• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

B. Jumlah Tenaga Kerja PT Socfindo Kebun Mata Pao, Kabupaten

4.2. Profil Informan Dan Temuan Data

4.2.1. Informan Kunci Istri/Ibu Yang Bekerja Sebagai Buruh/Karyawan Pada

Ibu Mila (Samaran)

Informan adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga. Umurnya sekarang sekitar 37 tahun. Pendidikan terakkhirnya hanya sampai tamatan Sekolah Dasar (SD) saja. Ia mempunyai anak berjumlah dua orang, dua – duanya laki – laki. Anak pertamanya sekarang berumur sekitar 16 tahun dan sekarang duduk di kelas II Sekolah Menengah Umum (SMU), dan anak keduanya sekarang berumur sekitar 7 tahun dan sekarang duduk di kelas II Sekolah Dasar (SD). Suami Ibu Mila bernama Pak Joko (samaran). Pak Joko bekerja sebagai satpam perusahaan di PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei. Ia dan suaminya beserta kedua anaknya bertempat tinggal di rumah dinas yang diberikan oleh perusahaan tempat suaminya bekerja, dimana rumahnya berada di desa Mata Pao yang tepatnya berada di dalam perkebunan sawit milik PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei. Ibu Mila bekerja menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit milik PT. Socfindo Mata Pao itu setelah dirinya berkeluarga dan sudah mempuyai anak. Ia mulai bekerja di perkebunan itu sebagai buruh/karyawan ketika dirinya berumur

sekitar ±27 tahun, dimana pada saat itu ia sudah berkeluarga (berumahtangga) dan anak laki – lakinya yang pertama sudah berumur kira – kira sekitar ±6 tahun. Ibu Mila pertama kali memutuskan untuk bekerja menjadi buruh/karyawan di perkebunan sawit tersebut (sektor publik) dikarenakan penghasilan suaminya setiap bulannya dari hasilnya bekerja sebagai satpam perusahan di PT. Socfindo Mata Pao itu sangat tidak memadai untuk dapat mencukupi kebutuhan – kebutuhan sehari dalam rumah tangganya (keluarganya).

“Aku bekerja karena untuk bantu suami mencari uang tiap bulannya karena kalau hanya mengharapkan gaji suamiku saja dirasakan sangat tidak mencukupi untuk membiayai keperluan – keperluan dalam keluarga kami tiap bulannya hingga sampai dengan sekarang”. (Wawancara di Perkebunan Socfindo Mata Pao, 27 Juni 2008)

Hingga sampai dengan saat ini, Ibu Mila sudah bekerja sebagai buruh/karyawan di perkebunan sawit itu sekitar ±10 tahun. Waktu kerjanya sebagai buruh/karyawan perkebunan sawit (sektor publik) di PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei selama enam (6) hari berturut – turut, yakni dari hari Senin sampai dengan hari Sabtunya setiap minggunya., dimana jam kerjanya di perkebunan sawit tersebut dari hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, dan Sabtu dimulai dari pukul 06.30Wib pagi s/d pukul 14.00Wib siang (sekitar 7 (tujuh) jam dipotong waktu istirahat ½ jam); terkecuali hari Jum’at ia bekerja di perkebunan sawit tersebut sekitar 5 (lima jam) dipotong waktu istirahat ½ jam, yakni dari pukul 06.30Wib pagi s/d pukul 12.00Wib siang dikarenakan untuk menghormati para staff pegawai dan karyawan/buruh yang beragama Islam di perusahaan perkebunan itu yang melakukan Sholat Jum’at. Pekerjaan yang biasa dilakukannya di perkebunan sawit itu mengharuskannya memiliki fisik, tenaga dan otot yang kuat agar bisa melakukan tugasnya di perkebunan sawit untuk dapat melaksanakan pekerjaan penyemprotan pestisida (pembasmi hama) di perkebunan sawit itu ‘kerja bawah’ yang setiap harinya

dirinya harus mengangkat cairan pestisida yang beratnya ±10 s/d 15 liter yang ada dalam drum untuk menyemprot cairan tersebut pada pohon – pohon sawit yang berada di dalam perkebunan itu yang bertujuan untuk mematikan hama – hama pengganggu yang dapat merusak pohon – pohon sawit yang berada di dalam perkebunan itu.

Selain melaksanakan peran publiknya dengan bekerja sebagai buruh/karyawan perkebunan di PT. Socfindo Mata Pao selama enam hari berturut – turut setiap minggunya, dirinya juga tidak pernah melupakan peran domestiknya sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi kedua anaknya yang setiap harinya harus melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya di dalam keluarganya, baik itu mengurus suami dan kedua anaknya, memasak makanan untuk dia, suami beserta kedua anaknya, merawat kebersihan rumahnya, dan lain sebagainya. Meskipun menurutnya agak sedikit repot dan capek melaksanakan peran gandanya itu (peran domestik dan publik) hingga sampai dengan sekarang, tetapi dirinya tidak merasa keberatan selama pekerjaannya di sektor publik tersebut (bekerja menjadi buruh/karyawan perkebunan) dapat membantu suaminya mencari nafkah untuk keluarganya sehingga dapat menunjang perekonomian keluarganya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

“Memang agak repot dan capek melakukan dua (2) pekerjaan ini sekaligus setiap harinya apalagi kerjaanku sebagai ‘Pekerja kasarlah’ istilahnya pada perkebunan ini butuh fisik, tenaga dan otot yang harus kuat daripada otak yang pintar! Ditambah tiap harinya aku juga harus melaksanakan tugasku sebagai istri dan ibu bagi anak – anakku setiap harinya... Tapi aku tidak merasa keberatan selama kerjaanku di kebun ini dapat membantu suamiku mencari uang untuk makan dan sekolah anak – anak”. (Wawancara di Perkebunan Socfindo Mata Pao, 27 Juni 2008)

Dari hasil ia bekerja sebagai buruh/karyawan di perkebunan ini, setiap bulannya ia menerima upah/gaji pokok ±Rp800.000,- tiap bulannya, belum termasuk bonus sebesar

gaji/upah yang diterimanya setiap tahun dari perusahaan tempatnya bekerja beserta catu beras yang diterimanya dua (2) kali dalam sebulan. Bonus yang dibayarkan kepadanya melalui dua (2) tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama (I), diterimanya bonus dari perusahaan tempatnya bekerja sebesar tiga (3) bulan gaji/upah. Dimana, bonus itu dibayarkan perusahaan kepadanya sekitar bulan Juni (6), pada saat menjelang kenaikan kelas anak – anak sekolah,

2. Tahap kedua (II), diterimanya Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan tempatnya bekerja sebesar satu (1) bulan gaji/upah dan ditambah lagi sisa bonus yang dibayarkan perusahaan kepadanya sebesar 1 (satu) bulan gaji/upah yang dibayarkan perusahaan kepadanya sebagai Pekerja, yakni 15 hari menjelang Hari Raya Keagamaan, seperti: Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Natal.

Ibu Rika (samaran)

Informan adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga. Sekarang ia berumur sekitar 44 tahun. Pendidikan terakhirnya hanya tamatan Sekolah Dasar (SD) saja. Ia mempunyai anak berjumlah 2 (dua) orang. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan, sekarang berumur sekitar 24 tahun, dan pendidikan terakhirnya adalah tamatan dari salah satu Sekolah Akademi Keperawatan (AKPER) yang ada di kota Medan. Dan sekarang, ia sudah bekerja sebagai perawat di salah satu instansi rumah sakit di kota Aceh. Sedangkan anak keduanya berjenis kelamin laki – laki, sekarang berumur sekitar 22 tahun, pendidikan terakhirnya adalah tamatan dari Sekolah Teknik Menengah (STM), tapi hingga saat ini ia belum juga menemukan pekerjaan. Suami Ibu Mila bernama Pak Hadi (samaran). Pak Hadi bekerja sebagai karyawan perkebunan di PT.

Potong Buah pada perkebunan sawit tersebut. Kalau dulu, dia dan suaminya beserta dua orang anaknya tinggal bersama di rumah dinas yang diberikan oleh perusahaan tempat suaminya bekerja, dimana rumahnya berada di desa Mata Pao yang tepatnya berada di dalam perkebunan sawit milik PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei. Tetapi, sekarang hanya Ibu Rika dan suami beserta anaknya laki – laki ditambah lagi orangtua laki – laki (bapak) dari Ibu Rika yang sudah tua yang tinggal di rumah dinas suaminya itu dikarenakan anaknya perempuan yang paling besar sudah bekerja sebagai perawat di salah satu instansi rumah sakit di kota aceh dan sudah menetap di kota itu dikarenakan tuntutan pekerjaannya tersebut.

Ibu Rika memulai pekerjaanya menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao ketika ia masih berstatus ‘lajang’ (belum berkeluarga). Tetapi, meskipun dirinya sudah menikah, sampai dirinya mempunyai anak ia tetap memutuskan untuk tetap bekerja menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit itu dikarenakan penghasilan suaminya tiap bulannya dari hasilnya bekerja sebagai karyawan di perkebunan sawit itu (sekarang menjabat sebagai Mandor Potong Buah) sangat tidak mencukupi ataupun memadai untuk membiayai kebutuhan sehari – hari dalam keluarganya (rumah tangganya).

“Saya tetap memutuskan bekerja meskipun saya sudah berkeluarga dan punya anak karena saya ingin membantu suami cari uang tiap bulannya di perkebunan sawit ini biar bisa mencukupi perekonomian keluarga kami. Kalau hanya mengharapkan gaji suami saya saja, sangat tidak cukup untuk membiayai kebutuhan – kebutuhan dalam keluarga kami dan bisa – bisa kedua anak saya tidak bisa tamat sekolahnya seperti sekarang ini”. (Wawancara di Perkebunan Socfindo Mata Pao, 27 Juni 2008)

Meskipun, sekarang dia dan suaminya sudah agak sedikit lebih tenang karena dua orang anaknya telah menyelesaikan sekolahnya. Bahkan, anak perempuannya yang

paling besar (anak pertama) sudah bekerja di kota Aceh, tetapi Ibu Rika tetap untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai buruh/karyawan di perkebunan sawit itu hingga sampai dengan saat ini. Ibu Rika sudah bekerja menjadi buruh/karyawan pada perkebunan sawit itu sekitar ±26 tahun lamanya hingga sampai dengan saat ini. Pekerjaan yang setiap harinya dikerjakannya di perkebunan sawit itu adalah melakukan penyemprotan pestisida (pembasmi hama) pada pohon – pohon sawit yang terdapat dalam perkebunan itu ‘kerja bawah’ yang sangat memerlukan fisik, tenaga dan otot yang kuat untuk dapat melakukan pekerjaannya di perkebunan sawit itu. Dimana, hari dan waktu kerja Ibu Rika di perkebunan Socfindo Mata Pao ini sama dengan waktu kerja Ibu Mila yang juga sesama buruh/karyawan pada perkebunan sawit itu. Begitu juga dengan upah/gaji pokoknya yang diterimanya setiap bulan ditambah catu beras yang diterimanya dua (2) kali dalam sebulan serta bonus dan THR (Tunjangan Hari Raya) yang diterimanya setiap tahunnya jumlahnya sama dengan temannya Ibu Mila, sesama buruh/karyawan wanita di perkebunan sawit itu. Namun, meskipun Ibu Rika ikut terjun bekerja bersama – sama dengan suaminya untuk mencari nafkah (uang) tiap bulannya dengan menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit (sektor publik) di PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei, tetapi ia juga tidak melupakan peran domestiknya didalam keluarganya (rumah tangganya) sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi dua orang anaknya yang setiap harinya melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya di dalam keluarganya (rumah tangganya) baik itu melayani suami, membesarkan dan merawat anak – anaknya dari bayi hingga sampai mereka dewasa bersama – sama dengan

makanan – makanan yang sehat dan bergizi setiap harinya untuk keluarganya, merawat dan membersihkan lantai dan perkarangan rumah, dan lain sebagainya.

Ibu Rika tidak pernah merasa keberatan untuk menjalankan peran ganda itu (peran domestik dan publik) selama pekerjaan di sektor publik itu (sebagai buruh/karyawan perkebunan) dapat membuat perekonomian keluarganya lebih tercukupi dari sebelumnya.

“Saya tidak pernah merasa keberatan untuk melaksanakan kedua pekerjaan ini sekaligus (sektor domestik dan publik); yang penting kami sekeluarga dapat bertahan hidup, bisa makan tiap harinya dan anak – anak bisa bersekolah”. (Wawancara di Perkebunan Socfindo Mata Pao, 27 Juni 2008)

Ibu Sumi (samaran)

Informan adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga. Ia sekarang berumur sekitar 37 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah tamat (lulus) dari Sekolah Menengah Umum (SMU). Ia telah mempunyai anak sebanyak 4 (empat) orang. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan yang sekarang berumur sekitar 15 tahun dan duduk di kelas I Sekolah Menengah Umum (SMU), anak keduanya berjenis kelamin laki – laki yang sekarang berumur sekitar 13 tahun dan duduk di kelas II Sekolah Menengah Pertama (SMP), anak ketiganya berjenis kelamin perempuan yang sekarang berumur sekitar 11 tahun dan duduk di kelas VI Sekolah Dasar (SD), sedangkan anaknya yang keempat masih Balita (Bawah Lima Tahun). Suami Ibu Sumi bernama Pak Sunarno (samaran). Pak Sunarno bekerja sebagai buruh/karyawan perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei yang melaksanakan ‘kerja bawah’, seperti: melakukan penyemprotan cairan pestisida (pembasmi hama) dan melakukan pemupukan pada pohon – pohon sawit di perkebunan sawit itu. Ia dan suaminya beserta keempat

suaminya bekerja, dimana rumahnya berada di desa Mata Pao yang tepatnya berada di dalam perkebunan sawit milik PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei.

Ibu Sumi mulai bekerja sebagai buruh/karyawan pada perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao itu ketika dirinya berumur sekitar ±28 tahun, dimana pada saat itu ia sudah berkeluarga (berumahtangga) dan anak perempuannya yang paling besar (anak pertama) sudah berumur kira – kira sekitar ±6 tahun. Ibu Sumi memutuskan untuk bekerja menjadi buruh/karyawan di perkebunan sawit tersebut (sektor publik) dikarenakan penghasilan suaminya setiap bulannya sangat tidak mencukupi untuk menutupi segala biaya pengeluaran tiap bulannya dalam keluarganya (rumah tangganya).

“Aku bekerja sebagai buruh/karyawan pada perkebunan ini karena kalau hanya mengharapkan gaji suamiku saja tiap bulannya hingga sampai dengan sekarang ini manalah cukup untuk menutupi segala biaya pengeluaran dalam keluarga kami ini, apalagi sekarang ketiga anak kami sudah pada sekolah, dan apalagi sekarang anakku juga masih ada yang bayi yang juga sangat membutuhkan banyak biaya perawatan untuknya”. (Wawancara di Rumah Dinas Pak Sunarno dan Ibu Sumi yang Terletak di Sekitar Daerah Perkebunan Socfindo Mata Pao, 29 Juni 2008)

Hingga sampai dengan saat ini, Ibu Sumi sudah bekerja sebagai buruh/karyawan perkebunan sawit Socfindo Mata Pao itu sekitar ±9 tahun lamanya. Pekerjaan yang setiap harinya biasa dikerjakannya di perkebunan ini adalah kadang – kadang melakukan pekerjaan penyemprotan pestisida dan juga kadang – kadang melakukan pekerjaan pemupukan (kerja bawah) yang sangat memerlukan fisik, otot dan tenaga yang kuat untuk dapat melaksanakan pekerjaannya di perkebunan sawit itu. Dimana, hari dan waktu kerja Ibu Sumi sebagai buruh/karyawan perkebunan sawit Socfindo Mata Pao itu sama dengan hari dan waktu kerja Ibu Mila dan Ibu Tika yang juga sesama buruh/karyawan pada perkebunan sawit tersebut. Begitu juga dengan upah/gaji pokoknya yang

sebulan serta bonus dan THR (Tunjangan Hari Raya) yang diterimanya setiap tahunnya jumlahnya sama dengan sesama buruh/karyawan perempuan yang melaksanakan ‘kerja bawah’ pada perkebunan sawit tersebut.

Meskipun Ibu Sumi ikut terjun bekerja bersama – sama dengan suaminya untuk mencari nafkah (uang) tiap bulannya dengan menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao (sektor publik) dari hari Senin s/d Sabtunya setiap minggunya agar dapat membiayai kebutuhan – kebutuhan mereka sekeluarga setiap harinya baik itu

untuk biaya makan mereka sekeluarga setiap harinya, untuk biaya sekolah anak – anaknya, dan lain sebagainya, tetapi ia juga tidak melupakan peran domestiknya

didalam keluarganya sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi keempat anaknya yang setiap harinya harus melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya baik itu mengurus suami dan anak – anaknya baik itu dalam hal membesarkan dan merawat anak – anaknya dari bayi hingga sampai mereka dewasa bersama – sama dengan suaminya/bapak dari anak – anaknya, merawat kesehatan suami dan anak – anaknya, menyediakan makanan yang bergizi untuk keluarganya, merawat dan membersihkan lantai dan perkarangan rumah, dan lain sebagainya. Namun, dirinya tidak pernah merasa keberatan untuk menjalankan peran ganda itu (peran domestik dan peran publik) selama pekerjaannya sebagai buruh/karyawan perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao (peran publik) dapat ikut membantu suaminya mencari nafkah bagi mereka sekeluarga agar dapat membiayai kebutuhan sehari – hari mereka sekeluarga, baik itu itu untuk biaya makan keluarganya, biaya sekolah anak – anaknya, biaya perawatan anaknya yang masih bayi, dan lain sebagainya. Dirinya merasa bahagia dan senang karena suami dan anak – anaknya tidak pernah merasa keberatan kalau dirinya bekerja sebagai buruh/karyawan di perkebunan

sawit itu (peran publik), dan mereka mau turut membantunya mengerjakan pekerjaan rumah setiap harinya.

“Aku tidak merasa keberatan ikut melakukan kedua pekerjaan itu, ‘wong namanya membantu suami cari uang untuk menafkahi keluarga kami’. Suami dan anak – anakku tidak pernah marah (tidak keberatan) kalau aku bekerja di perkebunan sawit itu; ‘wong sama – sama cari uang kenapa mesti marah yang penting pekerjaanku halal, keluargaku bisa makan dan anak – anakku bisa bersekolah!’ Aku sangat merasa senang karena suami dan anak perempuanku (anak pertama dan anak ketigai) mau ikut membantuku mengerjakan pekerjaan rumah kami tiap harinya, ditambah apalagi sekarang kami (Pak Sunarno dan Ibu Sumi) masih mempunyai anak Balita (anak keempat)”. (Wawancara di Rumah Dinas Pak Sunarno dan Ibu Sumi yang Terletak di Sekitar Daerah Perkebunan Socfindo Mata Pao, 29 Juni 2008)

Ibu Wati (samaran)

Informan adalah seorang perempuan yang telah berkeluarga. Ia sekarang berumur sekitar 38 tahun. Pendidikan terakhirnya hanya lulus (tamat) dari Sekolah Dasar (SD) saja. Ia telah memiliki anak sebanyak 5 (lima) orang. Anak pertamanya berjenis kelamin perempuan yang sekarang berumur sekitar 22 tahun dan pendidikan terakhirnya adalah lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMU). Sekarang, anak pertamanya itu telah berumahtangga (berkeluarga), bahkan ia baru saja melahirkan anak pertamanya sekaligus telah memberikan cucu pertama pada bapak dan ibunya. Anak keduanya berjenis kelamin laki – laki, sekarang berumur sekitar 20 tahun. Tetapi, anak keduanya itu hanya tamat sampai kelas II Sekolah Menengah Pertama (SMP) saja dan dianya tidak mau melanjutkan sekolahnya lagi dengan alasan malas untuk melanjutkan sekolahnya lagi. Sekarang, dianya hanya menganggur di rumah dan belum mendapatkan pekerjaan. Anak ketiga dan keempatnya berjenis kelamin perempuan. Anak ketiganya sekarang berumur sekitar 14 tahun dan masih duduk di kelas III SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan anak keempatnya sekarang berumur sekitar 12 tahun dan masih duduk di kelas I SMP

(Sekolah Menengah Pertama). Sedangkan anaknya yang kelima sekaligus anak terakhirnya yang umurnya paling muda berjenis kelamin laki – laki sekarang berumur sekitar 4 tahun dan belum bersekolah. Suami Ibu Wati bekerja sebagai karyawan pabrik pengolahan biji sawit (kerja produksi) di PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei. Kalau dulu, ia dan suaminya beserta kelima anaknya tinggal di rumah dinas yang diberikan oleh perusahaan tempat suaminya bekerja, dimana rumahnya berada di desa Mata Pao yang tepatnya berada di dalam perkebunan sawit milik PT. Socfindo Mata Pao, Kabupaten Sergei. Tetapi, sekarang hanya Ibu Wati dan suaminya beserta keempat anaknya (anak kedua, ketiga, keempat dan kelima) yang tinggal di rumah dinas suaminya itu dikarenakan anak perempuannya yang paling besar (anak pertama) sudah berkeluarga (berumahtangga) dan bahkan baru saja melahirkan anak pertamanya.

Ibu Wati memulai pekerjaannya sebagai buruh/karyawan pada perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao itu ketika dirinya berumur sekitar 29 tahun, dimana pada saat itu ia sudah berkeluarga (berumahtangga) dan anak perempuannya yang paling besar (anak pertama) sudah berumur kira – kira sekitar ±13 tahun. Ibu Wati memutuskan untuk bekerja menjadi buruh/karyawan di perkebunan sawit tersebut (sektor publik) agar dapat membantu perekonomian keluarganya (rumah tangganya) menjadi lebih baik dari sebelumnya.

“...Saya memutuskan bekerja sebagai buruh/karyawan di perkebunan sawit ini supaya bisa membantu perekonomian keluarga kami. Ya, ibaratnya ‘gaji bapak/suami sudah habis, gaji ibu/istri masih ada’ ”. (Wawancara Perkebunan Socfindo Mata Pao, 04 Juli 2008)

Hingga sampai dengan saat ini, Ibu Wati sudah bekerja sebagai buruh/karyawan pada perkebunan itu sekitar ±9 tahun lamanya. Pekerjaan yang sering dan biasa

di perkebunan sawit itu, dulu ia juga pernah melakukan pekerjaan anak kayu, yaitu membuang batang tumbuhan penggangu yang dapat merusak pertumbuhan biji sawit pada pohon – pohon sawit di perkebunan itu (kerja bawah) yang sangat mengharuskannya memiliki fisik, otot dan tenaga yang kuat untuk dapat melaksanakan pekerjaannya di perkebunan sawit tersebut. Sedangkan perihal mengenai hari dan waktu kerja Ibu Wati di perkebunan tersebut sama dengan waktu kerja Ibu Mila, Ibu Tika, dan Ibu Sumi yang juga sesama buruh/karyawan pada perkebunan sawit tersebut. Begitu juga dengan upah/gaji pokok yang diterimanya setiap bulan ditambah catu beras yang diterimanya dua (2) kali dalam sebulan serta bonus dan THR (Tunjangan Hari Raya) yang diterimanya setiap tahunnya jumlahnya sama dengan sesama buruh/karyawan perempuan yang melaksanakan ‘kerja bawah’ pada perkebunan sawit tersebut.

Meskipun Ibu Wati ikut terjun bekerja bersama – sama dengan suaminya untuk mencari nafkah (uang) tiap bulannya dengan menjadi buruh/karyawan perkebunan sawit di PT. Socfindo Mata Pao (sektor publik) dari hari Senin s/d Sabtunya setiap minggunya agar dapat membiayai kebutuhan – kebutuhan mereka sekeluarga setiap harinya baik itu

untuk biaya makan mereka sekeluarga setiap harinya, untuk biaya sekolah anak – anaknya, dan lain sebagainya, tetapi ia juga tidak melupakan peran domestiknya

didalam keluarganya hingga sampai dengan sekarang ini, yakni sebagai istri bagi suaminya dan ibu bagi keempat anaknya yang setiap harinya harus melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya baik itu mengurus suami dan anak – anaknya baik itu dalam hal membesarkan dan merawat anak – anaknya dari bayi hingga sampai mereka dewasa bersama – sama dengan suaminya/bapak dari anak – anaknya, merawat kesehatan suami dan anak – anaknya, menyediakan makanan yang bergizi untuk keluarganya, merawat

dan membersihkan lantai dan perkarangan rumah, dan lain sebagainya. Bahkan sekarang, anak perempuannya yang paling besar (anak pertama) sudah berkeluarga dan baru saja mempunyai anak. Memang diakui Ibu Wati dia merasakan badannya capek dan lelah melaksanakan pekerjaannya sebagai buruh/karyawan di perkebunan sawit itu (peran publik) selama enam (6) hari berturut – turut setiap mingggunya. Ditambah dirinya harus melaksanakan peran domestiknya (sebagai istri dan ibu rumah tangga) didalam keluarganya yang setiap harinya harus melaksanakan segala pekerjaan rumah tangganya baik itu mengurus suami dan anak – anaknya baik itu dalam hal membesarkan dan merawat anak – anaknya dari bayi hingga sampai mereka dewasa bersama – sama dengan suaminya/bapak dari anak – anaknya, merawat kesehatan suami dan anak – anaknya, menyediakan makanan yang bergizi untuk keluarganya, merawat dan membersihkan lantai dan perkarangan rumah, dan lain sebagainya. Namun, peran ganda itu (peran publik dan peran domestik) tetap dilaksanakannya dan dirinya tidak pernah keberatan selama pekerjaannya di sektor publik (sebagai buruh/karyawan perkebunan) tersebut dapat membantu suaminya mencari nafkah bagi keluarganya untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari – hari dalam keluarganya setiap harinya.

“Jujur saja capek dan sakit badan ini bekerja selama 6 hari berturut – turut

Dokumen terkait