponen sekolah, terutama siswa. Kerja sama ini dapat berbentuk pembentukan forum bersama SMU satu kota atau forum komunikasi antar OSIS.

E.Analisis Unsur-unsur Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

1. Tujuan Pendidikan

a. Tujuan Pendidikan Islam di MAN 1 Salatiga

Tujuan pendidikan yang diselenggarakan di MAN 1 Salatiga antara lain sebagai berikut:

1) Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas sehingga setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan potensinya dalam pencapaian prestasi akademik dan nonakademik

2) Mewujudkan pembelajaran dan pembiasaan dalam mempelajari ilmu agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan menciptakan lingkungan yang Islami di madrasah.

3) Menumbuh kembangkan akhlakul karimah pada seluruh warga madrasah.

4) Menyelenggarakan pembinaan pengembangan diri dan pelatihan keterampilan untuk menumbuhkembangkan minat, bakat dan keterampilan peserta didik

b. Tujuan Pendidikan Islam di MAN 2 Semarang

Tujuan pendidikan yang diselenggarakan di MAN 2 Semarang

antara lain sebagai berikut:

1) Melaksanakan pendidikan yang demokratis dan berkualitas

2) Mempersiapkan generasi Islam kedepan yang menguasai iptek dan ketrampilan sebagai bekal hidupnya

3) Mampu mengembangkan kreativitas yang inovatif 4) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik 5) Membentuk perilaku Islami dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pendidik

Pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam, oleh karena itu para pendidik Islam harus memiliki adab yang baik agar dapat dicontoh oleh peserta didik.

Tenaga pendidik yang mengajar di MAN 1 Salatiga sebanyak 72 orang guru baik yang berstatus PNS maupun non PNS. Seluruh guru tersebut telah memenuhi kualifikasi sarjana strata 1 dan mengampu mata pelajaran sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.

Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang maksimal dan terbaik untuk siswa, hamper seluruh guru telah dikirim dan ditugaskan untuk mengikuti diklat maupun workshop yang mendukung tugas guru sebagai pengajar dan pendidik.

Adapun jumlah tenaga pendidik di MAN 2 Semarang adalah sebanyak 44 orang guru. Dari jumlah tersebut seluruhnya juga telah

memenuhi kualifikasi sarjana strata 1 dan mengampu sesuai bidang keilmuannya masing-masing.

3. Peserta Didik

Jumlah peserta didik yang dimiliki oleh MAN 1 Salatiga untuk tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 1208 siswa. Potensi yang di miliki peserta didik tidak akan berkembang tanpa melalui proses pendidikan. Mengingat jumlah peserta didik yang banyak tersebut, tentu memerlukan pembinaan, pengarahan dan pengelolaan pendidikan yang intensif dan berkesinambungan. Terutama dalam kaitan implementasi pendidikan anti kekerasan yang arahnya adalah pembentukan akhlakul karimah.

Berkaitan dengan jumlah peserta didik, MAN 2 Semarang pada tahun pelajaran 2016/2017 memiliki sebanyak 636 siswa. Jumlah yang cukup banyak ini perlu ditata, dikelola dan dibina dengan baik dan sungguh-sungguh. Hal ini juga mengingat jumlah guru di MAN 2 Semarang sebanyak 44 orang. Jumlah guru yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan guru di MAN 1 Salatiga.

4. Materi Pendidikan

Materi pendidikan yang diberikan kepada anak didik disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai, yang membentuk akhlak yang mulia dalam kaitannya dengan hakikat penciptaan manusia. Secara prinsip materi (kurikulum) pendidikan yang diajarkan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang mengikuti kurikulum yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan maupun kementerian Agama. Berkaitan dengan materi pendidikan

anti kekerasan, telah disisipkan pada semua mata pelajaran, khususnya Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Kewarganegaraan.

5. Alat Pendidikan

Menurut pandangan Islam yang di maksud dengan alat pendidikan adalah segala sesuatu atau hal-hal yang bisa menunjang kelancaran dari proses pendidikan Islam. Alat pendidikan ini berupa perbuatan (tauladan), anjuran atau perintah, larangan, dan hukuman. MAN 1 Salatiga telah mengupayakan alat pendidikan mulai dari pemberian contoh perilaku yang baik dari guru kepada siswa, penerbitan buku pedoman yang berisi tata tertib siswa, buku mutabaah (pantauan) amalan Islami, buku mengenai doa sehari-hari, dan buku tentang adab-adab Islami. Sementara itu, MAN 2 Semarang juga telah berupaya memberikan contoh perilaku yang santun oleh guru kepada siswa, namun demikian dalam hal tata tertib siswa belum diterbitkan dalam bentuk buku. Begitupula mengenai buku mutabaah amalan Islami, buku doah harian, maupun buku adab-adab Islami belum berwujud buku.

6. Lingkungan Hidup

Lingkungan yang di maksudkan adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. Anak didik yang mengalami penyimpangan karakter dan kepribadian yang tidak hanya di sebabkan oleh kurangnya kualitasnya faktor pembelajaran yang di jalani, tetapi karena faktor lingkungan sekolah dan masyarakat tempat anak itu tumbuh dan berkembang.

MAN 1 Salatiga terletak di pusat perkotaan. Letak ini diharapkan dapat mendukung program madrasah karena memiliki nilai positif dalam hal kecepatan komunikasi lintas sektoral dengan pihak luar. Namun demikian lokasi ini juga perlu untuk selalu menjadi perhatian dalam hal potensi negatif kepada siswa, diantaranya rentan terjadi tindak kriminal, pergaulan bebas, dan narkoba. Untuk mengantisipasi hal ini MAN 1 Salatiga telah dan terus berupaya membentengi siswa melalui kegiatan yang positif untuk penanaman budi pekerti dan akhlak mulia baik lewat intra kurikuler maun kegiatan ekstra kurikuler.

MAN 2 Semarang terletak agak dekat dengan jalan raya, namun lingkungan sekitarnya merupakan rumah-rumah penduduk. Hal ini secara tidak langsung membantu memudahkan guru dalam membina siswa dalam hal mengimplementasikan pendidikan anti kekerasan di madrasah. Selain itu mayoritas siswa MAN 2 Semarang berasal dari pedesaan sehingga cenderung lebih mudah ditata, diatur dan dibina.

7. Metode pendidikan anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang

Beberapa metode yang digunakan dalam proses pembentukan anti kekerasan dalam lingkungan MAN 1 Salatiga diantaranya melalui pembuatan aturan/regulasi pelarangan kekerasan dan penanganan jika terjadi kekerasan atau pelanggaran terhadap aturan.

Sebagai suatu upaya pembentukan perilaku anti kekerasan di madrasah oleh kepala madrasah kepada guru, karyawan dan siswa adalah

dengan menghimbau untuk menyelesaikan permasalahan didalam / diluar kelas dengan pendekatan persuasif. Selain itu dalam pelaksanaan pembentukan perilaku anti kekerasan adalah melalui penentuan kriteria penilaian kepribadian serta usulan tata tertib siswa yang menunjang pendidikan anti kekerasan. Kebijakan tersebut telah dapat berjalan cukup baik. Siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib maka mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Metode yang digunakan dalam proses pembentukan anti kekerasan dalam lingkungan MAN 2 Semarang melalui cara melembutkan hati dan perasaan siswa dengan membiasakan mengucap salam dan bersalaman anatara guru dan murid setiap pagi.

Sedangkan metode yang dilakukan untuk menerapkan pendidikan anti kekerasan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas, antara lain sebagai berikut:

a. Mendekati dan menegur siswa yang ramai

b. Memberi bimbingan dan perhatian lebih kepada siswa yang kesulitan dalam belajar.

c. Memberi pengarahan kepada siswa untuk saling menghargai pendapat satu sama lain.

d. Selalu mengingatkan siswa untuk tidak gaduh dan ribut ketika pembelajaran berlangsung.

8. Evaluasi

Evaluasi terhadap implementasi pendididikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga adalah sebagai berikut:

a. Materi pendidikan anti kekerasan masih melekat pada pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini dapat menjadikan guru dalam menyampaikan materi pendidikan anti kekerasa kurang fokus. Hal perlu dipikirkan atau diupayakan suatu modul atau buku panduan yang berisi mengenai pendidikan anti kekerasan.

b. Kondisi lingkungan MAN 1 Salatiga yang berada di pusat kota dapat berdampak negatif yang dapat menghambat implementasi pendidikan anti kekerasan. Hal ini perlu disikapi dengan tindakan preventif secara nyata dan berkesinambungan dengan terus menanamkan budaya damai dilingkungan madrasah.

Evaluasi terhadap implementasi pendididikan anti kekerasan di MAN 2 Semarang adalah sebagai berikut:

a. Materi pendidikan anti kekerasan masih melekat pada pokok bahasan dalam berbagai mata pelajaran. Hal ini dapat menjadikan guru dalam menyampaikan materi pendidikan anti kekerasa kurang fokus. Hal perlu dipikirkan atau diupayakan suatu modul atau buku panduan yang berisi mengenai pendidikan anti kekerasan.

b. Kondisi lingkungan MAN 2 Semarang yang berada di pinggir kota diharapkan dapat mendukung implementasi pendidikan anti kekerasan. Namun demikian guru tetap harus senantiasa waspada

terhadap potensi gangguan yang berasal dari luar madrasah, seperti pergaulan bebas, tawuran antar pelajar serta tindakan kriminal lainnya. Hal ini perlu disikapi dengan tindakan preventif secara nyata dan berkesinambungan dengan terus menanamkan budaya damai dilingkungan madrasah.

9. Kelemahan dalam mengimplentasikan pendidikan anti kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang.

Berdasarkan analisis dan pembahasan, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi kelemahan bagi MAN 1 Salatiga, antara lain:

a. Jumlah guru yang banyak tersebut perlu benar-benar dikondisikan oleh kepala sekolah untuk memiliki satu visi dan misi yang sama, khususnya berkaitan dengan pendidikan anti kekerasan. Namun demikian, kadang-kadang masih terdapat guru yang kurang kompak dalam menjalankan visi dan misi tersebut, sehingga dalam menangani pelangggaran siswa terlihat tidak sesuai dengan ketentuan tata tertib yang telah ditentukan. b. Jumlah siswa yang sangat banyak membutuhkan penanganan dan

pelayanan yang ekstra, baik dalam tataran pikiran maupun tindakan nyata. Jika terdapat siswa yang melanggar aturan, termasuk dalam hal melakukan tindak kekerasan, maka pihak dewan guru MAN 1 Salatiga harus tegas dalam memberi sanksi sesuai tata tertib yang ada.

Beberapa faktor yang dapat menjadi kelemahan bagi MAN 2 Semarang berdasarkan analisis dan pembahasan diatas antara lain:

a. Jumlah guru yang cukup banyak di MAN 2 Semarang perlu dikondisikan oleh kepala sekolah untuk memiliki satu visi dan misi yang sama, khususnya berkaitan dengan pendidikan anti kekerasan. Seluruh guru dituntut untuk dapat memberi tauladan yang baik bagi siswa, mendidik dengan cara yang santun serta memberi hukuman kepada siswa yang melanggar aturan dengan pendekatan personal yang menghindarkan tindak kekerasan.

b. Jumlah murid yang banyak dan sebagian besar berasal dari pedesaan serta berasal dari kalangan keluarga tidak mampu, membutuhkan

Dokumen terkait