• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejak dimulainya industri surimi beku di Jepang tahun 1960, penelitian, teknologi pengolahan dan peralatan mulai dikembangkan (Noguchi 1984). Teknologi pengolahan surimi yang saat ini paling banyak digunakan oleh industri

adalah teknologi dengan metode rotary rinser/screw press. Secara umum alir proses pengolahan surimi terdiri dari persiapan bahan baku, penghilangan tulang, pencucian daging lumat, pengurangan kadar air (pengepresan), penapisan

(straining), penambahan bahan tambahan dan pembekuan (Gambar 2). Skema

proses pengolahan dan peralatan yang digunakan pada industri surimi beku dijelaskan pada Gambar 3.

2.2.1 Penanganan bahan baku

Selain jenis, kesegaran bahan baku merupakan hal penting dalam proses pengolahan surimi. Surimi dengan mutu tinggi tidak akan dihasilkan bila digunakan bahan baku yang kurang segar, meskipun diolah dengan teknologi tinggi (Uno dan Nakamura 1958). Selain itu, protein ikan (aktin dan miosin) masih tinggi sehingga kemampuan mengikat air pun tinggi.

Pada umumnya, ikan di kapal trawl memiliki kesegaran yang sangat tinggi (ditangani < 24 jam setelah ditangkap), yang dapat diolah menjadi surimi dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan bahan baku yang digunakan di kapal pengumpul atau di industri surimi di darat karena telah mengalami penyimpanan beberapa hari setelah penangkapan. Untuk kapal pengolah dapat

dengan mudah berpindah tempat dari satu fishing ground ke fishing ground

lainnya, maka kebutuhan bahan baku dapat diatur sesuai dengan kapasitas produksi sehingga ikan yang digunakan selalu dalam kondisi sangat segar, karena ikan langsung diolah tidak lebih dari 12 jam setelah ditangkap (Lee 1986).

Jika ikan tidak langsung diolah maka harus disimpan pada suhu di bawah

5oC. Untuk penanganan ikan di atas kapal, refrigerated sea water (RSW)

merupakan metode penyimpanan ikan yang sangat baik untuk mempertahankan mutu bahan baku surimi karena metode ini mampu mendinginkan ikan secara cepat dengan distribusi suhu yang merata dan tidak merusak ikan. Namun metode ini disarankan tidak lebih dari 2 hari karena garam yang terkandung dalam larutan akan masuk ke dalam daging ikan dan menyebabkan denaturasi protein (Lee 1986), sehingga perlu adanya pengawasan terhadap suhu dan waktu penyimpanan.

PROSES TUJUAN METODE SEMI

MODERN

MODERN IKAN SEGAR

Pencucian Cuci dalam air

es

Mendinginkan ikan Rotary fish

washer

Rotary fish washer

Penyiangan Membuang kepala dan

isi perut

Pisau Mesin

Cuci dalam air es Menghilangkan sisik dan darah Rotary fish washer Rotary fish washer

Pemisahan daging Memisahkan daging

dari tulang, duri dan kulit

Meat-bone separator

Meat-bone separator

HANCURAN / LUMATAN DAGING (MINCED MEAT)

Leaching Air es (1 : 4) +

0,3% garam (2 kali)

Menghilangkan protein larut air, darah, lemak dan bau

Tanki leaching Tanki leaching

Pengepresan Membuang air

Mengepres

Membuang air cucian Mengatur kadar air

Rotary sieve Rotary sieve

kelebihan air Sampai 80-82% Hidraulic press Screw press

LUMATAN DAGING YANG TELAH DICUCI (LEACHED MEAT)

Straining Menghilangkan sisa

kulit, duri dan sisik

Strainer

Pencampuran 3-5% gula halus 0,2% poliposfat

Mengurangi freeze- denaturation dan meningkatkan WHC

Mixer silent cutter

Pengepakan Dalam plastik

PE

Pengemasan Manual Filling machine

Pembekuan - 30oC Suhu pusat –20oC

dalam waktu 4-6 jam

Contact/air blast freezer SURIMI BEKU Kotak karton –(18oC –20oC) Mengurangi dehidrasi selama penyimpanan beku Cold storage

Untuk penyimpanan jangka pendek, penyimpanan cukup di dalam peti berinsulasi. Dengan menyusun ikan secara berlapis dengan hancuran es sampai penuh dengan perbandingan antara ikan dan es adalah 1 : 3. Dengan cara seperti

ini suhu ikan dapat dipertahankan rendah (sekitar 0oC) dan kesegaran ikan dapat

dipertahankan hingga beberapa hari.

Dalam mengolah surimi, diperlukan daging ikan yang bermutu tinggi, karena itu segala cara yang ditempuh harus selalu disertai upaya mempertahankan mutu daging ikan. Dalam hal ini penggunaan suhu rendah merupakan suatu yang mutlak diperlukan, baik selama penyiangan, pembilasan, pelumatan hingga pengemasan.

2.2.2 Sortasi

Penanganan awal untuk ikan hasil tangkapan di kapal adalah memisahkan tangkapan utama dari jenis ikan lainnya. Bila bahan baku digunakan untuk surimi, sebaiknya pemisahan ikan dilakukan juga berdasarkan ukuran, sehingga bila diolah secara mekanis kecepatan mesin dan rendemen fillet dapat ditingkatkan. Sortasi juga dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan mesin sortir.

Jika kulit ikan tidak dibuang, harus dilakukan pembuangan sisik untuk mencegah terjadinya akumulasi dan penyumbatan pada mesin pemisah daging

(meatbone separator) pada proses selanjutnya. Pencucian dan pembuangan sisik

dilakukan secara simultan, menggunakan alat dengan sistem rotary (berputar)

(Toyoda et al. 1992).

2.2.3 Pemfilletan

Pada tahap pemfilletan, dilakukan juga proses pemotongan kepala, pembuangan insang dan tulang. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar isi perut tidak mencemari daging.

Pemotongan kepala berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas (rendemen) surimi, jika pemotongan terlalu ke depan maka isi perut masih tersisa dan menyebabkan mudah terjadi kemunduran mutu, tetapi jika pemotongan terlalu ke belakang maka rendemen yang dihasilkan akan kecil. Isi perut ikan harus

dibuang seluruhnya, karena banyak mengandung lemak dan enzim protease serta menjadi sumber bakteri yang dapat dengan cepat menurunkan mutu ikan yang mengakibatkan turunnya kemampuan pembentukan gel surimi (Suzuki 1981). Selain itu,isi perut ikan akan berpengaruh terhadap penampakan produk karena mengakibatkan warna surimi dan produk olahannya menjadi gelap.

Pemfilletan dapat dilakukan secara manual atau mekanis. Apabila ikan yang diolah dalam jumlah besar, jenis dan ukuran sama, penggunaan mesin

penyiangan (gutting machine) akan lebih efisien. Namun apabila jumlah ikan

sedikit, ukuran ikan tidak seragam atau dikerjakan dalam skala kecil, penyiangan secara manual lebih sesuai.

Ukuran, musim dan kondisi biologis ikan (bertelur atau tidak) sangat menentukan rendemen yang dihasilkan, namun yang paling penting adalah cara

atau proses pengolahannya (Toyoda et al. 1992).

2.2.4 Pemisahan daging ikan

Pemisahan daging adalah kegiatan memisahkan daging ikan dari tulang,

sirip dan kulit. Pemisahan daging dilakukan dengan menggunakan meat-bone

separator (Gambar 4). Dengan alat ini, ikan akan terpisah dari kulitnya. Prinsipnya, ikan dipres di antara silinder logam yang berlubang dan berputar.

Ikan yang telah disiangi dan dicuci bersih, diletakkan di antara sabuk

(conveyor belt) dan silinder berlubang yang berputar dengan kedua sisi yang

bergerak berlawanan arah sehingga ikan akan terjepit diantara keduanya. Daging ikan akan masuk ke dalam silinder melalui lubang sedangkan bagian tulang dan

kulit mengikuti arah perputaran conveyor belt dan jatuh ke tempat pembuangan.

Daging yang masuk ke dalam silinder dan telah terpisah dari kulit, tulang dan duri

disebut daging lumat (minced fish). Selama proses pemisahan suhu ikan harus

dipertahankan tetap rendah, demikian juga alat yang digunakan.

Diameter lubang silinder berpengaruh terhadap proses leaching

dewatering, rendemen dan mutu surimi. Besarnya diameter lubang berkisar

antara 4 – 7 mm disesuaikan dengan ukuran dan tingkat kesegaran ikan. Untuk meningkatkan kapasitas produksi dan rendemen, digunakan lubang silinder yang lebih besar namun tetap disesuaikan dengan kekuatan alat.

Bila digunakan ikan berkulit, penempatan ikan di alat sangat penting. Bagian daging diletakkan menghadap silinder sehingga kulit tidak menghalangi masuknya daging ke silinder.

Gambar 4 Meat-bone separator.

2.2.5 Pembilasan (leaching)

Daging ikan lumat yang keluar dari alat pemisah daging biasanya berwarna gelap karena mengandung sisa darah, lemak dan kotoran lainnya. Pembilasan dengan air dingin merupakan tahap yang paling penting dalam pembuatan surimi.

Pembilasan daging ikan lumat dilakukan untuk mengeluarkan garam

organik, protein larut air (water soluble protein), pigmen, bakteri, produk yang

tidak dapat dihancurkan/terurai, dan mereduksi kadar lemak. Pembilasan daging ikan lumat juga melarutkan protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan gel. Secara umum dilakukan dengan air dingin, diikuti dengan

pengepresan (Grantham 1981). Larutnya protein sarkoplasma akan meningkatkan konsentrasi protein miofibril, yang berperan sangat penting dalam pembentukan gel. (Noguchi 1982).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektifitas leaching dan mutu

surimi, adalah :

1) Frekuensi dan waktu leaching

Frekuensi dan waktu leaching dipengaruhi oleh jenis, komposisi dan

kesegaran ikan. Pada umumnya, komponen-komponen yang mudah larut dapat dengan mudah terbuang pada pembilasan pertama, tetapi diperlukan waktu

tertentu untuk melarutkan water soluble component dari daging ikan. Ekstraksi

water soluble component daging ikan terjadi pada saat pembilasan yang disertai

dengan pengadukan dan dipengaruhi oleh waktu serta perbandingan antara air dan

minced fish. Waktu optimal pencucian antara 9 – 12 menit, jumlah protein yang

terlarut meningkat nyata seiring dengan bertambahnya waktu pembilasan, namun berhenti setelah waktu tersebut (Lee 1986). Jika waktu pembilasan terlalu

panjang, minced akan menyerap banyak air sehingga akan mempersulit proses

pengepresan. Meskipun waktu leaching bervariasi tergantung dengan kesegaran bahan baku, suhu air dan ukuran partikel daging ikan, tetapi 15 – 20 menit

merupakan waktu yang disarankan untuk industri surimi (Toyoda et al. 1992).

Pada umumnya, gelstrength akan meningkat dengan peningkatan

frekwensi pembilasan, terutama pada pencucian ke dua, namun dengan 2 kali pembilasan belum mampu menghilangkan bau dan memudarkan warna daging ikan dengan sempurna (Lee 1986).

2) Kualitas air

Air adalah faktor yang paling penting pada proses leaching. Faktor penting

dalam efektivitas proses leaching adalah konsentrasi larutan garam, pH dan suhu.

3) Kekuatan ion/konsentrasi garam anorganik

Kekuatan ion pada larutan leaching menyebabkan daging ikan cenderung

mengembang. Kekuatan ion larutan leaching yang lebih besar memudahkan pengeluaran air dari daging ikan. Oleh karena itu, sangat sulit mengeluarkan air

dari daging yang telah mengembang, akibatnya kandungan air pada surimi menjadi tinggi. Faktor penting yang terkait dengan kualitas air pada industri surimi adalah level garam anorganik. Level garam anorganik yang tinggi,

khususnya Ca2+ dan Mg2+ akan mengganggu kemampuan pembentukan gel

surimi, yang menyebabkan terjadinya denaturasi actomiosin selama penyimpanan.

4) pH

pH larutan leaching berdampak terhadap water retention selama proses

leaching (Tokunaga dan Nishioka 1988; Lee 1986) dan water binding properties

serta kemampuan pembentukan gel (Shimizu et al. 1994). pH produk akhir sangat

tergantung dari pH bahan baku. Pembentukan gel optimal pada daging ikan berkisar antara 6,5 – 7,0 sedangkan pada kondisi asam, protein miofibril cenderung tidak stabil (Shimizu dan Toyohara 1994). Pada ikan berdaging merah, segera setelah ikan mati pH daging akan turun hingga 5,7 – 6,0 sehingga

diperlukan perlakuan alkali (natrium bicarbonat) pada saat leaching untuk

mengatur pH daging ikan.

5) Suhu

Suhu pencucian harus tetap dijaga antara 3 – 10oC untuk mencegah

terjadinya denaturasi protein dan perkembangbiakan mikroorganisme. Selain itu, fungsi protein akan menurun dengan cepat bila terjadi peningkatan suhu dan protein miofibril akan kehilangan kemampuan pembentukan gel.

Pada awal dikembangkannya surimi, proses leaching dilakukan dengan

sistem batch dengan penambahan sejumlah air, kemudian minced fish diaduk dan

dibiarkan beberapa saat. Selanjutnya, endapan yang dihasilkan disaring. Proses

leaching dengan teknologi modern menggunakan sistem berkelanjutan, yang

terdiri dari leaching tank dan rotary screen (Gambar 5). Leaching tank dilengkapi

dengan pengaduk yang secara terus menerus dan secara otomatis berputar selama

proses leaching. Minced fish yang telah dicuci selanjutnya disaring menggunakan

rotary screen sebelum menuju proses leaching selanjutnya. Proses leaching

Gambar 5 Rotary screen/sieve.

Keuntungan perlakuan leaching adalah (1) melarutkan protein larut air

yang menganggu pembentukan gel sehingga kemampuan pembentukan gel menjadi meningkat (2) memperbaiki warna dan penampakan (3) menghilangkan bau yang tidak diinginkan (4) produk akhir mempunyai rasa tawar sehingga

memungkinkan untuk memberikan rasa sesuai yang diinginkan (Tan et al. 1988).

2.2.6 Pengepresan

Proses pengurangan kadar air terakhir merupakan kegiatan pengepresan

yang menggunakan alat screw press (Gambar 6). Pengepresan bertujuan untuk

mengurangi kadar air setelah pembilasan karena pada pengolahan surimi diperlukan air yang cukup banyak selama proses pembilasan untuk melarutkan

kotoran, pigmen dan protein larut air. Setelah proses refining, kadar air produk

rata-rata sebesar 90% dan akan berkurang hingga 80 – 84% setelah pengepresan.

Screw press yang terdiri dari screw yang berputar dan screen yang berbentuk

Kemampuan pengepresan screw press ditentukan dari ukuran lubang pada screen. Semakin besar lubang maka semakin besar kemampuan pengepresan tetapi kemungkinan daging keluar bersamaan dengan air juga besar. Ukuran lubang yang biasa digunakan adalah 0,5 – 1,0 mm pada bagian inlet dan 1,0 – 2,0

mm pada outlet.

Gambar 6 Screw press.

2.2.7 Penyaringan

Tahap penyaringan bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa sisik, jaringan ikat, membran dan duri-duri halus yang masih tertinggal. Proses ini biasanya

dilakukan setelah pencucian dengan menggunakan alat strainer, dimana lumatan

daging ikan ditekan melalui alat yang mempunyai filter dengan ukuran mesh 1– 3 mm. Lumatan daging yang telah dicuci dimasukkan ke dalam mesin, daging akan keluar melalui lubang dengan tekanan dari rotor. Daging yang putih dan lembut akan keluar dari bagian depan refiner, sedangkan bagian-bagian ikan seperti jaringan ikat, kulit, duri dan sisik yang tidak dapat keluar dari lubang tetapi

Gambar 7 Strainer (Toyoda et al., 1992).

2.2.8 Pencampuran bahan tambahan

Pencampuran adalah proses penambahan dan mencampur bahan-bahan krioprotektan, yaitu polifosfat, sorbitol dan gula untuk menstabilkan protein dan mencegah denaturasi selama penyimpanan beku. Penambahan gula berkisar 3 – 5%, sorbitol sebesar 4 – 5 % dan polifosfat sebesar 0,2 – 0,3 %. Penambahan cryoprotectant mampu meningkatkan tingkat N-aktomiosis dari 350 mg% menjadi

520 mg% (Lanier 1992). Dengan penambahan cryoprotectant, surimi belum

mengalami kehilangan mutu yang berarti selama penyimpanan 3 – 6 bulan. Polifosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain

dinatrium phosfat (disodium monophosphate), natrium hexametaphosphat dan

natrium tripolifosfat (sodium tripoliphosphate). Fungsi polifosfat pada surimi

adalah untuk memperbaiki daya ikat air (water binding ability) dan memberikan

pasta yang lembut pada produk olahan surimi.

Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat silent cutter hingga

didapatkan adonan yang benar-benar homogen (Gambar 8).

2.2.9 Pengepakan dan pembekuan

Setelah dicampur dengan bahan tambahan, surimi dikemas dalam plastik hingga berbentuk blok kemudian dibekukan dengan sistem pembekuan cepat

hingga suhu produk mencapai – 30oC. Untuk kebutuhan industri, biasanya blok surimi berukuran 10 kg/blok.

Gambar 8 Silent cutter.

Setelah beku, surimi dikemas dalam kantong plastik dan disimpan dalam gudang beku. Surimi dapat bertahan hingga satu tahun bila disimpan pada suhu

yang cukup baik (maksimal – 20oC), tanpa banyak mengalami perubahan sifat

fungsional. Fluktuasi suhu yang terjadi selama penyimpanan dapat menurunkan kemampuan pembentukan gel pada surimi (Matsumoto dan Noguchi 1992).

Pembekuan dapat mempertahankan nilai bahan pangan dan melindungi produk dari kerusakan selama penyimpanan dalam jangka waktu lama (Sikorsi dan Pan 1994). Pembekuan hanya menyebabkan sedikit perubahan terhadap nilai protein produk (Desrosier 1988).

2.2.10 Rendemen surimi

Rendemen surimi sangat bervariasi tergantung dari jenis ikan, ukuran, musim dan jenis teknologi yang digunakan, namun untuk memperoleh rendemen yang tinggi diperlukan pengawasan pada tahap pemfilletan dan pemisahan daging dari tulang dan duri. Proses pemfilletan hanya direkomendasikan untuk ikan-ikan yang berukuran besar, sedangkan untuk yang berukuran kecil hanya diperlukan pemotongan kepala dan pembuangan insang.

Dokumen terkait