• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: ANALISIS PENELITIAN

B. Pengertian Pengkaderan dan Pelatihan

7. Komponen-Komponen Pelatihan Dakwah

Pelatihan dakwah mempunyai beberapa komponen, yaitu:

a. Tujuan Pelatihan Dakwah

Tujuan pelatihan dakwah mencakup 3 (Tiga) domain yaitu: Pengetahuan (P), Sikap (S), dan Keterampilan (K).36 Dalam pelatihan dakwah, tiga tujuan pelatihan ini akan sangat ditekankan untuk mendapatkan seorang dai professional yang akan melaksanakan dakwah islam.

36

Akhsin Muamar, Makalah Manajemen Dakwah Pelatihan Dakwah, Mengelola Pelatihan Partisipatif, (Jakarta : MD VII, 2006)

b. Materi Pelatihan Dakwah

Pada dasarnya materi pelatihan dakwah adalah seluruh ajaran Islam secara kaffah. Keseluruhan materi pelatihan dakwah bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Namun materi lain seperti rethorika sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan seorang dai dalam dakwah yang akan disampaikan. Materi yang disajikan dalam pelatihan dakwah tentunya disesuaikan dengan tujuan pelatihan dakwah itu sendiri. Sebagaimana contoh, ketika TNI Angkatan Laut mencanangkan program “cinta laut’, mereka bekerja sama dengan remaja Islam Mesjid Sunda Kelapa. Akhirnya dibuatlah format pesantren kilat diatas kapal perang. Kapal yang digunakan adalah KRI Tanjung Dalpele yang merupakan kapal terbesar yang dimiliki oleh TNI AL.

Para peserta dibawa berlayar mengikuti rute patroli KRI Tanjung Dalpele. Selama berlayar itulah kegiatan/materi pelatihan “cinta laut” dipadukan dengan “tadabbur alam”. Para peserta setiap pagi dan sore wajib melihat sunrise dan sunset. Tidak hanya itu, mereka juga diajari ilmu Nautika (ilmu kapal) yang dipadukan dengan ilmu keislaman yang mengarahkan peserta untuk merenungi kekuasaan Allah.

c. Metode dan Media Pelatihan Dakwah

Metode (approach) pelatihan dakwah, yaitu cara-cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode dalam

36

pelatihan dakwah dapat berupa metode langsung, metode informasi, motivasi, praktek, pemberian contoh, pemberian tugas, ceramah, Tanya jawab, dan focus group diskusi.

Media secara etimologis berasal dari bahasa lati, yaitu

Median” yang berarti perantara. Sedangkan secara terminologis

media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa metode dan media pelatihan dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan.37

Metode dan media juga cara yang digunakan untuk memproses materi atau isi pelatihan dakwah guna mencapai tujuan yang diharapkan. Penetuan metode dan media in juga akan sangat bergantung pada tujuan pelatihan yang dirumuskan. Seringkali metode dan media tidak sinkron dengan tujuan pelatihan sehingga berbuah kegagalan dan kerugian baik waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Contoh kegagalan program pesantren kilat yang diselenggarakan oleh majelis taklim Baitu Qurro. Ketika itu tim kerja menggunakan pendekatan yan keliru karena mendahulukan sasaran yang akan dicapai daripada pendekatan pada para pendukung acara. Lagipula tim kerja melakukan kekeliruan dengan serta merta membuat kesepakatan dengan tempat yang akan digunakan sementara konsep acara sempurna betul. Akhirnya dapat diduga para pendukung acara

37

menarik dukungannya dan akhirnya tim menanggung beban dan kerugian, baik waktu, tenaga, pikiran dan biaya yang tidak sedikit.

d. Pelatih Dakwah

Instruktur dalam pelatihan dakwah merupakan orang yang paham dan menguasai akan pengetahuan keislaman, patuh dan taat terhadap perintah agama dan menguasai kelas. Dengan demikian pelatihan akan memberikan materi hendaknya harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut; mempunyai keahlian yang berhubungan dengan materi pelatihan, instruktur luar yang profesioanal dalam bidang materi yang akan disampaikan, pelatih yang dapat memotivasi dan mempunyai kepribadian yang baik di mata para peserta pelatihan.38

e. Peserta Pelatihan Dakwah

Peserta pelatihan dakwah yaitu orang-orang yang mengikuti pelatihan dakwah. Misalnya: remaja masjid, mahasiswa, santri, murid, dan lain-lain. Adapun latar belakang pendidikan dan pengalamannya turut menenutkan bagaimana metode pelatihan yang akan digunakan. Peserta pelatihan yang berlatar belakang masih tingkat junior tentu tidak mampu untuk mencerna materi yang diperuntukan untuk kalangan senior.

38

Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan (Bandung Rosda Karya, 2000), hal. 64

38

f. Evaluasi Pelatihan Dakwah

Evaluasi pelatihan dakwah dilaksanakan untuk memverifikasi keberhasilan suatu program pelatihan dakwah yang dilaksanakan, termasuk didalamnya panitia pelaksan pelatihan dakwah. Biasanya criteria evaluasi berfokus pada outcome-nya (hasil akhir), dimana hal yang harus diperhatikan ialah reaksi peserta terhadap proses dan isi kegiatan pelatihan dakwah, pengetahuan keislaman, perubahan perilaku, perbaikan yang dapat diukur secara individu maupun organisasi. Adapun mengenai fase itu akan menjadi umpan balik untuk melakukan prediksi atau perkiraan kebutuhan pelatihan dakwah berikutnya.

C. Pengertian Da’i

Da’i menurut etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata

(da’ain) yang mrupakan bentuk isim fail (kata menujukkan pelaku) yang artiya

orang yang melakukan dakwah. Sedangkan secara terminologis da’i yaitu setiap muslim yang berakal mukallaf (aqil baligh) dengan kewajiban dakwah.39

Da’i adalah orang yang melakukan atau melaksanakan dakwah secara individu, kelompok atau berbentuk. Da’i sering juga disebut mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam). Pada dasarnya semua pribadi muslim itu

39

berperan secara otomatis sebagai mubaligh atau da’i dalam bahasa komunikasi disebut komunikator.

Da’i adalah orang yang menyeru, memanggil, mengundang atau mengajak.40 Yaitu memanggil untuk melaksanakan perintah yang baik dan mencegah yang munkar (amar ma’ruf nahi munkar) sesuai dengan ajaran agama Islam, panggilan tersebut merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim dianapun mereka berada menurut kadar kemampuannya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:

















































Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kepada yng ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman

kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah oang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran 110)

Untuk melakukan aktifitas dakwah, seorang da’i perlu mempunyai syarat-syarat dan kemampuan tertentu agar berdakwah dengan hasil yang baik dan sampai pada tujuannya. Persyaratan dan kemampuan yang perlu dimiliki oleh da’i secara umum bisa mencontoh kepada Rasulullah SAW. Merupakan

40

A.H hsanuddin, Retorika Dakwah Dan Publistik dalam Kepemimpinan (Surabaya: Usaha Nasional 1982). Cet. Ke-1 hal. 33

40

standar atau uswatun hasanah bagi umatnya, maka tentunya hal itu pun berlaku dalam dakwah Islam.41

Seorang da’i sebagai juru dakwah memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap diriya sendiri dari pada terhadap masyarakat. Karena apapun yang disampaikannya kepada masyarakat haruslah sesuai dengan perbuatannya sehari-hari.42

Adapun syarat-syarat dan kemampuan da’i secara teoritis di antaranya: a. kemampuan berkomunikasi

b. kemampuan menguasai diri

c. kemampuan pengetahuan psikologi d. pengetahuan-pengetahuan pendidikan e. kemampuan di bidang al-Qur’an

f. kemampuan pengetahuan di bidang umum g. kemampuan membaca al-Qur’an dengan fasih h. kemampuan pengetahuan di bidang Hadist i. kemampuan di bidang agama secara umum.43

41

Drs. H. Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam, (Jakarta: Wijaya 1985). Cet. Ke-13 hal. 10

42

Alwisral Imam Zaidallah dan Khaidir Khatib Bandaro, Strategi Dakwah Dalam

Membentuk Da’i dan Khotib Profesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002). Cet. Ke-1, hal. 97 43

Slamet Muhaemin Abda, Pinsip-prinsip Metodologi dan Dakwah, (Surabaya : Usaha Nasional, 1994) Cet. Ke-1 hal.69-77

41 BAB III

Dokumen terkait