• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEBIJAKAN TARIF TERHADAP INDUSTRI HASIL TEMBAKAU DI SUMATERA UTARA

A. Pengaruh Kebijakan Tarif Cukai Hasil Tembakau

1. Industri Rokok

Industri Hasil Tembakau adalah sama dengan industri rokok yang artinya adalah kumpulan perusahaan yang sangat berbeda ukuran dan makna atau pengaruhnya. Ada yang bersifat lokal atau nasional, ada yang dimiliki pemerintah, namun yang paling besar dan berkuasa adalah beberapa perusahaan multinasional yang memiliki usaha pada skala global. Seperti perusahaan lain, mereka berjuang meningkatkan pangsa pasar dan keuntungan untuk kepentingan para pemegang

sahamnya. Tidak heran, industri rokok sangat kuat menentang semua upaya yang dirancang untuk mengurangi konsumsi tembakau. Penolakan mereka bisa terbuka dan diketahui oleh masyarakat luas. Namun, seringkali akan lebih berbahaya bila bersifat tidak langsung dan tersembunyi.85

a. Perusahaan Besar Tembakau

Di samping China, yang menyerap sepertiga lebih konsumsi rokok dunia, perdagangan tembakau dunia selebihnya didominasi oleh sejumlah kecil perusahaan tembakau multi nasional. Perusahaan multi nasional yang terbesar adalah Philip Morris International, British American Tobacco (BAT), dan Japan Tobacco International.86

Phillip Morris International mencakup kegiatan internasional perusahaan Philip Morris asli, si pembuat merek rokok yang paling besar penjualannya di dunia yaitu Marlboro. Perusahaan induk Philip Morris adalah Altria yang masih menjadi pemilik perusahaan yang berada di Amerika yakni Philip Morris Amerika Serikat. Hasil penjualan rokok Philip Morris International yang merek utamanya adalah Marlboro dan L&M, mencapai 63 miliar dollar AS pada tahun 2008. Pendapatan tersebut lebih besar daripada seluruh kegiatan ekonomi di banyak negara berpendapatan rendah.87

85 John Crofton dan David Simpson, Tembakau : Ancaman Global, diterjemahkan oleh

Angela N. Abidin, et.al., (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2009), hal. 135.

86 Ibid., hal. 137. 87 Ibid., hal. 138.

Dua perusahaan internasional raksasa lainnya adalah British American Tobacco (BAT) yang merek dunianya mencakup Dunhill, Lucky Strike, dan Pall Mall; dan Japan Tobacco International (JTI) dengan merek Winston, Camel, Mild Seven, Benson & Hedges.88

China memiliki sekitar seperempat perokok dunia, yang menghisap sekitar sepertiga dari rokok dunia. Pangsa pasarnya begitu besar hingga seorang eksekutif tembakau di Barat mencoba memikirkan statistik merokok orang China seperti memikirkan batas ruang angkasa. Sejauh ini, perusahaan tembakau paling besar adalah Chinese National Tobacco Corporation, namun beberapa perusahaan patungan dengan perusahaan asing telah terbentuk pada tahun-tahun terakhir.89

Tabel 7

Perusahaan Tembakau Teratas Tahun 1999

No. Nama Perusahaan Pusat Jumlah Produksi (miliar batang rokok)

1. Perusahaan Nasional Tembakau China Cina > 1.600

2. Philip Morris Amerika Serikat > 800

3. British American Tobacco (BAT) Inggris < 400

4. Japan Tobacco Jepang < 100

5. Tabakprom Rusia < 100

6. Altadis Prancis/Spanyol < 100

7. RJ Reynolds Amerika Serikat < 100

8. KT & G Korea Selatan < 100

9. Tekel Turkey < 100

10. Reemtsma Jerman < 100

11. Gudang Garam Indonesia < 100

12. ITC India < 100

13. AAMS Italia < 100

14. Imperial Tobacco Inggris < 100

15. Lorillard Amerika Serikat < 100

16. TTM Thailand < 100

17. Gallaher Inggris < 100

18. Fortune Tobacco Filipina < 100

19. HM Sampoerna Indonesia < 100

20. Austria Tobacco Austria < 100

21. Taiwan Monopoly Taiwan < 100

88 Ibid.

Sumber : Goldman Sachs Global Equity Reasearch, dalam John Crofton dan David Simpson, Tembakau : Ancaman Global, diterjemahkan oleh Angela N. Abidin, et.al., (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2009), hal. 138.

Dalam 50 tahun terakhir, upaya aktivis kampanye anti tembakau telah menghasilkan penurunan pasar tembakau di Amerika Utara, Eropa (khususnya Eropa Selatan) dan Australia. Sebagai jawabannya, perusahaan multinasional telah beralih membangun pasarnya di negara sedang berkembang dan di pasar yang baru dibuka di Eropa Tengah dan Timur serta bekas Uni Soviet. Berkembangnya ekonomi di beberapa negara Asia begitu menarik. Angka merokok yang rendah di kalangan perempuan di banyak negara sedang berkembang dipandang sebagai peluang besar untuk perluasan pasar, menggunakan iklan dan taktik promosi lainnya.90

b. Perusahaan Tembakau Dalam Negeri Khususnya Sumatera Utara

Di Indonesia industri rokok dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Bentoel Internasional Investama, Tbk., PT. HM. Sampoerna, Tbk., Gudang Garam, dan lain sebagainya. Sedangkan di Sumatera Utara, perusahaan rokok yang tersisa saat sekarang ini, antara lain : PT. Stabat Industri; PT. Pagi Tobacco Company; PT. Sumatera Tobacco Trading Company; PT. Senang Jaya; PT. Wongso Prawiro; dan PT. Permona.

Setelah cukai tembakau dinaikkan rata-rata 7%, perusahaan-perusahaan rokok yang ada di Sumatera Utara mengalami dampak yang berbeda antara satu dengan

90 Ibid., hal. 139.

yang lain. Namun, tetap memiliki satu esensi yaitu takut kehilangan konsumen mereka.

Pada rokok kelas menengah bawah atau Golongan III sangat sensitif terhadap perubahan harga. Disini berlaku teori ekonomi bahwa apabila harga naik maka akan terjadi substitusi produk. Enam perusahaan yang ada di Sumatera Utara adalah termasuk ke dalam Golongan III. Jika dibandingkan dengan Golongan I dan Golongan II, konsumennya memiliki loyalitas yang tinggi terhadap produk tersebut.

Persaingan pasar rokok pada Golongan III sangat ketat karena terlalu banyak perusahaan rokok yang berkembang tanpa terdaftar dan diketahui oleh pemerintah. Belum lagi disebabkan oleh peredaran cukai palsu yang merugikan negara. Perusahaan rokok yang tidak terdaftar tadi menggunakan cukai palsu tersebut untuk mengedarkan dan menjual produknya. Dengan begitu produk tersebut sudah pasti murah dan menjadi substitusi produk.91

Saat ini produsen Golongan III (segmentasi bawah), kondisi kenaikan cukai membuat sulit untuk berusaha. Saat ini harga produk mereka dijual paling murah Rp. 2.500,- per bungkus. Dengan adanya Harga Jual Eceran (HJE) yang baru, akan memaksa mereka untuk menaikkan harga rokok jualannya. Padahal, dalam hal ini rokok ilegal dijual dengan kisaran harga Rp. 2.000,- s/d Rp. 2.500,- per bungkusnya. Dapat dikatakan permintaan rokok kelas bawah lebih elastis terhadap perubahan harga, berubah saja harga maka akan direspon dengan penurunan permintaan. Konsumen juga akan beralih pada rokok ilegal, sebagai barang substitusinya.92

91 Ningrum Natasya Sirait, et.al., Op.cit., hal. 157. 92 Ibid.

Kondisi tersebut berbeda dengan kelas menengah dan kelas atas. Pada konsumen level ini, mereka lebih memiliki loyalitas terhadap produk. Merokok jenis tertentu adalah merupakan hal yang tidak bisa dicari substitusinya. Hal yang demikian membuat produsen rokok Golongan I dan Golongan II dapat membebankan cukainya kepada konsumen.93

Pada kondisi tersebut di atas posisi produsen rokok Golongan III menaikkan harga jual akan ditinggal konsumen, sedangkan menurunkan harga jual akan dapat membuat perusahaan tidak mampu menutup biaya produksi dan akhirnya bangkrut atau mati dengan sendirinya.

Selain dari beban cukai yang menyulitkan industri rokok di Sumatera Utara, Industri Hasil Tembakau di Sumatera Utara juga dipersulit lagi dengan kelangkaan bahan baku atau tembakau lokal. Tingginya biaya produksi akibat bahan baku harus dipasok dari Pulau Jawa dapat mengancam keberadaan industri rokok di daerah ini.94

Target produksi rokok Sumatera Utara pada 2009 mencapai 1,8 miliar batang atau turun dari tahun sebelumnya sebesar 2 miliar batang. Selain itu, industri rokok juga harus menghadapi kenaikan biaya produksi rokok juga harus menghadapi kenaikan harga biaya produksi hingga mencapai 10% dari tahun lalu. Padahal harga produk tidak mungkin disesuaikan karena pertimbangan daya beli masyarakat, serta persaingan ketat rokok asal luar negeri, baik legal maupun ilegal. Gencarnya anjuran

93 Ibid.

94 Eva Simanjuntak, “Industri Rokok Sumut Terancam”, Harian Global, http://www.harian-

global.com/index.php?option=com_content&view=article&id=20448:industri-rokok-sumut- terancam&catid=27:bisnis&Itemid=59., diakses pada 31 Agustus 2010.

pemerintah akan bahaya rokok terhadap kesehatan, berpengaruh besar pada permintaannya.95

Ironisnya, pemerintah setempat belum memberikan perhatian serius sehingga kalangan industri rokok di daerah menjadi resah. Sementara, dukungan pemerintah sangat dibutuhkan untuk menjaga eksistensi industri padat karya. Dapat dikatakan peran pemerintah tidak ada. Padahal, ada Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang harus dialokasikan untuk mendorong pertumbuhan industri rokok.96

Adanya Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk mendorong pertumbuhan industri rokok tersebut seharusnya dialokasikan sebenar- benarnya untuk meningkatkan sektor pertanian tembakau. Memang, benar adanya bahwa dana yang dialokasikan ke Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp. 1.558.056.950,- untuk Bulan Juli 2010 pada pembagian tahun 2010.

Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) tersebut masih tidak jelas keberadaannya apakah digunakan dengan metode block grant ataukah untuk kegiatan sosialisasi, pemberantasan cukai ilegal, pembinaan bahan baku dan pembinaan industri rokok seperti yang diamanatkan Peraturan Menteri Keuangan No. 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.

95 Ibid.

Belum lagi masalah pekerja yang teranjam menganggur karena kenaikan cukai yang menyulitkan industri rokok. Bila pemerintah memberlakukan Roadmap Industri Hasil Tembakau 2007-2020 maka sudah pasti para pekerja rokok yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan orang pada jangka waktu 2015-2020 akan habis dan industri rokok akan tutup. Hal ini karena pemerintah lebih mementingkan aspek kesehatan daripada aspek tenaga kerja dan penerimaan negara.

Dalam hal kenaikan cukai yang baru sudah mulai terjadi gejolak seperti aksi unjukrasa di Jawa. Bisa saja aksi serupa turut terjadi di daerah-daerah lainnya yang ada pabrik rokok. Pada tahun 2008, ada satu perusahaan rokok yang tutup akibat dari kenaikan cukai tembakau. Sedangkan pada tahun 2010 akan terancam dua perusahaan rokok akan menyusul bankrut. Dengan demikian, ribuan pekerja rokok di Sumatera Utara pasti akan kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran.97

2. Masyarakat

Dengan tutupnya perusahaan rokok tadi, maka jumlah pengangguran juga akan meningkat mengikuti ketersediaan pekerjaan yang ada. Berbicara mengenai industri rokok maka akan selalu ada kelompok yang pro dan kontra karena industri rokok adalah industri yang kontroversial. Di satu pihak industri rokok menyerap banyak tenaga kerja, memberikan pemasukan cukai terbesar (sekitar 95%) kepada pemerintah Indonesia sebagai pendapatan negara, namun industri rokok juga

97 “Tolak Kenaikan Cukai, Ribuan Pekerja Rokok Terancam Jadi Pengangguran”,

http://beritasore.com/2009/12/08/tolak-kenaikan-cukai-ribuan-pekerja-rokok-terancam-jadi- pengangguran/., diakses pada 31 Agustus 2010.

menimbulkan beberapa kerugian seperti penyakit yang ditimbulkan baik untuk perokok aktif maupun perokok pasif, sampah puntung rokok yang semakin banyak akan mengotori lingkungan, dan rokok dapat mengantarkan rakyat miskin ke jurang kehancuran. Oleh karena itu, tentunya social cost yang ditimbulkan dari rokok tidaklah murah.98

Walaupun industri tembakau mampu menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, tetapi kualitas kesejahteraan pekerja industri rokok tergolong buruh, upah yang diterima oleh para pekerja hanya cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, tidak termasuk untuk menabung dan membiayai pendidikan anak- anaknya. Tetapi tidak banyak para pekerja yang mengeluhkan baik upah maupun tingkat kesejahteraan mereka, karena lebih memilih bekerja dengan upah yang kecil tetapi memiliki kontinuitas yang tetap ketimbang menjadi pengangguran atau bekerja yang memiliki kelanjutan yang jelas dan tetap.99

Salah satu kerugian yang ditimbulkan oleh rokok terhadap masyarakat adalah membuat rakyat miskin menjadi lebih miskin lagi. Karena harus mengeluarkan biaya untuk mengobati kesehatan yang diperburuk akibat merokok. Orang yang sakit harus ke dokter, setelah menemui dokter harus membeli obat, jika penyakit bertambah parah maka pengobatan berlangsung ke rumah sakit setempat atau di daerahnya. Dalam kata-kata merokok dapat ”mengantar rakyat miskin ke dalam jurang

kehancuran” mengandung maksud bahwa rokok memakan atau menghabiskan cukup

98 Rissabela, “Industri Rokok : Fakta Industri Rokok di Indonesia”,

http://rissabela.wordpress.com/industri-rokok/., diakses pada 31 Agustus 2010.

banyak biaya dari anggaran rumah tangga setiap keluarga yang anggota keluarganya ada yang menjadi perokok aktif.

Dapat dibayangkan apabila salah satu anggota keluarga merokok 5 batang per harinya. Jika dalam satu keluarga yang merokok terdapat 2 – 3 orang, maka tambahan total pengeluaran untuk rokok menjadi 2 – 3 kali lipatnya. Sedangkan pada faktanya dan didukung dengan Survei yang dilakukan oleh World Trade Organization menunjukkan bahwa pria yang tidak sekolah atau tidak tamat SD merupakan jumlah perokok terbanyak. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan lebih mudah orang tersebut untuk memahami dan mengerti dampak dari merokok.100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir 70% perokok Indonesia mulai merokok sebelum berumur 19 tahun. Banyaknya perokok pemula di kalangan anak- anak dan remaja mungkin karena mereka belum mampu menimbang bahaya merokok bagi kesehatan dan dampak adiktif yang ditimbulkan nikotin. Perokok mungkin beranggapan bahwa diri sendirilah yang menanggung semua bahaya dan resiko akibat kebiasaan merokok, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka juga memberikan beban fisik dan ekonomi pada orang lain di sekitarnya sebagai perokok pasif.101

Tapi terkadang bagi orang yang tidak merokok merasa seperti dikucilkan oleh teman-teman yang merokok dan dikatakan ”banci” oleh orang yang merokok atau dikatakan ”kurang gaul”. Orang perokok itu pada awalnya hanya coba-coba saja, hanya ingin menghormati teman yang memberikan rokok karena semua teman dalam kelompok itu merokok, karena stress banyak masalah, karena agar dianggap gaya,

100 Ibid.

101 S. Riyanto, “Rokok dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan Masyarakat”, http://padang-

dan lain sebagainya. Orang yang menghisap benda beracun tersebut bukan saja orang dewasa yang sudah bekerja tetapi anak-anak usia sekolah juga menikmatinya. Terkadang di sekolah diterapkan peraturan bagi siswanya dilarang merokok di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah, tetapi gurunya sendiri terkadang memberi contoh dengan merokok di depan kelas ketika mengajar. Padahal seorang guru itu adalah orang yang harus dicontoh dan ditiru setiap perkataan dan tindakannya. Karena seorang guru itu merupakan panutan bagi setiap siswa di sekolahnya.102

Terkadang orang tua melarang anaknya merokok, tapi orang tuanya sendiri merupakan perokok berat. Tidak mudah untuk bisa berhenti merokok bagi seorang perkokok, apa lagi bagi seorang pecandu rokok berat. Lingkungan yang tidak mendukung seseorang ingin berhenti merokok di antaranya pada saat main kartu atau catur, sedang menunggu, stress, minum kopi, habis makan, dan jumpa teman lama yang perokok. Oleh karena itu, untuk berhenti merokok itu tidak bisa karena hanya orang lain melainkan karena dirinya sendiri dengan niat dari hati dan dibantu oleh lingkungan yang mendukung.103

Jadi, pengaruh kenaikan cukai tembakau bagi masyarakat adalah karena naiknya harga rokok yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kenaikan cukai tembakau membuat masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli rokok guna pemenuhan kebutuhan. Bagi sebagian orang merokok sudah termasuk ke dalam kehidupan sehari-hari jadi masuk ke dalam biaya pengeluaran kebutuhan hidup.

102 Ibid.