• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Adanya proses penetapan tersangka yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Miranda S. Goeltom berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku yaitu menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku di Indonesia sampai saat ini.

Semua hal terkait kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan Miranda S. Gultom dikumpulkan dan ditetapkan sebagai sekumpulan bukti permulaan dalam penetapan tersangka Miranda S. Goeltom.

Berawal dari pengakuan politisi PDIP Agus Condro Prayitno pada 4 Juni 2008 yanag menjadi bukti permulaan pertama penetapan Miranda S. Goeltom sebagai tersangka. Ia mengaku menerima suap dalam bentuk cek perjalanan. Ia juga menyatakan ada anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 yang juga menerima suap36. Menindaklanjuti itu, pada 9 September 2008, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan adanya aliran 480 lembar cek pelawat ke 41 dari 56 anggota Komisi XI DPR Periode 2004-2009 dari Arie Malangjudo, seorang asisten

36

http://nasional.kompas.com/read/2009/11/05/1101534/Thahjo.Kumolo.Dijadwalkan.J alani.Pemeriksaan.KPK, diunduh tanggal 16 Juni 2015 hari selasa, pukul 15.12

sekaligus Direktur PT. Wahana Esa Sejati milik Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun.

Kasus ini kemudian diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pada 9 Juni 2009, KPK mengumumkan empat anggota Komisi XI DPR sebagai tersangka perdana. Mereka adalah Dudhie Makmun Murod (PDIP), Endin AJ. Soefihara (PPP), Hamka Yandhu (PBR), dan Udju Djuhaeri (TNI/Polri). Dudhie, Hamka, Endin, dan Udju kemudian divonis bersalah hampir setelah berstatus tersangka, pada 17 Mei 2010. Dari pengakuan mereka, KPK mengembangkan kasus tersebut dan pada 1 September 2010 menetapkan 26 anggota Komisi XI DPR RI sebagai tersangka baru lainnya dan tersangka yang telah diproses hukum, di antaranya Paskah Suzetta dan Panda Nababan37.

Dari keterangan yang diberikan oleh Agus Condro didapatkan lah nama Nunun Nurbaeti yang turut serta dalam kasus ini, iya berperan sebagai fasilitator penerimaan suap oleh anggota Komisi XI DPR RI. Kemudian KPK lanjut menetapkan Nunun Nurbaeti sebagai tersangka atas kasus suap cek pelawat tersebut. Ditetapkannya Nunun Nurbaeti sebagai tersangka oleh KPK dianggap sebagai titik terang untuk menjerat oknum-oknum lainnya yang turut serta melakukan kasus suap ini. Dalam persidangan kasus Nunun Nurbaeti ini Nunun akhirnya ditetapkan sebagai terdakwa kasus suap cek pelawat dan kemudia Miranda S. Goeltom dihadirkan menjadi saksi.

37

Dalam persidangan, Nunun Nurbaeti mengaku memfasilitasi pertemuan antara Miranda S. Goeltom dan beberapa anggota Komisi IX DPR RI dan pernyataan Nunun Nurbaeti ini pun sebagai bukti permulaan kedua yang membuktikan keterlibatan Miranda S. Goeltom dalam kasus Traveller Cheque.

Dalam proses penetapan tersangka, yang sebelumnya Miranda S. Goeltom adalah sebagai saksi dalam sidang terdakwa Nunun Nurbaeti bukan lah hal yang tidak diperbolehkan atau melanggar hukum, adanya penetapan tersangka Miranda S. Goeltom karena terbuktinya Miranda S. Goeltom melakukan tindak pidana korupsi. Dan ini merupakan kewenangan hakim untuk secara langsung menetapkan saksi menjadi tersangka juga terdapat di dalam KUHAP, tetapi ketentuan ini untuk tindak pidana memberikan keterangan palsu.

Terucap lagi oleh publik bahwa tidak adilnya hakim dalam menaikan status Miranda S.Goeltom yang tadinya sebagai saksi peradilan Nunun Nurbaeti pada saat itu pula berubah statusnya menjadi tersangka. Dimulai dari keterangan saksi yang dimana adalah alat bukti pertama seperti yang tertera di Pasal 184 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981. Hakim juga diminta „bersungg uh-sungguh memperhatikan‟ keterangan saksi demi kepentingan penilaian kebenaran keterangan tersebut. Hal ini menunjukkan begitu pentingnya keterangan saksi. Ada empat hal yang perlu sungguh-sungguh diperhatikan hakim, yaitu:

a) Persesuaian keterangan satu saksi dengan saksi lain. b) Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain.

c) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu; dan

d) cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Pada dasarnya status tersangka bisa diterapkan kepada orang yang diduga melakukan tindak pidana. Bisa jadi, sebelumnya yang bersangkutan berstatus sebagai saksi. Namun, di dalam ruang sidang, hakimlah yang paling berkuasa, termasuk memilah-milah siapa saksi yang harus dimintai keterangan untuk menguatkan terlaksananya perubahan status itu. Jika dalam persidangan ditemukan bukti keterlibatan saksi dalam suatu perkara, hakim dapat meminta aparat penegak hukum lain untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan saksi tersebut. Jika ditemukan bukti yang cukup dalam perkara yang sama, maka bisa saja saksi dapat langsung dikenakan status tersangka. Tetapi Hakim biasanya menyarankan dan tidak langsung menetapkan status tersangka.

Kewenangan hakim untuk secara langsung menetapkan saksi menjadi tersangka dikenal KUHAP, tetapi untuk tindak pidana memberikan keterangan palsu. Sebelum status tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa ancaman sanksi memberikan keterangan palsu. Jika tetap memberikan keterangan yang diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan saksi ditahan dan dituntut oleh penuntut umum karena sumpah palsu. Jika hakim menetapkan demikian, maka Panitera

langsung membuat berita acara pemeriksaan sidang untuk diserahkan ke penuntut umum sebagai dasar menuntut tersangka.38

Dalam Pasal 183 KUHAP juga diatur bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Akan tetapi dalam praktek persidangan perkara pidana di pengadilan, termasuk perkara korupsi, keterangan minimal dua orang saksi yang bersesuaian satu sama lain dan tidak ditemukan alat bukti lainnya termasuk keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan dan keterangan saksi tersebut dipandang valid oleh hakim dan hakim yakin akan kesalahan terdakwa maka hakim akan menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut.

Jika hakim berpendapat bahwa keterangan saksi-saksi tersebut yang bersesuaian satu sama lain hanya sebagai satu alat bukti, maka 30 % terdakwa dalam perkara pidana yang diajukan ke pengadilan yang terdakwanya menyangkal perbuatannya akan dibebaskan oleh hakim, karena 30 % perkara pidana yang diajukan ke pengadilan hanya mempunyai alat bukti saksi-saksi dan terdakwa menyangkal perbuatannya. Dalam hal ini Hakim memberi penafsiran terhadap undang-undang dengan merujuk pada ketentuan Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang menyatakan bahwa “Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap

38 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fcf870e368a6/kewenangan-hakim-mengubah-status-saksi-menjadi-tersangka, diunduh tanggal 16 Juni 2015 hari selasa, pukul 12.08

perbuatan yang didakwakan padanya”. Selanjutnya dalam ayat ke (3) Pasal 185 KUHAP tersebut diatur lebih lanjut bahwa “Ketentuan sebagaimana tersebut dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti sah lainnya”. Dari ketentuan yang dikutip diatas dapat disimpulkan bahwa keterangan seorang saksi saja tanpa didukung minimal satu alat bukti sah lainnya tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan seseorang bersalah dan dijatuhkan pidana dan hal mana adalah selaras dengan azas satu saksi bukanlah saksi yang dianut dalam proses peradilan pidana. Dari uraian di atas ternyata keterangan seorang saksi yang menurut undang-undang tidak dianggap sebagai satu alat bukti sah atau dapat dikatakan baru setengah alat butki sah, akan tetapi apabila disertai dengan alat bukti sah lainnya (tanpa disyaratkan minimal dua alat bukti sah), maka telah dianggap memenuhi persyaratan minimal dua alat bukti sah yang disyaratkan oleh undang-undang. Dapat ditafsirkan pula bahwa jika ada kesaksian dari dua orang atau lebih dan hakim yakin akan kebenaran keterangan saksi-saksi tersebut, maka terdakwa harus dinyatakan bersalah dan dipidana. Kalaupun ada hakim yang berpegang ketat pada prinsip legalisme, hakim boleh menafsirkan bahwa dari keterangan saksi-saksi tersebut telah diperoleh satu alat bukti lain yaitu petunjuk, karena alat bukti petunjuk diperoleh dari alat bukti keterangan saksi, surat ataupun keterangan terdakwa. Dalam perkara korupsi alat bukti petunjuk tersebut dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Demikian pula dari setiap rekaman

data atau infomasi yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang dikertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna, sebagai mana diatur dalam Pasal 26 A Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang penyelidik ataupun seorang penyidik dalam memproses suatu kasus pidana termasuk kasus korupsi jangan terlalu kaku dengan mempertahankan pendirian bahwa keterangan dua orang atau lebih saksi-saksi yang bersesuaian satu sama lain hanya dipandang sebagai satu alat bukti saja dan oleh karena itu kasus tersebut harus dihentikan penyelidikan atau penyidikannya.

Penyelidik ataupun penyidik harus berpandangan progresif dengan berpendapat bahwa dari keterangan saksisaksi tersebut telah diperoleh alat bukti petunjuk sehingga secara formal ketentuan minimal dua alat bukti sah telah tercukupi dan kasusnya dapat diteruskan ketingkat penyidikan dan atau penuntutan. Eksistensi dari bukti permulaan yang cukup itu sendiri di Indonesia dianggap sangat penting karena dalam proses penyelidikan untuk menahan atau menangkap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana diperlukan suatu alat bukti yang harus memenuhi syaratsyarat dalam bukti permulaan yang cukup agar dapat melanjutkan ke tahap penyidikan. Maka pejabat penyelidik tidak dapat semudah itu menangkap atau menahan

seseorang tanpa mengumpulkan alat bukti yang memenuhi syarat bukti permulaan yang cukup. Tapi dalam prakteknya banyak pejabat penyelidik yang menahan seseorang tanpa mengetahui alat bukti tersebut memenuhi syarat sebagai bukti permulaan yang cukup atau tidak. Dan keterangan diatas menjelaskan bahwa sebagian besar kewenangan KPK dalam menetapkan seseorang sebgai tersangka kasus korupsi sesuai dengan penetapan tersangka secara umum atau sesuai dengan prosedur-prosedur yang terdapat didalam KUHAP.

Kewenangan itu diatur dalam Pasal 174 KUHAP. Sebelum status tersangka ditetapkan, hakim lebih dahulu memperingatkan saksi berupa ancaman sanksi memberikan keterangan palsu. Jika tetap memberikan keterangan yang diduga hakim palsu, maka hakim langsung memerintahkan saksi ditahan dan dituntut oleh penuntut umum karena sumpah palsu. Berarti dalam penjelasan sebelumnya dapat kita ketahui bahwa hakim bisa secara langsung menetapkan saksi menjadi tersangka dan dapat pula secara tidak langsung menetapkan saksi menjadi tersangka, yakni dengan meminta aparat penegak hukum lain, seperti kejaksaan, kepolisian sampai KPK sebagai salah satu lembaga independen Negara.

Berdasarkan kesaksian Agus Chondro, dan bukti lain data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, tentunya kita dapat menduga bahwa oknum dibalik kasus penyuapan traveller cheque ini adalah Miranda S Geoltom ditambah lagi kesaksian terdakwa Nunun Nurbaeti yang mengaku mefasilitasi pertemuan antata Miranda S. Goeltom dengan anggota Komisi XI DPR RI terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Wanita yang lahir di Jakarta pada 9 Juni 1949 ini dikenal sebagai guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), akhirnya ditetapkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, menjadi tersangka dalam kasus pemberian cek pelawat. Jakarta, Kamis 26 Januari 2012. Tuduhan untuk Miranda ditetapkan menjadi tersangka adalah turut membantu atau turut serta dengan tersangka oleh Miranda S. Goeltom memberikan cek pelawat kepada anggota DPR periode 1999-2004.

Sebagai keterangan terbuktinya kasus suap yang dilakukan oleh Miranda S. Goeltom terhadap anggota Komisi XI DPR RI adalah terbuktinya Dudhie Makmun Murod dari fraksi PDIP, Endin AJ Soefihara dari fraksi PPP dan Hamka Yandhu dari fraksi Golkar membagi-bagi cek travel BII kepada kolega di fraksinya masing-masing di Komisi IX DPR RI, yaitu:

a. Duhie Makmun Murod yang menerima kantong belanja dengan kode merah, di dalamnya berisi cek BII dengan nilai per lembarnya Rp50 juta dengan jumlah keseluruhannya kurang lebih Rp9,8 Miliar. Cek tersebut dibagi untuk dirinya sendiri sebanyak 10 cek senilai Rp500 juta, Agus Condro Prayitno sebanyak 10 lembar senilai Rp500 juta, Emir Moeis sebanyak 4 lembar senilai Rp200 juta, dan selebihnya dibagikan kepada teman-temannya sesama anggota Komisi IX dari fraksi PDIP.

b. Endin AJ Soefihara yang menerima kantong belanja dengan kode warna hijau, di dalamnya berisi cek travel BII dengan nilai per lembarnya Rp500 juta dengan jumlah keseluruhannya senilai

Rp1,25 Miliar. Cek itu dibagikan untuk dirinya sendiri sebanyak 10 lembar senilai Rp500 juta, Danial Tandjung, Sofyan Usman dan Uray Faisal Hamid masing-masing 5 lembar senilai Rp250 juta. c. Hamka Yandhu yang menerima kantong belanja dengan kode

warna kuning, di dalamnya berisi cek travel BII dengan nilai per lembarnya Rp50 juta dengan jumlah keseluruhannya senilai Rp7,8 Miliar. Cek itu dibagi untuk dirinya sendiri 10 lembar senilai Rp500 juta, Paskah Suzetta sebanyak 12 lembar senilai Rp600 juta, dan selebihnya kepada teman-temannya sesama anggota komisi IX dari fraksi Golkar.39

Dalam penjabaran bukti di atas menunjukkan bahwa adanya kasus suap yang dilakukan Miranda S. Goeltom terhadap anggota Komisi IX DPR RI merupakan “permohonan” Miranda S. Goeltom agar memilihnya menjadi Deputi Gubernur Senior BI selanjutnya. Didalam Islam jelas di larang, adapun seseorang yang meminta jabatan sebagai Ketua dijelaaskan dalam hadist sebagai berikut :

Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam pernah menasehatkan kepada Abdurrahman bin Samurah :

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kepemimpinan. Karena jika engkau diberi tanpa memintanya, niscaya

39

engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufik kepada kebenaran). Namun jika diserahkan kepadamu karena permintaanmu, niscaya akan dibebankan kepadamu (tidak akan ditolong).”

Dan Syaikh Ibnu „Utsaimin juga berkata: “Seseorang yang meminta jabatan seringnya bertujuan untuk meninggikan dirinya di hadapan manusia, menguasai mereka, memerintahnya dan melarangnya. Tentunya tujuan yang demikian ini jelek adanya. Maka sebagai balasannya, ia tidak akan mendapatkan bagiannya nanti di akhirat. Oleh karena itu seseorang dilarang untuk meminta jabatan.” (Syarh Riyadhdus Shalihin, 2/469).40

Dengan demikian, Miranda Goeltom dengan dibantu Nunun Nurbaeti, telah memberi cek travel BII senilai Rp20,85 Miliar, yang merupakan bagian dari total 480 lembar cek travel BII senilai Rp24 Miliar kepada anggota DPR RI. Dengan penjabaran kasus tersebut juga bisa kita simpulkan penetapan tersangka Miranda S. Goeltom mencukupi 2 alat bukti permulaan, diatur dalam KUHAP

B. Implementasi Penetapan Tersangka Miranda S. Goeltom menurut