F. Masalah Utang Pemerintah
3. Perkembangan Beban Utang Pemerintah
Kita memakai istilah beban utang pemerintah sebagai nominal pengeluaran yang harus dikeluarkan pemerintah terkait dengan utangnya selama kurun waktu tertentu. Untuk keperluan analisis, kurun waktu dimaksud sering ditentukan selama satu tahun kalender (anggaran). Dengan demikian, beban utang adalah pe- lunasan pokok utang (termasuk pembayaran cicilan pokok utang) ditambah dengan biaya utang selama satu tahun tertentu.
Pada umumnya, biaya yang terbesar dari suatu utang adalah bunga dari utang tersebut. Bunga utang dianggap wajar sebagai biaya dalam perekonomian modern terkait dengan nilai sekarang (present value) dan biaya atas kesempatan yang hilang (opurtinitas) dari modal yang dipinjamkan. Secara teknis, bunga antara lain berwujud: interest untuk pinjaman luar negeri dan kupon untuk Obligasi Negara.
Sebenarnya ada biaya lain yang terkait dengan pengadaan pinjaman luar negeri (ULN), seperti: commitment fee, management fee, dan premi asuransi. Secara awam, biaya itu antara lain adalah:
ongkos untuk perundingan, proses pencairan, pengawasan dan ongkos pembatalan (tidak jadi dicairkan padahal sudah disepakati), keterlambatan pencairan, denda, dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk utang dalam negeri (UDN) bisa dikatakan bahwa biaya utang yang sebenarnya bagi Pemerintah adalah terkait dengan imbal hasil (yield) yang diperoleh investor (pembeli) SUN. Imbal hasil SUN merupakan keuntungan bagi investor sesudah mem- perhitungkan besarnya kupon dan harga pasar dari SUN. Sebagai contoh, harga SUN ketika diterbitkan (berarti yang diterima oleh pemerintah)tidak selalu senilai (100 %)dari nominal tercantum. Jika sama dengan nominal (100 %)berarti yieldnya sama dengan kupon (bunga). Jika lebih rendah dari nominalnya (kurang dari 100 %)ber- arti yieldnya lebih dari kupon, dan hal ini sering terjadi. Selain itu, pemerintah juga harus mengeluarkan beberapa biaya terkait dengan proses penerbitan dan distribusi SUN itu.
Untuk penyederhanaan, pengertian biaya utang dalam tabel- tabel di bawah ini adalah bunga utang yang harus dibayar pada tahun bersangkutan. Dalam pengertian ini, angka beban utang pemerintah pusat langsung terlihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Baik ketika masih berupa Rancangan APBN (RAPBN), APBN, maupun dalam realisasinya. Pada tiga tahun ter- akhir, realisasi dilaporkan dalam bentuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Dahulu dilaporkan dalam Perhitungan Anggaran Negara (PAN).
Beban pembayaran bunga utang setiap tahunnya muncul se- bagai pos pembayaran bunga utang (pos atau item belanja no 4) dalam bagian belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja. Pos itu dirinci menjadi bunga utang luar negeri (ULN) dan utang dalam negeri (UDN). Bagian belanja menurut jenis itu sendiri terdiri 8 pos atau item, yang selain bunga utang adalah: belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, dan belanja lain-lain.
Sedangkan beban pelunasan (atau pembayaran cicilan) pokok utang tercatat dalam bagian pembiayaan dari APBN. Bagian pem- biayaan terdiri dari dua pos, yakni pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri. Pos pembiayaan dalam negeri terdiri dari perbankan dalam negeri dan non perbankan dalam negeri. Pelunasan SUN “tersembunyi” dalam subpos dari pembiayaan non perbankan dalam negeri. Biasanya disebut dengan item SUN neto.
Mengapa kita katakan ”tersembunyi”? Angka yang ditampilkan dalam APBN adalah hasil bersih penerbitan SUN baru dikurangi de- ngan pelunasan SUN pada tahun bersangkutan. SUN yang dilunasi kadang tidak hanya yang telah jatuh tempo, melainkan juga SUN yang belum waktu pelunasan, namun dibeli kembali oleh pemerintah (buyback)atau ditukar (debt switch). Dalam laporan realisasi APBN barulah disebutkan berapa yang dilunasi dan yang diterbitkan.
Sementara itu, cicilan ULN tertera pada subpos tersendiri yang merupakan bagian dari pos pembiayaan luar negeri. Pembayaran cicilan ULN dinyatakan dalam nominal rupiah, sesuai dengan kurs pada saat terjadi pembayaran atau ketika diperhitungkan. Angka kurs diasumsikan dalam APBN, dan dihitung secara sebenarnya dalam laporan realisasi (PAN dan LKPP).
Dalam RAPBN 2008, direncanakan total pembayaran utang pemerintah pusat adalah Rp 198,14 triliun. Terdiri dari: pelunasan pokok utang sebesar Rp 106,6 triliun (cicilan ULN Rp 59,66 triliun dan pelunasan UDN Rp 47 triliun)dan pembayaran bunga utang sebesar Rp 91,54 triliun (bunga ULN Rp 28,74 triliun dan bunga UDN Rp 62,80 triliun). Total pembayaran utang tersebut merupakan 26,02 % dari total Pendapatan negara yang direncanakan pada tahun tersebut (lihat tabel 2.23).
T
Taabbeell 22..2233 BBeebbaann UUttaanngg ddaallaamm RRAAPPBBNN 22000088
Sumber: Nota Keuangan Dan RAPBN 2008, diolah
Perkembangan beban utang selama beberapa tahun terakhir dapat kita lihat pada tabel 2.24. Terjadi peningkatan yang sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir, dibanding tahun-tahun sebelumnya.
T
Taabbeell 22..2244 PPeerrkkeemmbbaannggaann BBeebbaann UUttaanngg PPeemmeerriinnttaahh
Sumber: PAN dan LKPP, diolah
Ada hal lain yang harus dicermati dan dikritisi berkenaan dengan beban utang yang tercantum pada tabel 2.24 (terutama untuk tahun 2007) harus “disesuaikan” dengan beberapa data lain. Adanya ke- bijakan untuk mengubah beberapa profil utang, antara lain melalui buybackdan debtswitch, membuat angka pembayaran pokok UDN menjadi sangat tinggi. Padahal, sebagiannya dilunasi dengan pe-
Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pembayaran pokok UDN Pembayaran pokok ULN Pembayaran bunga UDN Pembayaran bunga ULN
3.931 12.259 62.261 25.406 14.424 19.812 18.995 46.356 16.492 46.491 23.200 39.286 24.228 37.130 21.655 43.496 11.339 52.725 24.129 54.897 60.063 57.922 25.728 53.822 Total Beban Utang 103.857 99.587 125.469 126.509 143.090 197.536
Keterangan Rp triliun
Pelunasan pokok utang
Utang Luar Negeri Surat Utang Negara
Pembayaran bunga utang
bunga ULN bunga UDN
Total Beban Utang
106,6 59,66 47,00 91,54 28,74 62,80 198,14
Pendapatan Negara & Hibah
nerbitan SUN yang baru. Sebagai gambaran, kita perlu menyajikan data penerbitan dan pelunasan secara bersama-sama, sehingga dapat dilihat SUN netto pada tahun bersangkutan (lihat tabel 2.25). Pengertian SUN netto adalah dilihat dari aspek penerimaannya bagi kas pemerintah (negatif berarti lebih banyak yang dibayarkan). T
Taabbeell 22..2255 PPeelluunnaassaann ddaann PPeenneerrbbiittaann SSUUNN
Sumber: sama dengan tabel 2.23
Bagaimanapun, seluruh SUN yang telah diterbitkan terbukti telah membebani APBN saat ini dan di masa mendatang. Penerbitan SUN bukannya menyelesaikan masalah yang telah diberikan oleh utang luar negeri, melainkan memperparahnya. Bahkan, penerima manfaat dari biaya utang yang tinggi tetap saja pihak asing, baik secara langsung (melalui kepemilikan SUN domestik)maupun tidak langsung (memiliki saham mayoritas atas bank/lembaga keuangan yang memiliki SUN domestik).
Akibat masalah beban utang, bisa diprediksi berbagai dampak-
nya pada pengelolaan keuangan pemerintah. Pertama, APBN
semakin sulit diharapkan menjadi stimulus perekonomian, karena sebagian cukup besarnya telah dihabiskan untuk membayar utang terlalu besar. Kedua, pemarintah “terpaksa” berupaya menyedot dana masyarakat secara maksimal. Akan ada kenaikan pajak dan pungutan. Ketiga, pembayaran cicilan dan bunga ULN kepada kreditor di luar negeri akan mengurangi secara berarti dana untuk investasi di dalam negeri. Keempat, pembayaran pokok dan bunga
Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pembayaran pokok SUN Penerbitan SUN 3.931 1.991 14.424 11.319 16.492 23.362 24.228 46.824 11.339 47.324 60.063 117.149 SUN netto 1.939 -3.105 6.870 22.596 35.986 57.086
obligasi rekap dan SUN juga cukup mengurangi sumber dana investasi. Ingat, pemilik SUN terbanyak adalah sektor kauangan, yang sampai saat ini masih kesulitan menyalurkan dananya untuk sektor riil. Kelima, penyedotan dana masyarakat akan secara langsung menekan permintaan domestik. Pertumbuhan konsumsi dalam negeri yang dalam masa krisis berperan sebagai penopang per- tumbuhan ekonomi, dikhawatirkan tidak akan terjadi lagi. Keenam, pemerintah akan terus mengurangi subsidi, seperti subsidi BBM dan listrik. Ketujuh, pemerintah akan terus menggenjot privatisasi BUMN. K
Koottaakk 22..88
G. Kelemahan Penggunaan Indikator Makroekonomi