• Tidak ada hasil yang ditemukan

Informasi, tabel, statistik dan lain-lain mengenai industri perbankan di Indonesia yang dibahas dalam bab ini maupun bab-bab lain dalam prospektus ini diambil dan diolah dari berbagai media publik.

Industri perbankan merupakan industri yang sangat vital bagi perekonomian suatu Negara. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk mencapai perbankan yang sehat perlu adanya kebijakan-kebijakan dan pengawasan yang dalam hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia maupun lembaga Negara lainnya yang berkaitan.

1. Bank Indonesia

Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia dan merupakan badan hukum yang memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum. Bank Indonesia sebagai badan hukum publik berwenang menetapkan peraturan hukum pelaksana Undang-Undang yang mengikat seluruh masyarakat luas, sesuai tugas dan wewenangnya. Selain itu, Bank Indonesia juga sebagai badan hukum perdata yang dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan. Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah tersebut mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, dan kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sedangkan aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, transparan, dan harus mempertimbangkan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian.

Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, Bank Indonesia mengemban tiga tugas yang dikenal sebagai Tiga Pilar Bank Indonesia, yaitu:

a) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,

b) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan c) mengatur dan mengawasi Bank.

Pelaksanaan ketiga bidang tugas tersebut mempunyai keterkaitan dan karenanya dilakukan secara saling mendukung guna tercapainya tujuan Bank Indonesia secara efektif dan efisien.

Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan, mengeluarkan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan fungsi pengawasan terhadap bank, serta mengenakan sanksi terhadap bank. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pemeriksaan berkala dan sewaktu-waktu, maupun melalui analisis laporan yang disampaikan oleh masing-masing bank.

2. Arsitektur Perbankan Indonesia

Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada tanggal 9 Januari 2004 Bank Indonesia telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5 Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.

Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada perekonomian nasional maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program-program API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah, serta pengembangan UMKM.

Dalam rangka menciptakan industri perbankan yang lebih baik, sehat, dan stabil perlu diciptakan peraturan-peraturan ataupun kebijakan-kebijakan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mencapai hal tersebut, fokus penyusunan API dibagi dan diarahkan pada proses pembentukan 6 (enam) pilar infrastruktur yang dibutuhkan perbankan nasional yaitu: struktur perbankan nasional yang kuat, sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif, kualitas manajemen dan operasional bank yang sehat, infrastruktur pendukung perbankan yang memadai dan juga

3. Struktur Perbankan Indonesia

Kebijakan Pemerintah untuk menutup 16 bank ketika krisis ekonomi melanda sejak 1998, telah mengubah secara dramatis struktur industri perbankan Indonesia. Pentingnya struktur perbankan telah menjadi fokus perhatian dalam penyusunan API. Struktur perbankan yang sehat merupakan inti dari semua permasalahan perbankan karena baik buruknya industri perbankan akan banyak ditentukan oleh bagus tidaknya struktur yang dibuat, di samping perlu adanya fungsi pendukung lain, seperti pengawasan dan pengaturan yang efektif.

Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip syariah

Bank Umum (120)

Bank Pemerintah (4) Bank Swasta (116)

Bank Pemerintah Unit Usaha Syariah (1) BPD Unit Usaha Syariah

(14)

Bank Pembangunan

Daerah (26) Bank Umum Swasta(79)

Bank Umum Swasta Unit Usaha Syariah

(8)

Bank Umum Swasta

Syariah (11)

BPR Konvensional

(1683) BPR Syariah(154)

Bank Perkreditan Rakyat *) (1837)

Sumber: Bank Indonesia

Pilar pertama API adalah struktur perbankan yang sehat. API memiliki program penguatan struktur perbankan nasional dengan misi menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan. Program ini bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Implementasi program penguatan permodalan bank dilaksanakan secara bertahap. Upaya peningkatan modal bank-bank tersebut dapat dilakukan dengan membuat business plan yang memuat target waktu, cara dan tahap pencapaian.

Cara pencapaiannya melalui:

1. Penambahan modal baru baik dari shareholder lama maupun investor baru;

2. Merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru; 3. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal;

Dalam waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan program peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya: • 2 sampai 3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan

untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp 50 triliun;

• 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun;

• 30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki modal antara Rp 100 miliar sampai dengan Rp 10 triliun;

• Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp 100 miliar.

Secara keseluruhan, struktur perbankan Indonesia dalam kurun waktu sepuluh sampai limabelas tahun ke depan diharapkan akan terbentuk sebagaimana digambarkan sebagai berikut:

Struktur Perbankan Indonesia Sesuai Visi API

BPR

Bank dengan Kegiatan usaha

terbatas

Daerah Korporasi Ritel Ritel

Bank dengan fokus

Bank Nasional Bank Internasional Permodalan Rp triliun 50 10 0,1

Sumber: Bank Indonesia

Dalam menciptakan struktur perbankan yang sehat dan menunjang pembangunan ekonomi serta mendukung kestabilan sistem keuangan, ada pemikiran dari beberapa pakar dan analis perbankan maupun para bankir sendiri mengenai perlunya perbankan nasional memiliki beberapa bank besar yang disebut core bank, bank inti atau national champion. Ide pembentukan core bank sangat terkait dengan dua alasan mendasar, yaitu masalah efisiensi (economies of scale) dan ruang lingkup wilayah usaha. Untuk memiliki struktur perbankan sehat memang diperlukan perbankan yang mampu beroperasi secara efisien.

Untuk efisien, bank tersebut harus memiliki skala usaha (assets) dan permodalan yang cukup besar.

Economies of scale sangat sulit dicapai dengan skala aset yang kecil karena kemampuan bank sangat

terbatas. Beberapa studi menyebutkan bahwa ukuran minimum aset Rp 20 triliun merupakan standar minimum suatu bank untuk dapat mencapai skala economies of scale secara efektif. Berikut daftar bank yang memiliki aset di atas Rp 20 triliun disertai dengan rincian dana pihak ketiga, kredit yang diberikan dan ekuitas.

(dalam triliun Rupiah)

No. Nama Bank Jumlah Aset Jumlah Kredit

Yang Diberikan

Jumlah Dana Pihak

Ketiga Jumlah Ekuitas

1. Bank Mandiri (Persero) Tbk 551,89 319,19 422,59 62,65

2. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 469,90 290,23 384,26 49,82

3. Bank Central Asia Tbk 381,91 205,76 323,43 42,03

4. Bank Negara Indonesia Tbk 299,06 165,39 231,30 37,84

5. Bank CIMB Niaga Tbk 166,80 125,84 131,81 18,37

6. Bank Danamon Tbk 141,93 112,86 85,98 25,84

7. Bank Pan Indonesia Tbk 124,75 75,81 85,75 15,89

8. Bank Permata Tbk 101,32 76,55 82,78 9,14

9. Bank International Indonesia Tbk 94,92 76,50 70,32 7,95

10. Bank Mega Tbk 61,91 32,15 49,14 4,88

11. Bank OCBC Nisp Tbk 59,83 41,28 47,42 6,59

12. Bank Bukopin Tbk 57,18 40,75 47,93 4,37

13. Bank Jabar Banten Tbk 54,45 28,76 37,26 5,39

14. Bank Tabungan Pensiunan Tbk 46,65 30,31 35,62 5,62

15. Bank Ekonomi Raharja Tbk 24,16 14,09 20,07 2,54

Sumber: Bloomberg, dan Laporan Keuangan Publikasi per 31 Desember 2011, data diolah Perseroan 4. Pengawasan Dan Peraturan Perbankan Indonesia

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, Bank Indonesia menjadi lembaga Pemerintah utama yang mengawasi sistem perbankan Indonesia berdasarkan UU No.7 Tahun 1992 tanggal 25 Maret 1992, sebagaimana diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (“Undang-Undang Perbankan”), dan sesuai dengan UU No.23 Tahun 1999 tanggal 17 Mei 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Bank Indonesia adalah landasan hukum utama yang mengatur pemberian ijin-ijin usaha dan pengaturan sector perbankan. UU ini memberikan kewenangan yang besar kepada Bank Indonesia. Perbankan Indonesia juga tunduk pada peraturan-peraturan, keputusan-keputusan dan peraturan pelaksanaan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dan Menteri Keuangan

5. Prospek Perbankan di Indonesia

Perekonomian Indonesia pada tahun 2011 menunjukkan daya tahan yang kuat di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi global, tercermin pada kinerja pertumbuhan yang bahkan lebih baik dan kestabilan makroekonomi yang tetap terjaga. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada Tahun 2011mencapai 6,5% dibanding dengan tahun 2010 (Year On Year), disertai dengan pencapaian inflasi pada level 3,79%. Peningkatan kinerja tersebut disertai dengan perbaikan kualitas pertumbuhan yang tercermin dari tingginya peran investasi dan ekspor sebagai sumber pertumbuhan, penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta pemerataan pertumbuhan ekonomi antardaerah yang semakin membaik. Di sisi eksternal, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) untuk keseluruhan tahun 2011 mengalami surplus sebesar USD 11,9 miliar dengan cadangan devisa yang meningkat dan nilai tukar rupiah yang mengalami apresiasi. Di sektor keuangan, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga meski sempat terjadi tekanan di pasar keuangan pada semester II tahun 2011 sebagai dampak memburuknya krisis yang terjadi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS). Dengan ketahanan ekonomi yang kuat dan

risiko utang luar negeri yang rendah, didukung oleh kebijakan makroekonomi yang tetap pruden dan berbagai langkah kebijakan struktural yang terus ditempuh selama ini, Indonesia kembali memperoleh peningkatan peringkat menjadi Investment Grade.

Fundamental ekonomi Indonesia yang kuat mampu meminimalkan dampak dari gejolak ekonomi global. Ketidakpastian yang muncul akibat krisis utang Eropa dan kekhawatiran terhadap prospek pemulihan perekonomian AS telah memicu gejolak di pasar keuangan dan pelemahan pertumbuhan ekonomi global tahun 2011. Dampak dari gejolak global tersebut ke Indonesia lebih banyak dirasakan di pasar keuangan terutama pasar saham dan obligasi, sementara dampak pada sektor riil relati f minimal. Di sektor keuangan, penarikan modal luar negeri oleh sebagian investor pada semester II tahun 2011 memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah, imbal hasil obligasi Pemerintah, dan harga saham. Namun, dengan langkah-langkah stabilisasi oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, didukung oleh kuatnya fundamental sektor keuangan dan terjaganya stabilitas makroekonomi, gejolak pasar keuangan dapat dihindari. Di sektor riil, daya tahan perekonomian Indonesia dari sisi eksternal didukung oleh diversifikasi pasar ekspor dengan semakin besarnya perdagangan intra-regional di kawasan Asia dan semakin meningkatnya peran foreign direct investment (FDI). Dari sisi domestik, daya tahan ekonomi juga didukung oleh kuatnya daya beli terkait dengan meningkatnya pendapatan dan struktur demografi yang sebagian besar berada dalam usia produktif.

Di samping fundamental ekonomi yang kuat, respons kebijakan yang tepat mampu menopang ketahanan perekonomian nasional. Bank Indonesia dan Pemerintah melakukan koordinasi kebijakan dalam memperkuat fundamental ekonomi sekaligus memiti gasi dampak gejolak eksternal. Dari sisi Bank Indonesia, penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial secara terukur dan pada waktu yang tepat telah berhasil menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan. Bauran kebijakan tersebut diterapkan melalui respons kebijakan suku bunga dan nilai tukar, serta kebijakan makroprudensial dalam rangka pengelolaan aliran modal asing dan likuiditas perbankan. Bauran kebijakan moneter dan makroprudensial tersebut juga didukung oleh strategi komunikasi dalam rangka meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter dan mengurangi ketidakpastian pelaku pasar. Dalam bidang perbankan, Bank Indonesia terus memperkuat ketahanan perbankan, meningkatkan fungsi pengawasan, dan mendorong intermediasi yang diarahkan pada sektor-sektor produktif. Dari sisi Pemerintah, kebijakan fiskal diarahkan kepada peningkatan stimulus dengan tetap menjaga kesinambungan fiskal. Secara sektoral, Pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan daya saing industri dan produk ekspor, serta peningkatan ketahanan pangan nasional termasuk dalam rangka stabilisasi harga. Koordinasi kebijakan antara Bank Indonesia dan Pemerintah untuk meningkatkan daya tahan ekonomi dan stabilitas makro juga diperkuat melalui implementasi Protokol Manajemen Krisis (PMK) dan pengendalian inflasi di pusat dan daerah melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

Prospek ekonomi Indonesia tahun 2012 diprakirakan masih tetap kuat, meskipun risiko yang berasal dari pelemahan ekonomi global masih tinggi. Perekonomian nasional pada tahun 2012 diprakirakan tumbuh 6,3% - 6,7% dan inflasi diprakirakan dapat berada di kisaran sasaran 4,5% ± 1%. Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber dari perekonomian domestik dengan peran investasi yang semakin meningkat. Pasar domestik yang besar, terjaganya stabilitas makroekonomi, suku bunga yang rendah, perbaikan iklim investasi, dan status investment grade merupakan faktor pendorong tingginya pertumbuhan investasi ke depan. Sejalan dengan itu, arus modal masuk FDI diperkirakan akan meningkat lebih tinggi sehingga surplus NPI akan tetap besar. Kondisi ini mendukung tercapainya stabilitas nilai tukar rupiah dalam menghadapi risiko tingginya gejolak arus modal. Meskipun demikian, risiko pelemahan ekonomi global dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung ke batas bawah kisaran prakiraan apabila tidak ditempuh langkah-langkah stimulus baik dari sisi moneter maupun fiskal. Sementara itu, rencana kebijakan Pemerintah terkait dengan BBM bersubsidi dan komoditas strategis lainnya dapat memberikan tekanan ke atas terhadap perkembangan inflasi kedepan.

Dalam tahun 2012, Bank Indonesia akan mengoptimalkan peran bauran kebijakan moneter untuk menjaga inflasi tetap berada di dalam kisaran sasarannya serta mendorong pertumbuhan ekonomi dalam rangka memitigasi risiko perlambatan ekonomi global. Sementara di bidang perbankan, Bank Indonesia akan meningkatkan efisiensi perbankan untuk mengoptimalkan kontribusinya dalam perekonomian dengan

tetap memperkuat ketahanan perbankan. Di samping itu, Bank Indonesia terus berupaya memperluas akses perbankan pada masyarakat (financial inclusion). Di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia terus meningkatkan efisiensi, keandalan, dan keamanan serta penerapan aspek perlindungan konsumen, baik dalam sistem pembayaran nasional maupun hubungan sistem pembayaran dengan luar negeri. Dengan langkah-langkah ini, pertumbuhan ekonomi tahun 2012 diyakini dapat kembali berada di tengah kisaran prakiraan. Dalam jangka menengah, dengan perekonomian dunia yang diperkirakan akan membaik dan kebijakan struktural yang terus dilakukan khususnya di bidang investasi dan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi Indonesia mempunyai prospek untuk tumbuh lebih tinggi dan berkesinambungan dengan stabilitas makroekonomi yang terjaga. Perekonomian nasional diprakirakan akan tumbuh mencapai 6,6%-7,4% dan inflasi yang semakin menurun dan menuju 4,0% ± 1% pada tahun 2016.

Sampai dengan Februari 2012, stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dan disertai dengan fungsi intermediasi yang semakin baik dalam mendukung pembiayaan perekonomian. Perbankan nasional masih didominasi oleh 10 bank yang menguasai 62,42% dari total asset perbankan nasional. Industri perbankan menunjukkan kinerja yang semakin solid sebagaimana tercermin pada laba perbankan Nasional yang tumbuh 77,92% yoy dengan pertumbuhan kredit 24,19% yoy dan Dana Pihak Ketiga (DPK) hanya tumbuh 20,81%. Rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) pun terjaga di level 2,33%, di bawah ketentuan maksimal 5% dan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) sebesar 18,41%, di atas ketentuan minimal 8%. Rasio-rasio tersebut menggambarkan kinerja perbankan yang tetap terjaga di tengah perlambatan ekonomi global.

Seiring dengan semakin rendahnya suku bunga kredit dan meningkatnya keyakinan dari pelaku usaha, diharapkan terjadinya pertumbuhan kredit yang signifikan, walaupun ruang perbankan untuk menurunkan suku bunga semakin sempit seiring dengan peningkatan ekspektasi inflasi ke depan yang disebabkan rencana Pemerintah terkait BBM bersubsidi pada tahun 2012 dan kecenderungan naiknya minyak dunia. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit tahun 2012 mencapai 27%. Berdasarkan rencana bisnis bank yang dilaporkan ke BI, rata-rata perbankan memproyeksikan pertumbuhan kredit tahun ini di kisaran 23%.

Secara umum, industri perbankan di Indonesia memiliki prospek yang cerah dimana tingkat populasi yang tinggi serta masih memiliki sumber daya alam yang perlu difasilitasi oleh industri perbankan. Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan meningkat, sementara stabilitas harga tetap terjaga. Prospek pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh semakin pulihnya kinerja ekspor dan mulai meningkatnya kegiatan investasi. Membaiknya ekspor sejalan dengan perbaikan prospek perekonomian global termasuk negara-negara maju. Meningkatnya permintaan eksternal dan menguatnya permintaan domestik diperkirakan mendorong dunia usaha utnuk mulai meningkatkan kapasitas produksi. Dengan penegakan hukum dan pengawasan Bank Indonesia, diharapkan industri perbankan Indonesia menuju ke arah yang lebih sehat, sehingga perbankan dapat meningkatkan fungsi intermediasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.