• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Infark Miokard Akut (IMA)

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi pada negara-negara maju. Dan diantara sekian banyak manifestasi penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner merupakan manifestasi yang paling sering. Presentasi klinis penyakit jantung koroner (PJK) diantaranya yakni silent iskemia, angina pektoris stabil, angina tidak stabil, infark miokard, gagal jantung dan mati mendadak. Infark miokard akut merupakan salah satu bagian dari sindrom koroner akut (SKA) yang merupakan kondisi yang sangat mengancam jiwa, yaitu terjadi nekrosis yang ireversibel dari otot jantung. Keluhan utama pasien dengan infark miokard adalah nyeri dada yang diikuti dengan salah satu dari presentasi elektrokardiogram (EKG) dibawah ini (Samad Ghaffari, dkk. 2010, European Society of Cardiology, 2012) :

1. Dengan nyeri dada akut dan elevasi segmen ST yang persisten. Hal ini biasanya menggambarkan oklusi total koroner secara akut. Kebanyakan pasien akan jatuh pada kondisi STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction). Tujuan terapi adalah strategi revaskularisasi yang cepat, komplit, dan reperfusi yang cukup dengan angioplasti primer maupun terapi fibrinolitik.

2

2. Dengan nyeri dada akut tetapi tanpa elevasi segmen ST yang persisten. Pasien seperti ini mungkin dengan EKG depresi segmen ST atau T inversi, gelombang T yang flat, gelombang T yang pseudonormal ataupun tanpa perubahan EKG. Strategi awal pada pasien ini yakni dengan memperbaiki iskemia jantung dan gejalanya, monitor pasien dengan EKG serial dan biomarker nekrosis jantung. Diagnosis NSTEMI yakni berdasarkan pemeriksaan enzim jantung.

Penegakan diagnosis pasien dengan infark miokard yakni dengan anamnesis riwayat penyakit pada pasien, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan penunjang yang lainnya.

a. Anamnesis

Manifestasi klinis infark miokard (European Society of Cardiology, 2012) :

1. Angina/nyeri dada > 20 menit saat istirahat (prolonged angina)

2. Angina dengan onset yang baru (de novo) dengan tingkat CCS kelas II-III

3. Destabilisasi dari angina yang sebelumnya masuk criteria angina stabil dengan tingkat keparahan minimal CCS kelas III (crescend angina) 4. Angina pasca infark miokard

3

Manifestasi "prolonged angina" terjadi pada 80% pasien sedangkan "de novo" atau "accelerated angina" terjadi pada 20 % pasien. Gejala klinis tipikal SKA yakni perasaan tertekan atau rasa berat di retrosternal yang menjalar ke lengan kiri, leher atau rahang dimana gejalanya dapat hilang timbul atau persisten. Keluhan ini dapat diserta dengan diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnea dan sinkope. Beberapa presentasi klinis atipikal juga tidak jarang ditemui, diantaranya nyeri ulu hati, nyeri dada seperti tertusuk tusuk, nyeri dada dengan karakteristik pleuritik atau dyspnea yang makin berat. Keluhan atipikal biasanya terlihat pada pasien yg lebih tua (umur 75 tahun), wanita dan pasien dengan diabetes, pasien dengan gagal ginjal kronis atau pada pasien dengan demensia. Tidak adanya gejala nyeri dada akan menyebabkan ketidak tahuan akan adanya penyakit sehingga otomatis pemberian terapi juga akan terlambat. Kesulitan dalam diagnostik tentu saja akan timbul apabila ditemukan pasien dengan gejala tipikal namun dengan presentasi EKG yang normal atau mendekati normal atau bahkan dengan presentasi EKG dasarnya yang memang sudah abnormal oleh karena misalnya defek konduksi intraventrikuler atau hipertropi ventrikel kiri (European Society of Cardiology, 2012).

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik seringkali normal. Apabila ditemukan tanda-tanda gagal jantung atau instabilitas hemodinamik, sebaiknya segera ditentukan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat. Peran penting dari pemeriksaan

4

fisik yakni untuk mengekslusi penyebab nyeri dada nonkardiak dan penyakit jantung non-iskemik misalnya emboli paru, diseksi aorta, perikarditis, penyakit jantung valvular (European Society of Cardiology, 2012).

c. Elektrokardiogram

Pemeriksaan EKG 12 lead harus dikerjakan dalam 10 menit setelah pertama masuk ke rumah sakit. Karakteristik EKG pada SKA dapat berupa ST depresi atau perubahan gelombang T, apabila ditemukan suatu ST elevasi diagnosis STEMI dapat langsung ditegakkan. Jika EKG awal normal, sebaiknya EKG diulang rekam kembali apabila pasien mangalami gejala iskemik kembali dan hasilnya dibandingkan dengan EKG sewaktu tidak ada keluhan. Membandingkan EKG dengan EKG sebelumnya sangat diperlukan terutama pada pasien dengan koeksistensi penyakit jantung lainnya seperti hipertropi ventrikel kiri dan infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulang sekurang-kurangnya pada 6, 9 dan 24 jam pertama kali gejala. EKG sebelum keluar dari rumah sakit juga disarankan untuk memastikan dan juga sebagai data EKG dasar untuk dibandingkan apabila pasien selanjutnya mengalami serangan berulang. Yang perlu ditekan kan adalah bahwa EKG yang normal sama sekali tidak dapat secara pasti menyingkirkan SKA. Iskemia yang meliputi daerah arteri circumflex atau iskemia ventrikel kanan yang terisolasi biasanya tidak terlihat di lead V7-V9 atau lead V3R dan V4R. Episode BBB yang

5

transien juga dapat terjadi pada serangan iskemia (European Society of Cardiology, 2012).

d. Biomarker

Troponin memiliki peran yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis dan menstratifikasi risiko, serta dapat membedakan antara NSTEMI dan angina tidak stabil. Troponin lebih spesifik dan sensitif dibandingkan dengan enzim jantung tradisional seperti CKMB dan myoglobin. Peningkatan troponin jantung mencerminkan kerusakan sel miokard, dimana pada kasus NSTEMI yakni terjadi oleh karena embolisasi di bagian distal. Pada pasien dengan infark miokard, peningkatan awal dari troponin terjadi pada 4 jam pertama timbulnya gejala. Sedangkan peningkatan troponin yang tidak terlalu banyak biasanya akan kembali normal dalam 48-72 jam. Tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara troponin T dan troponin I. nilai diagnostik troponin untuk infark miokard yakni melebihi persentil ke 99 dari rata-rata populasi normal (European Society of Cardiology, 2012) .

3. Pencitraan 1. Noninfasif

Diantara modalitas nonivasif yang ada, ekokardiografi merupakan modalitas terpenting pada kondisi akut. Fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan variabel prognostik yang penting pada pasien dengan

6

penyakit jantung koroner dan dapat secara mudah dan akurat dinilai dengan ekokardiografi. Pada beberapa tangan yang ahli, segmental hipokinesia atau akinesia dapat terdeteksi selama iskemia. Pada pasien dengan EKG 12 lead yang tidak memberikan diagnostik SKA dan biomarker menunjukkan hasil yang negatif namun kita tetap mencurigai pasien dengan SKA, stress imaging disini sangat diperlukan (European Society of Cardiology, 2012).

2. Infasif (angiografi koroner)

Angiografi koroner masih merupakan standar baku dalam menilai adanya dan derajat keparahan oklusi koroner. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dianjurkan terlebih dahulu untuk melakukan pemasangan IABP (Intra Aortic Ballon Pump). Angiografi koroner dikombinasikan dengan EKG dan abnormalitas gerak dinding yang didapat dari ekokardiografi dapat menentukan secara tepat culprit lesion. Akses melalui radial memiliki keunggulan dalam mengurangi risiko perdarahan pada pasien dibandingkan dengan akses femoral. Namun pilhan akses ini juga bergantung pada pengalaman operator. Akses radial juga mengurangi risiko hematom pada pasien, tetapi memerlukan dosis radiasi yang lebih besar. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, akses femoral lebih dianjurkan karena akan nantinya lebih mudah dalam pemasangan IABP (European Society of Cardiology, 2012).

7