• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stasiun Pengamatan

Dalam dokumen LAPORAN TEKNIS PENELITIAN (Halaman 46-54)

Lokasi Pengambilan sample data primer dan pengamatan lapangan

ditentukan secara purposive dengan mempertimbangkan aspek habitat mikro terutama pengaruh air pasang (fisik-kimia) seperti disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 1.

Tabel 7. Stasiun pengamatan di estuari Berau Nomor

stasiun

Nama stasiun Koordinat

E S 1 Pulau Besing 117°.40.938’ 02°.10.539’ 2 Desa Kasai 117°.54.622’ 02°.12.282’ 3 Muara Petumbuk 117°.46.749’ 02°.11.083’ 4 Sei Petumbuk 117°.50.245’ 02°.06.229’ 5 Muara Mengkajang 117°.51.817’ 02°.00.465’ 6 Laut Mengkajang 118°.01.649’ 01°.58.437’ 7 Muara Petumbuk 117°.57.518’ 02°.04.488’ 8 Laut Petumbuk 118°.03.963’ 02°.05.297’ 9 Teluk Sumanting 117°.58.975’ 02°.09.775’ 10 Tanjung Ulungan 118°.04.939’ 02°.11.869’

Gambar 1. Stasiun pengamatan estuari Berau IV.2. Jenis-jenis Hasil Tangkapan

Biota hasil tangkapan dari empat kali pengambilan contoh (Februari, Mei, Agustus dan Oktober) teridentifikasi sebanyak 111 spesies yang meliputi 51 famili

45 (Lampiran 1). Jumlah spesies berdasarkan bulan penangkapan disajikan pada Gambar 2 dan Lampiran 2, 3, 4 dan 5.

Gambar 2. Jumlah spesies berdasarkan bulan

Pada Gambar 2 hasil tangkapan pada Februari teridentifikasi sebanyak 63 spesies dari 30 famili. Spesies hasil tangkapan ini didominasi oleh Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835), Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853) dan Bete belang (Secutor ruconius Hamilton, 1822). Hasil tangkapan pada Mei teridentifikasi 48 spesies dari 31 famili, didominasi oleh Gulama (Johnius

amblycephalus Bleeker, 1855) dan Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853).

Hasil tangkapan pada Agustus teridentifikasi 47 spesies dari 20 famili, didominasi oleh Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835) dan Kakap (Lutjanus malabaricus Bloch & Schneider, 1801). Dan hasil tangkapan pada Oktober teridentifikasi 62 spesies dari 39 famili, didominasi oleh Gulama (Johnius

coitor Hamilton, 1822). Berdasarkan jumlah bobot hasil tangkapan dari

masing-masing spesies selama empat bulan pengamatan, jenis-jenis yang mendominasi, yaitu: Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835), Gulama (Johnius amblycephalus Bleeker, 1855) dan Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853).

Jumlah spesies berdasarkan lokasi penangkapan/ stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 3.

46 Gambar 3. Jumlah spesies berdasarkan bulan

Dari Gambar 3 terlihat bahwa spesies terbanyak pada Stasiun 7, yaitu: 49 spesies dari 28 famili. Spesies yang mendominasi, yaitu: Ikan Bete list kuning (Photopectoralis bindus Valenciennes, 1835) dari famili Leiognathidae, Ikan Bete loreng (Secutor ruconius Hamilton, 1822) dari Leiognathidae dan Ikan Gulama (Johnius amblycephalus Bleeker, 1855) dari Sciaenidae. Sedangkan jumlah spesies paling sedikit pada Stasiun 1, yaitu: 19 spesies dari 10 famili. Spesies yang mendominasi, yaitu: Ikan Gulama (Johnius macropterus Bleeker, 1853) dari famili Sciaenidae, Ikan Bete bintik (Gazza minuta Bloch, 1795) dari Leiognathidae dan Ikan Gulama (Johnius coitor Hamilton, 1822) dari Sciaenidae. Perbedaan hasil tangkapan dipengaruhi kualitas perairan, terutama salinitas (Rahardjo, 2006). IV.3. Biologi Spesies Dominan

IV.3.1. Kebiasaan Makanan IV.3.1.1. Indeks Bagian Terbesar

Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Bete list kuning (Photopectoralis bindus) selama penelitian, ditemukan 11-25% merupakan cacing (worms), sedangkan sisanya adalah hancuran yang lunak. Menurut Simanjuntak et al., 2011, Ikan Bete list kuning (Photopectoralis bindus) adalah pemakan Mikro-krustasea. Sedangkan menurut James, 1984; Nasir, 2000, ikan ini pemakan zoobentos.

Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Gulama (Johnius amblycephalus) selama penelitian, ditemukan 50-75% merupakan Udang Burung (Metapenaeus lysianassa), sedangkan sisanya adalah hancuran daging ikan kecil. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo & Simanjuntak, 2005.

47 Perhitungan indeks bagian terbesar jenis-jenis makanan Ikan Gulama (Johnius macropterus) selama penelitian, ditemukan 75 - 80% merupakan Udang Burung (Metapenaeus lysianassa), sedangkan sisanya adalah hancuran daging ikan kecil. Hasil ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo & Simanjuntak, 2005. Menurut (Kailola, 1987) ikan ini memakan zoobentos berupa: bentos, krustasea dan cacing (worms).

Beberapa aspek biologi, yaitu: Indeks Similaritas, Luas Relung dan Tumpang Tindih Relung Makanan, biologi reproduksi dan parameter pertumbuhan akan dilaksanakan pada tahun ke 2.

IV.4. Akustik

Pendugaan stok ikan dengan metoda akustik yang dilakukan mulai dari muara Sungai Berau (Pasang surut terendah) sampai ke estuari yang berbatasan dengan laut (Selat Makasar). Pendugaan kepadatan ikan dengan akustik dilakukan dengan peralatan Biosonic DT-X scientific echosounder yang dioperasikan pada frekuensi 200 kHz.

IV.4.1. Kepadatan Stok :

Kepadatan stok ikan di Estuari Berau ditentukan dengan alat echo sounder

BIOSONIC DT-X yang ditempatkan di atas kapal dengan penempatan transducer

bim terbagi (split beam echosounder) 200 KHz pada sisi kiri luar kapal 3 GT dengan sistem side mounted. Penelitian yang dilaksanakan di perairan estuari Berau pada Mei 2015 dilaksanakan dengan jalur survei berbentuk zigzag dan lurus, seperti pada Gambar 4.

48 Gambar 4. Bentuk trek pengambilan data akustik di estuari Berau, Mei 2015 IV.4.2. Densitas rata-rata ikan

Dari hasil pengolahan data didapatkan rata-rata densitas, dari gambar dapat dilihat bahwa nilai rata-rata densitas absolut cenderung merata kecuali agak meningkat pada esdu 85-89, densitas pelagis rata-rata tertinggi terdapat pada

esdu 88 yaitu 0,006476 ind/1000 m3, sedangkan rata-rata terkecil adalah pada

esdu 46, yaitu 0,002501 ind/1000 m3, dengan rata-rata 0.003239 ind/1000 m3.

Profil densitas rata-rata secara horizontal ditunjukkan pada Gambar 5 dan profil kedalaman rata-rata secara horizontal pada Gambar 6.

49 Gambar 6. Profil Kedalaman rata-rata secara horizontal

IV.4.3. Jumlah dan komposisi target (target strength) menurut strata kedalaman perairan

Hasil analisis akustik menunjukkan bahwa target strength (TS) pelagis paling banyak terdeteksi adalah pada nilai TS -44 yang ekuivalen dengan panjang 31,5 cm dan paling rendah pada nilai TS -51, -50, -48, -39 dan -38 yang ekuivalen dengan panjang 14,1, 15,8, 19,9, 56,0 dan 62,9 cm (Gambar 7).

Gambar 7. Komposisi nilai target Srenght

Secara umum ikan-ikan dengan ukuran yang lebih besar lebih banyak terdeteksi pada kedalaman yang lebih dalam, hal ini sesuai dengan perbedaan

swimming layer dari masing-masing ukuran ikan. Ikan dengan ukuran lebih besar

cenderung berenang di perairan dalam dibandingkan ikan berukuran kecil. Nilai komposisi dari masing-masing target ini digunakan dalam penentuan komposisi berat dalam proses konversi untuk mendapatkan nilai biomassa ikan perairan estuari Berau. Variasi jumlah dugaan panjang berdasarkan nilai target strength ditunjukkan pada Gambar 8, sedangkan variasi komposisi dugaan panjang berdasarkan nilai target strength pada Gambar 9.

50 Gambar 8. Variasi jumlah dugaan panjang berdasarkan nilai target strength

Gambar 9. Variasi komposisi dugaan panjang berdasarkan nilai target strength IV.4.4. Hubungan panjang-berat (length-weight relationship)

Hubungan panjang-berat ikan digunakan untuk mengkonversi ukuran panjang dugaan menjadi berat dugaan, data panjang berat berasal dari ikan-ikan yang ditangkap di perairan estuari Berau. Pada penentuan biomassa perairan estuari Berau, data yang digunakan adalah Ikan Selar (Decapterus macrosoma). Hubungan panjang berat Ikan Selar (Decapterus macrosoma) disajikan pada Gambar 10.

51 Dari data panjang berat ikan yang diperoleh didapatkan persamaan biologi untuk ikan pelagis W = 0,011 L2,995.

IV.4.5. Dugaan Biomassa

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa luas perairan estuari Berau yang

disurvei adalah ± 167 mil2. Luas perairan ini digunakan sebagai acuan penentuan

volume perairan untuk menentukan biomassa perairan, sehingga didapatkan nilai biomassa total perairan estuari Berau adalah 457 ton dengan kepadatan 1,3 ton/km2 (Lampiran 6).

IV.4.6. Sebaran densitas ikan pelagis secara horisontal

Penyebaran ikan secara horisontal juga memperlihatkan pola yang hampir sama, dimana densitas yang tinggi banyak ditemukan di esdu 88 yaitu daerah Muara Mengkajang (Gambar 11).

Gambar 11. Sebaran ikan secara horizontal di perairan estuari Berau. IV.5. Struktur komunitas Ikan

Secara keseluruhan hasil analisis terhadap struktur komunitas ikan di perairan estuari Berau, adalah: nilai indeks keanekaragaman (H’): 2,99, nilai ini masuk dalam kriteria keanekaragaman sedang mendekati tinggi, indeks keseragaman (E): 0,67, yang menunjukkan komunitas yang labil dan indeks dominansi spesies (C): 0,08 atau dominansi spesies yang rendah.

Jenis-jenis ikan yang ditemukan di perairan lokasi pengamatan cukup banyak, yaitu: 89 spesies. Penyebaran individu antar spesies yang berbeda di perairan lokasi pengamatan sangat bervariasi. Menurut Odum (1971), indeks

52 keseragaman jenis akan tinggi jika tidak terjadi pemusatan individu pada suatu jenis tertentu. Nilai indeks dominansi (C) mendekati nol, maka hal ini menunjukkan pada perairan tersebut tidak ada spesies yang mendominasi.

Hasil analisis berdasarkan bulan pengamatan (empat kali sampling) dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Indeks H’, E dan C berdasarkan bulan

Dari hasil analisis data diperoleh nilai indeks keanekaragaman jenis

Dalam dokumen LAPORAN TEKNIS PENELITIAN (Halaman 46-54)

Dokumen terkait