• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Kerentanan Eksternal

Dalam dokumen M IIN ND DO ON NEESSIIA A (Halaman 116-121)

D. Perkembangan Indikator Moneter dan Keuangan

5. Indikator Kerentanan Eksternal

Berbagai analisis tentang perekonomian Indonesia mutakhir pada umumnya memberi perhatian khusus kepada apa yang disebut dengan indikator kerentanan eksternal. Indikator kerentanan

eksternal adalah berbagai rasio (angka perbandingan) antara be- berapa besaran (variabel) ekonomi yang terutama sekali terkait sangat erat dengan transaksi dengan pihak luar negeri. Indikator itu pada umumnya bisa dilacak (kadang bersifat tersirat)dalam angka- angka dari neraca pembayaran internasional.

Fokus perhatian dari indikator kerentanan eksternal pada dasarnya adalah kondisi umum atau ”daya tahan” perekonomian domestik terhadap perubahan variabel ekonomi yang berhubungan dengan pihak asing. Perhatian semacam ini menjadi sangat relevan bagi perekonomian Indonesia berdasar pengalaman krisis yang di- alami pada tahun 1997. Krisis yang kemudian berlangsung bertahun- tahun dan dampaknya masih dirasakan hingga kini tersebut sebagian besarnya diakibatkan (setidaknya dipicu) oleh gejolak variabel ekonomi yang bersifat eksternal.

Contoh variabel-variabel dari indikator kerentanan eksternal adalah: nilai ekspor, transaksi berjalan, pembayaran bunga ULN, posisi ULN, cadangan devisa dan PDB. Kebanyakan indikator di- nyatakan dalam persen sebagai rasio perbandingan antara dua variabel. Maksudnya antara lain untuk mengukur ”tingkat ke- amanan”, yang sebenarnya juga lebih berdasar atas analisis antar waktu (time series)dan antar perekonomian (negara). Biasanya ada pandangan umum atas rasio-rasio yang dianggap lebih baik berdasar pengalaman-pengalaman di masa lampau di berbagai negara.

Dengan demikian, indikator kerentanan eksternal sebenarnya juga hanya bersifat umum dan tidak selalu bisa diandalkan. Kegunaan utamanya adalah indikatif dalam hal kondisi kurang atau tidak baik. Jika indikasi tersebut terlihat maka para pengambil kebijakan ekonomi harus segera melakukan langkah serius untuk menghindari memburuknya perekonomian. Sedangkan jika indikator kerentanan eksternal terlihat sangat baik atau cenderung membaik dalam be-

berapa tahun, kewaspadaan tetap diperlukan. Dalam konteks ini, biasaanya ada perbandingan dengan kondisi pada tahun 1996 dan 1997, menjelang dan pada saat terjadinya krisis ekonomi.

Tabel 2.19 menampilkan indikator kerentanan eksternal yang dilaporkan oleh Bank Indonesia. Kita bisa mencermati per- kembangannya untuk keadaan beberapa tahun terakhir. Sebagian item pada tabel akan dijelaskan secara singkat.

Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang, ada target agar angka rasio utang dari General Governments terhadap PDB tidak melebihi dari 60 %. Tampaknya target semacam itu tidak sulit untuk dicapai. Bahkan pada masa menjelang dan awal krisis saja, angka rasio ULN total (pemerintah dan swasta)terhadap PDB masih menunjukkan angka 48,5 % dan 60,3 % (lihat tabel 2.18). Kebanyakan ekonom menyarankan angka yang aman adalah 25 %, dan jika hanya ULN pemerintah, mestinya kurang dari itu.

T

Taabbeell 22..1199 PPeerrkkeemmbbaannggaann IInnddiikkaattoorr KKeerreennttaannaann EEkksstteerrnnaall

Sumber: BI dan BPS (diolah), dikutip dari LPI 2007oleh BI, hal 101.

Rincian 1996 1997 2005 2006 2007

Transaksi Berjalan/PDB -3,4 -2,3 0,1 2,9 2,5 Ekspor Barang dan Jasa/PDB 25,7 29,1 37,5 33,5 32,0 Ekspor Nonmigas/PDB 16,7 19,7 23,1 21,8 21,2 Pembayaran Bunga ULN/PDB 2,7 3,0 1,0 1,3 1,2 Pembayaran ULN (pokok dan

bunga)/Ekspor barang dan jasa1) 35,9 44,5 17,3 24,8 19,2 Transaksi Modal dan Keuangan/PDB 4,8 1,1 0,1 0,7 1,3 Posisi ULN/Ekspor Barang dan Jasa 188,7 207,3 120,7 104,1 97,3 Posisi ULN/PDB 48,5 60,3 45,3 34,9 31,2 Cadangan Devisa/Pembayaran ULN2) 91,2 73,4 185,6 138,8 210,8 Cadangan Devisa/Posisi ULN 17,4 15,7 26,6 33,1 41,7 Cadangan Devisa/Impor dan Pemba-

yaran ULN Pemerintah (bulan)3) 5 5,5 4,3 4,5 5,7 Posisi ULN (miliar $) 110,171 136,088 130,652 128,736 136,640 Posisi Cadangan Devisa (miliar $)4) 19,215 21,418 34,724 42,586 56,920

Perkembangan angka Debt Service Ratio (DSR), perbandingan antara nilai pembayaran ULN (pokok dan bunga) dengan nilai ekspor barang dan jasa, cenderung membaik. Angka DSR tahun 2007 adalah 19,2 %, lebih kecil daripada tahun 2006 (24,5 %). Sedangkan pada tahun 1996 dan 1997 adalah 35,9 % dan 44,5 %. Perlu dicatat bahwa pemerintah baru berhasil pada tahun 2007 menurunkan angka DSR hingga di bawah 20 %, sesuai ambang aman secara psikologis yang umum diakui.

Sementara itu, rasio posisi ULN terhadap PDB pada tahun 2007 adalah 31,2%. Kondisi ini lebih baik daripada rasionya pada masa menjelang dan awal krisis, yakni 48,5 % (1996) dan 60,3 % (1997). Namun, ada ekonom menyarankan angka yang aman bagi negara seperti Indonesia, yaitu di bawah 25 %. Bagaimanapun, telah ada kecenderungan yang membaik selama tiga tahun terakhir ini (lihat tabel 2.19).

Perbaikan juga terjadi pada indikator yang mengkaitkan cadang- an devisa dikaitkan dengan pembiayaan impor dan pembayaran ULN pemerintah. Cadangan devisa pada akhir tahun 2007 cukup untuk membiayainya selama 5,7 bulan ke depan. Kondisi ini mem- baik dari: 4,3 bulan (2005)dan 4,5 bulan (2006). Sekalipun membaik, angka-angka ini masih fluktuatif, seperti yang ditunjukkan data pada tahun 2004 sebesar 5,7 bulan juga. Selain itu, kondisi berdasar indikator ini pada tahun 1996 dan 1997 sebenarnya juga “aman”, yakni 5,0 dan 5,5 bulan.

1) DSR (peningkatan DSR di 2006 terjadi karena percepatan pelunansan pembayaran utang IMF).

2) Pembayaran total ULN baik utang pokok dan bunga.

3) Tahun 1996 dan 1997 faktor pembagi cadangan devisa belum termasuk pembayaran ULN pemerintah.

4) Tahun 1996 menggunakan konsep devisa resmi, 1997-1999 atas dasar konsep Gross Foreign Assets, dan mulai 2000 dengan konsep International Reserve and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).

Dari tabel 2.18 kita memang merasa bahwa kebanyakan indikator kerentanan eksternal memang terlihat cenderung membaik, akan tetapi masih belum aman sepenuhnya. Penalaran utamanya, per- baikan indikator terutama sekali disebabkan oleh peningkatan posisi cadangan devisa yang cukup fantastis. Cadangan devisa jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pada masa awal krisis. Padahal, pe- ningkatan cadangan devisa itu sendiri tidak sepenuhnya ditunjang oleh perbaikan transaksi berjalan, apalagi oleh ekspor saja.

Perhatikan bahwa transaksi berjalan memang surplus sebesar 2,5 % dari PDB pada tahun 2007, namun menurun dibandingkan 2,7 % pada tahun 2006. Pada saat bersamaan, porsi transaksi modal ter- hadap PDB, naik dari 0,7% menjadi 1,3%. Sebagai catatan, porsi ini telah melebihi kondisi 1997 yang sebesar 1,1%. Sementara itu pula, porsi ekspor barang dan jasa terhadap PDB justeru terus merosot: 37,5% (2005), 33,5% (2006), dan 32% (2007). Tidak mustahil, angkanya akan mendekati keadaan pada tahun 1997 (29,1%).

Dengan kata lain, sumber pertambahan devisa terbesar tidak disebabkan oleh perbaikan transaksi berjalan atau surplus ekspor yang semakin besar, melainkan lebih ditunjang oleh surplus transaksi modal. Dan harus diingat, dengan sistem devisa bebas, cadangan devisa bisa dengan cepat bertambah maupun berkurang, serta tidak selalu berhubungan dengan ekspor dan impor barang.

Terlepas dari semua itu, indikator kerentanan lebih bersifat keperluan analisis mengenai ukuran indikatif tingkat kerentanan eksternal negara. Sebagian besar yang kita bahas adalah yang berkait langsung dengan ULN. Jika kita menggunakan bahasa awam sehari- hari, sifat indikator itu adalah “pengandaian”, namun dilakukan secara ilmiah. Tujuannya adalah sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan, terutama sinyal bagi kondisi yang dianggap rawan bagi perekonomian.

Perhatikan pula bahwa sebagian besar nilai yang menjadi dasar perhitungan indikator tersebut bersifat flow. Artinya, besarannya cen- derung fluktuatif, dan juga saling mempengaruhi secara signifikan. Sebagai contoh, perubahan pada nilai ekspor dan impor langsung berpengaruh kepada cadangan devisa. Sebagian nilai lainnya bersifat rata-rata dan proyeksi ke depan atas nilai-nilai yang telah terjadi, bukan yang sebenarnya terjadi. Misalnya, angka cadangan devisa yang ada dibandingkan kebutuhan impor beberapa bulan ke depan. K

Koottaakk 22..77

Dalam dokumen M IIN ND DO ON NEESSIIA A (Halaman 116-121)

Dokumen terkait