• Tidak ada hasil yang ditemukan

Winny Gunarti Widya Wardani

Desain Komunikasi Visual, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Indraprasta PGRI, Jl. Nangka No. 58, Tanjung Barat, Jakarta Selatan 12530.

Email: winnygw@yahoo.com

ABSTRAK

Fokus pembahasan studi ini adalah ruang visual dalam desain bincang-bincang Apa Kabar Indonesia di TV One. Tampilan ruang visual dalam tayangan televisi merupakan representasi entitas dan citra produk tontonan. Visualisasi ruang juga dapat membawa pesan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh media. Visualisasi ruang yang terlihat di layar televisi menjadi hal menarik karena mempresentasikan elemen-elemen tanda visual yang bermakna. Studi ini mencoba menjawab pertanyaan bagaimana desain Apa Kabar Indonesia di TV One dapat merepresentasikan makna melalui tampilan ruang visualnya. Secara kualitatif, studi ini membahas pemaknaan ruang visual berdasarkan teori ruang dalam konteks ruang fisik di depan kamera dan ruang yang terlihat pada layar televisi. Pendekatan teks multimodal, khususnya dalam konsep komposisi digunakan untuk menjelaskan makna representasi melalui tanda-tanda visual sebagai sebuah komposisi visual yang terlihat pada layar. Studi ini diharapkan dapat membuka wawasan tentang pentingnya tampilan dan fungsi ruang visual dalam tayangan informasi di televisi, terutama desain tampilan ruang yang dapat membawa pesan, sekaligus mampu memenuhi kebutuhan penonton TV yang heterogen dengan berbagai kepentingannya. Kata kunci: Ruang visual, desain, Apa Kabar Indonesia, komposisi

1. Pendahuluan

Tayangan berita yang dikemas dalam bentuk bincang-bincang (talk show) di televisi (TV) adalah produk tontonan yang cukup menarik perhatian. Acara bincang-bincang di TV umumnya ditayangkan sebagai bagian dari program berita TV karena membahas isu sosial politik yang tengah berkembang di masyarakat. Sebagian besar saluran TV nasional di Indonesia yang menayangkan genre acara tersebut menampilkan perbincangan antara pembawa acara atau penyaji berita dengan narasumber sebagai figur publik atau tokoh di masyarakat.

Sejak era Orde Baru berakhir di tahun 1998, kebebasan berbicara melalui media TV di Indonesia memang semakin mendapat tempat, sehingga berbagai saluran TV pun berkompetisi menyajikan tontonan perbincangan yang memiliki nilai jual. Salah satunya adalah TV One. TV swasta nasional yang mengkhususkan seluruh programnya berbasis berita tersebut menjadi pembahasan dalam studi ini, khususnya melalui desain Apa Kabar Indonesia.

Desain bincang-bincang Apa kabar Indonesia di TV One dapat dikatakan sebagai tayangan yang mencoba memenuhi era keterbukaan informasi (Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 tahun 2008). Apa Kabar Indonesia adalah sebuah tayangan bincang-bincang berita (news talk show) yang memadukan pola berita konvensional dengan kreativitas, berupa presentasi perbincangan di luar studio dengan menghadirkan para narasumber yang terkait berita aktual. Hal ini sejalan dengan pandangan Timberg (2009:174) bahwa secara historis, mulai tahun 1990-an, tayangan

69

bincang-bincang jenis berita telah menjadi ruang untuk mengekspresikan pemikiran antara politisi, jurnalis, akademisi, dan para profesional. Dengan kata lain, tampilan perbincangan sosial politik di TV dapat menjadi sebuah wacana visual yang menarik, tidak hanya untuk menghibur penonton, tetapi sekaligus berpotensi untuk mengubah cara pandang masyarakat melalui bahasa visual verbal dan nonverbal.

Desain bincang-bincang Apa Kabar Indonesia di TV One menampilkan suasana pusat kota Jakarta dengan latar visualisasi Gedung Wisma Nusantara di Jl. MH.Thamrin. Latar ruang visual yang ditampilkan pada layar televisi menjadi hal menarik karena mempresentasikan elemen-elemen tanda visual yang merepresentasikan makna. Kress dan van Leeuwen (2006:18) mengatakan bahwa ruang visual adalah suatu komposisi visual gambar dan visual teks yang bermakna.

Studi ini merumuskan masalah, bagaimana desain Apa Kabar Indonesia di TV One dapat merepresentasikan makna melalui tampilan ruang visualnya? Studi ini bertujuan untuk menekankan pentingnya tampilan dan fungsi ruang visual dalam tayangan informasi di televisi, terutama dalam upaya memenuhi kebutuhan penonton TV yang heterogen dengan berbagai kepentingannya. Sebagaimana halnya fungsi desain sebagai visualisasi dari pemikiran desainer, maka ruang visual juga memvisualisasikan makna dan tujuan dari pesan yang ingin disampaikan oleh media. Secara kualitatif, pembahasan studi ini menggunakan teori ruang dalam konteks ruang pada TV dengan pendekatan teks multimodal, khususnya konsep komposisi, untuk menjelaskan makna melalui tanda-tanda visual yang didesain sebagai sebuah komposisi visual yang terlihat di layar.

2. Pembahasan

Secara teori, tayangan TV didesain untuk menghibur, menyebarkan informasi dan pengetahuan, serta memberikan pendidikan. TV tidak hanya mampu menjangkau khalayak sasaran yang luas, menyeluruh, dan bersifat serentak, tetapi juga memiliki kekuatan visual yang dapat merangsang indera penglihatan dan pendengaran penonton. Visualisasi melalui elemen grafis dan tampilan ruang pada layar TV, baik itu berlatar dalam ruang (studio) maupun berlatar luar ruang, perlu didesain untuk pembawa pesan yang bermakna. Oleh karena itu, desain tayangan yang terlihat pada layar harus mampu memberikan kesan atau pengalaman personal pada penontonnya.

Dalam konteks desain bincang-bincang di TV, sebuah produk tontonan harus dapat memberikan citra positif melalui desain dengan entitas yang mudah diingat. Salah satunya adalah melalui penampilan ruang visual. Barker mengatakan (2014:268), pengertian ruang (space) bukanlah sebuah entitas yang absolut, melainkan bentukan relasional antara ruang dan waktu yang bergerak secara simultan.

Berbicara tentang ruang visual pada layar TV, Block (2008:2) mendefiniskan menjadi tiga jenis, yaitu : ruang fisik di depan kamera (ruang studio atau luar studio sebagai objek pengambilan gambar oleh kamera, berupa rancangan interior yang akan ditampilkan melalui layar), ruang yang terlihat di layar (ruang studio atau luar studio yang dilihat oleh penonton melalui layar), dan ruang sebagai ukuran dan bentuk spasial dari layar (ukuran dan bentuk layar sebagai bentuk ruang). Sedangkan Foucault (dalam Barker, 2014:269) melihat ruang sebagai konstruksi di dalam konteks wacana, bahwa ruang dibentuk oleh seperangkat proses dinamis yang terkait dengan persoalan kekuasaan dan simbolisme, dan disituasikan dalam ruang khusus yang mempunyai beragam makna sosial.

Block (2008:14-23) juga mengatakan ruang adalah sebuah deep space, yang membawa penontonnya untuk melihat kedalaman, kelebaran, dan ketinggian ruang melalui layar TV. Aspek keterbacaan ruang tersebut dapat dilihat melalui perspektifnya, apakah :

one-70

point perspective (berupa tampilan ruang visual dalam perspektif satu titik hilang), two-point perspective (berupa tampilan ruang visual dalam perspektif dua titik hilang), three-point perspective (berupa tampilan ruang visual dalam perspektif tiga titik hilang).

Berdasarkan pemikiran Foucault dan definisi dari Block di atas, maka desain Apa Kabar Indonesia TV One yang menjadi pembahasan studi ini dapat dilihat sebagai “ruang fisik di depan kamera” dan “ruang yang terlihat di layar”. Menurut Kress dan van Leeuwen (2001, dalam Jewitt, 20011:116), modalitas visual dapat diidentifikasikan melalui bidang untuk visual gambar dan bidang untuk visual teks yang saling berkaitan. Oleh karenanya, dalam pemaknaan terhadap ruang visual, ada relasi antara teks verbal dan nonverbal yang dapat membantu penonton untuk memaknainya. Pemaknaan terhadap ruang visual mengacu pada komposisi visual yang terlihat di layar dengan melihat penempatan fungsi teks dan fungsi gambar atau foto, yang disebut Kress dan van Leeuwen sebagai bagian dari teks multimodal.

Studi ini memaknai teks multimodal di dalam konsep komposisi yang diadopsi dari metafungsi bahasa menurut Halliday (dalam Krees & van Leeuwen, 2006:115-177), yang menghubungkan makna representasional dan interaktif gambar dengan gambar lfainnya melalui tiga sistem yang saling terkait (Kress & van Leeuwen, 2006:177), yaitu :

a. Nilai informasi, berupa penempatan elemen-elemen visual yang menampilkan nilai-nilai informasi spesifik, melekat pada berbagai zona dari gambar, baik bidang kiri, kanan, atas, bawah, maupun pusat.

b. Fokus, berupa elemen-elemen visual yang dibuat untuk menarik perhatian penonton pada tingkatan yang berbeda, sebagaimana direalisasikan dalam penempatan latar depan dan belakang, ukuran yang relatif, kontras nilai warna, perbedaan ketajamannya, dan sebagainya.

c. Bingkai, berupa ada dan tidak adanya bingkai (diwujudkan oleh elemen-elemen yang menciptakan garis pemisah atau garis bingkai yang sebenarnya) menghubungkan atau tidak menghubungkan elemen-elemen visual dari gambar, menandakan bahwa keseluruhannya saling atau tidak saling melengkapi.

Desain ruang pada tayangan bincang-bincang Apa Kabar Indonesia di TV One menggunakan latar luar ruang (di luar studio) untuk mengemas alur narasi pembuka, pertengah, dan penutupan. Latar luar ruang ini merupakan ruang fisik di depan kamera yang dipilih sebagai objek pengambilan gambar, dengan menghadirkan konsep interior luang ruang, sehingga menghadirkan ruang yang terlihat di layar oleh penonton. Meskipun dalam setiap tayangannya digunakan sudut pengambilan gambar yang berbeda, tetapi kesan ruang visual secara konsisten tetap menghadirkan suasana gedung perkantoran. Properti yang umumnya menyertai di dalam ruang visual tersebut sebatas kursi, sofa, dan meja. Model kursi dan meja yang dipilih juga tidak terlalu formal, mengesankan suasana ruang perbincangan yang santai. Properti dan ruang didesain untuk menciptakan sebuah relasi yang mendukung pesan dari tema perbincangan itu sendiri. Sebagai contoh dari pembahasan dalam studi ini, dipilih tiga tampilan ruang visual secara acak dari tayangan yang pernah ada, yaitu satu scene tampilan desain pembuka dan dua scene desain pertengahan yang menampilkan bincang-bincang. Dalam konteks keterbacaan ruang, desain bincang-bincang Apa Kabar Indonesia di TV One umumnya menggunakan perspektif tampilan ruang visual dengan perspektif dua titik hilang (two-point perspective) dan perspektif tiga titik hilang (three-point perspective), sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini:

71

Titik Hilang Titik Hilang

Titik Hilang

Gambar 1. Tampilan Ruang Visual Narasi Pembuka Desain Bincang-Bincang Dengan Perspektif Tiga Titik Hilang (Sumber Gambar: Apa Kabar Indonesia, 1 Juli 2012, http://video.tvonenews.tv/program/apa_kabar_indonesia/1/, diakses 15 Juli 2015) Pada desain narasi pembuka, penggunaan perspektif tiga titik hilang memvisualisasikan dua orang pembawa acara dengan latar gedung perkantoran. Pengambilan objek gedung Wisma Nusantara secara jarak jauh oleh kamera memperlihatkan sebuah bangunan yang utuh untuk merepresentasikan pusat ibukota. Di sini, penonton diajak untuk mengarahkan pandangannya pada tiga titik hilang yang diletakkan pada latar dan bidang yang terlihat di layar. Posisi titik hilang ketiga pada latar diperlihatkan dalam perspektif tinggi (di atas) untuk merepresentasikan kemegahan gedung. Sedangkan dua titik hilang lainnya diletakkan di bagian kanan dan kiri bawah dari kedua tubuh pembawa acara untuk merepresentasikan citranya.

Titik Hilang

Titik Hilang

Gambar 2. Tampilan Ruang Visual Narasi Pertengahan Desain Bincang-Bincang Dengan Perspektif Dua Titik Hilang (Sumber Gambar: Apa Kabar Indonesia, 10 Juli 2012, Awas Pilkada Curang, http://video.tvonenews.tv/program/apa_kabar_indonesia/1/, diakses 15

Juli 2015)

Pada desain narasi pertengahan, penggunaan perspektif dua titik hilang memvisualisasikan adegan perbincangan antara dua orang pembawa acara yang duduk di sebelah kiri dan kanan ruang, dengan para narasumber yang duduk di bagian tengah. Ruang visual ditampilkan berada di luar ruang (studio) dengan mengambil interior bagian dalam gedung perkantoran untuk mempresentasikan suasana perbincangan yang serius namun relaks. Hal ini divisualisasikan melalui properti sofa dengan sandaran rendah, sehingga kesan relaks tidak terlalu menonjol. Pengambilan gambar jarak menengah mengajak, penonton untuk mengarahkan pandangan pada dua titik hilang yang terletak di bagian kanan dan kiri layar agar suasana gedung perkantoran tetap tertangkap mata.

72

Berdasarkan gambaran aspek keterbacaan ruang visual di atas, pembahasan selanjutnya adalah pada konsep komposisi visual, khususnya dari segi nilai, fokus, dan bingkai yang ditampilkan pada layar. Studi ini mencoba menggambarkan makna pesan yang bisa tertangkap melalui tanda-tanda visual. Dua pilihan scene di atas dapat kembali dijadikan pembahasan.

Tabel 1. Representasi Makna Dalam Komposisi Ruang Visual Desain Narasi Pembuka (Sumber: Diadaptasi dari Kress & van Leeuwen, 2006)

Ruang Visual Representasi Makna

Nilai:

Menginformasikan elemen-elemen tanda dua orang pembawa acara, meja kecil, koran-koran, gedung bertingkat, dan jalan raya dari bidang kiri, kanan, atas, bawah.

Kedalaman, kelebaran, dan ketinggian ruang menginformasikan nilai-nilai keragaman topik dan peristiwa yang terjadi di kota-kota di Indonesia. Fokus:

Memfokuskan fokus lebih tajam pada kedua pembawa acara dan tumpukan koran di atas meja kecil, dengan pengambilan gambar jarak menengah oleh kamera.

Tampilan pembawa acara berbusana kasual dengan tumpukan koran mewakili gaya hidup masyarakat kota yang dinamis dan membutuhkan informasi. Bingkai:

Menghubungkan keseluruhan elemen tanda dan membingkainya dalam suasana pagi hari di pinggir jalanan ibukota berlatar gedung bertingkat.

Gedung bertingkat dan jalanan utama membingkai segmentasi masyarakat perkotaan sebagai entitas dan citra produk tontonan.

Ruang visual di atas juga menampilkan sebuah ruang tempat pembawa acara saling berinteraksi dalam jarak tertentu, meski tidak berkesan membatasi. Di sini, penonton diajak untuk melihat “kedalaman”, “kelebaran”, sekaligus “ketinggian” ruang melalui visualisasi jalan raya dan latar gedung perkantoran. Visualisasi ini dapat menjadi entitas, ketika elemen pembawa acara tampil sebagai bagian dari “aktivitas kota” di dalam ruang tempat mereka berinteraksi. Suasana pusat kota juga merepresentasikan citra produk tontonan sebagai pembawa berita tentang berbagai peristiwa yang terjadi di kota-kota.

Tabel 2. Representasi Makna Dalam Komposisi Ruang Visual Desain Bincang-Bincang (Sumber: Diadaptasi dari Kress & van Leeuwen, 2006)

Ruang Visual Representasi Makna

Nilai:

Menginformasikan elemen-elemen tanda pembawa acara, narasumber, meja tamu, sofa bersandaran rendah, kaca-kaca jendela gedung, dari bidang kiri, kanan,dan atas.

Kedalaman dan kelebaran, ruang menginformasikan nilai-nilai berbagai

kepentingan yang mewakili lembaga, masyarakat, dan media.

73

Fokus:

Memfokuskan fokus lebih tajam pada pembawa acara dan

narasumber, dengan pengambilan gambar jarak menengah oleh kamera.

Tampilan pembawa acara dan narasumber

difokuskan secara bergantian sebagai visualisasi penghargaan atas pendapat/opini publik. Bingkai:

Menghubungkan keseluruhan elemen tanda dan membingkainya dalam suasana ruang duduk gedung perkantoran.

Latar kaca jendela gedung dan sofa di ruang duduk membingkai para tokoh publik sebagai visualisasi kepedulian masyarakat terhadap permasalahan sosial politik di Indonesia.

Ruang visual di atas juga memperlihatkan kepada penonton sebuah ruang yang didesain untuk membatasi gerakan para partisipannya saat mereka berinteraksi dalam jarak tertentu. Selain pemaknaan pada tabel di atas, penonton lebih diajak untuk melihat “kelebaran” ruang yang menghadirkan pembawa acara dan narasumber untuk mewakili berbagai kepentingan. Kelebaran ruang juga memberi makna interaksi yang lebih harmonis di antara partisipan.

3. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan desain bincang-bincang Apa Kabar Indonesia di atas, studi ini menyimpulkan beberapa hal penting dalam memaknai ruang visual sebagai bagian dari desain tayangan TV. Pertama, pemilihan ruang visual, baik berlatar luar ruang maupun dalam ruang tidak dapat dipisahkan dari peran pembawa acara dan properti. Pemilihan ruang dan pengambilan gambar secara perspektif yang konsisten juga dapat memberikan sebuah entitas yang mudah diingat, citra produk tontonan, dan mampu merepresentasikan tujuan dan pesan yang ingin disampaikan oleh media. Kedua, desain ruang visual dalam suatu tayangan perlu mempertimbangkan deep space untuk melihat kedalaman, kelebaran, dan ketinggian ruang yang ditampilkan di layar TV, serta aspek keterbacaan ruang dipahami melalui komposisi visual dari elemen-elemennya secara keseluruhan, sehingga mampu memberikan kesan personal bagi penonton.

Daftar Pustaka

[1] Barker, Chris, 2014, Kamus Kajian Budaya, Penerbit PT. Kanisius, Jakarta. [2] Block, Bruce, 2008, The Visual Story, Creating The Visual Structure of Film, TV,

and Digital Media, Second Edition, Elsevier and Focal Press.

[3] Kress, Gunther and van Leeuwen, Theo, 2006, Reading Images: The Grammar of Visual Design, 2nd ed., Routledge, London and New York.

[4] Jewitt, Carey, ed., 2011, The Routledge Handbook of Multimodal Analysis, Routledge, London and New York.

74

IKONISITAS SEBAGAI STRATEGI KREATIFDALAM DESAIN