• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Dinas Sosial Kota Medan Mengenai Penanganan Pengemis Penggendong Anak Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tambahan yaitu Pak Lamo Tobing selaku

Staff Bidang Rehabilitasi Sosial dan Koordinator URC Dinas Sosial Kota Medan. Upaya penanganan khusus pengemis penggendong anak sama seperti penanganan untuk jenis pengemis lainnnya. Kebanyakan pengemis penggendong anak masih memiliki keluarga hal ini terlihat ketika dinas sosial melakukan penangkapan maka mereka menunggu keluarga datang untuk menjamini. Jika tidak ada keluarga yang datang maka mereka dibawa ke panti dan diberikan pelatihan seperti membuat kotak tisu. Pak Lamo mengatakan di Medan ada kasus seperti eksploitasi anak namun pihak dinas sosial tidak terlalu fokus terhadap masalah ini. Jika ada kasus seperti ini dinas sosial menyerahkannya kepada kepolisian. Dinas sosial sendiri tidak pernah memberikan bantuan langsung berupa sembako, tetapi memberikan pelatihan. Kendalanya dalam menangani pengemis penggendong anak salah satunya modal khususnya bagi pengemis penggendong anak yang berada di panti. Namun kasus pengemis penggendong anak jarang berada di panti karena mereka kebanyakan memiliki keluarga.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Pada bab ini penulis akan berupaya mengemukakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian berdasarkan analisa dan interpretasi data dari penelitian yang dilakukan mengenai Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Pengemis Penggendong Anak di Kota Medan. Kemudian setelah itu penulis akan memberikan saran-saran yang sifatnya tercapainya kondisi kehidupan sosial ekonomi pengemis penggendong anak yang lebih baik.

a) Interaksi yang terjalin antara pengemis penggendong anak dengan keluarganya terjalin pada malam hari. Sebagian pengemis penggendong anak tidak menjalin interaksi baik melalui anak dan suami. Interaksi dengan tetangga jarang dilakukan kecuali dengan tetangga yang kebetulan sesama pengemis penggendong anak dikarenakan rasa minder mereka. Interaksi dengan sesama pengemis terjalin ketika menjelang siang hari dimana diantara mereka ada yang pergi dan pulang sama. Adapula pengemis penggendong anak yang tidak memiliki teman sesama karena rumah tempat ia tinggal berbeda dengan yang lainnya.

b) Tingkat pedapatan yang diperoleh pengemis penggendong anak perbulan nya tergolong rendah hanya berkisar Rp 20.000- Rp 50.000. Ada pula pengemis yang mengemis sebanyak 5 kali dalam seminggu. Pendapatan mereka tersebut pula yang menjadikan mereka malas dan semakin pasrah pada keadaan diri mereka karena dengan hanya mengemis mereka mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka beserta keluarganya.

c) Pada umumnya pengemis penggendong anak masih memiliki status kepemilikan rumah sewa . Rumah pengemis penggendong anak belum dapat dikategorikan pada rumah sehat . Rumah sudah memiliki MCK tetapi belum dilengkapi fasilitas air bersih dari PAM, sehingga mereka masih menggunakan sumur timbah. Setiap rumah sudah dialiri listrik. Untuk memasak pengemis penggendong anak lebih banyak menggunakan kompor minyak dibandingkan kompor gas dengan tabung gas 3 KG.

d) Pendidikan pengemis penggendong anak mulai dari kelas 3 SD-SMP. Sebagian pengemis penggendong anak menganggap bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang penting karena itu, mereka berusaha memperjuangkan pendidikan anak-anak mereka agar anak-anak mereka mampu menyelesaikan pendidikannya. Tetapi sebagian besar pengemis penggendong anak masih belum mampu menyekolahkan anak-anak mereka karena keterbatasan keuangan.

e) Pengemis penggendong anak masih belum mampu memenuhi pola konsumsi dengan gizi seimbang. Dalam sehari pengemis penggendong anak hanya mampu makan maksimal 2 kali sehari. Sedangkan untuk kebutuhan sandang, pengemis penggendong anak jarang membeli pakaian hanya menunggu orang berbelas kasihan. Ada yang mampu membeli pakaian itupun hanya pada hari raya keagamaan saja dan membelinya di pasar dengan harga yang murah.

f) Kesehatan berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kebanyakan pengemis penggendong anak tidak memiliki sakit parah, hanya sekedar sakit batuk, pilek dan demam. Penyakit ini dianggap ringan dan bisa sembuh dengan menggunakan obat- obatan yang dibeli di warung atau jika tak kunjung sembuh maka mereka akan

mendatangi puskesmas. Ada pula yang memiliki penyakit kronis seperti gula dan asma tetapi tidak sanggup untuk berobat ke puskesmas jadi membiarkannya saja. Mereka belum memiliki BPJS Kesehatan karena mereka ada yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga.

f) Pengemis penggendong anak yang melakukan kegiatan mengemis di kawasan Mesjid Agung Medan masih berusia produktif untuk mengerjakan pekerjaan yang dilakukan sebagian besar orang lain. Faktor ekonomi yang kurang mampu merupakan faktor yang paling mempengaruhi sehingga mereka mereka masuk ke dalam dunia mengemis. Selain ekonomi, latar belakang pendidikan, tidak memiliki keterampilan khusus, faktor lingkungan sampai lemahnya penanganan pemerintah terhadap pengemis penggendong anak juga merupakan faktor yang mempengaruhi mereka melakukan kegiatan mengemis. Anak yang dibawa oleh pengemis penggendong anak tersebut adalah anggota keluarga mereka. Alasan mereka membawa anak tersebut dikarenakan tidak ada yang menjaga di rumah. Mesjid Agung Medan adalah lokasi yang strategis bagi pengemis penggendong anak untuk melakukan kegiatannya karena lokasi ini ramai dikunjungi oleh masyarakat khususnya pada hari Jumat banyak umat muslim yang mau sholat. Para pengemis penggendong anak yang melakukan kegiatannya di Mesjid Agung Medan memiliki anggapan bahwa para jamaah yang akan sholat lebih mudah tersentuh hatinya apalagi melihat anak yang dibawa mereka.

6.2 Saran

a) Penanggulangan masalah pengemis penggendong anak yang berada di kawasan Mesjid Agung Medan harus dilakukan dengan serius agar terciptanya tatanan kota yang rapi dan bebas dari pengemis penggendong anak. Pemerintah Kota (Pemko) Medan khususnya Dinas Sosial Kota Medan yang menjadi sorotan dalam masalah penanggulangan pengemis penggendong anak merupakan pihak yang bertanggung jawab atas masalah pengemis penggendong anak yang ada di Kota Medan. Pemerintah dapat memulai menangani masalah pengemis penggendong anak mulai dari kawasan-kawasan yang berpotensi pariwisata seperti Mesjid Agung Medan. Pemerintah juga seharusnya menindak tegas jika ada pengemis penggendong anak yang melakukan eksploitasi anak. Pelatihan-pelatihan yang telah dicanangkan oleh Pemko Medan harus lebih digiatkan lagi seperti menambah pelatihan-pelatihan yang dapat mendidik mental pengemis penggendong anak tersebut. Pemerintah seharusnya membedakan apa-apa saja yang menjadi kebutuhan pengemis penggendong anak sesuai dengan faktor penyebab yang menjadikan mereka sebagai kegiatan tersebut agar mereka bisa mempunyai kehidupan yng lebih layak dan mandiri.

b) Penanggulangan pengemis penggendong anak bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah saja akan tetapi kita sebagai Warga Negara Indonesia. Masalah ini harus ada kordinasi yang baik antara pemerintah maupun masyarakat agar masalah pengemis penggendong anak dapat teratasi dengan baik. Pengunjung Mesjid Agung Medan seharusnya lebih bijak dalam melihat fenomena ini. Seharusnya para pengunjung tidak memberi uang sedekah kepada pengemis sehingga mereka lambat laun akan meninggalkan kegiatannya.

Dokumen terkait