• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nama : Masni

Tempat/tanggal lahir : Medan, 05 Mei 1977

Usia : 40 tahun

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa-Padang

Alamat : Gg Merdeka Tunggal Ika, Pasar 3 Tembung

Status : Menikah

Informan utama kedua dalam penelitian ini adalah Masni yang merupakan warga Tembung. Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 15 April sekitar jam 13.00 WIB dan melihat Masni sedang duduk di trotoar kawasan Mesjid Agung tepatnya hari Jumat. Sama seperti informan pertama Masni bingung dengan kehadiran peneliti setelah dijelaskan ia pun tersenyum. Masni memiliki porsi badan yang kurus, kultnya berwarna sawo matang serta selalu mengenakan jilbab berwarna biru dan pakaian yang lusuh. Setiap hari Jumat Masni beserta temannya melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung jika hari biasa ia pindah ke Pasar Ikan Kesawan. Namun belakangan ini Masni sudah jarang ke Pasar Ikan karena masyarakat yang disana sudah jarang memberi sedekah kepada pengemis. Masni bercerita awal ia menjadi pengemis karena pendapatannya sebagai tukang kusuk keliling tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia menikah pada umur 15 tahun. Anak yang selalu dibawa oleh Masni merupakan cucunya sendiri. Anak pertamanya sudah menikah tetapi ditinggal pergi oleh suaminya. Alasannya membawa cucu tersebut melakukan kegiatannya “ mengemis” adalah tak lain karena anaknya tidak mau menjaga cucunya sendiri.

“ini cucu dek, anak awak nikah cepat umur 15 tahun tapi suaminya kabur entah kemana. Gak mau dia jaga, anak ini pun gak mau sama mamaknya. Sama awak lengket dia terpaksa lah awak bawak kemana-mana”.

Interaksi Masni dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara Masni dengan anak-anaknya. Anak-anaknya sering melawan jika disuruh sehingga Masni tidak mau menyuruh mereka tetapi interaksi dengan suaminya baik. Ia sangat bersyukur memiliki suami yang pengertian di tengah kondisi mereka yang serba kekurangan. Masni telah menikah dua kali, suaminya pertama meninggal dunia karena sakit. Pernikahannya dengan suami keduanya telah berjalan 8 bulan. Terhadap anak-anaknya suami bu Masni baik meskipun itu hanya anak tirinya. Lingkungan sekitar tempat tinggal Masni kebanyakan memiliki aktifitas yang sama seperti dirinya. Pengaruh lingkungan membuat Masni melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya terhadap sesama pengemis tergolong baik. Interaksi Masni dengan tetangga yang lain kurang baik, ia dan keluarga tidak aktif dalam mengikuti kegiatan di lingkungan mereka tinggal seperti gotong-royong, dsb.

“kalo anak-anak kami gak mau kerja dek melawan itu terpaksa lah awak sama suami yang kerja. Untung suamiku baik udah dianggapnya orang itu kayak anak kandungnya sendiri. Tetangga kami kebanyakan pengemis sama kayak ibu. Udah saling kenal lah kompak kami. Kalo sama tetangga yang lain ya agak kurang dek. Kalo ikut-ikut gotong-royong gitu gak pernah. Cemanalah awak kerjanya macam ini malu dek”.

Pendapatan Masni dari hasil ia mengemis per hari rata-rata Rp 20.000- Rp 30.000. Dalam seminggu Masni melakukan aktivitasnya lima kali. Jadi dalam sebulan pendapatannya dari hasil

mengemis Rp 30.000 x 20 hari = 600.000. Selain menjadi pengemis penggendong anak, Masni bekerja sebagai tukang kusuk keliling. Dalam sebulan ia hanya mendapat panggilan menjadi tukang kusuk sebanyak 4 kali dan penghasilannya sekali dipanggil sebagai tukang kusuk sebanyak Rp 30.000. Jadi pendapatannya dari tukang kusuk sebesar Rp 30.000 x 4 hari = Rp 120.000. Jika permintaan tukang kusuk tidak ada maka Masni mengemis di tempat-tempat yang ramai. Pendapatan suaminya sebagai buruh bangunan tak menentu hanya rata-rata Rp 250.000 per bulan. Sedangkan anaknya tidak ada yang mau bekerja.

“ kalo tiap hari ya gak nentu dek kadang 20 ribu atau 30 ribu. Pernah sih ibu dapat ribu sehari itu kalo udah rame. Jarang kali lah dapat segitu. Kerja ibu sehari-hari tukang kusuk dek. Kalo gada orang yang mau dikusuk ibu ngemis cari tempat-tempat rame apalagi Jumat. Suami ibu kerjanya tukang bangunan itupun kadang kalo ada proyek. Kalo gak ya mocok-mocok lah dek.”

Masni dan keluarga menyewa sebuah rumah yang sederhana di Tembung yang harga sewanya Rp 300.000 per bulan termasuk uang listrik. Rumah itu memiliki lampu 2 buah di kamar dan di ruang tengah, kamar tidur dan kamar mandi tetapi tidak memiliki asbes. Pada malam hari mereka tidur sebagian di ruang tengah sebagian di kamar. Lantainya terbuat dari semen. Saat peneliti menanyakan tentang kondisi kesehatan keluarga Masni, beliau mengatakan keluarganya dalam kondisi kesehatan yang normal. Paling mereka hanya demam biasa saja. Bila salah satu anggota keluarga yang sakit, Masni akan membeli obat dari warung terdekat. Masni dan keluargana tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan alasannya sama seperti Halimah karena tidak memiliki kartu keluarga. Masni dan suaminya memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) tetapi tidak dengan anaknya yang paling besar. Ia tidak memiliki saudara untuk membantunya mengurus kartu keluarga sedangkan diantara mereka sekeluarga tidak mengerti

mengenai urusan seperti itu. Sedangkan untuk biaya pengobatan ia mengaku tidak pernah menyisihkan sebagian dari pendapatannya mengemis.

“ rumah nyewa 300 ribu udah sama listrik sebulan dek. Kalo sakit beli obat yang di kede-kede itu, mau berobat ke puskesmas tak mampu. Awak gak punya BPJS dek gak ada kartu keluarga, kami gak ngerti ngurusnya sodara pun tak punya. Cemanalah mau nabung makan aja terancam”.

Masni mengatakan jika keluarganya hanya mampu makan sebanyak 2 kali sehari, itupun sudah dirasa cukup. Ia selalu berusaha beras selalu ada walaupun lauknya nanti hanya kecap. Beliau juga mengatakan akan pergi ke pasar jika ia memiliki uang yaitu Pasar Sukarame di Tembung. Pemenuhan kebutuhan sandang, keluarga beliau dalam setahun bisa dikatakan tidak pernah membeli baju. Mereka menunggu belas kasihan tetangganya yang memiliki pakaian bekas khususnya menjelang hari raya Idul Fitri.

“makan apa yang ada dek, 2 kali tiap hari udah jago. Kalo misal mau belanja ke pajak lah di Pajak Sukarame. Manalah sempat pikirkan beli baju dek, bisa makan aja udah syukur.dalam setahun itu mau gak pernah beli baju apa yang ada itulah dipake. Baju pake apa yang ada lah dek, ini aja seragam sekolah anak yang SD udah lusuh kali gak ada duit mau gantinya. Setahun itu bisalah dipastikan gak pernah beli baju. Paling nunggu orang yang mau ngasi baju bekasnya apalagi kalo lebaran banyak itu”.

Kondisi pendidikan, Masni dulunya adalah tamat salah satu SMP Negeri yang ada di Tembung sedangkan suaminya hanya tamatan SD. Untuk melanjutkan pedidikan, mereka tidak memiliki biaya. Hasil pernikahannya yang pertama ia mempunyai 5 orang anak 3 lelaki 2

perempuan . Sedangkan dari pernikahannya yang kedua ia tidak memiliki anak. Suaminya saat ini bekerja sebagai buruh bangunan. Anaknya ini tidak mau bekerja hanya mau mengerjakan pekerjaan rumah. Sehingga sang cucu inilah yang selalu ia bawa mengemis dengan alasan sang anak tidak mau mengurusnya. Anaknya semua sudah putus sekolah karena tidak memiliki biaya lagi.Anak-anak beliau tidak ada lagi yang sekolah semuanya putus sekolah karena keterbatasan biaya. Anaknya yang pertama perempuan sudah menikah saat umur 15 tahun memiliki seorang anak tetapi sudah ditinggalkan suaminya sehingga anak dan cucunya tinggal bersama dengannya. Anaknya yang lain tinggal bersama dengannya dan tidak ada yang bekerja. Masni dan suami lah membiayai kehidupan mereka setiap hari.

“ anak ibu 3 laki 2 perempuan ini cucu ibu dari anak cewek yang pertama. Gak ada lagi yang sekolah mau makan aja susah apalagi biaya sekolah lah. Semuanya itu tinggal sama saya dirumah semua gada yang kerja. Ya ibu sama suami lah yang membiayainya. Kalo dimarahi mereka gak terima malah marah balek.”

5.1.3 Informan Utama- III

Nama : Yuli

Tempat/tanggal lahir : - ( informan tidak ingat)

Usia : 30 tahun

Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama

Agama : Islam

Suku bangsa : Padang-Mandailing

Alamat : Gg Pancasila , Pasar 7 Tembung

Status : Memiliki seorang suami dan 4 orang anak

Informan utama ketiga dalam penelitian ini adalah Yuli yang merupakan warga Tembung. Perkenalan diawali tepatnya tanggal 16 April 2017 ketika Yuli lewat dari depan rumah peneliti. Ia menggendong seorang anak dan seorang anak mengikutinya dari belakang. Badannya sedikit gemuk, kulitnya sawo matang dan menenteng sebuah plastik biru yang berisi air minum. Ia mengenakan jilbab dan pakaian yang seadanya saja. Setiap rumah yang terbuka ia datangi sambil menyodorkan baskomnya. Ketika datang ke rumah peneliti, peneliti mengajak ia berbincang. Setelah makin lama, peneliti pun meminta izin untuk mewawancarai Yuli. Kebetulan Yuli tergolong orang yang ramah sehingga ia mengiyakannya. Ia bercerita awalnya menjadi pengemis karena pekerjaannya sebagai tukang cuci keliling tidak laku lagi. Selama 2 bulan di rumah tidak memiliki aktivitas maka Yuli memutuskan menjadi pengemis penggendong anak. Ia mengaku baru pertama kali ke tempat dimana peneliti tinggal Biasanya setiap hari Jumat Yuli beserta temannya melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung jika hari biasa ia kadang pindah ke tempat lain yang lebih ramai tapi lebih sering di Mesjid ini . Yuli mengaku anak yang selalu dibawanya merupakan anak kandungnya sendiri.

“baru loh aku kesini dek, dulu awak kerjanya tukang cuci keliling tapi gak laku lagi makanya jadi kek gini. Yang kubawa ini anakku dek. Gak ada yang jaga orang ini di rumah”.

Sama halnya seperti informan kedua, lingkungan sekitar tempat tinggal Yuli kebanyakan memiliki aktifitas yang sama seperti dirinya. Pengaruh lingkungan juga membuat Yuli melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya dengan tetangga dan sesama pengemis tergolong baik. Keluarga Yuli tidak aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya paling mereka sesama pengemis yang sering mengobrol. Alasannya tak lain mereka minder bergaul dengan orang- orang yang ekonominya lumayan padahal ia mengatakan jika tetangganya itu baik dan ramah. Jika interaksi Yuli dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara Yuli dengan anak-anaknya. Anak-anaknya sering melawan jika disuruh sehingga Yuli tidak mau menyuruh mereka. Begitupula dengan suaminya yang jarang pulang, kadang 2 atau 3 hari tidak pulang kerumah. Hal ini menyebabkan pertengkaran sering terjadi antara mereka.

“Anak-anakku bandal kalo disuruh melawan mending awak diam aja. Samalah kayak bapaknya entah kemana dia kalo udah pulang kerumah bergaduh lah samaku. Ini udah udah 2 hari gak pulang. Yang penting anak awak dulu ya kan biarkan ajalah dia situ. Ini (pengemis penggendong anak) semua kebanyakan tetangga itu. Cuman agak jauh jaraknya 1 di sebelah kiri satu sebelah kanan. Kami pulang piginya sama, kalo mau pulang duluan ya duluan ya kan. Tinggal sekali angkot aja naik angkot 517. Kalo tetangga yang lain ramahnya kalo lebaran mau ngasi beras. Baik-baik juga orang situ.”s

Pendapatan Yuli per hari rata-rata Rp 20.000- Rp 40.000, kegiatannya untuk mendapatkan uang hanya dari hasil kegiatannya mengemis ditambah penghasilan suaminya yang bekerja sebagai penarik becak mesin itupun kadang tidak pulang. Jika dihitung pendapatan suaminya per bulan sebesar Rp 500.000. Ia mengatakan jika pendapatan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka. Mereka harus membayar sewa becaknya per bulan Rp 200.000.

“tak tentu per hari dapat berapa kalo misalnya cari gini kadang 20 kadang 40 ribu kadang kalo apa dapat sikit. Apalagi kalo bulan-bulan tua payah itu ya kan kadang ga dapat juga lah. Suamiku iih bawa becak mesin itupun nyewa kadang kalo gak dibayar ditarik yang punya”.

Peneliti kembali menanyakan mengenai rumah yang ditempati oleh Yuli. Rumah tersebut merupakan rumah kontrakan yang per bulannya Rp 300.000,00 termasuk listrik dan air. Rumahnya memiliki 1 kamar tidur, 1 kamar mandi mandi yang memiliki MCK dan ruang utama. Lampu yang mereka gunakan ada tiga buah satu di ruang tengah digabung dengan dapur, satu di kamar mandi dan sisanya di ruang tengah. Lantai rumah Yuli terbuat dari semen. Mereka tidak memiliki alat eletronik seperti televisi , kulkas, dll. Mereka hanya memiliki sebuah gitar yang sering dimainkan suami dan anak-anaknya. Sumber air yang mereka gunakan setiap harinya berasal dari PAM. Yuli mengatakan jika air dirumahnya kadang keruh jika banjir. Setiap malam hari Yuli dan keluarga gantian untuk tidur dikamar, lebih sering ia dan anaknya paling kecil tidur dikamar.

“ Nyewa lah per bulan 300 ribu udah sama listrik dan air. Rumah sini kan banyak sewa per bulan. Gak berani ambil yang per tahun takut gak terbayar. Cuma itulah jauh kali kan. Inilah kondisinya dek, adek liat sendiri”.

Mengenai kesehatan , keluarga Yuli hanya sering terkena demam dan pilek biasa. Jika sakit mereka akan pergi berobat ke puskesmas. Yuli dan keluarganya tidak memiliki BPJS Kesehatan karena kartu keluarganya yang belum diurus. Sama seperti informan II, Yuli pun tidak memiliki kartu keluarga karena tidak mengerti mengurusnya dan ia mengaku tidak sempat mengurusnya. Tetapi ia memiliki Kartu Tanda Pendudukk.

“ke puskesmas ajalah kan kalo orang ini sakit. Gak ada BPJS ngurusnya ini susah kali kata orang ada sekarang yang gratis itupun mesti pake kartu rumah tangga. Kartu rumah tangganya belum siap diurus. Itu pake ktp sama kartu rumah tangga baru bisalah diurus BPJS. Kalo sekarang pake umum aja ya kan.”

Peneliti kemudian menanyakan konsumsi mereka sekeluarga setiap harinya. Yuli menuturkan jika ia dan keluarganya tidak mampu makan 3 kali sehari, bahkan makan nasi saja ia sudah bersyukur. Jika ada makanan, ia lebih mengutamakan anaknya makan dibanding dirinya. Pada bulan ramadhan seperti saat ini mereka sering meneriman dari orang-orang yang membagikan makanan gratis. Untuk memperoleh bahan makanan untuk keluarganya, Yuli mengaku ia hanya mampu belanja ke warung yang menjual sembako. Mengenai sandang ,Yuli dan keluarga tidak rutin membeli pakaian. Kalaupun iya mereka membelinya di pasar dengan harga yang murah. Terkadang mereka menantikan orang yang berbaik hati membagikan pakaian bekas.

“kalo makan gak nentu lah yang penting anak ku dulu makan. Jaranglah makan daging, itupun kalo kayak puasa gini ada yang bagi-bagi kan orang-orang kaya itu. Makan apa adanya lah, nasi ada ya itu dimakan. Belanja ya paling ke kede-kede yang ada jual sayur ikan. Jarang beli baju kalo beli di pajaklah yang murah-murah

itu. Kalo gak nunggu orang ngasi apalagi ini mau lebaran kan mau orang kaya itu bagi-bagi baju bekas ya dari situlah.”

Ia memiliki 4 orang anak, anak pertamanya dan kedua sedang menempuh pendidikan di bangku kelas 6 dan 4 SD. Anak ketiganya tidak bersekolah karena keterbatasan biaya. Anak keempat umurnya memasuki 3 tahun bulan Juni mendatang, anak inilah yang selalu ia bawa dengan alasan anaknya yang lain tidak mau menjaga anaknya ini. Yuli adalah tamatan dari salah satu SMP negeri di Tembung sedangkan suaminya hanya tamatan SD. Keterbatasan biaya membuat mereka tidak mampu melanjutkan sekolahnya. Yuli mengaku jika pendapatannya selama ini tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya.

“anak 3 dirumah disini 1. Kalo misalnya dibawa gitu kan repot, kan ongkos lagi yak an ini ajalah dibawa. Karna kakak-kakaknya gak mau jaga dia kalo nangis dibiarkan aja. Anak pertama sama kedua sekolah yang ketiga gak sekolah, gak ada duit. Ini aja yg sekolah itu entahnya gak lanjut. Yang terakhir ini lah umurnya 3 tahun . Awak tamat SMP suamiku tamat SD.

5.1.4 Informan Utama-IV

Nama : Yuni

Tempat/tanggal lahir : Medan, 16 April 1997

Usia : 20 tahun

Pendidikan Terakhir : Kelas 3 SD

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Status : Memiliki 1 orang anak, suami beserta kedua orangtuanya Informan utama keempat dalam penelitian ini adalah Yuni yang merupakan warga Tembung. Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 16 April sekitar jam 16.00 WIB dan melihat Yuni sedang duduk di trotoar kawasan Mesjid Agung tepatnya hari Jumat. Badannya kecil dan kurus, disampingnya ada plastic berwarna putih berisi pakaian anak dan air minum. Kulitnya berwarna sedikit putih dan memakai jilbab serta pakaian yang seadanya. Setiap hari apalagi hari Jumat Yuni beserta temannya melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung. Awal ia menjadi pengemis penggendong anak karena ia tidak sanggup bekerja sebagai tukang botot lagi. Ia tidak tega meninggalkan anaknya sendiri di rumah sedangkan suaminya buruh bangunan yang jarang dirumah ,ayahnya sedang dirawat di rumah sakit dan sang ibu melakukanaktivitas sebagai pengemis pula di kawasan Mesjid Agung Medan. Sama seperti pengemis penggendong anak lainnya, Yuni menegaskan jika anak yang ia bawa setiap hari merupakan anak kandungnya.

“ini anak awak, kandung. Gak ada yang jaga dia dirumah makanya kubawa”.

Sama halnya seperti informan yang lainnya, lingkungan sekitar tempat tinggal Yuni kebanyakan memiliki aktifitas yang sama seperti dirinya. Pengaruh lingkungan juga membuat Yuni melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya dengan tetangga dan sesama pengemis tergolong baik. Keluarga Yuni tidak aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya paling mereka sesama pengemis yang sering mengobrol. Alasannya tak lain mereka minder bergaul dengan orang-orang yang ekonominya lumayan padahal ia mengatakan jika tetangganya itu baik dan ramah. Jika interaksi Yuni dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara Yuli dengan sang ibu kelihatan tidak baik. Hal ini dapat dilihat ketika peneliti ingin mengobrol Yuni terlebih dahulu mendatangi sang ibu dengan wajah yang masam ibunya mengangguk. Setelah wawancara juga peneliti melihat Yuni dimarahi oleh ibunya tidak jelas karena masalah

apa, peneliti melihat Yuni menundukkan wajahnya seperti menahan air matanya. Sedangkan ibunya menunjukkan wajah sangarnya yang ditutupi oleh kerudung. Peneliti juga sempat meminta izin untuk mewawancarai ibunya namun ditolak. Ia memiliki 1 orang anak, suaminya telah meninggal 2 tahun yang lalu karena kecelakaan. Sedangkan ibunya melakukan aktifitas yang sama dengannya, ayahnya dirawat di rumah sakit.

“ keluarga kami baik-baiknya ( sambil menyunggingkan senyum yang tipis tak lupa melirik sang ibu). Kami kompak (sesama pengemis) karena tetangga juga. Tetangga yang lain ramahnya baik-baik juga orang situ cuma kami aja yang kurang percaya diri mau bergaul sama mereka.. Anak ku cuma yang satu ini umurnya 3 tahun. Belum sekolah dia tapi harusbisa lah lebih tinggi dari awak nanti sekolahnya. Suami udah ninggal 2 tahun lalu karna kecelakaan. Ibu saya itu yang sedang duduk disana ( menunjuk seorang ibu yang kira-kira berumur 60an kalo bapak ya itulah yang dirawat. Kami berempat lah tinggal sama.”

Pendapatan Yuni per hari rata-rata Rp 30.000 x 30 = Rp 900.000. Sebelumnya ia bekerja mengumpulkan barang bekas, namun karena ia sangat kasihan terhadap sang anak yang kepanasan dan capek setiap kali ia bawa makanya ia memutuskan untuk melakukan aktifitas ini. Ia memilih menjadi pengemis karena hanya ini pekerjaan yang mampu ia lakukan lagipula biar ada sekalian yang jaga anaknya. Yuni bercerita jika ibunya pun ikut menjadi pengemis di kawasan Mesjid Agung. Menurutnya pendapatan ibunya sekitar Rp 900.000 per bulan sama seperti dia. Sedangkan pendapatan suaminya sebagai buruh bangunan sebesar Rp 300.000. Pendapatan mereka ini digunakan juga untuk membayar biaya ayahnya yang sedang dirawat di rumah sakit.

“30 lah rata-rata per hari gak pernah lah pulang gak bawa uang walaupun dikit. Baru 3 hari ini kerja saya gini sebelumnya nyarik botot cuma kasian liat anak saya gak ada yang jaga jadi dibawa juga nyarik bototnya. Kasian dia capek kenak panas ngikuti saya.”.

Peneliti kembali menanyakan mengenai rumah yang ditempati oleh Yuni. Rumah tersebut merupakan rumah kontrakan yang per bulannya Rp 250.000 termasuk listrik . Rumah yang mereka sewa memiliki 1 kamar tidur, kamar mandi, tiga buah lampu yang berada di ruang tengah, teras dan kamar mandi tetapi tidak memiliki asbes. Alat elektronik pun ia tidak miliki. Peneliti kemudian menanyakan konsumsi mereka sekeluarga setiap harinya. Keluarga Yuni tidak tentu makannya 3 kali sehari. Belanja pun ia dan keluarganya pergi ke warung terdekat. Mengenai sandang ,Yuni dan keluarga tidak rutin membeli pakaian. Mereka menantikan orang yang berbaik hati membagikan pakaian bekas.

rumah nyewa lah per bulan 250 ribu. Kalo soal makan anakku yang penting, anakku minum susu lagi. Yang penting dia udah kenyang aja awak tenang. Belanja pun paling ke kede. Entar lagi lebaran gak ada baju ( sambil merapikan baju

Dokumen terkait