BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksploratif. Penelitian eksploratif (explorative
research) adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan suatu keadaan dan memberikan pemahaman mengenai permasalahan yang akan diteliti (Margaretha,2009: 23). Penelitian
eksploratif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan untuk
memberikan arahan bagi penelitian selanjutnya. Tujuan utama dari jenis penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi situasi penelitian dan tujuan khusus atau data yang diperlukan
untuk penelitian selanjutnya (Kuncoro dalam Syefira, 2013:308).
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kawasan sekitar Mesjid Agung Medan, Kelurahan Madras
Hulu, Kecamatan Medan Polonia. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena penulis ingin
mengetahui secara pasti bagaimana kehidupan sosial ekonomi pengemis penggendong anak di
kawasan sekitar Mesjid Agung Medan . Hal yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di tempat ini adalah karena kawasan ini merupakan salah satu tempat yang banyak
ditemui pengemis penggendong anak.
3.3 Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah seseorang yang dapat memberi informasi mengenai hal-hal yang
bersangkutan dengan dirinya sendiri ataupun tentang lingkungan sekitarnya yang menjadi topik
penelitian ini (Idrus,2009: 216). Subyek dalam penelitian ini ada tiga yaitu informan kunci ( key
a. Informan kunci (informant key) adalah orang-orang yang karena pengetahuannya
yang luas dan mendalam tentang komunitasnya dapat memberikan data yang berharga
(Suyanto,2005:189 ). Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Sosial
kota Medan untuk mengetahui fenomena pengemis penggendong anak.
b. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi yang diteliti
(Suyanto,2005:172). Informan utama dalam penelitian ini adalah pengemis
penggendong anak.
c. Informan tambahan, adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti (Suyanto,2005:172). Informan
tambahan dalam penelitian adalah keluarga pengemis penggendong anak dan
tetangga.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data-data dalam
penelitian ini sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data atau informasi menyangkut masalah yang
akan diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya
terhadap masalah yang diteliti.
2. Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan
langsung utrun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti adalah :
a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan
dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran
b. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data dimana penelitian dan responden
hadir dalam waktu dan tempat yang sama dalam rangka memperoleh data
dan informasi yang diperlukan dalam suatu penelitian ( Siagian,2011 : 211 ).
Dalam penelitian ini, wawancara yang dimaksud yaitu mengajukan
pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk
melengkapi data yang diperlukan.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya.
Analisis data dengan menggunakan metode kualitatif, dimana penulis akan mengkaji data yang
dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul,
mempelajari data, menyusun dalam satu-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahapan
berikutnya dan memeriksa kesalahan data serta mendefinisikannya dengan analisis sesuai dengan
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah, Lokasi dan Luas Mesjid Agung Medan
Mesjid Agung Medan merupakan mesjid terbesar di Kota Medan. Mesjid ini dibangun
pada tahun 1970 yang terletak di Jl. Pangeran Diponegoro Kelurahan Madras Hulu Kecamatan
Medan Polonia. Posisi mesjid ini bersebelahan dengan kantor Gubernur Sumatera Utara dan Sun
Plaza. Masjid. Tidak jarang pegawai dari kantor gubernur maupun staff serta pengunjung Sun
Plaza sholat di Masjid Agung Medan ini. Agung memiliki keindahan serta artitekstur yang khas
tentunya. Selain Masjid ini luas, masjid ini juga sejuk ditambah dengan bentuk masjid yang
simple atau sederhana namun cukup menarik. Masjid ini memiliki bangunan utama dengan
ukuran sekitar 43 m x 43 m. Luas tanah masjid ini 10 ribu meter persegi dan luas bangunan
1.000 meter persegi .
Setelah 21 tahun tidak dilakukan renovasi, Masjid Agung Medan mulai tak mampu
menampung jumlah jamaah khususnya pada saat Shalat Jumat. Oleh sebab itu, saat ini mesjid ini
telah mulai direnovasi pada hari Jumat 15 Januari 2016 lalu. Masjid ini akan dibangun kembali
setinggi Kantor Gubernur Sumut dan juga setinggi Sun Plaza sehingga tampak megah di tengah
kota. Targetnya pada tahun 2018 Masjid Agung Kota Medan akan menjadi masjid futuristik
yang dapat menjawab kebutuhan manusia modern. Satu di antara kebutuhan manusia modern
adalah penyeimbangan antara pemenuhan spiritual dan material (rohani dan jasmani).
(medanwisata.com).
Masjid Agung Medan memiliki satu kubah berwarna keemasan dan satu menara
Gambar 4.1 Mesjid Agung Medan dengan kubah berwarna keemasan
Sumber : waspada.co.id
Gambar 4. 2 Kubah Mesjid Agung yang berwarna keemasan tampak dalam
Gambar 4.3 Menara Mesjid Agung Medan
Sumber : waspada.co.id
4.2 Fasilitas Mesjid Agung
1. Kantor Badan Kesejahteraan Masjid Agung Medan
Posisi kantor Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) ini berada di sebelah kanan dari
gerbang utama masjid, tepatnya di lokasi yang sedang mengadakan pembangunan mesjid. oleh
karena itu, kantor BKM dan panitia pembangunan digabung menjadi satu . Walaupun masih
dalam keadaan renovasi, keamanan tetap menjadi perhatian oleh pengurus mesjid. Jalur menuju
kantor ini dilengkapi oleh atap yang dibuat dari besi dibagian kiri dan kanan ditutupi seperti
terpal berwarna hijau sehingga kecil kemungkinan untuk terkena serpihan bangunan dari atas.
Selain itu, pengurus BKM sangat terbuka dan ramah dengan tamu-tamu. BKM ini berdiri pada
tanggal 25 Juni 2015 melalui gagasan dari jamaah mesjid tersebut. BKM Mesjid Agung Medan
wal jamah. BKM ini bersifat independen, terbuka, komunikatif dialogis, mengutamakan ukhwah
islamyah, dan aktif dalam sosial kemasyarakatan. BKM Mesjid Agung memiliki visi dan misi sebagai berikut :
Visi
“ Terwujudnya masjid yang makmur, paripurna, aman, nyaman, asri dan menjadi ikon
masyarakat serta pusat pengembangan agama Islam di Sumatera Utara”.
Misi
1. Menata dan megelola manajemen masjid secara mandiri, professional, transparan, dan
akuntabel.
2. Menata dan mengelola potensi ekonomi masjid secara syariah.
3. Menciptakan masjid sebagai pusat ibadah, dakwah, zikir, ta’lim wara’allum ( wahana
Pendidikan Islam).
4. Menjadikan masjid sebagai pusat pengakajian khazanah kelimuan Islam.
5. Menjadikan masjid sebagai wadah konsultasi problematika keummatan.
Tujuan
1. Sebagai wadah untuk mengelola , memelihara dan memakmurkan Masjid Agung Medan.
2. Terbinanya ummat Islam yang beriman, berilmu dan beramal sholeh.
Tugas
1. Mewujudkan masjid sebagai tempat ibadah yang aman dan nyaman.
3. Meningkatkan persaudaraan Ukhwah Islamiyah di antara para jama’ah.
Fungsi
1. Meningkatkan minat masyarakat untuk melaksanakan ibadah dengan benar dan baik,
2. Pusat pembinaan dan pelayanan umat demi tegaknya syiar Islam.
3. Pusat kegiatan dakwah demi tegaknya amar ma’ruf nahi mungkar.
4. Pusat informasi dan komunikasi antar jama’ah dalam bidang sains dan ilmu-ilmu agama
Islam.
Susunan Pengurus Badan Kesejahteraan Masjid Agung Medan
Masa Bakti Tahun 2015-2018
PELINDUNG : 1. Walikota Medan
2. Wakil Ketua DPRD Kota Medan
3. Kapolresta Medan
4. Dandim 0201/BS
5. Kajari Medan
PEMBINA : 1. Asisten Umum Pemerintah Kota Medan
2. Asisten Kesejahteraan Masyarakat Pemerintah Kota Medan
PENASEHAT : 1. Ketua MUI Kota Medan
2. Ketua MUI Kota Medan
3. Ketua IPHI Kota Medan
5. Ketua Muhammadiyah Kota Medan
6. Ketua Al Washliyah Kota Medan
7. Ketua Ittihadiyah Kota Medan
DEWAN PAKAR : 1. DR.H.Ahmad Zuhri,Lc,MA
2. H.Ajib Shah,S.Sos
3. DR.H.Abdul Hakim Siagian,SH
4. DR.H.Ardiansyah, M. Ag
5. Prof. DR. H. Basyaruddin
6. H. Iwan Zulhami, SH. M.AP
7. Prof. DR. M. Basyuni, Phd.
8. Prof. DR.H.Aznan Lelo
9. Rafdinal, S.Sos, M.AP
10. Ir. H. Isman Muryani
11. DR.H. OK . Saidin, SH, M.Hum
12. DR. H. Tarmizi, SH, M.Hum
13. Ir. H. Dahlan Harahap, MM
PENGAWAS : 1. Inspektorat Pemerintah Kota Medan
2. Ka. Sub. Bag. Tata Usaha Kemenag Kota Medan
3. H. Yuslin Siregar
4. H. Indra Utama
5. H. Martinus Latuperisa
7. H. Donald Sidabalok
8. H. Arifin Nainggolan, SH, M.Si
9. H. Hasan Asli Can
10. Jhony Sembiring, SH
11. Drs. H. Muslim Siregar
12. H. Suryadi Bahar, SH
13. H. M. Dayan, SH, M. Hum
14. H. Badaruddin Siagian, SH, M.Si
15. Drs, H. M. Subandi
16. H. Subandi, SH, Sp.N
17. H. Faris Bashel, SE
18. H. Zulheifi , SE
19. Sabar Samsuria Sitepu
20. Ir. Edy Syahputra
Ketua Umum : Ka. Kantor Kementerian Agama Kota Medan
Sekretaris Umum : Kabag. Agama dan Pendidikan Kota Medan
Ketua Harian : H. Azwir Ibnu Aziz
Wakil Ketua : 1. H. Dedi Iskandar BatuBara, M.Sp
2. H. Edi Irsan Tarigan, SH
3. H. Hendra DS
4. H. Yossi Sohuturon, MA
6. Bambang, SH
7. H. Ilhamsyah, SH
8. H. Ahmad Arif, SE, MM
Sekretaris : Drs. H. Daud Syah Munthe, MM
Wakil Sekretaris : 1. Drs. H. Impun Siregar, MA
2. H. Darwin
3.H.Darma Husnaidi, SE
4.H. Salim Matondang
5.Datuk Adil F. Haberham, SE
6.Ir. H. Zilkiram Mudaraksa
7.Bonggal Ritonga, S. Ag
Seksi-seksi :
A. Seksi Idaroh ( Organisasi Dan Manajemen ) :
1. Bidang Sarana dan Prasarana dan Pembangunan :
Kordinator : H. Muazzad Zein, SE
Anggota : 1. Drs. H. Senen Sulaiman
2. Gusnaidi, SE
3.Drs. H. Munif Abdi
4.H. Taufiqurrahman, SE
2. Bidang Kehumasan/ Publikasi
Anggota : 1. H. Zulrizal
2. Zainal Arifin Siregar, S. Ag
3. Drs. H. Syahruddin Jafar
4. Gito AP
3. Sekso Imaroh ( Pemakmuran )
1. Bidang Ibadah dan Dakwah :
Kordinator : Abdul Muis, S. Ag
Anggota : 1. M. Syukur Siregar
2. Nasri Harahap, SE
3. Fahrizal, MA
4. Zulhendri Tampubolon, S. Pd. I
5. Solahuddin Siregar, MA
6. H. Ismail Hisyam, MA
2. Bidang Sosial dan PHBI :
Kordinator : Yose Rijal , S.Ag. MM
Anggota : 1. H. Joni Irwanto Se,biring, SH
3. Ahmad Yunus Hulu
4. H. Ahmad Kamil Harahap, MA
5. Torja Hamonangan R.
3. Bidang Pendidikan dan Remaja Mesjid :
Kordinator : Drs. Joko Susilo
Anggota : 1. Idham Dalimunthe, SE. M,Si
2. Drs. H. Maslah
3. Fuji Rahmadi, MA
4. H. Masnun Zaini, M.Psi
C. Seksi Ri’ayah ( Pemeliharaan )
1. Bidang Kebersihan dan Keindahan :
Kordinator : Drs. Abdul Karim Nasution
Anggota : 1. Surya Dharma
2. H. Zulkifli Yus
3. Amsyar
4. Paguna Perangin Angin
Koordinator : H. Khairul Anwar Lubis
Anggota : 1. H. Marzal
2. Nurwahyudi
3. Sofyan Yahya
4. H. Hery Rosyadi
5. Ruslan Chan
6. Jaya Kuangga
D. Seksi Pemberdayaan dan Perempuan :
Kordinator : Hj. Dewi Harahap
Anggota : 1. DR. Hj. Hamidah Harahap, M.Sc
2. Hj. Rosmawati Harahap
3. Elly Juliati, M.Pd
4. Hj. Fatimah, S.Ag
5. Hj. Sulfia Rahmy, MA
Gambar 4.4 Kantor Badan Kesejahteraan Mesjid (BKM) Mesjid Agung Medan tampak kiri
2. Tempat Wudhu
Sama seperti mesjid pada umumnya , Mesjid Agung pun memiliki tempat wudhu. Tempat
wudhunya terbagi menjadi dua tempat, yang satu untuk pria dan satu lagi untuk wanita tetapi
masih dalam bangunan yang sama . Posisi tempat wudhu pria dan wanita ini berada di sebelah
kiri mesjid. Tetapi jika kita masuk melalui gerbang utama maka posisinya di sebelah kanan.
Tempat wudhu pria memiliki dua pintu masuk yaitu melalui pintu depan yang berada di dekat
parkiran dan pintu belakang berada di dekat selasar mesjid. Tetapi tempat wudhu wanita hanya
memiliki satu pintu masuk dekat dengan halaman mesjid.
Gambar 4.7 Tempat wudhu pria tampak belakang
Gambar 4.9 Tempat wudhu wanita
3. Ruangan sholat yang dilengkapi AC dan kipas angin
Mesjid Agung Medan memiliki ruangan sholat yang dilengkapi oleh AC kurang lebih 30
buah dan kipas angin sebanyak 25 buah. Tak hanya di dalam, selasar mesjid ini juga dipasang
kipas angin. Ruangan ini mampu menampung sebanyak 1.200 jama’ah serta tambahan di
halaman 500 jama’ah. Masjid Agung Medan mulai tak mampu menampung jumlah jamah
khususnya pada shalat Jumat. Pada saat pelaksanaan ibadah shalat jum'at baik masjid terisi
penuh oleh jemaah dan sebagian tidak tertampung di bangunan utama sehingga menempati
pelataran antara bangunan utama dan bangunan tempat wudhu. Banyak anak-anak yang
menawarkan koran sebagai alas. Oleh karena itu, melalui pembangunan yang sedang
dilaksanakan saat ini ruangan sholat akan diperkirakan akan mampu menampung 7.000 jama’ah
Gambar 4.10 Ruangan sholat
Gambar 4.12 Suasana di dalam Mesjid Agung ketika jamaah shalat
Sumber : waspada.co.id
4. Tempat parkir
Bagi jama’ah yang menggunakan kendaraan ketika sholat di Mesjid ini dilengkapi oleh
tempat parkir. Kapasitas parkir sekitar 500 sepeda motor dan 125 mobil. Tempat parkir sepeda
motor berada di sebelah kiri mesjid sedangkan untuk mobil berada di sebelah kanan mesjid
bahkan. Jika bawa kendaraan mau sholat jum'at disini harus masuk sebelum jam 12 tidak
mendapat tempat parkir lagi sehingga banyak yang parkir di tepi jalan raya. Masjid Agung yang
baru diperkirakan menampung untuk 400 mobil dan 1000 sepeda motor.
Gambar 4.15 Parkiran Mesjid Agung Medan
Rencananya pembangunan masjid baru masih memanfaatkan dan mempertahankan
bangunan masjid lama serta dibangun disamping atau dibangun di atas masjid lama. Jadi masjid
tetap berfungsi, dan bisa digunakan untuk aktifitas ibadah. Selain bangunan masjid, ada juga
fungsi tambahan atau fasilitas lain yang dibangun. Diantaranya gedung pertemuan, hall transisi,
perpustakaan, dan gallery Masjid Agung. Selanjutnya, ada juga menara city view, roof garden,
kantor kenaziran, kantor pengelola TPA dan TKA, rumah penjaga, cefetaria, tempat wudhu dan
Gambar 4. 16 Pembangunan Mesjid Agung Medan
Mesjid ini cukup strategis dekat untuk orang-orang pekerja kantoran jadi memudahkan
mereka untuk sholat. Berdekatan dengan kantor Gubernur dan Pusat perbelanjaan yang cukup
besar maka tidak jarang pegawai dari kantor gubernur maupun staff serta pengunjung Sun Plaza
shalat di Masjid Agung Medan ini. Mesjid ini pula menjadi tempat ibadah berbaurnya dari lintas
usia dan lintas profesi. Pada saat pelaksanaan ibadah shalat jum'at baik masjid terisi penuh oleh
jemaah dan sebagian tidak tertampung di bangunan utama sehingga menempati pelataran antara
bangunan utama dan bangunan tempat wudhu. Banyak anak-anak yang menawarkan koran
sebagai alas. Yang cukup menarik dan patut dicontoh oleh masjid lain adalah pengumuman dari
panitia shalat jumat yang mengundang kehadiran jemaah untuk menyaksikan penghitungan uang
Mesjid ini selalu ramai khususnya memasuki musim hari-hari besar Islam seperti Idul
Fitri, Idul Adha, Ramadhan, Maulid Nabi, 1 Muharram, Shalat Jum’at, dan seterusnya. Pada
bulan ramadhan menjelang buka puasa mesjid ini menyediakan ta'jil dalam jumlah banyak.
Takjil yang disiapkan adalah untuk para jamah yang akan berbuka puasa di Mesjid Agung. Takjil
ini dibagikan secara cuma-cuma. Untuk sahur, masjid ini menyediakan makanan sahur pada
malam ganjil atau biasa disebut malam i’tikaf. Menurut Mukhlis, salah seorang pengurus Badan
Kenaziran Masjid Agung Medan mengatakan pada bulan puasa biasanya banyak pejabat yang
datang untuk shalat atau untuk mendengarkan ceramah. Namun tetap diperlakukan layaknya
jamaah yang lain (sumatera.bisnis.com).
Memasuki bulan ramadhan Mesjid Agung tak pernah sepi dari pengunjung. Khususnya
pada hari Jumat, lokasi Mesjid Agung sangat ramai dipadati oleh pengemis penggendong anak.
Mereka mengharapkan belas kasihan dari para jamaah yang akan sholat. Kondisi ini
dipergunakan oleh orang mencari uang seperti pengemis penggendong anak. Lokasi ini
merupakan lokasi yang paling banyak ditemui adanya pengemis penggendong anak. Para
pengemis penggendong anak memulai aktivitasnya sekitar pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.30
WIB. Ada yang duduk di trotoar dan ada pula yang rela berdiri di depan pintu masuk menunggu
pengunjung memberinya uang. Anak yang dibawa oleh mereka paling maksimal berumur 2
tahun dan paling minimum berumur 8 bulan. Beberapa dari pengemis penggendong anak tak
segan memaksa dan mengikuti pengunjung sampai diberi uang. Jika mereka tidak berhasil
mendapatkan uang wajahnya akan menunjukkan kekesalan. Teriknya matahari tak dirasakan
para pengemis penggendong anak lagi, anak yang digendong sudah ada menangis minta makan
dan minum tetapi mereka tidak memperdulikannya. Tak hanya satu orang anak ada pula yang
Gambar 4.17 Pengemis penggendong anak di sekitar Mesjid Agung Medan
BAB V ANALISIS 5.1 Hasil Penelitian
Informan yang terlibat dalam penelitian ini sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
peneliti. Keseluruhan informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang, terdiri dari informan
utama adalah 4 orang pengemis penggendong anak, informan kunci sebanyak 1 orang yaitu
Koordinator Unit Reaksi Cepat (URC) sekaligus Staff Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial
Kota Medan, informan tambahan sebanyak 6 orang yaitu 2 orang tetangga pengemis , 1 orang
suami pengemis penggendong anak, 1 orang anak pengemis penggendong anak , 1 orang
pengurus Badan Kesejahteraan Mesjid Agung Medan dan 1 orang pengunjung Mesjid Agung
Medan.
Hasil penelitian diperoleh data umum mengenai informan mencakup nama, umur,
tempat/tanggal lahir, alamat, jenis kelamin, agama, anak ke, jumlah saudara. Dalam tahapan
pembahasan ini, peneliti akan menjelaskan identitas informan karena identitas informan
merupakan faktor yang sangat penting untuk diketahui dalam suatu penelitian, dari data informan
diharapkan dapat memberikan suatu gambaran awal. Hasil gambaran yang lebih jelas dan rinci,
diuraikan peneliti melalui petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang
5.1.1 Informan Utama- I
Nama : Halimah
Tempat/tanggal lahir : Medan, 20 Juni 1981
Usia : 36 tahun
Pendidikan Terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Jalan Sei Mati Gg Merdeka, Brigjen Katamso
Status : Memiliki seorang suami dan 4 orang anak
Perkenalan diawali ketika peneliti pergi ke Mesjid Agung Medan untuk melakukan survei
lokasi tepatnya pada 15 April pukul 15.00 WIB. Peneliti melihat seorang wanita berperawakan
tinggi, kulitnya berwarna sawo matang serta memakai jilbab dan pakaian yang seadanya sedang
membawa seorang anak umur 3 tahun dan menggendong bayi meminta-minta kepada para
pengunjung. Ia membawa sebuah ransel yang berisi pakaian ganti anaknya, nasi serta air minum.
Ketika berada di tempat yang sepi peneliti menghampirinya. Awalnya Halimah terkejut mengira
peneliti seorang wartawan tetapi setelah peneliti menjelaskan beliau tersenyum. Peneliti meminta
izin untuk mewawancaranya dan beliau meminta peneliti mengadakan wawancara di rumahnya
saja beliau sembari memberikan alamatnya. Alasannya agar beliau tidak terganggu melakukan
aktivitasnya. Hingga akhirnya peneliti dengan Halimah sepakat keesokan harinya untuk
wawancara. Tiba lah hari yang telah disepakati peneliti disambut baik oleh Halimah beserta 2
orang anaknya yang masih kecil ketika sampai dikediamannya. Peneliti membuka pembicaraan
karena peneliti melihat Halimah masih malu-malu. Halimah merupakan salah satu pengemis
yang berada di Mesjid Agung setiap hari Jumat namun hari lainnya ia berada di daerah Sun Plaza
rumahnya seperti memasak, menyuci piring dan pakaian ,menyapu rumah serta menunggu
anaknya pulang sekolah supaya ada yang menemaninya ke tempat “kerjanya”. Setelah semuanya
selesai barulah Halimah berangkat ke lokasi tersebut beserta anak ke empatnya menggunakan
angkutan umum. Halimah memulai aktivitasnya setiap hari khusus hari Jumat ia berangkat ke
Mesjid Agung pukul 10.30 WIB sedangkan hari biasa pukul 12.00 – 17.00 WIB.
Halimah bercerita awal ia menjadi seorang pengemis sudah 3 tahun semenjak pindah dari
Binjai ke Medan .Selama berada di Binjai ia tidak memiliki pekerjaan sedangkan suaminya
kadang kerja kadang tidak. Niat ingin mengubah kondisi keluarga malah Halimah mengatakan
tidak mendapatkan pekerjaan di Medan sehingga ia memutuskan untuk menjadi pengemis
penggendong anak. Sedangkan suaminya hanya bekerja sebagai penarik becak mesin itupun
masih disewa. Ia menikah pada umur 20 tahun, ia menegaskan anak yang selalu dibawa oleh
Halimah merupakan anak kandungnya sendiri.
“ kerja gini udah lama dek 3 tahunan sejak pindah dari Binjai kesini. Kami pindah kesini mau mencoba mengubah nasib.ya ternyata ginilah gak mungkin lagi balik ke Binjai. Ibu nikah waktu 20 tahun, ini kandungku dek, gak mungkin kubawa anak orang kan. Tanya lah sama tetangga samping rumah ini ( sambil tertawa)”.
Mengenai interaksi dengan sesama anggota keluarga, Halimah mengakui jika interaksi
mereka lancar. Baik orang tua terhadap anak maupun sebaliknya. Namun ketika melakukan
wawancara suami informan berada di kamar tidur. Awalnya Halimah menyuruh anaknya
memanggil ayahnya tetapi tidak ada muncul. Kemudian Halimah mencoba masuk ke kamar
memanggil suaminya, tetapi peneliti mendengar ada seperti suara bentakan dari suaminya. Tak
Halimah juga memiliki tetangga, tetapi hanya sebagian yang ramah dengannya. Salah satunya,
pemilik rumah yang ditempati olehnya karena mereka tinggal bersebelahan. Halimah juga
mengakui jika ia dan keluarga kurang terbuka dengan masyarakat sekitar. Mereka merasa minder
karena hanya Halimah yang melakukan aktivitasnya sebagai pengemis di tempat tinggalnya
bahkan jika lingkungan melakukan kegiatan seperti gotong- royong mereka tidak pernah ikut.
“ anak-anak ku baiknya dek, kalo sama suami paling lah cekcok biasa kayak rumah tangga lain. Kalo ribut sampai main tangan gak ada dek. Tapi kalo sama tetangga kurang dekat kami, paling lah sama ibu yang punya kontrakan ini itupun karena kami bersebelahan. Gak pernah kami ikut gotong royong disini malu kami bertemu orang-orang. Karna kan cuma ibu yang kerjanya gini dek disini, gak ada ibu kenal pengemis yang kayak ibu”.
Halimah tidak memiliki pekerjaan sampingan untuk membantu memenuhi kebutuhan
keluarganya sehari-hari. Pendapatan Halimah per harinya Rp 40.000,00 jika dikalikan sebulan
pendapatannya Rp 40.000,00 x 30 = Rp 1.200.00,00. Pendapatan suaminya sebagai tukang becak
tidak menentu tak jarang suaminya pulang tanpa membawa uang. Jika dihitung pendapatan
suami Halimah per bulan rata-rata Rp 500.000 . Begitu pula dengan anak pertamanya yang
bekerja sebagai tukang parkir, pendapatannya rata-rata Rp 400 per bulan. Menurut penuturannya
pendapatan mereka sebesar ini belum mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sedangkan kebutuhan anak-anaknya, kebutuhan rumah tangga, uang sewa rumah dan becak
sudah mendesak. Oleh karena itu, Halimah tidak sempat menabung baik dirumah atau ditempat
“kerjanya hanya ini aja dek. Biasanya jam 11 lah berangkatnya tapi kalo hari Jumat
kan rame kali jadinya jam 10an udah gerak dari rumah. Pendapatan saya perhari gak nentu dek ( sambil menggaruk kepala), tapi ya kalo dihitung rata-rata 40 ribu lah. Masih kurang itu untuk kebutuhan rumah tangga apalagi sekarang serba mahalnya. Suami saya kerjanya tukang becak ya tau lah dek kadang mau pulang gak bawa uang. Kalo per bulan itu kira-kira 500an dek. Kadang anak ku yang paling besar itu kan kerjanya tukang parkir jadi mau dia ngasi aku uang untuk nambah-nambahi. Seringnya dia ngasi rata-rata 400 itu pun gak nentu setiap bulan. Kalo bulan ini ngasi bulan depannya mau gak ada. Mau nabung pun gak bisa deh, untuk makan aja kurang“.
Rumah yang ditempati Halimah merupakan rumah kontrakan yang per bulannya Rp
300.000,00 termasuk listrik dan air. Sumber air yang mereka pakai berasal dari air PAM itupun
kalau hujan deras airnya akan keruh. Rumahnya memiliki sebuah kamar tidur, sebuah jendela
dan pintu, kamar mandi dan dapur yang dekat dengan kamar tidur tetapi tidak memiliki asbes.
Lantainya terbuat dari semen sedangkan lampu yang mereka gunakan hanya ada tiga yaitu di
ruang utama, kamar mandi dan kamar tidur. Berhubungan dapur berdekatan dengan kamar mandi
jadi lampunya disamakan. Dinding rumahnya terbuat dari bambu, pada malam hari mereka tidur
di dua tempat yaitu di kamar dan ruang utama. Untuk menonton mereka sering menumpang ke
rumah tetangganya. Jika memasak mereka menggunakan kompor gas 3 kg. Untuk memasak nasi
dan lauk pauk mereka menggunakan periuk begitu pula dengan air minum. Halimah menuturkan
jika hujan deras mereka harus siap-siap untuk memindahkan segala barang agar tidak basah
“ kalo biaya sewa rumah ini 300 ribu per bulan udah ikut air sama listrik. inilah
rumahnya dek, ada satu kamar tidur satu kamar mandi. Sempit kek gini lah. Ada yang tidur sebagian di kamar sebagian lagi disini ( maksudnya ruang tamu). Kalo udah hujan dek, banjir ini dimana-mana air di kamar mandi pun keruh. Makanya barang-barang ini ( sambil menunjuk gumpalan kain di dalam keranjang serta barang lainnya) diangkatlah ke atas meja biar gak basah”.
Di antara anggota keluarganya hanya Halimah yang mengidap penyakit yaitu gula kering
dan gangguan pendengarannya namun ia tidak peduli karena biayanya yang tidak mencukupi.
Suami dan anak-anaknya hanya mengalami demam biasa saja. Peneliti juga melihat Halimah
kelihatan resah kadang tidak mengerti dengan pertanyaan peneliti. Anak keduanya menjelaskan
jika Halimah memiliki pendengaran yang kurang baik. Bagi keluarganya kesehatan itu tidak
terlalu di prioritaskan yang penting bisa makan. Jika salah satu anggota keluarga terserang
penyakit mereka hanya mengandalkan obat dari warung karena biaya berobat ke puskesmas tidak
ada. Halimah dan keluarga tidak memiliki BPJS Kesehatan karena mereka tidak memiliki kartu
keluarga. Sebagai warga negara Indonesia, keluarga Halimah tidak memiliki kartu identitas
(KTP). Alasannya karena mereka tidak mengerti bagaiamana cara mengurusnya selain itu pula
mereka tidak memiliki sanak-saudaranya. Halimah menuturkan jika ia tidak mampu menyisihkan
pendapatan untuk biaya kesehatan.
ngurusnya saudara kami gak ada. Kayak tadilah , mau makan aja susah mana sempat nabung untuk biaya berobat”
Pemenuhan kebutuhan pangan keluarganya, setiap harinya keluarga Halimah makan
sebanyak dua kali dalam sehari. Bagi mereka yang penting sudah makan nasi, jadi Halimah
selalu mengusahakan beras tetap ada walaupun lauknya sering tidak ada. Jangankan untuk
makan daging, memiliki persediaan beras di rumah saja Halimah sudah bersyukur. Bahkan
anaknya pun tidak pernah meminum susu kecuali susu kotak seharga Rp. 2000,00 Halimah
belanja ke pasar jika memiliki uang tetapi kalo uangnya tidak ada , Halimah menyuruh anaknya
membeli mi instan dan telur ke warung terdekat.
“ ya kalo makan apa adanya lah kalo gada ikan ya gapapa yang penting ada beras dirumah. Boro-boro makan daging dek makan telur aja udah syukur. Kadang makan hanya pake kerupuk aja sama kecap. Anak ibu gak ada yang minum susu dari kecil kecuali ya susu kotak harga 2 ribu rupiah dari warung. Ada duit mau belanja paling belanja di warung yang ada jual sayur jarang ke pajak”.
Halimah dan keluarga mengharapkan belas kasihan orang yang mau memberikan baju
bekas. Bisa dipastikan jika dalam setahun mereka tidak pernah membeli baju bahkan seragam
sekolah anaknya yang SD pun sudah lusuh dan tidak memiliki uang untuk membeli. Jika
Halimah memiliki uang beliau membeli baju di pasar yang murah.
Mengenai tentang pendidikan Halimah memiliki 4 orang anak, anak pertamanya tidak
tamat SMP saat ini bekerja sebagai tukang parkir. Anak kedua, sedang menempuh pendidikan di
bangku kelas 4 SD. Anak ketiga ini lah yang selalu dibawanya dalam melakukan aktifitasnya.
Anak yang terakhir baru saja lahir, saat ini umurnya masih memasuki 2 bulan. Ia mengatakan
jika pendapatannya mengemis tidak cukup untuk membiayai pendidikan anak-anaknya saat ini
sehingga anaknya putus sekolah. Sedangkan ia dan suaminya hanya tamat SD karena
keterbatasan biaya.
5.1.2 Informan Utama –II
Nama : Masni
Tempat/tanggal lahir : Medan, 05 Mei 1977
Usia : 40 tahun
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa-Padang
Alamat : Gg Merdeka Tunggal Ika, Pasar 3 Tembung
Status : Menikah
Informan utama kedua dalam penelitian ini adalah Masni yang merupakan warga
Tembung. Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 15 April sekitar jam 13.00 WIB dan
melihat Masni sedang duduk di trotoar kawasan Mesjid Agung tepatnya hari Jumat. Sama seperti
informan pertama Masni bingung dengan kehadiran peneliti setelah dijelaskan ia pun tersenyum.
Masni memiliki porsi badan yang kurus, kultnya berwarna sawo matang serta selalu mengenakan
jilbab berwarna biru dan pakaian yang lusuh. Setiap hari Jumat Masni beserta temannya
melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung jika hari biasa ia pindah ke Pasar Ikan Kesawan.
Namun belakangan ini Masni sudah jarang ke Pasar Ikan karena masyarakat yang disana sudah
jarang memberi sedekah kepada pengemis. Masni bercerita awal ia menjadi pengemis karena
pendapatannya sebagai tukang kusuk keliling tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Ia
menikah pada umur 15 tahun. Anak yang selalu dibawa oleh Masni merupakan cucunya sendiri.
Anak pertamanya sudah menikah tetapi ditinggal pergi oleh suaminya. Alasannya membawa
cucu tersebut melakukan kegiatannya “ mengemis” adalah tak lain karena anaknya tidak mau
“ini cucu dek, anak awak nikah cepat umur 15 tahun tapi suaminya kabur entah kemana. Gak mau dia jaga, anak ini pun gak mau sama mamaknya. Sama awak lengket dia terpaksa lah awak bawak kemana-mana”.
Interaksi Masni dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara Masni
dengan anak-anaknya. Anak-anaknya sering melawan jika disuruh sehingga Masni tidak mau
menyuruh mereka tetapi interaksi dengan suaminya baik. Ia sangat bersyukur memiliki suami
yang pengertian di tengah kondisi mereka yang serba kekurangan. Masni telah menikah dua kali,
suaminya pertama meninggal dunia karena sakit. Pernikahannya dengan suami keduanya telah
berjalan 8 bulan. Terhadap anak-anaknya suami bu Masni baik meskipun itu hanya anak tirinya.
Lingkungan sekitar tempat tinggal Masni kebanyakan memiliki aktifitas yang sama seperti
dirinya. Pengaruh lingkungan membuat Masni melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya
terhadap sesama pengemis tergolong baik. Interaksi Masni dengan tetangga yang lain kurang
baik, ia dan keluarga tidak aktif dalam mengikuti kegiatan di lingkungan mereka tinggal seperti
gotong-royong, dsb.
“kalo anak-anak kami gak mau kerja dek melawan itu terpaksa lah awak sama suami yang kerja. Untung suamiku baik udah dianggapnya orang itu kayak anak kandungnya sendiri. Tetangga kami kebanyakan pengemis sama kayak ibu. Udah saling kenal lah kompak kami. Kalo sama tetangga yang lain ya agak kurang dek. Kalo ikut-ikut gotong-royong gitu gak pernah. Cemanalah awak kerjanya macam ini malu dek”.
Pendapatan Masni dari hasil ia mengemis per hari rata-rata Rp 20.000- Rp 30.000. Dalam
mengemis Rp 30.000 x 20 hari = 600.000. Selain menjadi pengemis penggendong anak, Masni
bekerja sebagai tukang kusuk keliling. Dalam sebulan ia hanya mendapat panggilan menjadi
tukang kusuk sebanyak 4 kali dan penghasilannya sekali dipanggil sebagai tukang kusuk
sebanyak Rp 30.000. Jadi pendapatannya dari tukang kusuk sebesar Rp 30.000 x 4 hari = Rp
120.000. Jika permintaan tukang kusuk tidak ada maka Masni mengemis di tempat-tempat yang
ramai. Pendapatan suaminya sebagai buruh bangunan tak menentu hanya rata-rata Rp 250.000
per bulan. Sedangkan anaknya tidak ada yang mau bekerja.
“ kalo tiap hari ya gak nentu dek kadang 20 ribu atau 30 ribu. Pernah sih ibu dapat ribu sehari itu kalo udah rame. Jarang kali lah dapat segitu. Kerja ibu sehari-hari tukang kusuk dek. Kalo gada orang yang mau dikusuk ibu ngemis cari tempat-tempat rame apalagi Jumat. Suami ibu kerjanya tukang bangunan itupun kadang kalo ada proyek. Kalo gak ya mocok-mocok lah dek.”
Masni dan keluarga menyewa sebuah rumah yang sederhana di Tembung yang harga
sewanya Rp 300.000 per bulan termasuk uang listrik. Rumah itu memiliki lampu 2 buah di
kamar dan di ruang tengah, kamar tidur dan kamar mandi tetapi tidak memiliki asbes. Pada
malam hari mereka tidur sebagian di ruang tengah sebagian di kamar. Lantainya terbuat dari
semen. Saat peneliti menanyakan tentang kondisi kesehatan keluarga Masni, beliau mengatakan
keluarganya dalam kondisi kesehatan yang normal. Paling mereka hanya demam biasa saja. Bila
salah satu anggota keluarga yang sakit, Masni akan membeli obat dari warung terdekat. Masni
dan keluargana tidak terdaftar sebagai anggota BPJS Kesehatan alasannya sama seperti Halimah
karena tidak memiliki kartu keluarga. Masni dan suaminya memiliki Kartu Tanda Penduduk
(KTP) tetapi tidak dengan anaknya yang paling besar. Ia tidak memiliki saudara untuk
mengenai urusan seperti itu. Sedangkan untuk biaya pengobatan ia mengaku tidak pernah
menyisihkan sebagian dari pendapatannya mengemis.
“ rumah nyewa 300 ribu udah sama listrik sebulan dek. Kalo sakit beli obat yang di
kede-kede itu, mau berobat ke puskesmas tak mampu. Awak gak punya BPJS dek gak ada kartu keluarga, kami gak ngerti ngurusnya sodara pun tak punya. Cemanalah mau nabung makan aja terancam”.
Masni mengatakan jika keluarganya hanya mampu makan sebanyak 2 kali sehari, itupun
sudah dirasa cukup. Ia selalu berusaha beras selalu ada walaupun lauknya nanti hanya kecap.
Beliau juga mengatakan akan pergi ke pasar jika ia memiliki uang yaitu Pasar Sukarame di
Tembung. Pemenuhan kebutuhan sandang, keluarga beliau dalam setahun bisa dikatakan tidak
pernah membeli baju. Mereka menunggu belas kasihan tetangganya yang memiliki pakaian
bekas khususnya menjelang hari raya Idul Fitri.
“makan apa yang ada dek, 2 kali tiap hari udah jago. Kalo misal mau belanja ke pajak lah di Pajak Sukarame. Manalah sempat pikirkan beli baju dek, bisa makan aja udah syukur.dalam setahun itu mau gak pernah beli baju apa yang ada itulah dipake. Baju pake apa yang ada lah dek, ini aja seragam sekolah anak yang SD udah lusuh kali gak ada duit mau gantinya. Setahun itu bisalah dipastikan gak pernah beli baju. Paling nunggu orang yang mau ngasi baju bekasnya apalagi kalo lebaran banyak itu”.
Kondisi pendidikan, Masni dulunya adalah tamat salah satu SMP Negeri yang ada di
Tembung sedangkan suaminya hanya tamatan SD. Untuk melanjutkan pedidikan, mereka tidak
perempuan . Sedangkan dari pernikahannya yang kedua ia tidak memiliki anak. Suaminya saat
ini bekerja sebagai buruh bangunan. Anaknya ini tidak mau bekerja hanya mau mengerjakan
pekerjaan rumah. Sehingga sang cucu inilah yang selalu ia bawa mengemis dengan alasan sang
anak tidak mau mengurusnya. Anaknya semua sudah putus sekolah karena tidak memiliki biaya
lagi.Anak-anak beliau tidak ada lagi yang sekolah semuanya putus sekolah karena keterbatasan
biaya. Anaknya yang pertama perempuan sudah menikah saat umur 15 tahun memiliki seorang
anak tetapi sudah ditinggalkan suaminya sehingga anak dan cucunya tinggal bersama dengannya.
Anaknya yang lain tinggal bersama dengannya dan tidak ada yang bekerja. Masni dan suami lah
membiayai kehidupan mereka setiap hari.
5.1.3 Informan Utama- III
Nama : Yuli
Tempat/tanggal lahir : - ( informan tidak ingat)
Usia : 30 tahun
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam
Suku bangsa : Padang-Mandailing
Alamat : Gg Pancasila , Pasar 7 Tembung
Status : Memiliki seorang suami dan 4 orang anak
Informan utama ketiga dalam penelitian ini adalah Yuli yang merupakan warga
Tembung. Perkenalan diawali tepatnya tanggal 16 April 2017 ketika Yuli lewat dari depan
rumah peneliti. Ia menggendong seorang anak dan seorang anak mengikutinya dari belakang.
Badannya sedikit gemuk, kulitnya sawo matang dan menenteng sebuah plastik biru yang berisi
air minum. Ia mengenakan jilbab dan pakaian yang seadanya saja. Setiap rumah yang terbuka ia
datangi sambil menyodorkan baskomnya. Ketika datang ke rumah peneliti, peneliti mengajak ia
berbincang. Setelah makin lama, peneliti pun meminta izin untuk mewawancarai Yuli. Kebetulan
Yuli tergolong orang yang ramah sehingga ia mengiyakannya. Ia bercerita awalnya menjadi
pengemis karena pekerjaannya sebagai tukang cuci keliling tidak laku lagi. Selama 2 bulan di
rumah tidak memiliki aktivitas maka Yuli memutuskan menjadi pengemis penggendong anak. Ia
mengaku baru pertama kali ke tempat dimana peneliti tinggal Biasanya setiap hari Jumat Yuli
beserta temannya melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung jika hari biasa ia kadang pindah ke
tempat lain yang lebih ramai tapi lebih sering di Mesjid ini . Yuli mengaku anak yang selalu
“baru loh aku kesini dek, dulu awak kerjanya tukang cuci keliling tapi gak laku lagi makanya jadi kek gini. Yang kubawa ini anakku dek. Gak ada yang jaga orang ini di rumah”.
Sama halnya seperti informan kedua, lingkungan sekitar tempat tinggal Yuli kebanyakan
memiliki aktifitas yang sama seperti dirinya. Pengaruh lingkungan juga membuat Yuli
melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya dengan tetangga dan sesama pengemis tergolong
baik. Keluarga Yuli tidak aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya paling mereka sesama
pengemis yang sering mengobrol. Alasannya tak lain mereka minder bergaul dengan
orang-orang yang ekonominya lumayan padahal ia mengatakan jika tetangganya itu baik dan ramah.
Jika interaksi Yuli dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara Yuli
dengan anak-anaknya. Anak-anaknya sering melawan jika disuruh sehingga Yuli tidak mau
menyuruh mereka. Begitupula dengan suaminya yang jarang pulang, kadang 2 atau 3 hari tidak
pulang kerumah. Hal ini menyebabkan pertengkaran sering terjadi antara mereka.
Pendapatan Yuli per hari rata-rata Rp 20.000- Rp 40.000, kegiatannya untuk
mendapatkan uang hanya dari hasil kegiatannya mengemis ditambah penghasilan suaminya
yang bekerja sebagai penarik becak mesin itupun kadang tidak pulang. Jika dihitung pendapatan
suaminya per bulan sebesar Rp 500.000. Ia mengatakan jika pendapatan mereka tidak mampu
memenuhi kebutuhan mereka. Mereka harus membayar sewa becaknya per bulan Rp 200.000.
“tak tentu per hari dapat berapa kalo misalnya cari gini kadang 20 kadang 40 ribu kadang kalo apa dapat sikit. Apalagi kalo bulan-bulan tua payah itu ya kan kadang ga dapat juga lah. Suamiku iih bawa becak mesin itupun nyewa kadang kalo gak dibayar ditarik yang punya”.
Peneliti kembali menanyakan mengenai rumah yang ditempati oleh Yuli. Rumah tersebut
merupakan rumah kontrakan yang per bulannya Rp 300.000,00 termasuk listrik dan air.
Rumahnya memiliki 1 kamar tidur, 1 kamar mandi mandi yang memiliki MCK dan ruang utama.
Lampu yang mereka gunakan ada tiga buah satu di ruang tengah digabung dengan dapur, satu di
kamar mandi dan sisanya di ruang tengah. Lantai rumah Yuli terbuat dari semen. Mereka tidak
memiliki alat eletronik seperti televisi , kulkas, dll. Mereka hanya memiliki sebuah gitar yang
sering dimainkan suami dan anak-anaknya. Sumber air yang mereka gunakan setiap harinya
berasal dari PAM. Yuli mengatakan jika air dirumahnya kadang keruh jika banjir. Setiap malam
hari Yuli dan keluarga gantian untuk tidur dikamar, lebih sering ia dan anaknya paling kecil tidur
dikamar.
“ Nyewa lah per bulan 300 ribu udah sama listrik dan air. Rumah sini kan banyak
Mengenai kesehatan , keluarga Yuli hanya sering terkena demam dan pilek biasa. Jika
sakit mereka akan pergi berobat ke puskesmas. Yuli dan keluarganya tidak memiliki BPJS
Kesehatan karena kartu keluarganya yang belum diurus. Sama seperti informan II, Yuli pun tidak
memiliki kartu keluarga karena tidak mengerti mengurusnya dan ia mengaku tidak sempat
mengurusnya. Tetapi ia memiliki Kartu Tanda Pendudukk.
“ke puskesmas ajalah kan kalo orang ini sakit. Gak ada BPJS ngurusnya ini susah kali kata orang ada sekarang yang gratis itupun mesti pake kartu rumah tangga. Kartu rumah tangganya belum siap diurus. Itu pake ktp sama kartu rumah tangga baru bisalah diurus BPJS. Kalo sekarang pake umum aja ya kan.”
Peneliti kemudian menanyakan konsumsi mereka sekeluarga setiap harinya. Yuli
menuturkan jika ia dan keluarganya tidak mampu makan 3 kali sehari, bahkan makan nasi saja ia
sudah bersyukur. Jika ada makanan, ia lebih mengutamakan anaknya makan dibanding dirinya.
Pada bulan ramadhan seperti saat ini mereka sering meneriman dari orang-orang yang
membagikan makanan gratis. Untuk memperoleh bahan makanan untuk keluarganya, Yuli
mengaku ia hanya mampu belanja ke warung yang menjual sembako. Mengenai sandang ,Yuli
dan keluarga tidak rutin membeli pakaian. Kalaupun iya mereka membelinya di pasar dengan
harga yang murah. Terkadang mereka menantikan orang yang berbaik hati membagikan pakaian
bekas.
itu. Kalo gak nunggu orang ngasi apalagi ini mau lebaran kan mau orang kaya itu bagi-bagi baju bekas ya dari situlah.”
Ia memiliki 4 orang anak, anak pertamanya dan kedua sedang menempuh pendidikan di
bangku kelas 6 dan 4 SD. Anak ketiganya tidak bersekolah karena keterbatasan biaya. Anak
keempat umurnya memasuki 3 tahun bulan Juni mendatang, anak inilah yang selalu ia bawa
dengan alasan anaknya yang lain tidak mau menjaga anaknya ini. Yuli adalah tamatan dari salah
satu SMP negeri di Tembung sedangkan suaminya hanya tamatan SD. Keterbatasan biaya
membuat mereka tidak mampu melanjutkan sekolahnya. Yuli mengaku jika pendapatannya
selama ini tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya.
“anak 3 dirumah disini 1. Kalo misalnya dibawa gitu kan repot, kan ongkos lagi yak an ini ajalah dibawa. Karna kakak-kakaknya gak mau jaga dia kalo nangis dibiarkan aja. Anak pertama sama kedua sekolah yang ketiga gak sekolah, gak ada duit. Ini aja yg sekolah itu entahnya gak lanjut. Yang terakhir ini lah umurnya 3 tahun . Awak tamat SMP suamiku tamat SD.
5.1.4 Informan Utama-IV
Nama : Yuni
Tempat/tanggal lahir : Medan, 16 April 1997
Usia : 20 tahun
Pendidikan Terakhir : Kelas 3 SD
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Status : Memiliki 1 orang anak, suami beserta kedua orangtuanya
Informan utama keempat dalam penelitian ini adalah Yuni yang merupakan warga
Tembung. Peneliti melakukan penelitian pada tanggal 16 April sekitar jam 16.00 WIB dan
melihat Yuni sedang duduk di trotoar kawasan Mesjid Agung tepatnya hari Jumat. Badannya
kecil dan kurus, disampingnya ada plastic berwarna putih berisi pakaian anak dan air minum.
Kulitnya berwarna sedikit putih dan memakai jilbab serta pakaian yang seadanya. Setiap hari
apalagi hari Jumat Yuni beserta temannya melakukan aktifitasnya di Mesjid Agung. Awal ia
menjadi pengemis penggendong anak karena ia tidak sanggup bekerja sebagai tukang botot lagi.
Ia tidak tega meninggalkan anaknya sendiri di rumah sedangkan suaminya buruh bangunan yang
jarang dirumah ,ayahnya sedang dirawat di rumah sakit dan sang ibu melakukanaktivitas sebagai
pengemis pula di kawasan Mesjid Agung Medan. Sama seperti pengemis penggendong anak
lainnya, Yuni menegaskan jika anak yang ia bawa setiap hari merupakan anak kandungnya.
“ini anak awak, kandung. Gak ada yang jaga dia dirumah makanya kubawa”.
Sama halnya seperti informan yang lainnya, lingkungan sekitar tempat tinggal Yuni
kebanyakan memiliki aktifitas yang sama seperti dirinya. Pengaruh lingkungan juga membuat
Yuni melakukan aktifitas ini sehingga interaksinya dengan tetangga dan sesama pengemis
tergolong baik. Keluarga Yuni tidak aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya paling mereka
sesama pengemis yang sering mengobrol. Alasannya tak lain mereka minder bergaul dengan
orang-orang yang ekonominya lumayan padahal ia mengatakan jika tetangganya itu baik dan
ramah. Jika interaksi Yuni dengan anggota keluarga tergolong kurang baik khususnya antara
Yuli dengan sang ibu kelihatan tidak baik. Hal ini dapat dilihat ketika peneliti ingin mengobrol
Yuni terlebih dahulu mendatangi sang ibu dengan wajah yang masam ibunya mengangguk.
apa, peneliti melihat Yuni menundukkan wajahnya seperti menahan air matanya. Sedangkan
ibunya menunjukkan wajah sangarnya yang ditutupi oleh kerudung. Peneliti juga sempat
meminta izin untuk mewawancarai ibunya namun ditolak. Ia memiliki 1 orang anak, suaminya
telah meninggal 2 tahun yang lalu karena kecelakaan. Sedangkan ibunya melakukan aktifitas
yang sama dengannya, ayahnya dirawat di rumah sakit.
“ keluarga kami baik-baiknya ( sambil menyunggingkan senyum yang tipis tak lupa melirik sang ibu). Kami kompak (sesama pengemis) karena tetangga juga. Tetangga yang lain ramahnya baik-baik juga orang situ cuma kami aja yang kurang percaya diri mau bergaul sama mereka.. Anak ku cuma yang satu ini umurnya 3 tahun. Belum sekolah dia tapi harusbisa lah lebih tinggi dari awak nanti sekolahnya. Suami udah ninggal 2 tahun lalu karna kecelakaan. Ibu saya itu yang sedang duduk disana ( menunjuk seorang ibu yang kira-kira berumur 60an kalo bapak ya itulah yang dirawat. Kami berempat lah tinggal sama.”
Pendapatan Yuni per hari rata-rata Rp 30.000 x 30 = Rp 900.000. Sebelumnya ia bekerja
mengumpulkan barang bekas, namun karena ia sangat kasihan terhadap sang anak yang
kepanasan dan capek setiap kali ia bawa makanya ia memutuskan untuk melakukan aktifitas ini.
Ia memilih menjadi pengemis karena hanya ini pekerjaan yang mampu ia lakukan lagipula biar
ada sekalian yang jaga anaknya. Yuni bercerita jika ibunya pun ikut menjadi pengemis di
kawasan Mesjid Agung. Menurutnya pendapatan ibunya sekitar Rp 900.000 per bulan sama
seperti dia. Sedangkan pendapatan suaminya sebagai buruh bangunan sebesar Rp 300.000.
Pendapatan mereka ini digunakan juga untuk membayar biaya ayahnya yang sedang dirawat di
“30 lah rata-rata per hari gak pernah lah pulang gak bawa uang walaupun dikit. Baru 3 hari ini kerja saya gini sebelumnya nyarik botot cuma kasian liat anak saya gak ada yang jaga jadi dibawa juga nyarik bototnya. Kasian dia capek kenak panas ngikuti saya.”.
Peneliti kembali menanyakan mengenai rumah yang ditempati oleh Yuni. Rumah
tersebut merupakan rumah kontrakan yang per bulannya Rp 250.000 termasuk listrik . Rumah
yang mereka sewa memiliki 1 kamar tidur, kamar mandi, tiga buah lampu yang berada di ruang
tengah, teras dan kamar mandi tetapi tidak memiliki asbes. Alat elektronik pun ia tidak miliki.
Peneliti kemudian menanyakan konsumsi mereka sekeluarga setiap harinya. Keluarga Yuni tidak
tentu makannya 3 kali sehari. Belanja pun ia dan keluarganya pergi ke warung terdekat.
Mengenai sandang ,Yuni dan keluarga tidak rutin membeli pakaian. Mereka menantikan orang
yang berbaik hati membagikan pakaian bekas.
“ rumah nyewa lah per bulan 250 ribu. Kalo soal makan anakku yang penting, anakku minum susu lagi. Yang penting dia udah kenyang aja awak tenang. Belanja pun paling ke kede. Entar lagi lebaran gak ada baju ( sambil merapikan baju anaknya yang sobek di bagian perutnya). Kadang nunggu dari orang-orang kaya yang mau ngasi-ngasi baju bekasnya kalo gak ada ya pake apa yang ada.”
Mengenai kesehatan ,sama seperti masyarakat lainnya Yuni menuturkan jika keluarganya
pernah mengeluh tentang kesehatan seperti demam biasa dan jika berobat mereka memilih pergi
ke puskesmas. Tetapi untuk sakit yang sudah parah mereka pergi ke rumah sakit, seperti ayahnya
saat ini sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit asma. Yuni dan keluarganya tidak
mengerti cara mengurusnya. Sebagai warga negara Indonesia Yuni dan keluarganya memiliki
Kartu Tanda Penduduk (KTP). Yuni mengatakan jika untuk biaya kesehatan ia belum mampu
untuk menyisihkan pendapatannya.
“sakit ya demam biasa berobat ke puskesmas lah. BPJS kami gak ada jadi pake umum, halah kami apalah sodara gak punya anggota keluarga gak ada yang ngerti ngurusnya. Bapak saya lagi sakit ini dirawat udah seminggu karna asma. Gak ada nabung untuk keseh. atan dek”.
Setiap harinya ia dan keluarga tidak mampu makan 3 kali sehari sama seperti pengemis
penggendong anak yang sebelumnya. Makanan yang mereka konsumsi tergantung apa yang
tersedia, mereka jarang makan daging dan buah kalau pun ada itu dari belas kasihan orang.
Untuk memenuhi konsumsi setiap harinya, Yuli memilih untuk belanja di warung yang menjual
sembako.
“bisa makan dua kali sehari udah syukur lah dek, makan apa yang ada daging, buah pernah makan itupun jarang karna dikasi orangnya. Kalo belanja ya ke kede itu aja. Gak sempat lagi nabung”.
Mengenai pendidikan, Yuli tidak tamat dari kelas 3 SD karena keterbatasan biaya orang
tuanya sedangkan suaminya tamat SD. Anaknya belum menempuh bangku sekolah tetapi ia
memiliki keinginan anaknya harus bisa lebih dari dia. Ia berencana untuk menyekolahkan
anaknya semampu dia.
5.1.5 Informan Kunci - Pegawai Dinas Sosial Kota Medan
Jabatan : Staff Bidang Rehabilitasi Sosial dan Koordinator Unit Reaksi
Cepat (URC) Dinas Sosial Kota Medan
Alamat : Jln Pinang Baris No. 114B Medan
Peneliti melakukan wawancara dengan bapak Lamo Tobing selaku Staff Bidang
Rehabilitasi Sosial dan Koordinator Unit Reaksi Cepat (URC) Dinas Sosial Kota Medan
mengenai permasalahan-permasalahan pengemis penggendong anak yang ada di Kota Medan.
Pertanyaan pertama yang peneliti tanya kepada Pak Lamo adalah upaya penanganan pengemis
penggendong anak apakah sama dengan pengemis lainnya , yang sering ditemui apakah
pengemis tersebut masih memiliki keluarga atau tidak dan apakah keluarganya mengetahui
aktifitasnyas sebagai pengemis. Pak Lamo menuturkan bahwa penanganan untuk pengemis
penggendong anak penanganannya sama dengan jenis pengemis lainnya. Biasanya pengemis
penggendong anak masih memiliki keluarga dan keluarga mengetahui kegiatan anggota
keluarganya sebagai pengemis.
tidak ada keluarga yang datang ya kita bawa mereka ke panti. Kita ajarkan mereka berbagai pelatihan seperti membuat kotak tisu, dll.”
Peneliti kemudian bertanya kepada Pak Lamo mengenai penyewaan anak untuk dibawa
mengemis. Beliau menuturkan sejauh ini pihak dari dinas sosial jarang menemukan kasus seperti
ini.
“sebenarnya kasus-kasus seperti ini ada di Kota Medan cuma kita terlebih gak begitu fokus kesitunya. Yang kita fokuskan bagaimana supaya mereka tidak berada lagi dijalan karena initi dari tugas pokok dari dinas sosial itu ya penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial. Kalaupun nanti ada terdapat satu dua seperti itu kita serahkan saja kepada kepolisian”.
Peneliti kemudian menanyakan apakah ada cara lain untuk menangani masalah pengemis
penggendong anak agar tidak kembali lagi mengemis. Pak Lamo menuturkan cara agar mereka
tidak mengemis lagi itu sangat sulit.
kita tanya kenapa kok berulang kali ditangkap mereka menjawab “lebih enak gitu”. Hanya gini ini aja bisa dapat uang. Umpamanya gitu mereka kerja entah dimana gitu terlalu capek kalo dijalanan kan uangnya cepat dapat”.
Peneliti kemudian menanyakan apakah ada bantuan dari pemerintah khususnya dari dinas
sosial untuk membantu ekonomi pengemis penggendong anak. Beliau mengatakan ia pihak dinas
sosial tidak memberikan bantuan ekonomi terhadap mereka.
“tidak ada bantuan seperti itu, kalo pak Jokowi bilang kan nawacita itu maksudnya jangan memberi ikan langsung, kasih pancingnya biar bisa mereka memancing nangkap ikannya gitu. Jadi kita gak pernah memberikan yang namanya sembako, raskin gitu atau bahan-bahan pokoknya lainnya hanya melalui pelatihan-pelatihan seperti tadi. Terlepas dari situ itu bukan kapasitasnya dinas sosial, kita tidak pernah sampai mendetail apakah mereka dapat bantuan. Cuma ya mereka terkadang mengeluh kepada kita.
30 juta dikasi, uang ini berjalan atau tidak itu kan diawasi kalo serta mertanya langsung diberikan cuma-cuma sifatnya memberi beras itu tidak ada. Ada yang namanya beberapa bantuan, bantuan jaminan sosial ini kan banyak. Ada raskin, BPJS, di bidang pendidikan itu namanya Kartu Indonesia Pintar itu ada. Tapi ya itu bukan di dinas sosial banyak prosesnya. Kalo Kartu Indonesia Pintar itu di dinas pendidikan, untuk kalo BPJS itu di dinas kesehatan, untuk raskin itu tadi di kantor walikota melalui pihak kecamatan dan kelurahan
5.1.6 Informan Tambahan I - Tetangga Informan I Nama : Ayu
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Alamat : Jalan Sei Mati Gg Merdeka, Brigjen Katamso
Pekerjaan : Pedagang
Ayu adalah tetangga dari Halimah yang sudah cukup lama bertetangga dengannya.
Peneliti awalnya mendatangi rumah Halimah namun ia tidak ada tiba-tiba Ayu menemui peneliti
sambil bertanya ada perlu apa. Setelah menjelaskan maksud peneliti, Ayu pun bersedia
memberikan waktu untuk bercerita mengenai Halimah. Peneliti pun bertanya apakah Ayu
mengetahui pekerjaan Halimah sebagai pengemis dan adakah larangan dari masyarakat sekitar
yang selalu membawa anaknya. Laras mengatakan ia tidak tahu jelas berapa pendapatan Halimah
per harinya
“ ya tau lah kami kerjanya gitu udah lama bertetangga. Bah kalo pendapatannya manalah tau-tau awak dek”.
Ayu mengatakan jika rumah yang ditempati oleh Halimah dan keluarganya merupakan
rumah sewaan. Ia mengatakan rumah Halimah sangat sempit dan kalau hujan pasti terkena
banjir. Ayu kurang mengetahui mengenai konsumsi Halimah dan ia mengaku pernah melihat
Halimah belanja ke pasar.
“ nyewa rumah orang itu 300 ribu per bulan. Sempit lah memang rumah orang itu dek padahal orangnya banyak. Tak tau mereka makan apa, kalo belanja ke pajak pernah kutengok”.
Mengenai kesehatan, Ayu mengatakan jika Halimah dan keluarganya beli obat dari
warung jika sakit. Ayu juga menuturkan jika anak Halimah ada yang sekolah dan ada pula yang
sudah putus sekolah. Laras pun jarang melihat informan II dan keluarga memakai pakaian baru.
“gak pernah ku lihat berobat ke puskesmas dek tapi beli obat di kede pernah. Anaknya paling besar gak sekolah lagi karna gak ada biaya 2 lagi kayaknya sekolah. Beli baju gak pernah ku lihat mungkin nunggu orang bagi-bagi baju bekas apalagi entar lagi mau lebaran kan”.
Interaksi Halimah dengan anggota keluarga menurut Laras kurang baik. Ia sering
dikatakan Laras tidak baik. Sedangkan interaksi dengan tetangga, Laras mengatakan jika Yuni
jarang bersosialisasi dengan tetangganya.
“Sama anaknya dia sayang kali itu tapi kalo sama suami yaudalah, suaminya seringnya tidur dirumah. Sering juga orang itu gaduh. Kawannya pengemis kayak dia gak ada lah soalnya cuma dia di daerah ini yang kerjanya gitu. Aplagilah kalo sama kami tetangganya kurang juga bersosialisasi dek”.
5.1.7 Informan Tambahan-Tetangga Informan II Nama : Devi
Umur : 38 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Suku : Batak
Status : Menikah
Alamat : Tembung
Pekerjaan : Penjahit
Devi adalah tetangga dari Masni yang sudah cukup lama bertetangga dengannya. Devi
mengatakan ia tidak tahu jelas berapa pendapatan Masni per harinya. Devi dan tetangga yang
lain pun mengetahui bahwa Masni selalu melakukan kegiatannya mengemis.
“pendapatannya manalah awak tau itu dek, itu kan pribadi dianya. Semua orang disini udah rata-rata tahu kerjanya gini”.
Devi pun menjelaskan jika rumah yang ditempati oleh Masni dan keluarganya merupakan
sehingga ia sering melihat Masni menumpang ke kamar mandi tetangganya yang sesama
pengemis penggendong anak.
“ setauku nyewa rumah orang itu 300 kalo gak salah sebulan. Sama kayak awaklah, disini masih banyak yang nyewa rumah. Walaupun udah jelek-jelek rumahnya tapi disewa juga, gak ada asbesnya, kamar sama kamar mandi. Sering ku lihat orang itu menumpang ke kamar mandi tetangganya yang sama-sama pengemis kayak dia”.
Mengenai kesehatan, Devi mengatakan jika informan II dan keluarganya membeli obat di
warung dan tidak pernah ke puskesmas. Anak-anak informan II dikatakan Devi tidak ada lagi
yang sekolah. Devi pun jarang melihat informan II dan keluarga memakai pakaian baru.
“gak pernah sih ku lihat berobat ke puskesmas orang itu. Cuma pernah liat anaknya beli obat ke kede. Obat sakit kepala gitu. Anaknya udah putus sekolah kurasa, karna dirumah terus ku lihat. Kalo mamaknya (pengemis penggendong anak) tamat SMP itu, bapaknya tamat SD. Baju-baju orang itu biasa-biasa aja cemanalah orang gak punya. Setauku lah ya gak perbah ku lihat beli baju. Karna kan disini apalagi kalo lebaran banyak yang bagi-bagi baju mungkin dari sana juga ada bajunya”.
Interaksi informan II dengan keluarga menurut Devi kurang baik. Ia sering mendengar
informan II beradu mulut dengan anak-anaknya. Interaksi informan II dengan sesama pengemis
pun dikatakan Devi lancar. Sedangkan interaksi dengan tetangga, Devi mengatakan jika
informan II jarang bersosialisasi dengan tetangganya selain pengemis penggendong anak seperti
dia.
“Sering kudengar ia ribut sama anak-anaknya. Kalo sama suaminya baik padahal
Tetangganya (informan II) banyak yang kayak dia. Kompak kutengok orang itu. Kalo sama kami jarangnya itu ngomong, Cuma sekedar aja paling senyum”.
5.1.8 Informan Tambahan-Suami Pengemis Penggendong Anak Nama : Sarmin
Umur : 21 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status : Menikah
Alamat : Tembung
Pekerjaan : Penarik becak mesin
Sarmin adalah salah satu suami dari pengemis penggendong anak yaitu Yuni. Ia bekerja
sebagai buruh bangunan. Peneliti pertama sekali berjumpa dengannya saat peneliti berkunjung
ke rumahnya. Awalnya ia merasa terkejut saat melihat peneliti, namun akhirnya peneliti
mengenalkan diri dan menyatakan tujuan peneliti. Berdasarkan hasil wawancara dengan Sarmin,
dapat dikatakan bahwa sejak awal ia menikah dengan Masni keluarga mereka memang dapat
dikatakan tidak berkecukupan. Penghasilannya sebagai buruh bangunan tidak menentu. Sarmin
mengatakan jika pendapatannya per bulan sebanyak Rp 300.000. Kadang kalau tidak ada proyek
maka ia tidak kerja hanya dirumah. Karena keterbatasan ekonomi itulah yang kemudian
menjadikan istrinya, Yuni berkeinginan untuk melakukan aktivitasnya sebagai pengemis
penggendong anak.
jangankan itu dapat borongan pun susah sekarang. Awak mau coba kerja yang lebih baik cuma ijazah pun SD aja.
5.1.9 Informan Tambahan-Anak Pengemis Penggendong Anak Nama : Larasati
Umur : 12 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Tembung
Pendidikan : Kelas IV SD
Laras demikian sering dipanggil adalah salah seorang anak dari empat anak Yuli. . Saat
ini ia sedang menjalankan pendidikan nya di salah satu SD Negeri di Tembung. Laras terlihat
malu-malu saat peneliti ingin mewawancarainya. Laras adalah anak perempuan yang manis,
berkulit sawo matang dan memiliki badan yang ramping. Dari Wawancara yang peneliti lakukan
bersama Laras, mengatakan bawa ia menyadari bahwa kondisi keluarga mereka tidak dapat
dikategorikan kepada keluarga sejahtera. Laras tidak pernah merasa malu dengan pekerjaan
kedua orangtuanya, terlebih ibu nya yang bekerja sebagai pengemis penggendong anak. Laras
mengatakan jika ibunya sangat perhatian padanya, ibunya selalu mengusahakan memenuhi
kebutuhan mereka walaupun ayahnya jarang pulang ke rumah.
jam-jam 6 gitu nyampenya. Sering mamak merepet sama kami karena kami ribut di rumah, berantam sama adek”.
Pola interaksi antara ibunya dan semua anggota keluarganya setelah melakukan
aktivitasnya sebagai pengemis penggendong anak. Ibunya selalu menyempatkan diri untuk
sekedar berkumpul saat di rumah.
5.1.10 Informan Tambahan - Pengunjung Mesjid Agung Medan
Nama : Dion
Dion adalah salah satu pengunjung Mesjid Agung Medan yang hampir setiap hari Jumat
sholat disana. Peneliti kemudian mendatangi Dion untuk diwawancari mengenai keberadaan
pengemis penggendong anak di kawasan ini. Pertanyaan pertama yang peneliti tanya kepada
Dion adalah apakah setiap hari Jumat selalu sholat disini dan apa alasannya. Dion menuturkan
bahwa ia hampir tiap hari Jumat sholat di Mesjid Agung jika tidak ada halangan.
“ hampir tiap hari Jumat sih kak. Kan kalo disini enak sholatnya rame-rame sama jamaah yang lain lagipula rumah dekat sini”.
Peneliti kemudian bertanya kepada Dion apakah mengetahui di kawasan ini banyak
pengemis penggendong anak dan apakah sering memberi uang kepada mereka serta alasannya.
terkadang ia mau memberi uang kepada pengemis tersebut. Alasannya ia iba melihat anak yang
dibawa oleh sang ibu, wajahnya sangat memelas.
“ iya tau kak disini banyak pengemis kayak gitu apalagi hari Jumat. Pernah juga sih ngasi kadang dua ribu atau lima ribu kasian liat muka anaknya yang dibawa kayak gak makan gitu”.
Pertanyaan selanjutnya peneliti bertanya kepada Dion apakah merasa terganggu dengan
adanya keberadaan pengemis di Mesjid Agung . Dion menuturkan bahwa ia merasa sedikit
terganggu dengan adanya keberadaan pengemis penggendong anak.
“sedikit terganggu sih kak, karena selain merusak pemandangan kadang anaknya ribut teriak-teriak minta minumlah adapula yang nangis “.
Setelah mengetahui tanggapan Dion mengenai pengemis yang ada di Mesjid Agung
kemudian peneliti bertanya kepada Dion apakah setuju kawasan ini bebas dari pengemis
penggendong anak. Dion menuturkan bahwa ia setuju kawasan Mesjid Agung Meda bebas dari
pengemis penggendong anak. Alasannya karena ia merasa terganggu karena keberadaan
pengemis penggendong anak dan untuk memperindah pemandangan di kawasan ini.
Peneliti bertanya kepada Dion apakah ada solusi mengenai penanganan pengemis
penggendong anak. Dion mengatakan bahwa seharusnya dari pihak pemerintah yang lebih
memperhatikan nasib mereka.
“ pemerintah lah maunya yang lebih perhatikan mereka ini kak. Misalnya dikasih binaan sama pemerintah biar ada keahliannya gitu “.
5.1.11 Informan Tambahan – Pengurus BKM Mesjid Agung
Nama : Mukhlis
Mukhlis merupakan salah satu pengurus Badan Kesejahteraan Mesjid (BKM) Agung
Medan. Selaku pengurus mesjid ia sering melihat dan memperhatikan kehadiran pengemis
penggendong anak di kawasan ini. Khususnya pada hari Jumat ketika jama’ah mengadakan
sholat Jumat. Ia mengatakan jika kehadiran pengemis penggendong anak meresahkan para
jama’ah. Ia pun menambahkan pengurus BKM menolak adanya mereka di daerah ini.
Mereka seringkali menertibkan pengemis penggendong anak melalui satpol pp tetapi tidak
mempan.
5.2 Analisis Data
Peneliti dalam analisis ini mengemukakan keadaan sosial dan ekonomi dari para
pengemis penggendong anak berdasarkan hasil penelitian.
5.2.1 Keadaan Sosial ( Interaksi Sosial)
Seperti yang kita ketahui bahwa salah satu ciri bahwa kehidupan sosial itu ada yaitu
adanya interaksi (Fatnar, 2014: 2 ). Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
menyangkut hubungan antar individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan
kelompok. Tanpa adanya interaksi sosial maka tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.
Adanya interaksi sosial merupakan naluri manusia sejak lahir untuk bersosialisasi dan bergaul
dengan sesama dimana dalam interaksi itu individu ada kontak dan hubungan yang merupakan
sentuhan fisik yang biasanya disertai dengan adanya suatu komunikasi baik secara langsung (tatap
muka), dan secara tidak langsung (Gultom, 2011: 6).
Berdasarkan hasil wawancara menjelaskan bahwa rata-rata pengemis penggendong anak
yang diteliti tidak memiliki interaksi sosial yang lancar baik melalui keluarga, tetangga bahkan
sesama pengemis.
Informan I
Interaksinya dengan anggota keluarga lancar kecuali terhadap suaminya. Suaminya sering
memarahinya karena hal sepele misalnya di rumah tidak ada lauk untuk makan. Informan I tidak
mengakui hal tersebut namun peneliti mendapatkan hal tersebut dari tetangganya. Begitu pula
dengan teman sesama pengemis penggendong anak, informan ini tidak percaya diri untuk