• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Makrozoobentos 1. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Dalam dokumen LAPORAN TEKNIS PENELITIAN (Halaman 62-65)

Hasil analisis data terhadap dominansi spesies (C) pada Februari 0,14, Mei 0,27, Agustus 0,19 dan Oktober 0,12 semuanya menunjukkan

IV.7.3. Indeks Keanekaragaman dan Dominansi Makrozoobentos 1. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Indeks keanekaragaman dan dominansi merupakan indeks-indeks biologi yang sering digunakan untuk menduga dan mengevaluasi kondisi suatu lingkungan perairan. Kondisi suatu lingkungan perairan umumnya dapat dikatakan baik (stabil) bila memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi serta dominansi

yang rendah (spesies yang mendominasi). Indeks keanekaragaman

makrozoobentos dapat dilihat pada Gambar 27.

Gambar 27. Indeks Keanekaragaman Makrozoobentos

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada trip 1 bulan Februari 2015 berkisar antara 0 - 2,31. Sedangkan pada bulan Mei berkisar antara 0 - 2,22 dan

bulan Agustus 1,05 – 2,59. Berdasarkan kriteria indeks keanekaragaman seluruh

nilai yang terhitung berada dalam kategori rendah dan sedang karena memiliki nilai keanekaragaman kurang dari 3.

61 IV.7.3. Indeks Dominansi Makrozoobentos

Untuk melihat adanya spesies yang dominan dalam setiap stasiun diperlukan indeks dominansi. Nilai ini akan menerangkan besarnya tingkat dominansi satu spesies terhadap spesies lainnya dalam stasiun. Nilai indeks

dominansi spesies pada bulan Februari berkisar 0 – 1,0 dan bulan Mei 0 -0,6.

Sedangkan pada bulan Agustus berkisar 0,1 – 0,4. Pada Trip 1 bulan Februari

memperlihatkan adanya dominansi spesies. Hal ini ditunjukkan pada nilai indeks dominansi yang mendekati angka satu (Gambar 28)

Gambar 28. Indeks Dominansi Makrozoobentos IV.8. Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Berau dengan luas wilayah sebesar 34,127 Km² dengan luas laut sekitar 1,2 juta hektar menjadikan subsektor perikanan yang sangat dominan (Statistik Berau, 2015) Perairan Delta Berau memiliki potensi sumber daya perairan seperti ikan, kerang, udang maupun jenis biota lain yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Menurut Julianery (2001) budidaya laut di Perairan Delta Berau diperkirakan mempunyai potensi sebesar 2.500 hektar dengan potensi penangkapan sebesar 35.000 ton per tahun. Selain itu, daerah perairan Delta Berau merupakan tempat bagi penyu hijau (Chelonia mydas) untuk bertelur. Produksi telur penyu yang dihasilkan dari daerah ini 94,9 ton dengan nilai Rp 2,1 milyar.

Kabupaten Berau dialiri oleh dua sungai utama yaitu Sungai Kelay dan Sungai Segah yang dari hulu ke hilir letak kedua sungai tersebut masih berada di Kabupaten Berau dengan luas ke dua sungai tersebut 15.000 km persegi atau sekitar 62% dari luas kebupaten Berau. Ke dua Sungai tersebut bergabung menjadi satu di Tanjung Redeb yang merupakan ibukota Kupaten Berau, dan mengalir

62 sepanjang 40 km menuju muara Sungai Berau yang bermuara ke Selat Makasar (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, 2013).

Kecamatan Pulau Derawan merupakan kawasan pesisir yang memiliki sumberdaya yang melimpah dan satu diantara 13 Kecamatan yang ada di kabupaten Berau, kecamatan ini berorientasi pada pengembangan perekonomian dengan memanfaatkan sumberdaya dan memandirikan masyarakat yang dominan bermata pencaharian sebagai nelayan. Kecamatan Pulau Derawan merupakan kecamatan yang terletak di sebelah utara wilayah Kabupaten Berau yang memiliki luas 3.858,96 km2. Kecamatan Pulau Derawan memiliki lima kampung yakni Kampung Pulau Derawan, Kampung Tanjung Batu, Kampung Pegat, Kampung Kasai dan Kampung Teluk Semanting.

Stasiun penelitian sumberdaya estuari Sungai Berau (Delta Berau) sebagian besar meliputi estuari yang terdapat di Kecamatan Pulau Derawan. Muara Sungai Berau yang biasa disebut dengan Delta Berau berhadapan dengan perairan pesisir yang memiliki karang yang luas sampai ke Selat Makasar, hal ini yang menyebabkan banyak jenis-jenis ikan karang yang mencari makan di estuari Berau. Dari 10 Stasiun tersebut 4 stasiun diantaranya berada di dalam sungai yaitu stasiun Pulau Besing, Muara Petumbuk dalam, Sungai Petumbuk dan Desa Kasai, tiga Stasiun berupa Muara yaitu Teluk Semanting, Muara Petumbuk dan Muara Mengkajang, dan tiga stasiun lagi ke arah laut yang berdekatan dengan perairan karang. Ketiga stasiun yang berdekatan dengan laut tersebut masih berupa estuari yaitu ditandai dengan masih tingginya pengaruh air sungai dengan warna kekeruhan (Gambar 1).

Stasiun penelitian tersebut yaitu dimulai dari perairan yang paling tawar (bagian hulu) pada saat musim penghujan, yaitu:

1. Pulau Besing/ Batu-batu (posisi: N 02°10.539’ E 117°40.938’) merupakan

perairan paling tawar pada saat musim penghujan dan merupakan pusat penangkapan udang galah (Macrobrachium rosenbergii). Pulau Besing merupakan sebuah pulau yang berada ditengah Sungai Berau dan masih merupakan wilayah Kecamatan Tanjung Batu. Stasiun ini merupakan batas estuari Berau dengan salinitas nol pada musim penghujan dan salinitas 5 pada musim kemarau.

2. Kampung Kasai/ Desa Kasai (posisi: N 02’ 12.282’ E 117°54.622’) merupakan

salah satu kampung yang terdapat di desa Kasai dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dengan menggunakan

63 perahu motor tempel dan wilayah penangkapan ikan hanya berada di Delta Berau.

3. Muara Patumbuk dalam (posisi: N 02°11.083’ E 117°46.749’) merupakan ujung

Sungai Patumbuk yang banyak terdapat tambak-tambak sampai ke muara. Sepanjang Sungai Patumbuk tidak dibenarkan melakukan penangkapan dengan trawl mini dan alat tangkap yang terdapat di Sungai Patumbuk berupa tuguk yang dipasang dipinggir-pinggir sungai. Alat tangkap tuguk merupakan alat tangkap statis yang memanfaatkan pasang surut.

4. Sungai Patumbuk (posisi: N 02°06.229’ E 117°50.245’) yang terletak di bagian

pertengahan sungai yang juga tidak dibolehkan melakukan penangkapan dengan jaring trawl. Di perairan ini juga banyak terdapat tambak-tambak udang.

5. Muara Mangkajang (posisi: N 02°00.465’ E 117°51.817’) adalah tempat Lalu

lintas kapal dari Tanjung Redeb (ibu kota Kabupaten Berau) menuju ke Makasar.

6. Laut Mangkajang (posisi: N 01°58.437’ E 118°01.649’) yang merupakan

perbatasan estuari yang berdekatan dengan perairan karang. Perairan Laut Mangkajang ditandai dengan perairan berwarna coklat keruh dengan salinitas < 25 ppt.

7. Muara Patumbuk (posisi: N 02°04.488’ E 117°57.518’) merupakan perairan yang masih tidak boleh beroperasi alat tangkap trawl mini dan merupakan Muara Sungai Patumbuk. Dilarangnya penangkapan ikan dengan alat tangkap trawl adalah kearifan lokal dari masyarakat desa Patumbuk.

8. Laut Patumbuk (posisi: N 02°05.257’ E 118°03.963’) perairan Patumbuk yang

berada ke arah laut yang masih berupa estuari dan di perairan ini merupakan

fishing ground tempat penangkapan udang terutama udang putih.

9. Teluk Semanting (posisi: N 0°09.775’ E 117°58.975’) bagian muara dari perairan Kasai yang juga merupakan daerah penangkapan ikan dari famili Ariidae dan penangkapan ikan bawal yang berukuran besar.

10. Tanjung Ulungan (posisi : N 02°11.869’ E 118°04.939’) merupakan muara dari

desa Kasai yang terletak di estuari yang berdekatan dengan laut yang warna air coklat keruh dan masih dipengaruhi oleh air tawar dari Sungai Kasai.

IV.8.1. Kondisi lingkungan

Dalam dokumen LAPORAN TEKNIS PENELITIAN (Halaman 62-65)

Dokumen terkait