• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi dengan dibuatnya perjanjian perkawinan menyebabkan perjanjian yang dibuat untuk mendirikan sebuah Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri bisa dianggap sah. Unsur subjektif dalam Pasal 1320 BW telah terpenuhi mulai dari adanya kata sepakat antara dua subjek hukum yang dimana mereka bertindak atas kepentingan masing-masing tanpa perlu ijin atau persetujuan salah satu pihak serta terpenuhinya asas-asas mengenai perjanjian seperti asas konsesualisme, kebebasan

berkontrak, Pacta Sun Servanda, dan itikad baik. selain melihat dari aspek

perjanjian pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri juga berimplikasi terhadap harta kekayaan. Hal tersebut berpengaruh dikarenakan unsur dalam hukum perkawinan juga terdapat di dalam bahasan ini.

Implikasi terhadap harta kekayaan suami isteri terkait dengan pendirian Perseroan Terbatas (PT) karena adanya persatuan harta kekayaan. Dengan adanya persatuan tersebut menjadikan kepemilikan harta tersebut adalah bersama dan bersumber dari satu orang saja. Sehingga kepentingan di dalamnya juga dianggap satu kepentingan. Dengan begitu diperlukan adanya perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan. Syarat dibuatnya perjanjian perkawinan berupa

54

pemisahan harta kekayaan sebagai cara salah satu untuk dapat melihat keabsahan pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri. Bila tidak adanya pemisahan harta kekayaan maka hal tersebut tidak bisa dilakukan karena masih perlunya persetujuan antara salah satu pihak dalam menggunakan harta mereka. Hal ini kemudian bertolak belakang dengan prinsip subjek hukum yang memiliki penguasaan penuh atas dirinya dan miliknya sebagaimana dijelaskan bahwa subjek hukum adalah yang memiliki hak dan kewajiban serta berkehendak hukum. Maka jelas bila suami atau isteri masih meminta persetujuan atas penggunaan harta mereka, kehendak yang diinginkan bukan atas kewenangannya.

Dengan adanya persatuan harta kekayaan mereka, dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) akan menjadi suatu permasalahan. Harta yang dimiliki selama perkawinan seperti yang dijelaskan di dalam Pasal 35 ayat (1) menjadikan penguasaannya milik bersama. Hal tersebut kemudian akan berimplikasi terhadap satu kepentingan dimana kepemilikan harta tersebut dan sumber harta tersebut berasal dari satu orang. Sehingga prinsip dua subjek hukum disini dalam syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) menjadi tidak terpenuhi. Ketika tidak ada pemisahan maka unsur modal yang akan digunakan dalam penyetoran hanya menjadikan satu modal saja. Hal lain dampak dari persatuan harta tersebut ialah terbatasnya kewenangan melakukan perbuatan hukum dalam penggunaan harta kekayaan mereka seperti terbatasnya dalam membuat perjanjian yang dimana dilarangnya membuat perjanjian antara suami isteri karena barang atau objek perjanjian tersebut adalah milik bersama.

55 b. Permodalan

Ketentuan mengenai modal di dalam NA RUU Perseroan Terbatas (PT) tidak diatur secara khusus. Ketentuan modal merupakan turunan dari pendirian Perseroan Terbatas (PT) yang selanjutnya perlu dilakukannya modal disetor. Dengan modal disetor tersebut yang terbagi atas saham dan siapa saja pemiliknya akan dicantumkan ke dalam akta pendirian yang memuat anggaran dasar serta keterangan lain mengenai pendirian Perseroan Terbatas (PT). Ketika Perseroan Terbatas (PT) terbentuk tentu tahap selanjutnya adalah penyetoran modal. Modal yang disetorkan tersebut sebagai modal awal dari berdirinya Perseroan Terbatas (PT). Terkait dengan penyetoran modal tentu berkaitan dengan syarat minimal pendirian Perseroan Terbatas (PT) yaitu dua orang sebagai pendiri, hal ini saling berkaitan. Dengan begitu apabila pendiri merupakan suami isteri yang kemudian dijelaskan sebelumnya terdapat implikasi adanya persatuan harta kekayaan mereka, maka perjanjian perkawinan pemisahan harta tadi merupakan langkah untuk menghindari permasalahan di dalam permodalan.

Dengan dibuatnya perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan akan berdampak pada modal yang disetor oleh suami isteri. Selain dengan terpisahnya harta mereka dengan modal masing-masing miliknya, hal tersebut untuk menghindari adanya maksud kepentingan pribadi sehingga akan merugikan Perseroan Terbatas (PT). Hal demikian diatur di dalam Pasal 3 ayat (2) huruf (b) Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) yang berbunyi :

56

“Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk

kepentingan pribadi”

Bunyi ayat tersebut merupakan hal-hal lain yang dapat membuat pertanggunjawaban menjadi tak terbatas. Dengan bunyi ayat tersebut menjadikan penulis semakin yakin terhadap tesis yang diambil bahwa poin penting dalam suami isteri mendirikan Perseroan Terbatas (PT) adalah dengan dilakukannya perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan. Permodalan berkaitan dengan dua orang sebagai syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT). Apabila tidak terpenuhinya dua orang dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) modal yang disetorkan hanya satu modal, sehingga pemilik saham tersebut hanya satu orang saja. Bila itu suami isteri dengan tidak dilakukannya perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan maka, tetap saja modal yang disetorkan adalah milik bersama, sehingga klasifikasi saham nantinya dalam RUPS tidak terlihat jelas. Perlu diperhatikan bahwa mendirikan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan sebuah perjanjian sehingga masing-masing bertindak atas dirinya sampai ke harta mereka. Dengan begitu perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan merupakan peran penting apabila suami isteri tetap ingin mendirikan Perseroan Terbatas (PT).

c. Pemegang Saham Tunggal

Ketentuan mengenai saham tunggal merupakan pembahasan dari, syarat pendiri, dan turunan atas permodalan, serta pertanggungjawaban pendiri. Sebutan saham tunggal dikarenakan adanya pemegang saham tunggal yang merupakan implikasi dari tidak terpenuhinya syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT) yaitu dua orang sebagai pendiri. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa, ketentuan di dalam

57

Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) menginginkan bahwa pendirian Perseroan Terbatas (PT) adalah dua orang sehingga dua orang tersebut yaitu subjek hukum bertindak atas masing-masing dan kepentingan mereka sendiri.

Dengan suami isteri sebagai pendiri Perseroan Terbatas (PT) yang tidak dibuatkannya perjanjian perkawinan akan menimbulkan implikasi demikian. Selain implikasi terhadap pendirian, harta kekayaan, permodalan juga berimplikasi terhadap saham nantinya. Hal tersebut menyebabkan suami isteri tergolong dalam pemegang saham tunggal. Hal tersebut berangkat dari sisi perkawinan yang dimana harta dan kepentingan suami isteri dianggap menjadi satu orang sehingga tidak akan memenuhi terhadap syarat pendirian Perseroan Terbatas (PT). Masing-masing pihak sebagai pendiri harus memiliki kehendak dan penguasaan harta miliknya secara utuh sehingga tahap permodalan dalam penyetoran nanti dapat dikategorikan dua modal sebagai syarat minimal. Dengan begitu sayarat perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta diperlukan di dalam mendirikan Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri karena untuk menghindari adanya pemegang saham tunggal. Ketika tidak dilakukan pemisahan harta maka, modal yang disetorkan merupakan satu modal yang dimana bersumber dari satu sumber saja. Selain itu modal yang disetorkan juga milik bersama sehingga tidak adanya kejelasan di dalam pengusaan harta mereka. Implikasi mengenai adanya pemegang saham tunggal merupakan hal yang akan terjadi bila suami isteri yang mendirikan Perseroan Terbatas (PT) tidak membuat perjanjian perkawinan pemisahan harta sehingga menjadikan mereka satu subjek hukum dalam hal persatuan harta dan kepentingannya.

58 d. Pertanggungjawaban

Implikasi selanjutnya mengenai pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh suami isteri adalah dampak pada pertanggungjawabannya. Hal tersebut merupakan turunan dari pendirian, permodalan, dan harta kekayaan. Ketika suami isteri yang mendirikan Perseroan Terbatas (PT) memiliki persatuan harta kekayaan, maka seperti yang dijelaskan tadi bahwa mereka masuk dalam kategori satu subjek hukum. Pertanggungjawaban dalam badan usaha berbadan hukum merupakan

pertanggungjawaban terbatas ( limited liability). Dengan demikian pendiri

sekaligus pemegang saham bertanggung jawab sebatas modal yang disetorkannya. Hal tersebut memiliki pengecualian atau dapat dikatakan hapus apabila syarat pendirian yang diatur di dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) tidak terpenuhi yaitu minimal dua orang sebagai pendirian Perseroan Terbatas (PT). Sanksi yang kemudian diberikan dijelaskan di dalam ayat (6) bahwa bila dalam jangka waktu yang ditentukan syarat minimal tidak terpenuhi maka pertanggungjawaban Perseroan Terbatas (PT) tersebut ditanggung secara pribadi dan dapat dimohon bubarkan ke Pengadilan. Ditanggung secara pribadi menjadikan penafsirannya bahwa hanya ada satu pendiri sekaligus pemegang saham dalam Perseroan Terbatas (PT) tersebut.

Ketika suami isteri tidak melakukan pemisahan harta, seperti yang dijelaskan tadi bahwa mereka tergolong sebagai pemegang saham tunggal, akan berdampak pada pertanggungjawaban mereka. Tidak adanya kejelasan mengenai subjek hukum tersebut menjadikan syarat pendirian mereka bisa dikatakan tidak sah. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek pendirian, permodalan, harta kekayaan, dan kepentingan mereka. Ketika masih terdapatnya persatuan harta kekayaan maka

59

kepentingan tergolong menjadi satu, modal yang kemudian disetorkan juga bersumber dari satu sehingga tidak memenuhi syarat mendirikan Perseroan

Terbatas (PT). Konsep pertanggungjawaban terbatas ( limited liability) merupakan

gambaran dari persekutuan modal di dalam badan usaha berbadan hukum, sehingga modal yang diinginkan bersumber lebih dari satu pemegang saham. Dengan tidak adanya kejelasan atas harta kekayaan suami isteri sebagai pendiri nantinya, dikhawatirkan akan memunculkan itikad buruk yaitu berjalannya Perseroan Terbatas (PT) untuk kepentingan pribadi seperti yang dijelaskan di dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) sehingga

pertanggungjawaban terbatas (limited liability) menjadi tidak terpenuhi.

Atas dasar tersebut implikasi-implikasi yang dijelaskan diatas adalah hal-hal yang akan terjadi bila suami isteri mendirikan Perseroan Terbatas (PT) tanpa adanya pemisahan harta kekayaan di dalam perjanjian perkawinan. Tesis penulis yang menjelaskan bahwa suami isteri dapat mendirikan Perseroan Terbatas (PT) dengan syarat terlebih dahulu membuat perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta kekayaan bertujuan menghindari permasalahan-permasalahan demikian. Akibat yuridis dari perjanjian perkawinan tersebut berdampak sangat besar mulai dari :

- Memperjelas suami isteri sebagai dua subjek hukum yang terpisah masing-

masing dan memiliki kehendak serta penguasaan hak atas harta mereka sehingga tidak perlu dilakukannya persetujuan bila salah satu melakukan perbuatan hukum.

- Lalu untuk menjawab mengenai keabsahan mereka berdua dalam

60

unsur dasar dalam membuat perjanjian telah terpenuhi sehingga tidak bertentangan dengan perundang-undangan, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan.

- Kemudian dari sisi harta kekayaan, ketika suami istri sebagai pendiri

Perseroan Terbatas (PT) dan nantinya akan menjadi pemegang saham akan berpengaruh terhadap modal/ saham yang akan disetorkan kepada Perseroan Terbatas, sehingga harta yang disetorkan sebagai saham adalah harta atas penguasaan masing-masing dan menjadikan jelas bahwa adanya pemisahan kepentingan serta harta kekayaan.

- Lalu dari aspek pertanggungjawaban nantinya menjadi jelas bahwa suami

isteri bukan termasuk sebagai pemegang saham tunggal karena adanya perjanjian perkawinan berupa pemisahan harta sehingga prinsip tanggung

jawab terbatas ( limited liability) dapat terpenuhi.

Dengan demikian, tidak adanya ikatan yang mempengaruhi salah satu pihak untuk kepentingan pribadi, hal ini dikarenakan besarnya potensi bahwa bila suami isteri mendirikan sebuah Perseroan Terbatas (PT) semata-mata hanya kepentingan pribadi mereka sehingga memungkinkan akan adanya itikad buruk dan dominasi suara yang menyebabkan kerugian terhadap pihak ketiga dalam pengambilan kebijakan. Hal tersebut dapat berpotensi pada perjanjian yang dibuat, permodalan, dan pertanggungjawaban mereka nantinya bila Perseroan Terbatas (PT) mengalami suatu kerugian sehingga prinsip tanggung jawab terbatas menjadi hapus.

Dokumen terkait