• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN ANTI KEKERASAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI MAN SALATIGA DAN MAN 2 SEMARANG TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN ANTI KEKERASAN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI MAN SALATIGA DAN MAN 2 SEMARANG TAHUN 2017"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

TOHILMAN

NIM. 12010150007

Tesis diajukan sebagai pelengkap persyaratan untuk gelar Magister Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Salatiga dan MAN 2 Semarang Tahun 2017 Kata Kunci : Pendidikan Anti Kekerasan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: konsep pendidikan anti kekerasan, implementasi pendidikan anti kekerasan dan hasilnya dalam pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, siswa dan dokumen kurikulum MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang. Teknik pengumpulan meliputi: Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Teknik analisis datanya yaitu menggunakan analisis Miles dan Hubberman yaitu dengan mereduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(6)

vi

Implementation in Islamic Education at MAN Salatiga and MAN 2 Semarang 2017

Keywords : Anti Violence Education

The purpose of this study was to find out: the concept of anti violence education, the implementation of anti-violence education and the results in Islamic education at MAN Salatiga and MAN 2 Semarang.

This research uses qualitative method with case study approach. Subjects in this study were principals, teachers, students and documents curriculum of MAN 1 Salatiga and MAN 2 Semarang. The techniques of data collection include: Observation, Interview, and Documentation. The technique of data analysis is using Miles and Hubberman analysis that is by reducing data, presenting data, and drawing conclusions.

(7)

vii

senantiasa memberi Hidayah dan Inayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah selalu kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulisan Tesis ini dapat terselesaikan karena bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Dr. H. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag, selaku direktur pascasarjana IAIN Salatiga.

3. Bapak Hammam, S.Pd., M.Pd., selaku kepala program studi PAI pascasarjana IAIN Salatiga.

4. Bapak Profesor Dr. Budihardjo, M.Ag selaku pembimbing tesis yang dengan sabar meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Staf pegawai dan dosen program pascasarjana IAIN Salatiga yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal kuliah hingga selesai tesis ini. 6. Pimpinan serta staf perpustakaan IAIN Salatiga yang telah membantu penulis

dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi penyelesaian tesis ini.

7. Kepala Madrasah, guru, peserta didik, dan karyawan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengadakan penelitian.

8. Ayahanda, ibunda, istri, anak-anak, saudara-saudaraku tercinta yang telah memberi dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

9. Teman-satu satu kelas PAI pascasarjana IAIN Salatiga 2017 yang selalu memberikan dorongan kepada penulis.

(8)
(9)

ix

C. Signifikansi Penelitian ... 4

D. Tinjauan Pustaka ... 6

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II PENDIDIKAN ANTI KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM ... 16

A. Pendidikan Islam ... 16

1. Pengertian Pendidikan Islam ... 16

(10)

x

1. Kekerasan dan Dampaknya terhadap Anak ... 27

2. Kekerasan dan Dampaknya dalam Pendidikan ... 30

3. Pendidikan Anti Kekerasan di Sekolah ... 31

4. Cara Mewujudkan Pendidikan Anti Kekerasan di Sekolah .... 42

BAB III PROFIL MAN 1 SALATIGA DAN MAN 2 SEMARANG ... 45

7. Sarana dan Prasarana MAN 1 Salatiga ... 50

8. Prestasi MAN 1 Salatiga ... 51

B. Profil MAN 2 Semarang ... 53

1. Sejarah Berdiri ... 53

2. Visi dan Misi ... 54

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga ... 56

1. Konsep Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga ... 56

2. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga . 58 B. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang . 63 1. Konsep Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang... 63

2. Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 2 Semarang 65 C. Persamaan dan Perbedaan Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang ... 67

(11)

xi

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan

Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang ... 69

E. Analisis Unsur-unsur Pendidikan Anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang ... 78

BAB V PENUTUP ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(12)

xii

Perlindungan Anak Indonesia Tahun 20111 - 2014 ... ... 2

Tabel 3.1 Guru MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017 ... ... 49

Tabel 3.2 Peserta Didik MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 50

Tabel 3.3 Pegawai Tata Usaha MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017 ...50

Tabel 3.4 Sarana dan Prasarana MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017 ... 50

(13)
(14)

xiv

dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Kepala Madrasah.

Lampiran 2. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Wakil Kepala Bidang Kurikulum.

Lampiran 3. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga Wakil Kepala Bidang Kesiswaan.

Lampiran 4. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Guru PAI.

Lampiran 5. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Guru PAI.

Lampiran 6. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Guru PAI.

Lampiran 7. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Siswa.

Lampiran 8. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Siswa.

Lampiran 9. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Siswa.

Lampiran 10. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dengan Siswa

Lampiran 11. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN 2 Semarang dengan Kepala Madrasah.

(15)

xv

Lampiran 15. Transkrip Wawancara Implementasi Pendidikan Anti Kekerasan dalam Pendidikan Islam di MAN 2 Semarang dengan Siswa

Lampiran 16. Pedoman Wawancara dengan Kepala Sekolah

Lampiran 17. Pedoman Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Kurikulum Lampiran 18. Pedoman Wawancara dengan Wakil Kepala Bidang Kesiswaan Lampiran 19. Pedoman Wawancara dengan Guru PAI

Lampiran 20. Pedoman Wawancara dengan Siswa

Lampiran 21. Foto Kegiatan Hasil Implementasi Pendidikan anti Kekerasan di MAN 1 Salatiga

Lampiran 22. Foto Kegiatan Hasil Implementasi Pendidikan anti Kekerasan di MAN 2 Semarang

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan pada dasarnya adalah upaya untuk membantu peserta didik, untuk mengembangkan diri pada dimensi intelektual, moral dan psikologis mereka. Sekolah perlu menciptakan situasi yang kondusif bagi siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Situasi yang kondusif ini diharapkan mampu mewujudkan suasana damai dan tanpa adanya kekerasan di sekolah1. Sekolah sudah semestinya menjadi ruang lingkup yang aman dan nyaman bagi semua pihak yang terlibat langsung di dalamnya. Kekerasan dalam bentuk apapun seharusnya tidak mendapat tempat di sekolah bahkan di sudut manapun di dunia ini2.

Ironisnya, kekerasan juga melanda dunia pendidikan. Sekolah kadang justru menjadi perantara untuk melakukan tindakan kekerasan seperti perkelahian antar pelajar yang berasal dari sekolah yang sama maupun berbeda, tawuran, kenakalan siswa di sekolah, kurang disiplin, guru memukul murid, kejahatan jalanan, bullying, prasangka buruk, dan stereotip negatif3.

1

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence), Jakarta: Dirjen Pendidikan Menengah Umum, 2003, 3.

2RainaWidiastuti, “Memutus Rantai Kekerasan di Sekolah

, Simposium GTK Kemdikbud, 2016, 1.

3

M. Nurul Ikhsan Saleh, Peace Education: Kajian Sejarah, Konsep, dan Relevansinya dengan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012, 33.

(17)

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan formal di sekolah tidak secara otomatis menjamin dapat memberi rasa nyaman bagi siswa dan masyarakat4.

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan oleh Komnas Perlindungan Anak (KPA) sebagaimana dipaparkan pada tabel 1.1, angka kekerasan di sekolah antara tahun 2011-2014 termasuk kategori yang memprihatinkan.

Tabel 1.1. Tabel Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Tahun 2011 – 20145

(Sumber: Laporan KPAI tahun 2015) Terkait maraknya aksi kekerasan di sekolah, Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) Seto Mulyadi menyatakan bahwa banyaknya aksi kekerasan yang terjadi di beberapa

4

Clive Harber, Schooling as Violence, New York: Routledge Falmer, 2004, 17.

5

(18)

sekolah menunjukkan bahwa pendidikan yang dicanangkan pemerintah belum berhasil dan fenomena kekerasan atas nama senioritas ini banyak terjadi di berbagai sekolah di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya merespon hal ini dengan serius6. Solusi yang diharapkan adalah pendidikan yang mengangkat perdamaian dan toleransi. Inilah yang kemudian disebut dengan "pendidikan anti-kekerasan" (non-violence education) atau "pendidikan perdamaian" (peace education).

Mengingat pentingnya budaya damai dan anti kekerasan, maka diperlukan sebuah langkah konkrit dalam menindaklanjuti kesadaran mengenai pentingnya hal tersebut. Pemerintah perlu mewujudkan sebuah pendidikan yang dibangun diatas kelemahlembutan, agar anak merasa senang dengannya, percaya diri, tenang, dan mampu menghadapi kondisi yang beraneka ragam7.

Peserta didik seyogyanya diajari mencintai perdamaian, kerukunan, tenggang rasa dan sikap positif lainnya yang berkaitan dengan budi pekerti luhur sebagai manusia Indonesia yang berkarakter dan berjiwa pancasila.

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Salatiga dan MAN 2 Semarang merupakan lembaga pendidikan formal yang berciri khas Islam. Visi MAN Salatiga adalah memadukan zikir, pikir dan skill, unggul dalam prestasi dengan berparadigma al-Qur'an8. Visi MAN 2 Semarang adalah memadukan dzikir, fikir dan skill untuk mempersiapkan generasi Islami, berprestasi dan

6

Hasyim Siregar, dkk., http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/439514/ 38/, di unduh pada tanggal 14 April 2017.

7

Muhammad Nabil Kadzim, Sukses Mendidik Anak Tanpa Kekerasan, Solo: Pustaka Arafah, 2011, 45.

8

(19)

hidup mandiri9. Diantara misi kedua lembaga pendidikan ini adalah: (1) Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik, (2) Membentuk perilaku Islami dalam kehidupan sehari-hari. (3) Melaksanakan pendidikan yang demokratis dan berkualitas.

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang: “Konsep Pendidikan Anti Kekerasan dan Implementasinya dalam Pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang Tahun 2017”.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada maka peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep pendidikan anti kekerasan di sekolah?

2. Bagaimana implementasi pendidikan anti kekerasan dalam pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang?

3. Sejauhmana hasil implementasi pendidikan anti kekerasan dalam pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang?

C. Signifikansi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah keinginan- keinginan seorang peneliti atas hasil penelitian yang dilakukannya terutama terkait dengan

9

(20)

variabel yang diteliti10. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui: konsep pendidikan anti kekerasan, implementasi pendidikan anti kekerasan dan hasilnya dalam pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Manfaat Teoretis

1) Memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan tentang implementasi pendidikan anti kekerasan dalam pendidikan Islam di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang.

2) Menambah khazanah keilmuan dan wawasan bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

b. Kegunaan Praksis

1) Memberikan kontribusi bagi pengembangan Pendidikan Islam dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan. 2) Memberikan masukan bagi Madrasah untuk dapat melaksanakan

pendidikan anti kekerasan di Madrasah.

3) Sebagai bahan referensi atau rujukan bagi orang tua dan pendidik tentang pentingnya pendidikan anti kekerasan sedini mungkin.

10

(21)

D. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian Utami Budiyati dengan judul “Pendidikan Anti Kekerasan dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA”11. Hasil penelitian diperoleh bahwa buku PAI 1 (kelas X), memuat nilai pendidikan anti kekerasan sebanyak 70 %. Sementara buku PAI 2 (kelas XI), memuat nilai pendidikan anti kekerasan sebanyak 64%. Kemudian buku PAI 3 (kelas XII), memuat nilai pendidikan anti kekerasan sebanyak 68%. Terlihat bahwa muatan pendidikan anti kekerasan paling banyak terdapat pada buku PAI 1.

Penelitian Siti Jamilah dengan judul “Kekerasan Atas Nama Agama di Indonesia Dalam Perspektif Hannah Arendt”12. Dengan pendekatan filosofis, kasus-kasus kekerasan di atas dapat terurai dan dilacak penyebabnya. Masuknya agama dalam ranah publik dalam bentuk dijadikannya legitimasi untuk mengambil keputusan publik menjadi salah satupemicu terjadinya kekerasan. Dengan kondisi keberagaman etnis dan agama di Indonesia, penerimaan terhadap pluralitas seharusnya menjadi sebuah keharusan bagi setiap warga negara agar peristiwa kekerasan yang dipicu oleh perbedaan paham keagamaan dapat dihindari dan tidak lagi mengkristal sebagaimana yang kerap terjadi akhir-akhir ini.

11

Utami Budiyati, “Pendidikan Anti Kekerasan dalam Buku Ajar Pendidikan Agama Islam SMA (Telaah Atas Buku Ajar PAI SMA Kelas X, XI, XII Terbitan Erlangga Tahun 2007)”, Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014.

12

(22)

Penelitian Alexander Volokh dan Lisa Snell dengan judul

Strategies to Keep Schools Safe (Unabridged)”13. Tindak kekerasan di sekolah merupakan masalah serius terutama di sekolah formal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menyelesaikan masalah tindak kekerasan di sekolah tidak bisa hanya menggunakan satu strategi. Hal ini maksudnya belum dapat ditemukan suatu strategi yang baku yang dapat digunakan untuk setiap sekolah karena masalah yang dihadapi secara detailnya belum tentu sama.

Penelitian Luluk Atirotu Zahroh dengan judul “Islamic Perspective of Anti Violence Education for Early Childhood in The Family Environment”14. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dampak kekerasan orang tua terhadap perkembanagan kecerdasan emosional spiritual anak ini mengarah paad hal-hal yang negatif. Tindak kekerasan yang dilakukan orang tua telah menanamkan kebencian dan rasa takut yang berlebihan pada diri anak. Kekerasan akan menanamkan sifat keras dan sikap kasar pada diri anak, membekas luka di hati anak hingga mereka dewasa.

Penelitian Fransiska Septiana Sulistyowati dengan judul

Pengaruh Lingkungan Sekolah dan Pengetahuan terhadap Perilaku

13

Alexander Volokh & Lisa Snell, “Strategies to Keep Schools Safe (Unabridged)”, International Journal: Policy Study No. 234, January 1998, 85.

14

(23)

Kekerasan di Kalangan Pelajar”15. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh positif yang signifikan baik antara lingkungan sekolah dan perilaku kekerasan dengan nilai t sebesar 4,334, maupun antara pengetahuan dan perilaku kekerasan dimana dengan nilai t sebesar 3,753, terdapat pengaruh positif yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku kekerasan, serta terdapat pengaruh positif yang signifikan antara lingkungan sekolah dan pengetahuan secara bersama-sama terhadap perilaku kekerasan di kalangan pelajar dengan nilai F sebesar 31,764 dan memberikan kontribusi sebesar 37,4%.

Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan saudari Utami Budiyati adalah sama-sama membahas tema pendidikan anti kekerasan. Sedangkan perbedaannya adalah penulis menggali konsep dan implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN Salatiga dan di MAN 2 Semarang, saudari Utami Budiyati meneliti tentang muatan pendidikan anti kekerasan pada mata pelajaran PAI.

Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan saudari Siti Jamilah adalah sama-sama meneliti tentang tindak kekerasan. Sedangkan perbedaannya adalah penulis adalah penulis menggali konsep dan implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN Salatiga dan di MAN 2 Semarang, saudari Siti Jamilah menguraikan tentang kekerasan atas nama agama di Indonesia dalam perspektif Hannah Arendt.

15

(24)

Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan Alexander Volokh dan Lisa Snell adalah sama-sama membahas tema pendidikan anti kekerasan. Sedangkan perbedaannya adalah penulis menggali konsep dan implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN Salatiga dan di MAN 2 Semarang, sedangkan Alexander Volokh dan Lisa Snell meneliti mengenai strategi untuk menjaga agar sekolah tetap aman.

Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan Luluk Atirotu Zahroh adalah sama-sama membahas tema pendidikan anti kekerasan. Sedangkan perbedaannya adalah penulis menggali konsep dan implementasi pendidikan anti kekerasan di MAN Salatiga dan di MAN 2 Semarang, sedangkan Luluk Atirotu Zahroh meneliti mengenai dampak kekerasan orang tua terhadap perkembanagan kecerdasan emosional spiritual anak.

Berdasarkan persamaan dan perbedaan antara penelitian penulis dengan penelitian terdahulu, memiliki relevansi dalam hal memberikan informasi dan kajian tambahan sebagai penyempurna dari penelitian yang telah ada sebelumnya.

2. Pendidikan Anti Kekerasan

Menurut konsep Islam, pendidikan adalah bimbingan yang dilakukan oleh sesorang dewasa kepada anak didik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian Islami16. Menurut UU Nomor

16

(25)

20 tahun 200317, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.

Kekerasan menurut Black (1951) sebagaimana dikutip oleh Margaretha Hanita dkk., adalah pemakaian kekuatan yang tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau kemarahan yang tak terkendali, tiba-tiba, bertenaga, kasar, dan menghina18.

Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan kepada anak yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum19. Laporan UNESCO menyebutkan bahwa bentuk-bentuk tindak kekerasan pada anak dapat berupa: hukuman fisik dan psikis, bullying, tindak kekerasan seksual, perkelahian, dan penembakan20.

Pendidikan anti kekerasan dapat didefinisikan sebagai suatu usaha sadar untuk mewujudkan suatu suasana belajar tanpa harus menimbulkan

17

UU No. 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional.

18

Margaretha Hanita dkk, Pencegahan Kekerasan terhadap Anak di Lingkungan Pendidikan, Jakarta: P2TP2A, 2014, 14.

19

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Kominfo RI, 2015, 13.

20

(26)

kesengsaraan / kerusakan baik secara fisik, psikologis, seksual, finansial maupun spiritual21. Sedang hakekat anti kekerasan adalah mensosialisasikan nilai-nilai, norma-norma tingkah laku manusia yang harus dan wajib dilakukan dalam kehidupan masyarakat yang mengedepankan nilai-nilai musyawarah dan perdamaian dan menghindari kekerasan22.

Suatu upaya konkrit dalam menerapkan pendidikan anti kekerasan adalah dengan mewujudkan sekolah damai. Sekolah yang damai adalah sekolah yang kondusif bagi proses belajar mengajar yang memberikan jaminan suasana kenyamanan dan keamanan pada setiap komponen di sekolah karena adanya kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kebersamaan23. Sekolah yang damai adalah sekolah yang pada beberapa aspeknya, antara lain:proses belajar dan mengajar yang efektif, suasana yang nyaman dan aman, komunikasi dan hubungan antar komponen sekolah yang terbina, peraturan dan kebijakan ditaati.

Lima langkah praktis agar efektif dalam pencegahan tindak kekerasan di sekolah antara lain24: (1) Pendekatan sekolah secara menyeluruh, (2) Program kerja yang logis, (3) Penerapan kurikulum

21

Luluk Atirotu Zahroh, “Islamic Perspective of Anti Violence Education for Early Childhood in The Family Environment “…, 48.

22

Setyo Nugroho, “Mengimplementasikan Pendidikan Multikulural di Sekolah”, Jurnal Ilmiah Guru “COPE” No. 02/Tahun VI/Desember 2002, 2.

23

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence), Jakarta: Dirjen Pendidikan Menengah Umum, 2003, 11.

24

(27)

secara efektif, (4) Pemberian petunjuk yang relevan, inklusif dan berbudaya, dan (5) Evaluasi pelaksanaan program.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif, adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada obyek alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci25.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu suatu pendekatan yang berusaha memberikan gambaran yang terperinci dengan tekanan pada situasi keseluruhan mengenai proses atau urut-urutan suatu kejadian26.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Juni 2017 bertempat di MAN 1 Salatiga dan MAN 2 Semarang. Pemilihan tempat dalam penelitian ini dengan pertimbangan bahwa penulis merupakan salah satu pengampu di MAN 1 Salatiga dan tempat tinggal penulis dekat dengan lokasi MAN 2 Semarang, sehingga hal ini akan menjadikan pelaksanaan penelitian efektif dan efisien.

25

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan: Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2014, 8.

(28)

4. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, siswa dan dokumen kurikulum MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik

terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian27. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data berupa foto kegiatan, aktifitas guru dan siswa dalam pembelajaran, peran kepala sekolah dalam implementasi pendidikan anti kekerasan.

b. Wawancara, adalah pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden28. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari kepala sekolah, guru dan siswa berkaitan dengan implementasi pendidikan anti kekerasan yang ada di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang. c. Dokumentasi, adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui

pencarian dan bukti-bukti yang bersumber dari non-manusia29. Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data tertulis berupa dokumen kurikulum, dokumen pembelajaran, dokumen

27

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2009, 134.

28

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif …, 131.

29

(29)

kegiatan yang berkaitan dengan implementasi pendidikan anti kekerasan yang ada di MAN Salatiga dan MAN 2 Semarang.

Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data antara lain dengan trianggulasi, yaitu memeriksa kebenaran hipotesis, konstruk, analisis yang ditimbulkan sendiri oleh peneliti dengan membandingkan dengan hasil orang lain30. Metode trianggulasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Trianggulasi data, yaitu dengan menggunakan berbagai sumber data, seperti dokumen dan arsip.

b. Trianggulasi metode, yaitu dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

6. Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman31 analisis kualitatif dibagi dalam tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan. Ketiga alur yang di maksud adalah:

a. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan lapangan;

b. Penyajian data, adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan;

30

Rochiati Wiraatmaja, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005, 168.

(30)

c. Penarikan kesimpulan.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini ada lima bab, yaitu:

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan dan batasan masalah, signifikasi penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, sistematika pembahasan.

Bab II berisi konsep pendidikan anti kekerasan dalam pendidikan Islam, yang meliputi pengertian pendidikan Islam, konsep dasar ilmu pendidikan Islam, pendekatan dalam kajian filsafat pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, unsur-unsur pendidikan Islam, pendidikan anti kekerasan terhadap anak, kekerasan dan dampaknya terhadap anak, kekerasan dan dampaknya dalam pendidikan, pendidikan anti kekerasan di sekolah, dan cara mewujudkan pendidikan anti kekerasan di sekolah.

Bab III berisi profil MAN Salatiga yang dan MAN 2 Semarang, yang terdiri atas sejarah berdiri, visi dan misi, peta jabatan, guru, peserta didik, pegawai tata usaha, sarana dan prasarana, dan prestasi.

Bab IV berisi analisis dan pembahasan hasil implementasi pendidikan anti kekerasan dalam pendidikan Islam di MAN Salatigadan MAN 2 Semarang.

(31)

BAB II berarti pengajaran. Sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah “tarbiyah Islamiyah”1. Kata kerja rabba (mendidik) seperti terlihat dalam ayat al-Qur’an berikut:

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Hal ini sebagaimana dalam surat al Mujadilah ayat 11 berikut.

Zakiah Daradjat, et.al, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 1996, 25.

2

Al-Qur’an surat al-Isra’ ayat 24, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerbit dan Penerjemah al-Qur’an, Depag RI, 1977.

(32)

ٱ

Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al Mujadilah ayat 11). 3

Salah satu penerapan pendidikan dalam Islam adalah mengucapkan perkataan yang baik dan memberi maaf atas kesalahan orang lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut. sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”. (Q.S. al Baqoroh ayat 263). 4

Menurut Zakiah Daradjat, pendidikan Islam adalah bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai

3

Al-Qur’an surat al-Mujadilah ayat 11, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penerbit dan Penerjemah al-Qur’an, Depag RI, 1977.

4

(33)

pandangan hidupnya (way of life) demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat kelak5.

2. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan Islam

Secara ontologis, sasaran obyek pendidikan adalah manusia. Karena Manusia mengandung banyak aspek dan sifatnya yang kompleks, karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak ada sebuah batasan yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Perbedaan tersebut disebabkan oleh orientas, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan atau karena falsafah yang melandasi luasnya aspek yang dibina oleh pendidikan6.

Pada aspek epistemologis, ilmu pendidikan Islam digali dari sumber ajarannya yaitu al-Qur’an dan sunnah melalui studi ilmiah untuk mencari kebenaran dan nilai yang terkandung di dalamnya. Kebenaran selalu berkaitan dengan dimensi keilmuan, menjadi prinsip yang fundamental dalam epistemologi yang di dalamnya tersusun nilai-nilai benar atau salah.

Terdapat bentuk lain dalam usaha manusia untuk mendapatkan pengetahuan, yakni melalui wahyu. Manusia dalam menemukan kebenaran ini bersifat pasif sebagai penerima pemberitaan tersebut, yang kemudian dipercaya atau tidak dipercaya, berdasarkan masing-masing keyakinannya7.

5

Zakiah Daradjat, et.all, Ilmu Pendidikan Islam …, 117.

6

Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994, 26.

7

(34)

Aspek yang ketiga yang harus ada dalam ilmu pendidikan Islam adalah aksiologi. Aksiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat, kriteria, dan status metafisik dari nilai. Tokoh zaman pertengahan, Thomas Aquinas, membangun pemikiran tentang nilai dengan mengidentifikasi fllsafat Aristoteles tentang nilai tertinggi dengan penyebab final (causa prima) dalam diri Tuhan sebagai keberadaan kehidupan, keabadian, dan kebaikan tertinggi8.

3. Pendekatan dalam Kajian Filsafat Pendidikan Islam

Beberapa metode pendekatan pengembangan filsafat pendidikan Islam yaitu:

a. Pendekatan Normatif

Pendekatan Normatif dimaksudkan adalah mencari dan menetapkan aturan-aturan dalam kehidupan nyata, dalam filsafat Islam bisa disebut sebagai pendekatan syariah, yaitu mencari ketentuan dan menetapkan ketentuan tentang apa boleh dan yang tidak boleh menurut syariat Islam.9

b. Pendekatan Historis

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mengambil pelajaran dari peristiwa dan kejadian masa lalu.10 Pendekatan historis digunakan dalam filsafat pendidikan Islam dengan cara mengadopsi metode yang digunakan dalam penelitian sejarah Islam. Maksud pendekatan ini

8

Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, 26.

9

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), h. 132.

10

(35)

adalah bahwa filsafat pendidikan Islam dikaji berdasarkan urutan dan rentang waktu yang terjadi dimasa lampau.

c. Pendekatan Bahasa (Linguistik)

Pendekatan bahasa yang digunakan dalam studi filsafat pendidikan Islam biasanya menekankan pada dua kategori, yaitu analisis bahasa dan analisis konsep. Analisis bahasa dalam pendekatan bahasa akan memfokuskan sumber-sumber tertulis sebagai sumber pengambilan data. Adapun analisis konsep digunakan untuk menganalisis istilah-istilah atau kata-kata yang mewakili gagasan atau konsep. Definisi merupakan suatu yang diperlukan dalam menganlisis konsep.

d. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang mencoba memahami filsafat pendidikan Islam dalam konteks sosial, politik, budaya dimana pendidikan Islam itu berada. Pendekatan kontekstual lebih mengarah kepada situasi dan kondisi sosiologis antropologis. e. Pendekatan Filsafat Tradisional

Pendekatan ini adalah bahwa filsafat pendidikan itu berupaya mengkaji sistem-sistem atau aliran-aliran yang ada didalamnya. Jadi sebuah studi filsafat pendidikan Islam dengan pendekatan ini senantiasa mengungkapkan aliran atau sistem filsafat dalam filsafat pendidikan Islam.

(36)

Pendekatan filsafat kritis lebih bersifat keilmuan terbuka dan dinamis, yang berbeda dengan aliran-aliran filsafat yang ideologis. g. Pendekatan Hermeneutik

Hermeneutika dipandang sebagai cara yang paling tepat untuk menafsirakan dan menjelaskan makana-makna dari wacana lisan dan bahasa gerak dalam ritual yang dipandang sebagai sesuatu yang paling menentukan terhadap makna dan signifikasinya.

h. Pendekatan Perbandingan

Pendekatan perbandingan dalam studi filsafat pendidikan Islam digunakan untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari dua buah pemikiran filsafat pendidikan Islam yang berbeda.

4. Metode Pendidikan Islam

Terdapat beberapa metode umum dalam pendidikan Islam yang ditemukan dan dipraktekkan oleh ahli-ahli pendidikan. Beberapa metode tesebut antara lain11:

a. Metode pengambilan kesimpulan atau induktif

Metode ini bertujuan untuk membimbing pengajar mengetahui fakta-fakta dan hukum-hukum umum melalui jalan mengambil kesimpulan induksi. Metode ini mulai dengan membahas dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai kepada bagian-bagian yang umum.

b. Metode Qiyasiah (perbandingan)

11

(37)

Metode membahas yang umum menuju kepada yang khusus, dari keseluruhan kepada bagian-bagian kecil, dimana disebutkan prinsip umum dahulu kemudian diberi permisalan dan perincian-perincian yang menjelaskannya.

c. Metode Kuliah

Adalah metode yang menyatakan bahwa mengajar menyiapkan pelajaran dan kuliahnya, mencatatkan perkara-perkara penting yang ingin diperbincangkan. Pendidik melalui kuliahnya dengan mengutarakan sepintas lalu tentang perkara-perkara penting yang ingin di perbincangkan kemudian menjelaskan dengan terperinci tentang perkara perkara yang disimpulkannya pada permulaan kuliah.

d. Metode Dialog dan Perbincangan

Metode ini berdasar pada dialog, perbincangan melalui tanya jawab untuk sampai pada fakta yang tidak dapat diragukan, dikritik dan dibantah lagi.

e. Metode Lingkaran (Halaqah)

Metode ini terus dipergunakan pada yayasan pendidikan dalam dunia Islam. Dalam pembelajaran para pelajar mengelilingi gurunya dalam setengah bulatan untuk mendengarkan penjelasannya.

f. Metode Riwayat

(38)

Islam dan segi-segi pemikiran Islam yang paling banyak menggunakan riwayat dan bergantung padanya.

g. Metode Mendengar12

Metode mendengar masih terus dipakai sebagai alat untuk mencapai ilmu pengetahuan. Kerangka-kerangka ilmiah diriwayatkan dari sumber melalui pendengaran.

h. Metode Membaca

Metode ini merupakan alat yang digunakan dalam mengajarkan dan meriwayatkan karya ilmiyah yang biasanya bukan karya guru sendiri. Pada metode ini murid membaca apa yang dihafalnya kepada guru atau orang lain membacanya dan dia mendengarkannya.

i. Metode Imla’ (Dictation)

Metode imla’ ini muncul setelah metode mendengar. Perbedaan

antara metode imla’ dan metode mendengar adalah bahwa, pada metode mendengar guru tidak memperhatikan tulisan murid terhadap apa yang diucapkannya. Tetapi pada imla’ guru mengatur setiap kata yang diucapkannya sedang murid mencatat kata-kata yang didengarnya. j. Metode Hafalan

Faktor-faktor yang membantu untuk menarik perhatian umat islam memelihara dan menyebarkan ingatan sebagai salah satu jalan pencapaian adalah kurangnya tulisan pada abad pertama Hijriyah, adanya nas-nash yang mengajak untuk menghafal al-Quran, munculnya

12

(39)

ilmu hadis yang memastikan banyak hafalan dan timbulnya ilmu-ilmu bahasa yang untuk menguasainya perlu ingatan yang kuat.

k. Metode Pemahaman

Ulama Islam menaruh perhatian besar pada hafalan dan ingatan, namun demikian mereka juga mengupayakan pemeliharaan terhadap pemikiran yang dihafalkan, menjelaskan, menganalisa, dan memahami dengan sebanar-benarnya.

l. Metode Lawatan untuk Menuntut Ilmu

Pendidik Islam menaruh perhatian besar terhadap lawatan dan kunjungan ilmiah. Hal ini dianggap sebagai metode yang paling bermanfaat dalam menuntut ilmu, memperoleh pengetahuan, meriwayatkan hadis, sejarah, sya’ir-sya’ir, kesusastraaan dan

perbendaharaan kata13.

5. Unsur-unsur Pendidikan Islam

Unsur-unsur dalam proses pendidikan ajaran agama melibatkan banyak hal antara lain peserta didik, pendidik, interaksi edukatif, tujuan pendidikan, materi pendidikan, alat dan metode, serta lingkungan pendidikan.

a. Peserta Didik

Peserta didik adalah mahluk Tuhan yang terdiri dari aspek jasmani dan rohani yang belum mencapai kematangan baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologinya dan berstatus sebagai subjek

13

(40)

didik. Potensi yang di miliki peserta didik kiranya tidak akan berkembang tanpa melalui proses pendidikan. Islam memandang setiap anak di lahirkan dengan di bekali fitrah, kedua orang tuanya yang dapat membawa dia menjadi seorang majusi, Nasrani, Yahudi14. b. Pendidik

Pendidik mempunyai kedudukan tinggi dalam Islam, kedudukan langsung setelah para nabi. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Al-Ghazali, bahwa kedudukan guru merupakan kedudukan paling mulia setelah nabi. Oleh karena itu para pendidik Islam harus memiliki adab yang baik karena anak didiknya selalu melihat pendidiknya sebagai contoh yang harus di ikuti, maka bila ia menganggap baik maka baik pula di sisi mereka dan apa yang di anggap jelek maka jelek juga di sisi mereka15.

c. Interaksi dan Tujuan Pendidikan

Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan, dengan demikian agar pendidikan Islam dapat berhasil dengan baik, haruslah menempuh jalan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak didiknya16.

Adapun tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tujuan misi Islam itu sendiri yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak hingga

14

Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media,2011, 117.

15

Zuhraini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012, 170.

16

(41)

mencapai tingkat akhlakul karimah. Al Qibsi berpendapat bahwa tujuan pendidikan untuk mengembangkan kekuatan ahlak, menimbulkan rasa cinta kepada agama, dan berpegang teguh kepada ajaran serta prilaku yang sesuai dengan ajaran Islam17.

d. Materi Pendidikan

Materi pendidikan Islam yang diberikan anak didik disesuaikan dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai, yang membentuk akhlak yang mulia dalam kaitannya dengan hakikat penciptaan manusia.

Secara prinsip materi (kurikulum) pendidikan Islam tidak terlepas dari

keterkaitannya dengan ajaran agam itu sendiri, yakni dalam bidang tauhid,

akhlak, ibadah maupun muamalah.

e. Alat Pendidikan

Menurut pandangan Islam yang di maksud dengan alat pendidikan adalah segala sesuatu atau hal-hal yang bisa menunjang kelancaran dari proses pendidikan Islam. Alat pendidikan ini berupa perbuatan (tauladan), anjuran atau perintah, larangan, dan hukuman. f. Lingkungan Hidup

Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan Islam. Lingkungan yang di maksudkan adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak. Anak didik yang mengalami penyimpangan karakter dan kepribadian yang tidak hanya di sebabkan

17

(42)

oleh kurangnya kualitasnya faktor pembelajaran yang di jalani, tetapi karena faktor lingkungan sekolah dan masyarakat tempat anak itu tumbuh dan berkembang18.

B. Pendidikan Anti Kekerasan terhadap Anak 1. Kekerasan dan Dampaknya terhadap Anak

Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan kepada anak yang mengakibatkan timbulnya kesengsaraan atau psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum19.

Menurut WHO, terdapat beberapa jenis kekerasan pada anak, yaitu20:

a. Kekerasan fisik adalah tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau potensi menyebabkan sakit yang dilakukan oleh orang lain, dapat terjadi sekali atau berulang kali. Kekerasan fisik dapat berupa: dipukuli/ditempeleng, ditendang, dijewer, dicubit, dilempar dengan benda-benda keras, dijemur di bawah terik sinar matahari.

b. Kekerasan seksual adalah keterlibatan anak dalam kegiatan seksual yang tidak dipahaminya. Kekerasan seksual ini dapat juga berupa:

1) Perlakuan tidak senonoh dari orang lain. 2) Kegiatan yang menjurus pada pornografi.

18

Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam …, 22.

19

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak, Jakarta: Kominfo RI, 2015, 13.

20

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

(43)

3) Perkataan-perkataan porno dan tindakan pelecehan organ seksual anak.

4) Perbuatan cabul dan persetubuhan pada anak-anak yang dilakukan oleh orang lain dengan tanpa tanggung jawab.

5) Tindakan mendorong atau memaksa anak terlibat dalam kegiatan seksual yang melanggar hukum seperti dilibatkannya anak pada kegiatan prostitusi.

c. Kekerasan emosional adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan terhambatnya perkembangan emosional anak. Hal ini dapat berupa:kata-kata yang mengancam, menakut-nakuti, berkata-kata kasar, mengolok-olok anak, perlakuan diskriminatif, membatasi kegiatan sosial dan kreasi anak.

d. Tindakan pengabaian dan penelantaran, adalah ketidakpedulian orang tua atau orang yang bertanggung jawab atas anak pada kebutuhan mereka, seperti:

1) Pengabaian pada kesehatan anak

2) Pengabaian dan penelantaran pada pendidikan anak 3) Pengabaian pada pengembangan emosi (terlalu dikekang) 4) Penelantaran pada pemenuhan gizi

5) Penelantaran dan pengabaian pada penyediaan perumahan 6) Pengabaian pada kondisi keamanan dan kenyamanan

(44)

e. Kekerasan ekonomi (eksploitasi komersial), adalah penggunaan tenaga anak untuk bekerja dan kegiatan lainnya demi keuntungan orang tuanya atau orang lain, seperti:

1) Menyuruh anak bekerja secara berlebihan.

2) Menjerumuskan anak pada dunia prostitusi untuk kepentingan ekonomi

Dampak yang timbul akibat tindak kekerasan terhadap anak, antara lain21:

1. Dampak langsung, meliputi: kematian, patah tulang, luka bakar, luka terbuka, kerusakan menetap pada susunan syaraf pusat yang dapat mengakibatkan retardasi mental, masalah belajar, kesulitan belajar, buta, tuli, gangguan motorik kasar dan halus, kejang, atalesia ataupun hidrocefalus. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak sebayanya, perkembangan kejiwaan mengalami gangguan: kecerdasan, emosi, konsep diri, agresif, hubungan sosial

2. Dampak jangka panjang

a. Muncul perasaan, seperti merasa salah, malu, menyalahkan diri sendiri.

b. Gangguan perasaan, seperti cemas atau depresi.

c. Kehilangan minat untuk bersekolah seperti sering melamun atau tidak memperhatikan pelajaran, menghindari sekolah atau membolos, tidak perduli terhadap hasil ulangan atau ujian.

21

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

(45)

d. Stres pasca-trauma seperti terus-menerus memikirkan peristiwa traumatis yang dialaminya, merasa gelisah dan cemas menghadapi lingkungan yang agak berubah.

e. Masalah/problem diri sendiri, seperti melakukan isolasi terhadap diri sendiri, rasa dendam dan takut terhadap sikap ramah/kehangatan/kemesraan dari orang lain.

2. Kekerasan dan Dampaknya dalam Pendidikan

Tindak kekerasan yang terjadi dalam dunia pendidikan dapat berasal dari kepala sekolah, guru, pembina sekolah, karyawan dan antar sesama siswa. Bentuk-bentuk kekerasan tersebut antara lain: memukul dengan tangan kosong atau dengan benda tumpul seperti penggaris, melempar dengan penghapus, mencubit, menampar, mencekik, menyundut rokok, memarahi dengan ancaman kekerasan, menghukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas, berlari mengelilingi lapangan, menjemur murid di lapangan sambil menghormat bendera merah putih, pelecehan seksual, serangan seksual, pembujukan untuk persetubuhan hingga perkosaan dan lain-lain22.

Bentuk kekerasan di sekolah tidak hanya berupa kekerasan fisik tetapi juga mencakup kekerasan psikis seperti diskriminasi terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau penelantaran terhadap murid yang mengakibatkan murid mengalami penderitaan mental maupun

22

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

(46)

sosial. Diskriminasi bisa berupa diskriminasi terhadap suku, agama, kepercayaan, golongan, ras dan status sosial (pembedaan perlakuan murid dari keluarga berada dan murid dari keluarga tidak berada).

Dampak kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah adalah dapat menyebabkan murid menderita baik secara fisik maupun mental yang akan mengganggu kualitas belajarnya, pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Murid yang mengalami hukuman fisik akan memakai kekerasan di keluarganya kelak, sehingga siklus kekerasan makin kuat. Menurut Gershoff23, yang meneliti kasus kekerasan selama 60 tahun sejak 1938, menemukan sejumlah perilaku negatif akibat kekerasan, seperti perilaku bermasalah dalam agresi, anti-sosial, dan gangguan kesehatan mental.

Kekerasan tidak mengajar murid untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan tidak menghentikan perilaku keliru jika mereka ada di luar pantauan orang tua dan guru.

3. Pendidikan Anti Kekerasan di Sekolah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya24. Pendidikan anti kekerasan dapat didefinisikan sebagai suatu usaha sadar untuk mewujudkan suatu

23

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

… 19.

24

(47)

suasana belajar tanpa harus menimbulkan kesengsaraan/kerusakan baik secara fisik, psikologis, seksual, finansial maupun spiritual25.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dinyatakan bahwa pendidikan anti kekerasan (non-violence) menunjukkan suatu proses pembelajaran dan penanaman sikap-sikap mental yang mengedepankan nilai-nilai positif nir-kekerasan dalam menghadapi setiap permasalahan sosial-keagamaan dalam masyarakat. Pendidikan ini membuang jauh-jauh sikap individul, namun justru lebih mengutamakan kepentingan seluruh masyarakat daripada kepentingan pribadi dan golongan demi terciptanya suatu keadaan yang damai dan harmonis di kalangan anggota masyarakat.

Pendidikan anti-kekerasan perlu digali dari nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat. Beberapa nilai yang mungkin bisa dijadikan sebagai bahan dasar adalah nilai-nilai yang diambil dari agama, budaya dan hak-hak asasi manusia yang universal.

Berkaitan dengan nilai-nilai yang digali dari agama, hampir semua agama mengajarkan prinsip-prinsip nir-kekerasan. Merujuk pada paradigma ini, dalam konteks pendidikan agama, menurut Baidhawi26, paradigma multikultural perlu menjadi landasan utama penyelenggaraan proses belajar mengajar. Pendidikan agama membutuhkan perubahan perspektif keagamaan dari pandangan eksklusif menuju pandangan multikulturalis. Multikulturalisme didefinisikan sebagai gerakan sosial

25

Luluk Atirotu Zahroh, “Islamic Perspective of Anti Violence Education for Early

Childhood in The Family Environment” …, 48.

26

(48)

intelektual yang mendorong nilai–nilai keberagaman (diversity) sebagai prinsip inti dan mengukuhkan pandangan bahwa semua kelompok budaya diperlakukan setara (equal) dan sama-sama dihormati.

Pendidikan agama berbasis teologi multikulturalis memiliki karakteristik khas meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Belajar Hidup Bersama (How to Live and Work Together)

Praktek belajar hidup bersama dalam pendidikan, dilaksanakan melalui proses berikut27:

a. Pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati yang merupakan prasyarat esensial bagi keberhasilan koeksistensi dan proeksistensi dalam keragaman agama. Pendidikan agama berbasis teologi multikulturalis dirancang untuk menanamkan sikap toleran dari tahap yang minimalis.

b. Klarifikasi nilai-nilai kehidupan bersama menurut perspektif agama-agama. Agama-agama saling berdiskusi dan menawarkan suatu perspektif nilai masing-masing yang dapat dipertemukan dengan kepentingan serupa dari agama lain. Nilai-nilai kebersamaan secara religius perlu memperoleh penguatan kembali, dan pendidikan agama merupakan sarana paling efektif untuk melakukan tugas ini demi masa depan bumi yang lebih manusiawi.

27

(49)

c. Pendewasaan emosional. Kebersamaan, kebebasan dan keterbukaan harus tumbuh bersama menuju pendewasaan emosional dalam relasi antar dan intra agama-agama.

d. Kesetaraan dalam partisipasi. Untuk menutup jalan bagi dominasi dan supremasi maka agama-agama perlu diletakkan dalam suatu relasi dan kesalingtergantungan, dan karenanya bersifat setara. Setiap agama memiliki kesempatan untuk hidup sekaligus memberikan kontribusi bagi kesejahteraan kemanusiaan universal. e. Kontrak sosial baru dan aturan main kehidupan bersama antar

agama. Untuk kepentingan ini, pendidikan perlu memberi bekal keterampilan komunikasi (communication skills) pada siswa dalam membuat perjumpaan pandangan dan rekonsiliasi secara kreatif melalui berbagai sarana yang memungkinkan.

2. Membangun Rasa Saling Percaya (Mutual Trust)

Saling percaya adalah salah satu modal sosial (social capital) yang memudahkan dukungan terhadap tugas-tugas sosial tertentu dalam pembentukan masyarakat madani28.

3. Memelihara Saling Pengertian (Mutual Understanding)

Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan kita dapat berbeda dan mungkin saling melengkapi serta memberi kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup, sehingga oposan merupakan mitra yang saling melengkapi dan kemitraan menyatukan

28

(50)

kebenaran-kebenaran parsial dalam suatu relasi. Untuk itu, Pendidikan agama mempunyai tanggung jawab membangun landasan etis kesaling sepahaman antara entitas-entitas agama dan budaya yang plural, sebagai sikap dankepedulian bersama29.

4. Menjunjung Sikap Saling Menghargai (Mutual Respect)

Sikap ini mendudukan semua manusia dalam relasi kesetaraan, tidak ada superioritas maupun inferioritas. Menghormati dan menghargai sesama manusia adalah nilai universal yang dikandung semua agama didunia. Saling menghargai membawa pada sikap saling berbagi di antara semua individu dan kelompok30.

5. Terbuka dalam Berpikir

Pendidikan agama berwawasan multikultural mengkondisikan siswa untuk berjumpa dengan pluralitas pandangan dan perbedaan radikal yang menantang identitas lama dan segalanya mulai tampak dalam sinar baru. Hasilnya adalah kemauan untuk memulai pendalaman tentang makna diri, identitas, dunia kehidupan, agama dan kebudayaan diri sendiri dan orang lain31.

6. Apresiasi dan Interdependensi

Kehidupan yang layak dana manusiawi hanya mungkin tercipta dalam sebuah tatanan sosial yang care, dimana semua anggota

29

Zakiyuddin Baidhawi, Islamic Studies: Pendekatan dan Metode …, 220.

30

Zakiyuddin Baidhawi, Islamic Studies: Pendekatan dan Metode …, 221.

31

(51)

masyarakatnya dapat saling menunjukkan apresiasi dan memelihara relasi, keterikatan, kohesi dan kesalingkaitan sosial yang rekat. 32

7. Resolusi Konflik dan Rekonsiliasi Nirkekerasan

Dalam situasi konflik, pendidikan agama harus hadir untuk menyuntikan spirit dan kekuatan spiritual sebagai sarana integrasi dan kohesi sosial, ia juga menawarkan angin segar bagi kedamaian dan perdamaian. Dengan kata lain, pendidikan agama perlu memfungsikan agama sebagai satu cara dalam resolusi konflik. Resolusi konflik belum cukup tanpa rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana pengampunan atau memaafkan (forgiveness).

Bahan dasar kedua setelah nilai-nilai agama, adalah nilai-nilai budaya (cultural values). Istilah "budaya", dalam konteks ini, merujuk kepada satu praktik dan kebiasaan masyarakat yang baik. Indonesia memiliki beragam suku dan budaya. Setiap suku memiliki budaya tersendiri, yang masing-masing dari mereka memiliki kesamaan atau perbedaan budaya satu sama lainnya. Nilai-nilai budaya seperti demokrasi, gotong royong, toleransi, egalitarianisme, yang ada dalam tiap suku di Nusantara ini adalah nilai-nilai universal yang bisa diolah sebagai bahan dasar dalam pendidikan anti kekerasan.

Bahan dasar berikutnya yang bisa diolah sebagai bahan dasar dalam pendidikan anti kekerasan adalah hak asasi manusia (human rights), dan hak-hak ini merupakan esensi dari manusia itu sendiri. Hak-hak asasi

32

(52)

manusia ini mencakup hak untuk hidup, kehormatan, dan mengembangkan diri sendiri. Kesemua nilai tersebut perlu disosialisasikan dalam bentuk pembelajaran, yakni mengenai nilai-nilai nir-kekerasan atau perdamaian, yang terambil dari ajaran agama, budaya, dan hak asasi manusia, bisa masuk ke seluruh mata pelajaran yang ada di lembaga pendidikan formal maupun non formal.

Suatu upaya konkrit dalam menerapkan pendidikan anti kekerasan, khususnya di lembaga pendidikan formal adalah dengan mewujudkan sekolah damai. Sekolah yang damai adalah sekolah yang kondusif bagi proses belajar mengajar yang memberikan jaminan suasana kenyamanan dan keamanan pada setiap komponen di sekolah karena adanya kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan kebersamaan33.

Sekolah yang damai adalah sekolah yang beberapa aspeknya memiliki indikasi tertentu, antara lain sebagai berikut.

1. Proses belajar dan mengajar yang efektif

Proses belajar mengajar adalah proses transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai etika. Pada sekolah yang damai proses belajar dan mengajar berlangsung dengan efektif yang ditandai dengan34:

a. Siswa dapat memaksimalkan potensinya dalam memahami materi pelajaran dan guru dapat mengajar dengan baik

33

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence), Jakarta: Dirjen Pendidikan Menengah Umum, 2003, 11.

34

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

(53)

b. Siswa dapat menguasai mata pelajaran

c. Ide-gagasan dan daya nalar siswa mengenai pelajaran tidak terhambat

d. Proses belajar dan mengajar berjalan dengan menyenangkan e. Suasana sekolah dan kelas sangat kondusif dalam belajar f. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses belajar.

2. Suasana yang nyaman dan aman

Suasana di sekolah adalah situasi dan kondisi objektif di sekolah yang dipersepsi oleh siswa. Suasana sekolah yang damai penuh dengan kenyamanan dan keamanan baik secara fisik maupun secara psikologis. Secara psikologis suasana yang nyaman dan aman terlihat pada35:

a. Tidak adanya rasa was-was pada siswa karena dirinya merasa takut dan terancam keselamatannya

b. Hubungan yang penuh kekeluargaan.

c. Tidak ada keributan di sekolah karena perselisihan dan permusuhan

d. Barang-barang siswa di sekolah atau fasilitas sekolah jauh dari pencurian

e. Tidak ada pemalakan atau pemerasan f. Bebas dari prasangka dan isu negatif

g. Siswa merasa diterima dan dihargai keberadaanya disekolah

35

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

(54)

h. Harga diri siswa tumbuh dan berkembang menjadi optimal i. Siswa memiliki kebebasan dalam beraktifitas

j. Bebas dari intimidasi dan rongrongan baik dari dalam maupun luar sekolah

Secara fisik suasana yang nyaman dan aman terlihat pada hal-hal berikut36.

a. Lingkungan sekolah yang asri dan terjaga kelestariannya b. Kebersihan, kerapian dan kesehatan sekolah dapat terjaga c. Siswa merasa betah lingkungan sekolah

d. Fasilitas sekolah memadai

e. Ventilasi dan penerangan di dalam kelas yang cukup f. Bebas dari polusi (polusi penciuman, pendengaran dsb) g. Tidak ada perusakan dan pencurian pada sarana sekolah 3. Komunikasi dan hubungan antar komponen sekolah yang terbina

Komunikasi dan hubungan adalah pola yang dikembangkan sekolah dalam mengatur interaksi antar warganya. Komunikasi dan hubungan merupakan satu hal yang tidak dapat diindahkan dalam menyelenggarakan proses pendidikan37.

Pada sekolah yang damai komunikasi dan hubungan yang terjadi antar warga sekolah antara lain:

36

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

…, 12.

37

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

(55)

a. Hubungan antar warga sekolah penuh dengan kerukunan dan kekeluargaan

b. Adanya sikap saling mencintai, menghargai, menghormati, memperhatikan dan mempercayai sesama warga sekolah

c. Adanya perasaan sederajat dan senasib sepenanggungan (solidaritas)

d. Guru tidak bertindak secara otoriter

e. Adanya komunikasi non formal antara guru dan siswa, misalnya siswa dapat mengeluarkan keluh kesahnya atau menceritakan masalah yang dihadapi

f. Guru dapat bertindak sebagai sahabat siswa. 4. Peraturan dan kebijakan ditaati

(56)

konsisten38. Selain itu, keterkaitan antara peraturan dan kebijakan sekolah dengan budaya damai antara lain:

a. Warga sekolah tidak merasa terkekang dengan adanya peraturan disekolahnya

b. Kebutuhan akan pengungkapan aspirasi terwadahi

c. Sistem yang dijalankan di sekolah adalah sistem terbuka dan transparan

d. Iklim demokratis dapat tumbuh

e. Adanya kesadaran terhadap peraturan sekolah

f. Adanya sosialisasi peraturan sekolah yang berkesinambungan.

Aspek-aspek yang berkaitan dengan Budaya Damai dan Anti Kekerasan menurut ketentuan UNESCO antara lain sebagai berikut39: a. Penghargaan terhadap kehidupan (Respect All Life)

b. Anti Kekerasan (Reject Violence)

c. Berbagi dengan yang lain (Share With Others) d. Mendengar untuk memahami (Listen to Understand) e. Menjaga Kelestarian Bumi (Preservethe Planet) f. Solidaritas (Rediscover Solidarity)

g. Persamaan antara laki-laki dan perempuan (Equality Between Man and Women)

h. Demokrasi (Democracy)

38

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

…, 13.

39

M. Noor Rochman Hadjam, Budaya Damai Anti Kekerasan (Peace and Anti Violence)

(57)

4. Cara Mewujudkan Pendidikan Anti Kekerasan di Sekolah

Beberapa cara mencegah dan mengatasi kekerasan dalam pendidikan dalam upaya mewujudkan budaya damai dan anti kekerasan disekolah antara lain sebagai berikut40.:

a. Adakan temu-wicara guru, orang tua dan murid, misalnya mengenalkan penance study yakni murid yang bermasalah mengerjakan tugas tambahan, tidak usah libur, atau kunjungan rumah guna mencari latar belakang masalah.

b. Psikolog sekolah atau petugas BP bisa mengatasi masalah kekerasan di sekolah, atau mendorong Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan memantau dan mengarahkan pemakaian kekerasan terhadap peserta didik dan mewujudkan program pelaksanaan disiplin yang efektif. Adakan program pengarahan orang tua murid demi pencegahan kekerasan dalam mengatasi perilaku bermasalah dari anak mereka. c. Alternatif pengganti hukuman fisik berikut ini bisa digunakan: (a)

Sorotilah perbuatan murid yang negatif, (b) Jalankan aturan yang realistis secara konsisten, (c) Beri instruksi kepada semua murid tanpa kecuali, (d) Bahaslah perilaku positif bersama murid, (e) Bahaslah perilaku murid yang bermasalah dengan orang tuanya, (f) Gunakan psikolog dan petugas B&P, (g) Tahanlah murid yang bersalah di sekolah untuk beberapa waktu dan beri tugas akademik khusus; (h) Tempuhlah in-school suspension dan saturday school.

40

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

(58)

d. Kiat disiplin kelas, antara lain dengan cara: (a) Susun rencana pembinaan disiplin setiap awal tahun. Buat “kontrak belajar”. Minta kesepakatan murid. Jangan ada yang ingkar, sebab, sukar memulainya dari awal, (b) Perlakukanlah semua murid secara sama, (c) Hindari konfrontasi dengan murid, agar ia tidak dipermalukan temannya. Layani dia secara pribadi. Jangan jadikan dia sebagai isu disiplin, (d) Pakailah humor yang sehat yang tidak menyinggung hati murid, dan tidak menjadikan murid sebagai obyek humor, (e) Jangan putus asa. Jangan pikir bahwa murid gemar mengacau kelas, (f) Pakailah pikiran positif, (g) Hindari waktu bebas. Susun kembali rencana kegiatan belajar-mengajar kita, (h) Layani murid yang datang setiap saat dengan kasih sayang sejati, (i) Konsitenlah selalu. Tapi bijaksana. Murid ingin bahwa guru selalu sama setiap hari, (j) Buatlah aturan atau ketentuan yang mudah dimengerti dan dijalankan oleh murid dan (i) Start Fresh Everyday. Murid pun selalu baru setiap pagi.

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan sekolah yang aman, nyaman dan disiplin agar terhindar dari perilaku kekerasan antara lain sebagai berikut.:

a. Mengembangkan budaya sekolah yang positif.

b. Membangun komunitas sekolah dengan cara saling menghargai, adil, dan terapkan azas persamaan dan terbuka.

(59)

d. Mendorong perilaku sosial yang bertanggung jawab yang memberi kontribusi terhadap komunitas sekolah.

e. Memecahkan masalah secara damai, menghargai perbedaan dan mengedepankan hak asasi manusia.

f. Bertanggung jawab, dan bermitra dengan masyarakat, untuk memecahkan masalah-masalah penting.

g. Berkerja sama untuk memahami bersama isu-isu tentang kekerasan terhadap siswa yang lebih lemah, hukuman fisik, rasisme, ketidakadilan gender, dan berbagai ketakutan lainnya.

h. Merespon secara konsisten dan adil terhadap berbagai insiden dan menggunakan intervensi untuk memperbaiki kerusakan fisik maupun psikis, memperkuat hubungan dan mengembalikan rasa percaya diri. i. Berpartisipasi dalam pengembangan kebijakan, prosedur,

praktek-praktek yang mempromosikan keamanan sekolah.

j. Memonitor dan mengevaluasi lingkungan sekolah untuk bukti dan peningkatan keamanan sekolah.

k. Memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi sekolah yang pencapaian sekolah yang aman, damai dan teratur sambil menyebutkan hal-hal yang masih perlu untuk ditingkatkan41

.

41

Farida Dewi Maharani dkk., Anak adalah Anugerah: Stop Kekerasan Terhadap Anak

(60)

BAB III

PROFIL MAN 1 SALATIGA DAN MAN 2 SEMARANG

A. Profil MAN 1 Salatiga 1. Sejarah Berdiri1

MAN 1 Salatiga adalah merupakan sekolah yang berasal dari Pendidikan Guru Agama, kemudian pada tahun 1990 berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No.64/1990 berubah status menjadi MAN 1 Salatiga. Berdiri di wilayah Salatiga dengan luas tanah 2.882 m2 Hak milik No.49, dengan luas bangunan 5.113 m2 di jalan K.H.Wahid Hasyim No.12 Telp. (0298)323031.

Sebagai lembaga pendidikan formal yang bercirikhas Islam di samping membuka jurusan IPA, IPS, Bahasa dan Ilmu Keagamaan juga muatan lokal Bahasa Jawa dan IT, serta pengembangan diri unggulan Otomotif dan TataBusana. Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan sekolah umum, pihak manajemen MAN 1 Salatiga harus menciptakan program pendidikan dengan bertujuan meningkatkan pelayanan kepada pihak stakeholders.

Sesuai dengan penerapan kurikulum baruyaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), MAN 1 Salatiga sebagai lembaga pendidikan formal berkomitmen menyelenggarakan pendidikan serta latihan sebagai pemenuhan kebutuhan pasar kerja dengan membentuk sumber manusia

1

Arsip MAN Salatiga, http://www.mansalatiga.sch.id, di unduh pada tanggal 16 April 2017.

(61)

yang berakhlak mulia, unggul, berbudaya, sekaligus mandiri dan berwawasan kedepan.

2. Visi dan Misi2

a. Visi

Madrasah Aliyah Negeri 1 Salatiga sebagai lembaga pendidikan menengah bercirikhas Islam perlu mempertimbangkan harapan peserta didik, orang tua peserta didik, lembaga pengguna lulusan madrasah dan masyarakat dalam merumuskan visinya. Madrasah Aliyah Negeri 1 Salatiga juga diharapkan merespon perkembangan dan tantangan masa depan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, era informasi dan globalisasi yang sangat cepat. Madrasah Aliyah Negeri 1 Salatiga ingin mewujudkan harapan dan respon dalam visi berikut: “Unggul dalam prestasi, berakhlakul karimah dan terampil

Adapun indikator visi sebagai berikut: 1) Unggul dalam Prestasi

a) Naik kelas100% secara normatif

b) Lulus Ujian Madrasah dan Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional 100% dengan peningkatan nilai rata-rata peserta didik menjadi 7,50.

c) Lulus Ujian Nasional 100%, dengan nilai rata-rata 7,50.

d) Seluruh lulusan dapat melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi atau bekerja/berwirausaha sesuai bakat dan

2

Gambar

Tabel 1.1. Tabel Kasus Pengaduan Anak Berdasarkan Klaster Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Tahun 2011 – 20145
Tabel 3.1. Guru MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2016/2017
Tabel 3.3. Pegawai Tata Usaha MAN 1 Salatiga  Tahun Pelajaran 2016/2017
Tabel 3.5. Prestasi MAN 1 Salatiga Tahun Pelajaran 2014-2016

Referensi

Dokumen terkait

Saya rutin melakukan facial yang sesuai dengan jenis

“ Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Pasal 1 butir (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai

Survey). Dan wawancara penumpang tarnbangan dapat diketahui tingkat demand calon penumpang terhadap bis air nantinya. Pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada

Pendidikan adalah hak setiap anak agar anak dapat mewujudkan cita-citanya dan menjadi manusia yang berpenghidupan lebih tinggi artinya pendidikan merupakan salah satu faktor yang

Senam nifas membantu memperbaiki kondisi tubuh dengan memperlancar sirkulasi darah dan metabolisme tubuh, sehingga membantu hormone oksitosin dan prolaktin bekerja

Benih yang berkualitas baik akan mempunyai vigor bibit yang baik sehingga ukuran dan berat benih jabon yang besar seperti pada populasi PKS dan PGS (rata-rata diameter buah >4,80

Arah Kebijakan dan Strategi 72 (Rata-Rata Pertumbuhan Tahun 2020-2024 (Persen/Tahun)) Pada Gambar 3 di atas, terdapat 7 (tujuh) agenda pembangunan yang merupakan rumusan

Pada pertengahan pertama tahun 1970-an, adanya ketidakpuasan kedua sistem pembangunan tersebut maka lahirlah ajaran baru sekelompok pemikir pembangunan yang di