• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi

engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”

Dan Syaikh Ibnu „Utsaimin juga berkata: “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintahnya dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat. Oleh karena itu seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhdus Shalihin, 2/469).40

Dengan demikian, Miranda Goeltom dengan dibantu Nunun Nurbaeti, telah memberi cek travel BII senilai Rp20,85 Miliar, yang merupakan bagian dari total 480 lembar cek travel BII senilai Rp24 Miliar kepada anggota DPR RI. Dengan penjabaran kasus tersebut juga bisa kita simpulkan penetapan tersangka Miranda S. Goeltom mencukupi 2 alat bukti permulaan, diatur dalam KUHAP

B. Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi

Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah demi menangani kasus korupsi yang tak kunjung ada habisnya, dimulai dari upaya pembenahan aspek peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

40

hukum acara tindak pidana korupsi seperti lahirnya UU No. 24 Tahun 1960 Tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian diganti dengan UU N0. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan dua tahun kemudian diubah/ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999, sampai dengan diundangkannya UU No. 30 Tahun 2002.

Dilihat dari semua upaya penanganan yang dilakukan oleh pemerintah guna melakukan pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi-lah yang kini di agung-agungkan menjadi salah satu dari lembaga negara selain Kepolisian dan Kejaksaan yang sangat tepat memberantas para koruptor di Indonesia. Tetapi dalam perjalanan kinerja KPK sejauh ini banyak yang berasumsi bahwa KPK telah melakukan kesewenang-wenangan dalam melakukan tugas dan fungsinya sebagai lembaga anti korupsi yang indepen.

Terbentuknya suatu lembaga anti korupsi atau badan baru dalam sebuah pemerintahan tentunya harus memiliki batasan kewenangan yang jelas, sebagaimana yang dimaksud ialah suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintahan. Salah satu lembaga baru yang dibentuk ini ialah KPK, bertujuan untuk menanggulangi masalah korupsi yang ada di Indonesia. Artinya KPK pun mempunyai aturan sendiri yang menjadi acuan dalam melaksanakan tugasnya sebagai lembaga independen negara anti korup. Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi adalah segala

peraturan yang dimiliki dan diterapkan oleh KPK dan sudah pasti menjadi landasan KPK dalam menjalankan tugasnya untuk memerangi korupsi di Indonesia. Tidak hanya itu saja, adanya Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga menjadi batasan kewenangan KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya mengingat KPK adalah lembaga independen negara yang berkekuatan superbody dan supervisi agar tidak melakukan abuse of power.

Dalam hal penetapan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka kasus Traveller Cheque ini, Komisi Pemberantasan Korupsi menjalani ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang KPK. Pertama, dalam penetapan tersangka Miranda S. Goeltom, adanya bukti yang melebihi sebagai kategori bukti permulaan yang cukup dalam penetapan tersangka telah dimiliki KPK. Adanya alat bukti yang dimiliki KPK menguatkan keputusan KPK dalam menetapakan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka terkait kasus Traveller Cheque.

Wanita yang mulai mengajar sebagai dosen FEUI pada 1975 dan yang memiliki khas rambut pendek ini adalah pakar ekonomi moneter terkemuka di Indonesia. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Indonesia, sementara gelar Master dan PhD-nya didapatkan dari Universitas Boston, Amerika Serikat. Karirnya yang dimulai pada 1973 sebagai koordinator dan staf pengajar untuk kursus jangka pendek dan jangka panjang pada Program Perencanaan Nasional, Bappenas-FEUI. Miranda pernah menjadi konsultan Bank Dunia dalam berbagai proyek dan Badan Bantuan

Pengembangan Internasional Amerika (USAID), Jakarta. Pada 1998, ia menjadi Presiden Komisaris PT. Bank UPPINDO dan Komisaris Utama PT. ASKRINDO sebagai wakil pemegang saham Bank Indonesia. Pada 2004, Miranda menjabat Presiden Komisaris PT Rabobank Internasional Indonesia setelah sebelumnya sempat menjadi Alternate Governor pada Bank Pembangunan Asia untuk Indonesia. Ia turut dalam pemilihan gubernur BI pada 2003 namun kalah dari Burhanuddin Abdullah. Akhirnya dia harus puas menjabat posisi deputi senior. Jabatan Deputi Senior Gubernur BI ini disandangnya dari 2004 sampai 2008, setelah sebelumnya menjabat deputi Gubernur BI41.

Dimulai sekitar awal bulan Mei 2004, Komisi IX DPR RI menerima tugas dari Pimpinan DPR-RI untuk melaksanakan proses uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) dalam rangka pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) sebagaimana yang diusulkan oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri, sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 41 UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2004 - dengan 3 orang calon yaitu Miranda Goeltom, Hartadi A Sarwono dan Budi Rochadi.

Sebelum pelaksanaan pemilihan, Miranda yang pernah gagal dipilih dalam pemilihan Gubernur Bank Indonesia di tahun 2003 - melakukan pertemuan dengan Nunun Nurbaeti, dimana dalam pertemuan itu ia meminta Nunun ikut membantu mengusahakan kemenangan Miranda dalam fit and

41https://id.wikipedia.org/wiki/Miranda_Goeltom, diunduh tanggal 2 Juni 2015 hari

proper test Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004. Miranda pun meminta Nunun memperkenalkan teman-teman Nunun yang menjadi anggota Komisi IX DPR RI, guna mencari dukungan atas pencalonannya. Nunun pun menyetujui permintaan Miranda.

Sampai akhirnya pada tahun 2012, Miranda S. Goeltom telah dipersepsikan publik sebagai jantung dari kasus Cek Pelawat yang menjerat banyak anggota DPR periode 2004-2009. Pemberitaan di media massa telah mendorong kebanyakan orang untuk menghakimi Miranda sebagai orang yang tahu dan berkepentingan atas beredarnya Cek Pelawat tersebut, yang juga dipersepsikan sebagai landasan terpilihnya Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia periode 2004-2008.

Penetapan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Abraham Samad berlandaskan bukti adanya keterlibatan Miranda S. Goeltom dalam kasus yang menjerat Nunun Nurbaeti. Miranda diduga kuat turut andil dalam kasus ini. Setelah statusnya ditingkatkan menjadi tersangka, KPK mulai mengembangkan penyidikan dalam kasus ini.

Terkait alat bukti yang dimiliki KPK sama akan halnya yang sudah disebutkan di dalam KUHAP adanya keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Tetapi ada bukti tambahan yang menambah kekuatan KPK dalam menetapkan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka yaitu adanya keterangangan saksi yang lain atau keterangan dari beberapa anggota Komisi IX DPR RI selain Agus Condro dinyatakan sebagai petunjuk. Sehingga ada

tiga bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka. Bukti keterangan saksi yang lain sah menurut Pasal 44 ayat (2) “Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau optic”.

Miranda pun akhirnya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) kesatu dan ayat 2 Jo Pasal 56 KUHP “Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya”.

Sehingga dapat dipahami bahwa implementasi penetapan tersangka Miranda S. Goeltom sesuai dengan UU KPK dan KUHAP. Tetapi di dalam melaksanakan kewenangannya sebagai salah satu lembaga independen negara yang mempunyai kekuatan superbody, KPK memiliki satu perbedaan dalam melakukan pelaksanaan penyidikan yaitu tidak dapat melakukan pemberhentian penyidikan perkara seperti yang bisa dilakukan oleh Kejaksaan maupun Kepolisian.

C. Faktor-faktor yang Mendasari Penetapan Tersangka Miranda S.