• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 Perkembangan Ekonomi Makro Daerah

1.3.3 Industri Pengolahan

Pertumbuhan LU industri pengolahan pada triwulan I 2019 melambat menjadi 6,60% (yoy) dari sebelumnya 9,86% (yoy) pada triwulan IV 2018. Perlambatan ini antara lain terkonfirmasi dari melambatnya pertumbuhan pada produksi industri mikro dan kecil (IMK). Selain itu, kontraksi pada pertumbuhan impor barang bahan baku juga menjadi indikator dari perlambatan yang dialami LU ini. Kinerja impor barang baku terkontraksi hingga -4,07% (yoy) leboh rendah dibandingkan dengan triwulan IV 2019 yang tumbuh sebesar 1,73% (yoy). Sementara itu, masih meningkatnya pertumbuhan produksi pada industri besar dan sedang (IBS) mampu menahan perlambatan kinerja lebih lebih dalam pada LU industri pengolahan.

Pertumbuhan produksi IMK pada triwulan I 2019 melambat dari 6,67% (yoy) pada triwulan IV 2018 menjadi sebesar 3,93% (yoy). Perlambatan pertumbuhan produksi pada IMK ini disebabkan oleh kontraksi pertumbuhan produksi pada industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia serta industri furnitur yang masing-masing terkontraksi sebesar -27,77% (yoy) dan -25,28% (yoy). Terkontraksinya kinerja industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia antara lain tercermin dari kontraksi impor senyawa kimia anorganik yang digunakan dalam proses produksi industri bahan kimia hingga -67,67% (yoy). Adapun kontraksi pada kinerja industri furnitur terkonfirmasi dari penurunan ekspor furnitur Kalimantan Barat ke Jepang yang mencapai -47,95% (yoy) dibandingkan dengan pertumbuhan produksi triwulan IV 2018 sebesar 7,95% (yoy). Perlambatan pertumbuhan produksi IMK lebih lanjut dapat tertahan oleh peningkatan

pertumbuhan produksi pada industri tekstil sebesar 44,45% (yoy) meningkat dari sebelumnya 27,21% (yoy) pada triwulan IV 2018. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan pertumbuhan ekspor pakaian jadi ke Malaysia hingga 44,05% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -33,86% (yoy). Bila dibandingkan dengan pertumbuhan produksi IMK nasional, maka pertumbuhan produksi IMK Kalimantan Barat pada triwulan I 2019 ini lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang sebesar 6,88% (yoy).

Sementara itu, pertumbuhan produksi IBS pada triwulan I 2019 meningkat dari 15,78% (yoy) pada triwulan IV 2019. Peningkatan ini antara lain ditopang oleh peningkatan produksi pada industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 0,58% (yoy), meningkat dari sebelumnya yang terkontraksi -9,66% (yoy) pada triwulan IV 2018. Produksi karet slab pada triwulan I 2019 yang tumbuh sebesar 9,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan -0,61% (yoy) pada triwulan IV 2018 menunjukkan terjadinya peningkatan produksi pada industri karet tersebut. Di sisi lain, kontraksi pertumbuhan produksi yang semakin dalam pada industri kayu dan barang-barang dari kayu (tidak termasuk furnitur) menahan pertumbuhan produksi IBS lebih jauh pada triwulan I 2019. Kontraksi pertumbuhan produksi kayu pada triwulan I 2019 tercatat sebesar -7,76% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan -7,39% (yoy) pada triwulan IV 2018. Hal tersebut sejalan dengan semakin dalamnya kontraksi ekspor pada komoditas kayu olahan Kalimantan Barat pada triwulan I 2019. Pertumbuhan produksi IBS Kalimantan Barat pada triwulan I 2019 ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan produksi IBS nasional yang tercatat sebesar 4,45% (yoy).

Sumber: BPS Prov. Kalbar, diolah

Grafik 1.41 Perkembangan Industri Manufaktur

Sumber: Bea Cukai Prov. Kalbar, diolah

Grafik 1.42 Perkembangan Impor Barang Bahan Baku Tabel 1. 6 Pertumbuhan Produksi Industri Besar dan Menengah (%, yoy)

Sumber: BPS Prov. Kalbar, diolah

Tabel 1. 7 Pertumbuhan Produksi Industri Mikro dan Kecil (%, yoy)

2019

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I

g Produksi IBS Kalimantan Barat (% yoy) 9.16 7.76 5.77 3.73 4.71 3.76 6.43 6.07 3.48 0.91 0.31 1.31 1.31 -10.72 2.67 15.78 17.00 g Produksi IBS Nasional (% yoy) 5.06 5.44 4.00 -1.41 4.13 5.54 4.87 2.06 4.33 3.89 5.46 5.15 5.13 4.36 5.04 3.90 4.45

2018

Industri Besar dan Sedang 2015 2016 2017

2019 2017

LU industri pengolahan pada triwulan I 2019 tercatat tumbuh 19,26% (yoy), meningkat dari 13,85% (yoy) pada triwulan IV 2018. Kualitas kredit pada LU industri pengolahan juga semakin membaik. Rasio NPL kredit LU industri pengolahan kembali menurun dari 2,65% pada triwulan IV 2019 menjadi 2,04% atau relatif semakin jauh di bawah dari batas aman NPL yaitu 5%.

Sumber: LBU, diolah

Grafik 1.43 Perkembangan Kredit LU Industri Pengolahan

Sumber: LBU, diolah

Grafik 1.44 Pertumbuhan Kredit dan NPL LU Industri Pengolahan

Berdasarkan komoditasnya, melambatnya kinerja LU industri pengolahan antara lain didorong oleh perlambatan kinerja pada industri pengolahan CPO. Kinerja industri pengolahan CPO melambat pada triwulan I 2019 yang disebabkan oleh menurunnya produksi CPO. Volume produksi CPO Kalimantan Barat pada triwulan I 2019 tercatat 382,76 ribu ton atau menurun dari volume produksi pada triwulan IV 2018 yang mencapai 432,38 ribu ton. Berdasarkan pertumbuhan produksinya, produksi CPO pada triwulan I 2019 tercatat tumbuh 11,00% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan IV 2018 yang sebesar 16,70% (yoy). Penurunan produksi CPO ini merupakan dampak dari penurunan produksi TBS. Meskipun demikian, penurunan produksi CPO ini tidak berdampak pada kinerja ekspor CPO di triwulan I 2019. Harga CPO internasional yang mulai membaik pada triwulan I 2019 mendorong peningkatan kinerja ekspor CPO di tengah menurunnya produksi. Membaiknya harga CPO internasional ini juga diikuti dengan perbaikan pada harga CPO lokal Kalimantan Barat.

Sumber: Dinas Perkebunan Prov. Kalbar, diolah

Grafik 1.45 Produksi CPO

Sumber: Dinas Perkebunan Prov. Kalbar dan Bloomberg, diolah

Grafik 1.46 Perkembangan Harga CPO Kalimantan Barat dan Internasional

Sumber: Bea Cukai Prov. Kalbar, diolah

Grafik 1.47 Nilai Ekspor CPO

Pertumbuhan LU industri pengolahan pada triwulan II 2019 diprakirakan melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Masih berlanjutnya perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok masih menjadi risiko yang dapat menurunkan permintaan terhadap komoditas ekspor Kalimantan Barat seperti karet, alumina dan CPO. Hal tersebut dapat berdampak pada menurunnya produksi komoditas-komoditas tersebut. Namun demikian, momen HBKN di triwulan II 2019 dapat menjadi stimulus bagi peningkatan produksi seiring dengan prakiraan peningkatan permintaan domestik.

KETIKA PERGI KE LUAR NEGERI MENJADI PILIHAN

Seiring dengan bertumbuhnya ekonomi, jumlah penduduk Indonesia yang pergi ke luar negeri mengalami peningkatan yang cukup besartiap tahunnya. Tujuannya beragam, mulai dari sekedar berwisata, berbisnis, pendidikan hingga menjalani pengobatan. Setidaknya dalam kurun tiga tahun terakhir, dari 19 pintu keluar utama di Indonesia tercatat jumlah wisatawan nasional (wisnas) yang pergi ke mancanegara hampir mengimbangi jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke Indonesia.

Outbound Survey

Dari sudut pandang Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), perjalanan wisata ke luar negeri dimaksud dapat berdampak pada meningkatnya outflow devisa yang dapat berkontribusi terhadap defisit neraca pembayaran. Berkaitan dengan hal tersebut, Bank Indonesia mengadakan penelitian terhadap data pengeluaran wisnas yang pergi ke luar negeri melalui survei yang dilakukan di beberapa pintu masuk (outbound survey). Pendekatan yang dilakukan adalah melalui wawancara saat wisnas tiba di Indonesia dan menanyakan beberapa karakteristik perjalanan mereka termasuk biaya perjalanan yang dikeluarkan.

Pada periode peak season di Juli dan Agustus 2018, Bank Indonesia menyelenggarakan survei tersebut di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Sanggau. Cakupan pertanyaan survei meliputi profil, tujuan kunjungan, biaya transportasi, lama tinggal di luar negeri, pengeluaran selama kunjungan, pendapatan selama kunjungan, akomodasi yang digunakan, cinderamata yang dibeli, pengeluaran sebelum keberangkatan dan sesudah kedatangan ke/dari luar negeri.

Wisata, Kunjungan Keluarga dan Berobat

Hasil survei menunjukkan bahwa Wisnas yang bepergian ke mancanegara dari wilayah Kalimantan Barat umumnya masih didominasi oleh wisnas yang berasal dari Kalimantan Barat (95,02%) sementara sisanya (4,98%) berasal dari Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi. Sebagian besar wisnas tersebut (87,04%) tidak memiliki kartu identitas lintas batas (KILB) dan umumnya bepergian melalui pintu Entikong (98%).

Sejalan dengan data tersebut, jenis transportasi yang digunakan wisnas dalam kunjungan ke luar negeri masih didominasi oleh transportasi darat. Melalui pintu keberangkatan diperoleh informasi bahwa lintasan kendaraan pribadi sebesar 30,90%, kendaraan umum nasional sebesar 41,86% dan kendaraan umum asing sebesar 27,24%. Sebaliknya, pada pintu kedatangan diperoleh informasi bahwa lintasan kendaraan pribadi sebesar 30,90%, kendaraan umum nasional sebesar 37,87% dan kendaraan umum asing sebesar 31,23%. Rute yang ditempuh ke luar negeri umumnya bertujuan ke Kuching, di samping juga beberapa destinasi lainnya seperti Miri, Sibu, Bintulu dan Serian.

Dari survei didapatkan informasi bahwa sebagian besar Wisnas melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berobat dan kunjungan keluarga (masing-masing 29,24%), sementara sisanya adalah untuk berlibur/wisata/ziarah/agama (18,94%), usaha/berdagang (11,96%) dan bekerja

(9,30%), dengan rata-rata lama tinggal wisnas adalah 15,23 hari. Dilihat dari sisi pemasukan dan pengeluaran para wisnas, rata-rata penghasilan selama bekerja di luar negeri adalah USD1.156,75 per bulan, diimbangi oleh rata-rata pengeluaran wisnas selama di luar negeri sebesar USD184,41 per kunjungan. Rata-rata pengeluaran terbesar wisnas di luar negeri adalah untuk keperluan pendidikan (USD375 per kunjungan) dan berobat (USD237,23 per kunjungan).

Pasca Survei: Memanfaatkan Peluang

Mencermati hasil survei tersebut, perlu adanya langkah tindak lanjut secara terpadu dari pemerintah agar masyarakat dapat lebih memprioritaskan kunjungan wisata ke dalam negeri daripada ke luar negeri. Hal itu penting dilakukan untuk tetap menjaga agar arus devisa dari Indonesia tidak tertarik ke luar negeri. Oleh sebab itu, dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mulai menggarap serius perbaikan dan peningkatan infrastuktur pendukung pariwisata, termasuk beberapa fasilitas wisata lokal tertentu yang banyak diminati oleh wisnas.

Berkaca kepada hasil survei yang di atas, terlihat masih terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku ekonomi terkait dengan preferensi masyarakat yang senang bepergian ke luar negeri. Misalnya saja, dalam hal penggunaan kendaraan umum nasional yang porsinya masih lebih tinggi dari kendaraan umum asing baik di pintu keberangkatan mau pun kedatangan di perbatasan. Hal ini merupakan peluang tersendiri bagi pengusaha angkutan darat nasional/lokal untuk mengembangkan bisnis jasanya guna meraih potensi pendapatan yang lebih tinggi. Tentu dalam hal ini perlu adanya keterlibatan pemerintah dalam menata regulasi yang sesuai untuk pengembangan hal dimaksud.

Selanjutnya, terkait dengan besarnya pengeluaran wisnas untuk keperluan pendidikan dan pengobatan di mancanegara, hal ini dapat menjadi masukan bagi otoritas terkait untuk mengkaji ulang kondisi fasilitas pendidikan dan pengobatan di dalam negeri (khususnya di Kalimantan Barat). Tanpa mengesampingkan tujuan untuk bepergian ke luar negeri sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, namun melalui langkah-langkah yang dilakukan pemerintah tersebut setidaknya masyarakat dapat dapat mengalihkan preferensi terkait hal tersebut ke dalam negeri, sekaligus membuka peluang bagi wisman untuk masuk ke Indonesia sehingga dapat menyumbangkan devisa bagi negara.

BAB 2 Keuangan Pemerintah

Persentase realisasi pendapatan APBD Provinsi Kalimantan Barat hingga triwulan I

2019 tercatat sebesar 23,13% atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I

2018 yang sebesar 13,13%. Persentase realisasi belanja APBD Provinsi

Kalimantan Barat hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar 7,68%, lebih rendah

dibandingkan triwulan I 2018 yang sebesar 12,72%. Turunnya penyerapan

APBD pada triwulan I 2019 disebabkan oleh realisasi belanja yang lebih

rendah pada hampir semua pos belanja, kecuali pada pos belanja pegawai.

Adapun persentase realisasi belanja modal hingga triwulan I 2019 relatif belum

optimal sebagaimana pola historis, dengan capaian yang masih kurang dari

1% terhadap pagunya. Sementara itu, persentase realisasi belanja APBN di

Kalimantan Barat hingga triwulan I 2019 tercatat sebesar 22,91% atau

meningkat dibandingkan triwulan I 2018 yang mencapai 21,43%.

APBD Provinsi Kalimantan Barat

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD Provinsi Kalimantan Barat tahun 2019 meningkat. Anggaran pendapatan pada APBD Provinsi Kalimantan Barat tahun 2019 meningkat 8,52% (yoy) menjadi Rp5.760,66 miliar. Peningkatan anggaran pendapatan tersebut disebabkan oleh peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), komponen dana perimbangan yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) dan Transfer dari Pemerintah Pusat berupa Dana Penyesuaian. Anggaran belanja pada APBD Provinsi Kalimantan Barat tahun 2019 mengalami peningkatan sebesar 8,81% menjadi Rp5.910,67 miliar. Pos belanja yang mengalami peningkatan pada tahun 2019 adalah belanja pegawai, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan dan belanja modal.

Secara umum, kinerja keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dari sisi pendapatan hingga triwulan I 2019 meningkat, sementara dari sisi belanja menurun. Pada sisi pendapatan, terjadi peningkatan persentase realisasi pendapatan menjadi sebesar 181,97% dibandingkan pada triwulan I 2018. Sementara itu dari sisi belanja, terjadi penurunan

pengeluaran pemerintah yang terpantau dari turunnya persentase realisasi belanja hingga -34,25% dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.

Sumber: BPKPD Prov. Kalbar

Grafik 2. 1 APBD Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat