• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Perusahaan (Price Earning

(PER) Inflasi Suku Bunga Nilai Tukar

2010 5,12% 6,50% 9086,85 16,40%

2011 4,28% 6,44% 8776,01 16,22%

2012 5,38% 5,77% 9384,24 19,12%

2013 6,96% 6,48% 10459,09 15,84%

2014 6,42% 7,54% 11868,67 20,88%

Sumber: www.bi.go.id dan www.idx.co.id

Pada Tabel 1.2 memperlihatkan inflasi, suku bunga, dan nilai tukar yang mengalami fluktuasi dari tahun 2010 sampai tahun 2014. Hal yang sama juga terjadi pada Price Earning Ratio Industri Barang Konsumsi yang mengalami fluktuasi. Tabel 1.2 memperlihatkan hanya pada tahun 2013, peningkatan inflasi,

suku bunga, dan nilai tukar secara serempak disertai juga oleh penurunan PER. Penurunan tersebut disebabkan pada awal tahun tersebut, inflasi mengalami peningkatan bahkan melebihi tingkat suku bunga. Hal itu dikarenakan adanya beberapa faktor yang melatarbelakangi, yakni adanya rencana pemerintah untuk menaikkan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15%, adanya masalah lonjakan harga pangan, dan ditambah lagi adanya isu dinaikannya harga Bahan Bakan Minyak (BBM) bersubsidi (http://www.infovestas.com).

Pada tahun 2011, tabel tersebut menunjukkan penurunan inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar sekaligus disertai penurunan pada PER. Untuk tahun 2012, penurunan tingkat suku bunga disertai peningkatan PER, berbeda pada inflasi dan nilai tukar. Dan pada tahun 2014, penurunan inflasi disertai peningkatan PER, hal yang berbeda diperlihatkan dari peningkatan sisi tingkat suku bunga dan nilai tukar. Keadaan ini berbeda dengan penelitian terdahulu dari Faezinia (2012) yang menyatakan inflasi dan suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Earning Ratio (PER). Penelitian yang dilakukan Ling Du dan Jing Li (2015) yang mana nilai tukar berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Price Earning Ratio (PER)

Tidak hanya faktor eksternal yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan Industri Barang Konsumsi, melainkan juga faktor internal dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan yang go public dalam mencapai tujuan jangka panjangnya untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, faktor internal dapat dilihat dari kinerja keuangannya. Menurut Horne dan Wachowicz (2004:192), analisis keuangan penting bagi pihak manajemen perusahaan karena

menyediakan hal-hal yang dibutuhkan oleh penyedia modal mengenai kinerja perusahaan. Penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan biasanya akan digunakan oleh analis atau investor untuk menghitung rasio-rasio keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, cakupan, aktivitas, dan profitabilitas perusahaan. Namun, dalam penelitian ini untuk analisis kinerja keuangannya akan diwakili oleh Leverage dan rasio profitabilitas keuangan. Leverage keuangan (atau utang) merupakan rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. Leverage akan diwakili oleh debt to equity ratio (DER). Menurut Syahyunan (2004:84), rasio utang atas ekuitas (Debt to Equity Ratio-DER) merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

Rasio profitabilitas adalah rasio yang menghubungkan laba dari penjualan dan investasi. Rasio profitabilitas akan diwakili oleh Return On Equity (ROE). Menurut Horne dan Wachowicz (2004:225), ROE adalah rasio yang membandingkan laba bersih setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di perusahaan.

Kegagalan perusahaan dalam mengelola keuangannya khususnya akan berdampak pada nilai perusahaan itu sendiri. Seperti yang dialami oleh PT Davomas Abadi, Tbk yang merupakan sub sektor industri makanan dan minuman yang telah di-delisting dari Bursa Efek Indonesia pada 21 Januari 2015. Hal itu disebabkan perusahaan tidak lagi memperoleh keuntungan melainkan kerugian. Kerugian yang dialami oleh PT Davomas Abadi turut menyebabkan Price Earning Ratio

yang mencapai nilai minus. Hingga tahun 2014, PT Davomas Abadi, Tbk menghasilkan profit -67 dan PER sebesar -2,32. Tidak hanya itu, posisi Debt To Equity Ratio pada tahun 2012 yang cukup tinggi hingga mencapai 29,66%. Berdasarkan keadaan yang dialami PT Davomas tersebut dapat memberikan suatu gambaran bahwa penting mengelola kinerja keuangan terlebih dari segi Return On Equity (ROE) dan Debt To Equity Ratio (DER). Karena kedua faktor ini akan berpengaruh pada nilai perusahaan yang diproyeksikan dengan Price Earning Ratio (PER). Tabel 1.3 berikut menunjukkan perkembangan kinerja ROE dan DER terhadap PER beberapa perusahaan pada Industri Barang Konsumsi tahun 2010-2014:

Tabel 1.3

ROE, DER, dan PER Beberapa Perusahaan Pada Industri Barang Konsumsi Tahun 2010-2014

NAMA PERUSAHAAN PERIODE ROE

(%)

DER %

PER %

PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk

2010 0,22 0,25 26,89 2011 0,21 0,39 29,04 2012 0,22 0,81 46,83 2013 0,20 1,32 6,53 2014 0,20 1,23 7,43 PT Kalbe Farma, Tbk 2010 0,23 0,23 24,52 2011 0,24 0,27 22,43 2012 0,24 0,28 30,38 2013 0,24 0,33 31,67 2014 0,22 0,27 43,64 PT Gudang Garam, Tbk 2010 0,20 0,44 18,26 2011 0,21 0,59 24,08 2012 0,15 0,56 26,62 2013 0,15 0,73 18,43 2014 0,16 0,75 21,64 Lanjutan Tabel 1.3

Tahun 2010-2014

NAMA PERUSAHAAN PERIODE ROE

% DER % PER % PT Unilever Indonesia, Tbk 2010 0,84 1,15 37,20 2011 1,13 1,85 34,45 2012 1,22 2,02 32,87 2013 1,26 2,14 37,06 2014 1,25 2,11 42,65

Sumber: www.idx.co.id (data diolah)

Pada Tabel 1.3 memperlihatkan posisi Return On Equity (ROE), Debt To Equity Ratio (DER), dan Price Earning Ratio (PER) beberapa perusahaan di Industri Barang Konsumsi mengalami fluktuasi dari tahun 2010-2014.

PT Nippon Indosari Corpindo, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER. Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER, Pada tahun 2012, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER. Dan Tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER.

PT Kalbe Farma, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER. Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER, Pada tahun 2012, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER. Pada tahun 2013, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER. Dan pada tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER.

PT Gudang Garam, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER. Pada tahun 2011, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER. Untuk tahun 2012, penurunan ROE dan penurunan DER disertai

peningkatan PER. Pada tahun 2013, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER. Dan tahun 2014, penurunan ROE dan peningkatan DER disertai peningkatan PER.

PT Unilever Indonesia, Tbk memperlihatkan pengaruh dari ROE, DER terhadap PER. Pada tahun 2011, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER. Hal serupa terjadi pada tahun 2012, peningkatan ROE dan peningkatan DER disertai penurunan PER. Sedangkan pada tahun 2013, penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER. Dan terjadi lagi pada tahun 2014, penurunan ROE dan penurunan DER disertai peningkatan PER. Kesimpulan dari data tersebut yang memperlihatkan bahwa peningkatan Return On Equity (ROE) tidak berbanding lurus dengan peningkatan Price Earning Ratio (PER). Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Dwipartha (2013) yang menyatakan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, yang artinya peningkatan ROE berdampak pada peningkatan PER.

Pada Tabel 1.3 juga memperlihatkan dimana peningkatan DER tidak disertai pada penurunan PER. Pernyataan ini berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Agustina dan Ardiansari (2015), dimana DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PER. Yang artinya dimana DER yang semakin meningkat maka berdampak pada penurunan nilai perusahaan PER. Oleh karena itu, fenomena-fenomena ini menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Berdasarkan pada fenomena-fenomena paparan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Makro Ekonomi dan Kinerja Keuangan Terhadap Nilai Perusahaan Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu: “Apakah Faktor-faktor Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi, nilai tukar, suku bunga) dan Kinerja Keuangan yang terdiri dari Return On Equity-ROE, Debt To Equity Ratio-DER) berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning Ratio-PER) Sektor Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk “mengetahui dan menganalisis pengaruh Faktor-faktor Makro Ekonomi yang terdiri dari inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan Kinerja Keuangan yang terdiri dari Return On Equity -ROE, Debt To Equity Ratio-DER Terhadap Nilai Perusahaan (Price Earning Ratio-PER) Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2014”.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan.

2. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai pengaruh inflasi, suku bunga, nilai tukar, Return On Equity (ROE) dan Debt To Equity Ratio (DER) terhadap Nilai Perusahaan Price Earning Ratio

(PER) Industri Barang Konsumsi.

3. Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan, informasi dan dapat menjadi acuan, perbandingan, dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR MAKRO EKONOMI DAN

Dokumen terkait