Jenis Pekerjaan
E. Hubungan Fungsional Average Number of Stores Visited Over A Year (PP-1) dan Average Number of Visits Over A Year (PP-2) Terhadap Variabel Laten
E.2. Hubungan Fungsional Average Number of Visits Over A Year (PP-2) Terhadap Variabel Laten Pembelian Pengunjung (PP)
4.3 Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan-tujuan :
T-1 Mengidentifikasi pertimbangan-pertimbangan dalam pengaturan suasana toko dan variasi merchandise, mengetahui alasan penempatan lokasi toko MDS di Mal Ciputra serta mengetahui tingkat loyalitas pengunjung terhadap toko MDS Mal Ciputra dan tingkat penjualan MDS Mal Ciputra selama ini.
T-2 Menganalisis pengaruh dari suasana dalam toko (ST) terhadap loyalitas pengunjung terhadap toko (LYT). Secara rinci sebagai berikut:
a. Menganalisis hubungan fungsional antara Ambient Factors (ST-1), Design Factors (ST-2), dan Social Factors (ST-3) terhadap suasana toko (ST).
b. Menganalisis hubungan fungsional antara suasana toko (ST) terhadap loyalitas toko (LYT).
T-3 Menganalisis pengaruh dari lokasi toko (LT) terhadap loyalitas pengunjung terhadap toko (LYT). Secara rinci sebagai berikut:
a. Menganalisis hubungan fungsional antara Aksesbilitas (LT-1) dan Keberadaan toko lain (LT-2) terhadap lokasi toko (LT).
b. Menganalisis hubungan fungsional antara lokasi toko (LT) terhadap loyalitas toko (LYT).
T-4 Menganalisis pengaruh dari banyaknya variasi/pilihan merchandise (VM) terhadap loyalitas pengunjung terhadap toko (LYT). Secara rinci sebagai berikut:
a. Menganalisis hubungan fungsional antara Variabilitas (VM-1) dan Availibility (VM-2) terhadap variasi merchandise (VM).
b. Menganalisis hubungan fungsional antara variasi merchandise (VM) terhadap loyalitas toko (LYT).
T-5 Menganalisis pengaruh dari loyalitas tersebut (LYT) terhadap pembelian pengunjung (PP) yang dilihat dari pemilihan gerai tempat mereka akan berbelanja (loyalitas toko pengunjung). Secara rinci sebagai berikut:
a. Menganalisis hubungan fungsional antara Commitment (LYT-1), Intention to revisit the store (LYT-2), dan Satisfaction (LYT-3) terhadap loyalitas toko (LYT).
b. Menganalisis hubungan fungsional antara Average Number of Stores Visited Over a Year (PP-1) dan Average Number of Visits Over a Year (PP-2) terhadap pembelian pengunjung (PP).
c. Menganalisis hubungan fungsional antara loyalitas toko (LYT) terhadap pembelian pengunjung (PP) yang dilihat dari pemilihan gerai tempat mereka akan berbelanja (loyalitas pengunjung terhadap toko).
Hasil penelitian dengan pembahasan seperti yang telah dijabarkan pada sub bab 4.2 telah mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam pengaturan suasana toko di sebuah MDS didasari akansales contribution dari masing-masing merek dan kondisi market. Besarnya dana yang tersedia dan kondisi dari masing-masing toko, dan perubahan-perubahan dari para pesaing juga dijadikan bahan pertimbangan.
Kemudian, pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan lokasi toko MDS di Mal Ciputra di antaranya adalah pada saat Mal Ciputra pertama akan dibuka, mal ini merupakan pusat belanja terbesar di Indonesia sebelum menjamurnya mal-mal lain yang lebih besar. Alasan lainnya, adalah berdasarkan kelengkapan sarana. Outlet-outlet Matahari umumnya merupakan gedung-gedung yang telah dilengkapi sarana yang cukup baik, seperti tempat parkir, AC, lift, dan eskalator. Sarana tersebut merupakan sarana utama yang mempunyai peranan penting dalam rangka menciptakan suasana nyaman berbelanja. Mal Ciputra sendiri dilengkapi eskalator sebanyak 28 unit, lift dengan kapasitas penumpang 15 orang, dan AC sentral. Selain itu, dilengkapi juga dengan sarana seperti telepon sebanyak 480 lines, electricity 14MW, drinking water, system keamanan yang terdiri dari CCTV, alarm system, safety system, dan sprinkler system. Kemudian, terdapat pula indoor parking sebanyak 500 kendaraan, danoutside parking untuk sekitar 1.500 kendaraan.
Untuk pengaturan variasi merchandise, di dalam prosesnya, pemilihan model atau pembelian produk yang akan dijual di MDS untuk produk DP ditentukan dan dilakukan sepenuhnya oleh pihakMerchandiser (MD) dari kantor pusat di Jakarta berdasarkan volume yang dibagi secara proporsional untuk masing-masing toko MDS. MD tersebut bertanggung jawab dalam menentukan jenis serta jumlah barang yang akan dijual di setiap toko, melakukan negosiasi harga pembelian dengan pemasok, serta menentukan harga penjualan yang tepat agar dapat mencapai marjin laba kotor yang diharapkan dari tingkat penjualan bulanan dan tahunan yang ditargetkan. Sementara tugas pihak toko MDS Ciputra adalah menerima produk DP yang dikirim dari Distribution Center (DC) dan tidak berhak untuk menolak.
Sementara, untuk produk-produk CV yang menentukan model dan pilihan produk yang dijual adalah dari pihak supplier. MDS tidak bertanggung jawab atas produk-produk yang cacat atau tidak laku, dan menggunakan sistem margin dalam penjualannya. Sesuai
prinsip konsinyasi yang berarti titip jual, maka untuk barang-barang yang cacat atau tidak laku akan dikembalikan kepada pihaksupplier tanpa syarat apapun.
Tingkat loyalitas pengunjung MDS Mal Ciputra dilihat dari data MCC (Matahari Card Club). Pengkategorian loyalitas untuk program MCC terbagi tiga, yakni : Kategori “A” = dalam 6 bulan pengamatan, 6 bulan berbelanja (berturut-turut); kategori “B” = dalam 6 bulan pengamatan, 3-5 bulan berbelanja (namun tidak harus berturut-turut); dan kategori
“C” = dalam 6 bulan pengamatan, 1-2 bulan berbelanja (namun tidak harus berturut-turut).
Berdasarkan analisis atas data MCC, ditemukan bahwa mayoritas anggota MCC MDS Mal Ciputra memiliki tingkat loyalitas yang tidak terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari jumlah anggota yang meningkat loyalitasnya (total promote) lebih kecil dibandingkan jumlah anggota yang menurun loyalitasnya (total down grade), yakni 6.265 (total promote) dan 6.329 orang (total down grade). Adapun jumlah anggota yang tingkat loyalitasnya stabil (tidak meningkat ataupun menurun) menunjukkan angka terbesar, yakni sejumlah 27.651 orang.
MDS Mal Ciputra memiliki tingkat penjualan rata-rata Rp. 97,279 miliar per tahun selama periode 2002-2006 (Tabel 4.2). Selama tahun 2002-2004, terlihat adanya penurunan tingkat penjualan pada MDS Mal Ciputra hingga senilai Rp. 9,519 miliar. Namun kembali mengalami peningkatan penjualan pada tahun 2005 dan 2006, yang mana MDS Mal Ciputra memiliki tingkat penjualan di atas Rp. 100 miliar (upgrade to A+). Pembelian oleh anggota MCC senilai Rp. 61,764 miliar memberikan kontribusi sebesar 53,90% terhadap penjualan MDS Mal Ciputra pada tahun 2006.
Adapun produk yang memberikan kontribusi terbesar dan memiliki produktivitas per m2 tertinggi bagi penjualan MDS Mal Ciputra antara lain adalah kategori produk CV (konsinyasi) dengan rata-rata kontribusi di atas 60% dan rata-rata produktivitas Rp. 3 juta.
Jika dilihat dari kontribusiby world, kategori produk yang memberikan kontribusi di atas 10%
di antaranya adalah produk Men’s (18%), Shoes (15%), Youth Boy (12%), dan Youth Girl (12%).
Hasil pengolahan data kuesioner menunjukkan bahwa hanya suasana toko yang memiliki pengaruh yang signifikan dan positif (untuk taraf 5%) terhadap loyalitas toko. Suasana toko dan loyalitas toko juga memiliki hubungan yang paling kuat, yakni sebesar 0.683. Tidak lupa, melihat hubungan fungsional yang terjadi di antara indikator-indikator suasana toko dengan variabel laten suasana toko, diketahui bahwa elemen suasana toko yang paling besar kontribusinya adalah indikator pada dimensi Design Factors, yakni ST28 : “Style”, yakni sebesar 63%. Maka, elemen ini adalah yang berpengaruh paling besar pula dalam pembentukan suasana toko yang dapat meningkatkan loyalitas toko pengunjung.
Hal ini diperkuat pula dengan hasil korelasi terkuat di antara indikator-indikator loyalitas toko dengan variabel latennya, adalah pada indikator LYT34 : “Kepuasan pengunjung terhadap disain toko secara keseluruhan”, dengan kontribusi 58%.
Kemudian, melihat hubungan antara indikator-indikator suasana toko terhadap variabel latennya, ditemukan bahwa : ST15 (kebersihan rak) dengan nilai loading sebesar 0.36, adalahambient factors yang paling besar hubungannya dengan suasana toko yang dirasakan oleh pengunjung; style dari suatu toko (ST28) dengan nilai loading sebesar 0.63, merupakan dimensi design factors yang paling besar hubungannya dengan suasana toko yang dirasakan oleh pengunjung; penampilan karyawan dari suatu toko (ST32) dengan nilailoading sebesar 0.53, merupakan dimensi social factors yang paling besar hubungannya dengan suasana toko yang dirasakan oleh pengunjung.
Sementara itu, nilai estimasi variabel lokasi toko memiliki nilai yang negatif dan tidak signifikan baik pada taraf 20%, 10%, 5%, maupun 1%. Demikian pula halnya dengan nilai estimasi variabel variasimerchandise. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi toko dan variasi merchandise tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas toko.
Walaupun begitu, lokasi toko dan loyalitas toko memiliki hubungan yang juga kuat, tetapi paling lemah jika dibandingkan dengan hubungan di antara loyalitas toko dengan variabel-variabel eksogen lainnya (suasana toko dan variasi merchandise), yakni sebesar 0.500 atau 50%. Sedangkan, variasimerchandise dan loyalitas toko memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan dengan hubungan antara lokasi toko dengan loyalitas toko, yakni sebesar 0.585 atau 58,5%. Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun tidak berpengaruh secara signifikan, namun perubahan-perubahan di dalam variasimerchandise dan loyalitas toko atau lokasi toko dan loyalitas toko memiliki hubungan kuat yang positif dan searah. Pengaruh yang tidak signifikan tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya peritel lain yang menawarkan kelengkapan merchandise dan bahkan memiliki variasi yang berbeda seperti merek tertentu mungkin hanya ada di toko tertentu. Begitupun halnya dengan lokasi, yang mana walaupun lokasi yang strategis dan dekat merupakan pilihan yang tepat bagi pengunjung, tetapi dengan adanya penawaran khusus ataupun ingin merasakan suasana yang berbeda di tempat lain akan menyebabkan pengunjung berpindah-pindah.
Kemudian, melihat hubungan antara indikator-indikator lokasi toko terhadap variabel latennya, ditemukan bahwa: lokasi nyaman (LT12) adalah indikator dengan nilai korelasi tertinggi sebesar 0.36 atau 36%, merupakan indikator dimensi aksesbilitas yang paling besar hubungannya dengan kondisi lokasi suatu toko dalam kaitannya dengan pemilihan tempat belanja dan frekuensi berkunjung dari pengunjung; indikator LT21 (keberadaan toko lain di sekitar MDS yang bersifat komplementer bagi MDS) dengan nilai loading 0.30, adalah indikator dari dimensi tersebut yang paling besar hubungannya dengan kondisi lokasi suatu toko dalam kaitannya dengan pemilihan tempat belanja dan frekuensi berkunjung dari pengunjung.
Selanjutnya, melihat hubungan antara indikator-indikator variasi merchandise terhadap variabel latennya, ditemukan bahwa: ragam merek yang tersedia (VM11)
dengan nilai korelasi tertinggi sebesar 0.57 atau 57% merupakan indikator dimensi variabilitas yang paling besar hubungannya dengan pandangan pengunjung akan variasi merchandise dalam kaitannya dengan pemilihan tempat berbelanja dan frekuensi berkunjung dari pengunjung; ketersediaan produk (VM21) dengan nilailoading 0.73, merupakan indikator dimensi Availability (VM-2) yang paling besar hubungannya dengan pandangan pengunjung akan variasi merchandise dalam kaitannya dengan pemilihan tempat berbelanja dan frekuensi berkunjung dari pengunjung.
Adapun, nilai estimasi variabel loyalitas toko memiliki nilai yang positif dan signifikan pada taraf 10%, karena nilai t hitung (1.82) lebih besar daripada |1.645| (Tabel 3.9).Output tersebut memiliki arti bahwa loyalitas toko berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian pengunjung pada taraf 10%. Selain itu, loyalitas toko dan pembelian pengunjung memiliki hubungan yang cukup kuat, yakni sebesar 0.384 atau 38,4%. Lalu, seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa kepuasan pengunjung terhadap disain toko secara keseluruhan merupakan elemen yang paling penting dalam pembentukan variabel laten loyalitas toko, maka meningkatkan kepuasan pengunjung terhadap disain toko secara keseluruhan adalah penting pula untuk meningkatkan pembelian pengunjung dalam kaitannya dengan pemilihan gerai MDS Mal Ciputra sebagai tempat berbelanja mereka.
Tingkat signifikansi pada tingkat yang lebih rendah tersebut disebabkan loyalitas toko dari target pengunjung MDS yang merupakan kalangan menengah dan menengah ke atas, tidak terlalu kuat. Hal ini terkait dengan prilaku kalangan tersebut yang karena dengan kemampuan finansialnya yang berlebih mereka bisa secara leluasa berpindah belanja, terutama produk fashion dan aksesoris, ke banyak gerai. Sementara masyarakat konsumen kelas menengah ke bawah relatif lebih mudah untuk menjadi loyal terhadap suatu toko, terlebih kalangan kelas bawah. Sebab, mereka hanya butuh lokasi belanja yang dapat dijangkau tanpa harus mengeluarkan biaya dan lebih murah. Tingkat loyalitas yang tidak
terlalu kuat dari pengunjung MDS tersebut juga terlihat dari hasil analisis atas data MCC, yang menemukan bahwa mayoritas anggota MCC MDS Mal Ciputra memiliki tingkat loyalitas yang tidak terlalu tinggi.
Kemudian, dengan melihat hubungan antara indikator-indikator loyalitas toko terhadap variabel latennya, ditemukan bahwa: indikator LYT12 (komitmen untuk tidak berpindah) dengan nilai loading 0.25, merupakan indikator dimensi commitment yang paling besar hubungannya dengan loyalitas toko pengunjung; LYT21 (keinginan pengunjung untuk akan sangat sering berbelanja) memiliki nilai korelasi sebesar 0.39 atau 39%, yang berarti indikator tersebut merupakan indikator dimensi Intention to Revisit The Store (LYT-2) yang paling besar hubungannya dengan loyalitas toko pengunjung;
kepuasan pengunjung terhadap disain toko secara keseluruhan (LYT34) dengan nilai loading sebesar 0.58, merupakan indikator dimensi satisfaction yang paling besar hubungannya dengan loyalitas toko pengunjung.
Selanjutnya, melihat hubungan antara indikator-indikator pembelian pengunjung terhadap variabel latennya, ditemukan bahwa: indikator PP11 (mengunjungi banyak toko dalam setahun) dengan nilai loading 0.65, merupakan indikator dimensi Average Numbers of Stores Visited Over a Year yang paling besar hubungannya dengan pembelian pengunjung dalam kaitannya dengan pemilihan gerai tempat mereka akan berbelanja; dan perilaku pengunjung yang jarang berkunjung atau tidak setiap bulan berkunjung di MDS (PP22) dengan nilai loading sebesar 0.29, adalah indikator dimensi average numbers of visits over a year yang paling besar hubungannya dengan pembelian pengunjung dalam kaitannya dengan pemilihan gerai tempat mereka akan berbelanja.
Dengan hasil uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, elemenRetailing Mix yang paling penting dalam meningkatkan potensi MDS Mal Ciputra dalam rangka meningkatkan loyalitas toko pengunjungnya yang akan berimplikasi kepada pembelian
pengunjung dalam kaitannya dengan pemilihan gerai MDS Mal Ciputra sebagai tempat berbelanja mereka, adalah Suasana Toko (ST). Lalu, walaupun lokasi toko dan variasi merchandise tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas toko, tetapi kedua variabel tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan yang sangat kuat dengan loyalitas toko pengunjung. Oleh karena itu, perlu dilakukan perancangan yang lebih baik dengan melihat indikator-indikator yang berperan paling besar di dalam ketiga variabel tersebut, yani kebersihan rak, style dari disain sebuah toko, penampilan karyawan, kenyamanan lokasi, memperhatikan keberadaan toko lain yang bersifat komplementer di sekitar MDS yang terletak di mal, banyaknya ragam merek yang disediakan, dan memastikan ketersediaan produk agar tidak pernah kehabisan stok.
Terkait dengan prilaku target konsumen MDS yang merupakan kalangan menengah dan menengah ke atas, yakni lebih mengutamakan kualitas produk, ekslusivitas, dan harganya yang bersaing, sementara peritel-peritel lain juga banyak yang memberikan hal-hal tersebut, maka MDS harus lebih kreatif dan memberikan diferensiasi yang menonjol. Style dari toko MDS adalah hal utama yang harus dipertimbangkan untuk dirancang ulang secara drastis agar dapat meningkatkan potensi MDS Mal Ciputra khususnya, dan mungkin juga untuk MDS lainnya. Penggunaan teknologi canggih dalam melaksanakan hal tersebut juga perlu dipertimbangkan. Sejalan dengan hal tersebut, Yongky Surya Susilo di dalam sebuah wawancara di majalah Marketing edisi Agustus 2007 menyatakan bahwa ini sudah zamannya shopping experience, total emosi, semua panca indra disentuh. Ia memberi contoh bahwa ada sebuah toko baju yang menggunakan teknologi untuk mengidentifikasi konsumennya secara pribadi. Toko tersebut telah memiliki data tinggi, berat badan, dan sebagainya. Di komputer, gambar baju dicocokkan dengan tubuh calon pembeli, sehingga tidak perlu lagi sibuk mencoba di kamar ganti. Cukup melihat di komputer. Teknologi seperti itu patut dicoba di MDS, sebab tidak hanya masyarakat Indonesia yang menyukai sesuatu yang customized
dandistinctive, tetapi masyarakat internasional juga demikian. Kemudian, berdasarkan studi-studi yang pernah dilakukan oleh AC Nielsen, salah satu kebutuhan emosional dari konsumen-konsumen yang berbelanja di outlet modern, adalah “make kids happy”. Anak-anak butuh ruang sendiri dalam hiburan. Sehingga cukup menarik untuk mengadaptasi hal ini di dalam sebuah department store, misalnya menyediakan area produk anak-anak yang dirancang khusus sehingga menciptakanexperience khusus dan mendorong anak-anak untuk ingin membeli produk-produk di MDS. Lagipula, anak-anak sangat berperan dalam membujuk orang tuanya untuk membeli suatu produk. Untuk melakukan hal ini, Matahari dapat melakukan outsourcing dengan peritel tempat penitipan, bermain, dan edukasi anak-anak sepertiGymboree. Akan lebih baik pula jika dapat merancang suasana atau khususnya style yang berbeda-beda untuk setiap World. Selama ini di MDS hanya terlihat perbedaan yang mencolok pada bagian sepatu, home, dan kosmetik. Dari hasil penjualan MDS Mal Ciputra juga terlihat adanya penjualan yang mencolok hanya pada bagian Men’s. Kondisi tersebut dapat dijelaskan oleh sifat lelaki yang cenderung praktis dan tidak terlalu memperhatikan segi emosional sebuah toko, sehingga dengan adanya produk yang bagus dan harga yang terjangkau, mereka akan berbelanja di situ. Sementara anak-anak dan wanita lebih mudah terdorong oleh sesuatu yang sifatnya emosional. Jika dipicu oleh suasana yang menarik dengan dukungan style dan tampilan produk yang unik, mereka adalah konsumen yang sangat potensial untuk ditingkatkan porsi belanjanya oleh MDS. Inovasi-inovasi lebih lanjut dari hal-hal seperti itu akan membawa Matahari kepada pencapaian visi dan misinya.
Selain itu, terdapat beberapa kondisi spesial yang layak diperhatikan, khususnya di kota-kota besar. Misalnya, Jakarta dengan persoalan kemacetannya. Menurut Sugiyanto Wibawa dari tim teknis Aprindo, kemacetan tersebut akan mempengaruhi pola belanja.
Konsumen cenderung mengambil pola shopping jarak dekat. Selain itu, pusat perbelanjaan malam juga tetap menjadi incaran. Pasalnya, konsumen kota pada pagi hari sibuk bekerja.
Karena itu, faktor kenyamanan dan entertainment harus lebih dikedepankan para peritel dalam melayani pelanggan.
Lebih lanjut, di kota-kota besar, mal-mal dan ritel-ritel menjamur bak cendawan di musim hujan. Banyak sentra perbelanjaan mengepung konsumen dari berbagai sudut, sehingga kemungkinan terjadi over supply di kota-kota tersebut. Walaupun begitu, tentunya akan terjadi seleksi alam, karena konsumen pada akhirnya yang memiliki kekuatan untuk menentukan hidup mati para peritel. Mengenai lokasi toko MDS Mal Ciputra, selain kemacetannya yang sudah terkenal, letaknya di wilayah Jakarta Barat tersebut juga dikhawatirkan akan mengalami kelebihan supply pusat perbelanjaan. Khususnya karena kawasan tersebut dinilai memiliki prospek yang baik sebab di kawasan tersebut banyak dibangun perumahan-perumahan baru dengan mayoritas target market golongan menengah ke atas (Visidata Riset Indonesia, 2003). Maka, satu alasan kuat lagi bagi Matahari untuk lebih menonjolkan diferensiasinya dibandingkan dengan peritel lain selain harga bersaing, pelayanan, dan produk yang berkualitas. Jangan melakukan hal-hal yang generik, tetapi sekarang ini harus lebih mengutamakan kreativitas. Hermawan Kertajaya juga menyatakan bahwa tidak ada gunanya melakukanprice war terus menerus, strategi “me too” tersebutlah yang menyebabkan terjadinya over supply di Indonesia. Menurutnya, kreativitas adalah added value yang sangat berharga dan akan membuat mereka yang memilikinya menjadi unggul di atas yang lainnya. Oleh karena itu, menghadapi kemungkinan kenaikan harga minyak di tahun 2008, Matahari sebaiknya mengkaji ulang strategi ekspansinya. Sugiyanto juga menyatakan perlunya memperhatikan masalah listrik akibat krisis energi dan kenaikan harga minyak tersebut, termasuk harga sewa properti yang semakin melambung (Marketing, Desember 2007). Terlebih lagi dengan adanya rencana peraturan pemerintah di tahun 2008 mengenai mewajibkan masyarakat Indonesia untuk hanya menggunakan Pertamax sebagai bahan bakar mobil pribadi dan tidak diperbolehkan memperpanjang STNK bagi pemilik
kendaraan yang diproduksi sebelum tahun 2000. Tentunya lokasi yang memiliki akses mudah dengan menggunakan kendaraan umum akan sangat berharga. Dengan demikian, sangat dianjurkan agar Matahari lebih fokus kepada inovasi-inovasi dan kreativitas dalam membuat keunikan-keunikan nyata yang akan membuatnya unggul dan mampu melawan persaingan yang semakin ketat, khususnya terhadap para pesaing asing yang akan semakin banyak berdatangan oleh karena telah dibukanya kesempatan lebar bagi mereka untuk membuka department store berukuran besar (di atas 2000 m2) di Indonesia, dari pemerintah.
Terkait dengan merchandise, program promosi dari setiap pengelola jaringan usaha ritel yang tujuannya untuk membangun loyalitas konsumen ternyata justru berdampak pada semacam programtraining untuk membangun kecenderungan konsumen menjadi tidak loyal.
Sebab, dengan banyaknya informasi mengenai produk murah tersebut bisa jadi konsumen hanya akan berbelanja ke gerai yang sedang menggelar kegiatan promosi. Kecenderungan yang demikian terlihat jelas. Konsumen rata-rata pergi berbelanja di tiga perusahaan ritel yang berbeda (harian-global.com, Oktober 2007). Sementara dari hasil screening data pada hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata pengunjung menyatakan kalau mereka mengunjungi banyak toko yang berbeda dalam setahunnya. Mengoptimalkan ragam merek yang dimiliki serta selalu memastikan ketersediaan produk untuk tidak pernah mengalami kehabisan stok adalah hal penting terkait dengan merchandise assortments atau variasi merchandise dalam membentuk loyalitas toko yang ditemukan dalam penelitian ini. Khusus dalam perancangan ragam merek yang akan dijual, perlu memperhatikan prilaku orang Indonesia yang masih “brand minded”. Mereka lebih mempercayai merek yang telah mereka kenal. Sementara private label hanya akan dipilih saat ekonomi sedang tidak bagus, sebab lebih murah dan hemat. Tetapi, seperti yang diutarakan oleh Yongky Surya Susilo, begitu ekonomi membaik, orang Indonesia akan kembali lagi ke merek. Kondisi tersebut juga dapat terlihat dari laporan keuangan MDS Mal Ciputra yang menunjukkan kontribusi penjualan
produk konsinyasi rata-rata lebih besar dua kali lipat daripada kontribusi penjualan produk direct purchase yang di dalamnya termasuk private labels. Yongky juga menyatakan bahwa produk branded masih akan masuk ke Indonesia yang ditujukan untuk menjaring orang Indonesia yang gemar belanja ke luar negeri.
Sebagai tambahan, Hermawan Kertajaya dalam acara khususnya di Metro TV baru-baru ini memberikan delapan prediksi kecenderungan di tahun 2008 yang perlu diketahui oleh para pengusaha. Di antaranya adalah internet booming, pro-competition policy, desentralisasi otonomi daerah semakin banyak yang akan membuat setiap daerah saling
Sebagai tambahan, Hermawan Kertajaya dalam acara khususnya di Metro TV baru-baru ini memberikan delapan prediksi kecenderungan di tahun 2008 yang perlu diketahui oleh para pengusaha. Di antaranya adalah internet booming, pro-competition policy, desentralisasi otonomi daerah semakin banyak yang akan membuat setiap daerah saling