• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Informasi Partisipan

1. Karakteristik Pedagang Angkringan

Pedagang Angkringan adalah orang yang menjual barang dagangannya dengan menggunakan gerobak serta lampu senthir. Pedagang angkringan ini sering disebut pula sebagai prembe (Jawa). Pedagang angkringan ini menjual barang dagangannya berupa makanan dan minuman dengan gerobak. Gerobak yang biasa digunakan oleh pedagang angkringan tersebut umumnya adalah milik pedagang sendiri. Waktu berdagang para pedagang angkringan dimulai dari sore hari sekitar pukul setengah lima dan selesainya pada dini hari sekitar pukul dua. Namun waktu tutup usaha angkringan ini tergantung dari keadaan berjualan saat itu. Apabila keadaan saat itu sedang ramai konsumen biasanya para pedagang angkringan ini akan tutup lebih awal dari pukul dua dini hari.

Lokasi yang dijadikan tempat berjualan umumnya di pinggir-pinggir jalan utama, namun ada pula pedagang angkringan yang berjualan di sekitar perkantoran atau daerah perkampungan yang ramai serta dilalui oleh banyak orang. Barang yang ditawarkan oleh para

6

http://tangselkota.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=8 diakses pada tanggal 25 Desember 2014 pukul 20.00 WIB

pedagang angkringan memang pada umumnya memiliki harga yang murah karena pangsa konsumennya yang dituju mereka yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah. Walaupun demikian, saat ini popularitas angkringan sedang menanjak, sehingga saat ini angkringan mudah ditemui di Pamulang yang merupakan bukan asal daerah asli dari Angkringan.

Warung angkringan atau saat ini juga dikenal sebagai warung nasi kucing mempunyai daya tarik tersendiri sehingga diminati oleh konsumennya baik yang berasal dari mahasiswa, tukang ojek, buruh bahkan pegawai pemerintahan. Walaupun dari segi kualitas barang yang dijual sering dianggap memiliki kualitas rendah, namun ini tidak membuat daya tarik angkringan menurun. Angkringan merupakan salah satu wadah untuk masyarakat melakukan interaksi sosialnya. Di dalam angkringan tidak memiliki batasan atau mengenal perbedaan kelas sosial, ekonomi, agama dan ras. Dalam angkringan semua manusia sama sehingga ini yang membuat angkringan bertahan hingga saat ini. Karena tidak jarang para konsumen memiliki angkringan favoritnya masing-masing dan ini cenderung dengan pemilihan pedagang angkringannya enak atau tidak untuk diajak ngobrol.

Angkringan di Pamulang terbagi menjadi dua model, yaitu model pertama adalah angkringan yang tradisional. Angkringan tradisional memiliki ciri-ciri seperti, gerobak yang menetap di tempat yang strategis, memasak masih menggunakan arang, serta masih menggunakan gerobak, untuk meja saji yang digunakan untuk menyajikan makanan hanya menggunakan papan yang menempel di gerobak serta tikar untuk pengunjung yang memilih untuk lesehan, dan untuk penerangan biasanya redup karna pedagang angkringan hanya menggunakan sambungan kabel lampu dari toko yang mereka tumpangi pelataran tempat parkirnya, pegawai yang membantu biasanya hanya berjumlah tiga orang paling banyak serta mereka masih memiliki hubungan saudara dengan pemilik angkringan.

Angkringan model kedua adalah model modern. Angkringan seperti yang dimiliki oleh Ibu Yanti adalah angkringan yang sudah memiliki tempat untuk menetap tidak lagi menggunakan gerobak. Selain itu meja panjang yang digunakan untuk menyajikan angkringan Ibu Yanti sudah memiliki tiga buah meja, Penerangannya juga sudah menggunakan lampu, selain itu untuk sumber daya manusia yang membantu, Ibu Yanti sudah memiliki enam orang pegawai, dan pegawainya bukan lagi dari anggota keluarga melainkan tetangga-tetangganya di kampung. Menu yang disediakan ketiga angkringan ini hampir sama, jumlahnya saja yang berbeda dan ketiga angkringan ini walaupun berada di Pamulang mereka masih memasukan simbol-simbol Kejawaan mereka. Berikut ini adalah profil ketiga pedagang angkringan yang menjadi informan di Pamulang:

a. Angkringan Pakde Yono

Pakde Yono adalah salah satu pedagang angkringan yang mencoba mengadu peruntungan di Pamulang, dengan modal yang seadanya Pakde Yono hijrah dari Pemalang ke Pamulang untuk mengikuti temannya yang ingin membuka usaha kuliner angkringan. Pada tahun 2004 Pakde Yono memutuskan untuk hijrah ke Jakarta bersama dua orang teman yang berasal dari Gunung Kidul untuk membuka Angkringan di Daerah Cinangka, Sawangan. Awalnya mereka bertiga menyewa sebuah kontrakan di daerah Cinangka sebagai tempat tinggal dan berjualan angkringan tidak jauh dari kontrakan tersebut. Melihat kerja Pakde Yono yang bagus teman Pakde pun memberikan saran untuk Pakde Yono untuk membuka usaha angkringan miliknya sendiri.

Setelah mempertimbangkan tawaran temannya, Pakde Yono memutuskan untuk membuka angkringan. Langkah pertama yang dilakukan PakdeYono adalah mencari-cari lokasi yang tepat untuk berjualan angkringan. Setelah mencari-cari akhirnya ditemui

sebuah lahan yang lapang di depan pertokoan dipinggir jalan yang terletak di persimpangan jalan Reni.

Letak yang strategis dikarenakan dekat dengan Universitas Pamulang dan persimpangan jalan yang menghubungkan antara Pondok Cabe dan Reni ke arah Pamulang diharapkan pada saat itu angkringan milik Pakde Yono laku dan ramai dikunjungi oleh pembeli baik mahasiswa, warga sekitar, ataupun orang-orang yang pulang kerja untuk mampir. Letak berjualan yang strategis dan mudah dijangkau menjadi salah satu hal yang utama dalam menentukan lokasi berjualan bagi PakdeYono.

Modal usaha bagi pedagang kaki lima khususnya Pakde Yono diperoleh dari sisa tabungan sendiri yang dibawa dari kampung halaman dan pinjaman dari teman-teman Pakde Yono yang berada di Jakarta. Pada saat datang ke Pamulang Pakde Yono membawa uang sebesar lima juta rupiah yang diperolehnya dari hasil jual kerbau milik kedua orang tuanya. Uang sebesar lima juta rupiah tersebut Pakde Yono sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti membayar kontrakan rumah, makan, minum, dan lain-lain. Setelah itu Pakde Yono membuat sebuah gerobak yang kurang lebih berukuran 5x6 m². Pakde Yono memutuskan untuk memesan gerobak angkringan hal ini dikarenakan gerobak-gerobak yang sudah jadi tidak terdapat tempat untuk memasak wedang jahe, teh, dan air putih panas atau menghangatkan gorengan yang sebelumnya sudah dibuat setengah matang, sehingga bila ingin dinikmati harus dihangatkan terlebih dahulu.

Pada umumnya penjual angkringan memiliki tempat berjualan yang menetap, untuk menutupi bagian atap biasanya ditutupi menggunakan terpal sehingga membentuk sebuah tenda. Kemudian memasang bangku di bagian dalam untuk tempat duduk para pembeli serta menggelar terpal untuk mereka yang ingin duduk secara lesehan. Gerobak angkringan biasanya pada bagian depan

terdapat tungku yang mengunakan bahan bakar arang untuk memasak air. Terdapat tiga buah teko atau ceret yang berisi air panas yang digunakan untuk wedang jahe, wedang teh serta teko yang satu lagi berisi air putih untuk minum.

Untuk di meja panjang berisi makanan berupa nasi yang biasanya dibungkus kertas nasi atau daun pisang, disebut nasi kucing karena isinya relatif sedikit kira-kira hanya empat sendok makan dan sedikit seperti makanan kucing. Sego kucing biasanya berisi nasi dengan lauk sambal, nasi dengan secuil ikan bandeng, nasi dengan sedikit tempe orek. Serta nasi dengan secuil ikan teri dan gorengan aneka macam seperti tahu isi, tempe mendoan, sate usus, sate tutut, ceker ayam, pala ayam.

Angkringan yang dimiliki oleh Pakde Yono termasuk angkringan model sederhana, karena angkringan Pakde Yono hanya memiliki satu buah meja panjang yang digunakan untuk menyajikan lauk-pauk untuk menemani makan nasi kucing dan berbicara bersama, selain itu Pakde Yono juga menyediakan tikar untuk para pembeli yang ingin duduk lesehan. Penerangan yang digunakan oleh Pakde Yono juga sangat sederhana yaitu hanya lampu bohlam yang hanya berdaya 5watt sehingga menimbulkan suasana yang remang-remang namun nyaman untuk berbincang.

Angkringan Pakde Yono walaupun sederhana namun menu makanan dan minuman yang disajikan cukup bervariatif sehingga pembeli mempunyai banyak pilihan. Berikut adalah tabel daftar makanan yang disediakan oleh angkringan PakdeWagio:

Tabel 4.9. Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Pakde Yono

No Makanan dan Minuman Harga

1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Tempe Orek, OsengOseng,dan Ikan Bandeng )

Rp

2 Sate Telur Puyuh 3 buah Rp 2.500/tusuk

3 Tempe dan Tahu Bacem Rp 2.000/buah

4 Sate Usus Rp 2.500/tusuk

5 Sate tutut (kerang sawah) Rp 2.500/tusuk

6 Gorengan Tahu, Tempe, dan bakwan Rp 1.000/buah

7 Wedang jahe Rp 3.000/gelas

8 Wedang susu jahe Rp 3.500/gelas

9 Es teh manis Rp 3.000/gelas

10 Sate kulit ayam Rp 2.500/tusuk

11 Kepala dan ceker ayam Rp 2.500/tusuk

12 Sate kerang Rp 2.500/tusuk

13 Sate kikil Rp 2.500/tusuk

14 Es teh susu Rp 3.500/gelas

Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014

Berdasarkan tabel terlihat bahwa makanan dan minuman yang dijual di angkringan Pakde Yono relatif murah, dan dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat, baik dari yang kelas menengah ke atas ataupun kelas menengah ke bawah. Seperti yang diutarakan oleh Maldi seorang mahasiswa Universitas Pamulang jurusan hukum yang hampir setiap minggu datang ke angkringan Pakde Yono,

“Minimal gue seminggu sekali ke angkringan, disini tempatnya asik ya buat ngobrol, pakdhe Wagio sama bu Ina istrinya juga ramah banget dan yang penting harganya

terjangkaulah untuk kantong mahasiswa.” 7

Walaupun menjual makanan dengan harga yang relatif murah namun Pakde Yono selalu mendapat keuntungan. Pada hari biasa pendapatan kotor yang diperoleh Pakde Yono sebesar Rp

7

Berdasarkan hasil wawancara dengan Maldi pada 10 Oktober 2014 pukul 21.15 WIB.

1.000.000,- dan bila sedang hari libur seperti malam minggu Pakde Yono bisa mendapat pendapatan kotor sebesar Rp 2.000.000,- hingga 3.000.000,- dengan keuntungan bersih bila sedang hari biasa sebesar Rp 500.000,- untung yang di dapat Pakde Yono digunakan untuk membayar kontrakan dan biaya untuk menghidupi istri beserta kedua anaknya.

Dalam menyiapkan semua keperluan untuk berdagang, Pakde Yono memasak dengan dibantu istrinya yaitu ibu Ina, setiap pagi pukul 06.00 pakde dan ibu Ina pergi ke pasar Cimanggis untuk berbelanja, dan setelah berbelanja Pakde Yono dan istrinya memasak keperluan untuk berdagang. Semuanya dikerjakan secara bersama-sama. Sekitar pukul 18.00 mereka menyiapkan tenda dan menata angkringan. Bila sedang ramai sekali angkringan Pakde Yono bisa tutup lebih awal sekitar pukul 11.00 namun jika sedang sepi Pakde Yono tutup pada pukul 02.00 dini hari.

b. Angkringan Milik Mas Warimin

Mas Min adalah salah satu masyarakat Yogyakarta yang hijrah ke ibukota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dari kehidupannya di desa. Mas Min berusia 32 tahun, dan dia merantau ke Jakarta pada saat usia 23 tahun. Mas Min datang ke Jakarta hanya bermodalkan uang sebesar lima ratus ribu dan Mas Min juga tidak memiliki keahlian khusus, dan pada tahun-tahun awal tinggal di Jakarta Mas Min mendapat pekerjaan menjaga sebuah toko di salah satu pusat perbelanjaan di Ibukota.

Pekerjaan menjaga toko hanya bertahan kurang lebih satu tahun karena uang yang Mas Min dapatkan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Setelah memutuskan untuk keluar Mas Min melamar pekerjaan untuk bekerja di pabrik di daerah Cililitan. Setelah tiga tahun bekerja dipabrik, Mas Min memutuskan keluar karena Mas Min merasa bosan dengan

pekerjaan yang monoton di pabrik. Seperti yang diungkapkan oleh Mas Min bahwa

“saya kerja di pabrik tiga tahun, karena kerjaannya itu-itu saja

jadi saya bosan dan memutuskan untuk keluar, lagipula masa depannya tidak menjanjikan.”8

Mas Min lalu berfikiran untuk berwirausaha, karena pada saat itu Mas Min sudah memiliki seorang istri yang bisa memasak. Akhirnya Mas Min dengan istrinya memutuskan untuk membuka usaha warung angkringan di daerah Pamulang. Pamulang dipilih setelah Mas Min dan istrinya mengunjungi kerabat yang tinggal di Pamulang dan mendapat berbagai masukan untuk pindah menetap dan membuka usaha angkringan disana. Setelah melihat berbagai lokasi Mas Min akhirnya mendapat tempat di depan sebuah toko di pinggir jalan yang berada di Jl. Dr Setiabudi, Pamulang, Tangerang Selatan. Dengan bermodal tujuh juta rupiah Mas Min menyiapkan segala macam kebutuhan untuk berdagang angkringan. Uang tersebut Mas Min gunakan untuk membeli gerobak sederhana dan keperluan-keperluan lainnya seperti ceret sebagai identitas angkringan yang berjumlah tiga buah, serta untuk membayar sewa depan toko sebesar empat ratus ribu perbulannya yang akan ia gunakan untuk berdagang.

Mas Min sudah berdagang angkringan selama kurang lebih hampir lima dibantu 3 keponakannya untuk menyiapkan keperluannya berjualan. Istri Mas Min yang bertugas untuk berbelanja pada pagi hari dan memasak pada siang harinya sedangkan tugas Mas Min dan para keponakannya hanya yang berjualan. Mas Min berjualan dimulai pukul enam sore ketika toko tersebut sudah tutup. Bila sedang ramai angkringan Mas Min hanya

8

Berdasarkan wawancara dengan Mas Min pada 22 Mei 2014 pukul 22.30 WIB.

sampai pukul 00.00 WIB. Namun bila sedang sepi Mas Min baru dapat menutup angkringannya pada pukul 02.00 dini hari.

Angkringan yang dimiliki oleh Mas Min termaksud angkringan yang sederhana, dan angkringan ini dibuat agar semirip mungkin dengan angkringan yang berada di Jogjakarta. Di depan gerobak Angkringan Mas Min menyediakan bangku panjang yang dapat diduduki kurang lebih empat orang, dan untuk pembeli lainnya disediakan tikar dan meja kecil untuk duduk lesehan.

Dengan bermodalkan angkringan yang sederhana Mas Min mampu mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari untuk istri dan anaknya yang saat ini berusia dua tahun dan membayar upah untuk ketiga orang keponakannya. Setiap harinya Mas Min mampu untuk memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000,- perhari dengan keuntungan bersihnya Mas Min mampu memperoleh sehari kurang lebih Rp 600.000,-. Berikut ini adalah daftar masakan dan minuman yang disediakan di angkringan sederhana milik Mas Min.

Tabel 4.10. Menu Makanan Minuman Angkringan Mas Min

No Makanan dan Minuman Harga

1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri,

Oseng-Oseng Sayur, dan Ikan Bandeng )

Rp 2.500/bungkus

2 Sate Telur Puyuh 4 buah Rp 2.500/tusuk

3 Sate Ati Ampela Rp 2.500/tusuk

4 Sate Paru Rp 2.500/tusuk

5 Sate Kikil Rp 2.500/tusuk

6 Tempe dan Tahu Bacem Rp 2.000/buah

7 Sate Usus Rp 2.500/tusuk

8 Gorengan Tahu, Mendoan Tempe dan bakwan Rp 1.000/buah

9 Sate Ceker Ayam Rp 2.500/tusuk

10 Kepala Ayam Goreng Rp 2.500/buah

11 Teh Manis Rp 3.000/gelas

12 Wedang Jahe Rp 4.000/gelas

14 Susu Teh Jahe Rp 4.500/gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014.

Menu makanan yang disediakan oleh Mas Min memang sederhana namun walaupun dengan demikian Mas Min sudah memiliki pelanggan setia yang setiap minggunya pasti datang untuk makan lalu mengobrol dengan Mas Min. Seperti penuturan Mas Min dengan membuka usaha angkringan ia mempunyai banyak teman baru untuk bercengkrama, sehingga walaupun harus menjaga angkringannya hingga dini hari tidak ada kejenuhan yang dirasakan oleh Mas Min. Pembeli yang datang silih berganti terkadang Mas Min duduk bersama pembeli di lesehan untuk bergabung mengobrol bersama.

c. Angkringan Ibu Yanti

Ibu Yanti adalah salah satu pemilik angkringan di Pamulang Permai, Tangsel. Angkringan milik Ibu Yanti termaksud angkringan yang modern dan sudah berkembang. letak khusus angkringan Ibu Yanti sangat strategis karena berada di pinggir Perumahan Griya Jakarta yang merupakan jalan raya yang tidak pernah sepi, Ibu Yanti awal membuka usaha angkringan pada tahun 2009. Awalnya Ibu Yanti hanya menyediakan satu meja untuk menaruh makanan, namun seiring berjalannya karena semakin ramai akhirnya Ibu Yanti saat ini memiliki tiga buah meja panjang untuk menaruh makanannya.

Ibu Yanti memilih berjualan angkringan dikarenakan mendapat saran dari suaminya bahwa angkringan pada saat itu sedang menjadi trend baru di dunia kuliner. Dengan bermodal kurang lebih enam juta rupiah, Ibu Yanti beserta suaminya membuka usaha angkringan di depan emperan bengkel onderdil motor, dibantu oleh keponakan Ibu Yanti yang bernama Rohman. Pada tahun 2010 ada bengkel yang tutup sehingga Ibu Yanti memilih untuk menyewa bengkel yang sudah pindah, agar tidak lagi

menunggu untuk menjajakan dagangannya selepas bengkel tersebut tutup.

Dalam hal permodalan khususnya menyewa tempat tersebut, Ibu Yanti terpaksa meminjam uang di salah satu Bank Swasta. Karena lokasi yang cukup strategis di pinggir Perumahan Griya Jakarta maka harga sewa toko tersebut menjadi mahal. Setidaknya setiap tahun Ibu Yanti harus mengeluarkan uang sebesar lima belas juta rupiah. Oleh karena itu, Ibu Yanti berusaha untuk membuat angkringan yang lebih besar dari awalnya sehingga Ibu Yanti dapat memutuskan untuk memanggil para tetangganya yang berada di Klaten.

Dengan demikian, angkringan yang dibangun Ibu Yanti juga dapat memunculkan jaringan sosial. Jaringan sosial ini diwujudkan dengan suatu hubungan yang tercipta oleh Ibu Yanti dengan memperkerjakan para tetangganya yang berada di Klaten. Selain itu dengan adanya angkringan Ibu Yanti juga turut serta membantu membuka lapangan pekerjaan baru walaupun dengan skala yang masih kecil.

Awalnya yang bekerja hanya Ibu Yanti, suami dan keponakannya yang bernama Rohman. Kemudian mereka mulai memperkerjakan orang lain untuk membantu usaha mereka. Perkembangan lainnya terlihat pada penetapan lokasi di satu tempat walau tetap dengan konsep gerobak tenda. Berkat perkembangan usaha yang pesat, gerobak tenda berganti menjadi toko luas yang disulap menjadi angkringan besar tanpa sepi pengunjung. Secara otomatis, bahan baku harus siap sedia melebihi jumlah yang ditargetkan bersama dengan media usaha lainnya yang dapat mendorong laju perkembangan usaha Sego Kucing.

“Ibu baru angkat karyawan di tahun 2011. Itupun awalnya hanya dua orang saja, dan baru berani setelah terlihat cukup meyakinkan pada awal tahun 2012. Takutnya nanti kalau

banyak-banyak ndak bisa bayarnya. Ndak ada yang tau, toh, kalau usahanya sukses atau ndak kedepannya.”9

Perkembangan ekonomi yang terjadi dalam usaha angkringan tersebut dialami pula pada hal sumber daya manusianya. Awal mula hanya satu pekerja yaitu Rohman, kini berkembang menjadi tiga pekerja dan ibu Yanti kemudian menambah tiga orang lagi setelah itu. Sumber daya manusia yang diberdayakan sengaja tertuju pada generasi muda yang rata-rata memiliki semangat kerja maksimal. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ibu Yanti bahwa.

“Pekerja di sini rata-rata masih muda-muda mbak biar gesit

melayani pembeli, saya meminta tetangga-tetangga saya di Klaten daripada bengong, mending kerja di Jakarta.”10

Waktu yang diperlukan dalam berbelanja, memasak, dan melayani pembeli itu harus serba cepat agar tidak ada yang kecewa. Selain itu semua orang yang terlibat dalam Angkringan Ibu Yanti harus dapat mempertahankan stamina dan semangat bekerja dalam waktu seminggu penuh tanpa jeda. Hal tersebut berlaku pula bagi anggota keluarga yaitu Rohman yang turut membantu. Karena Angkringan Ibu Yanti hanya libur pada saat libur nasional keagamaan khususnya Islam. Untuk menu makanan dan minuman yang disediakan oleh Ibu Yanti tidak berbeda dengan angkringan pada umumnya, hanya saja yang membedakan angkringan Ibu Yanti menyediakan dalam jumlah yang lebih banyak dibanding angkringan lainnya.

Jenis makanan yang disediakan di angkringan milik Ibu Yanti memang jauh lebih banyak dibanding dengan angkringan milik Pakde Yono dan Mas Min namun secara menu yang disediakan hampir sama ketiganya. Angkringan milik Ibu Yanti memang jauh

9

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Yanti pada 4 September 2014, pukul 21.00 WIB.

10 Ibid.

lebih besar dibanding angkringan lainnya. Berikut ini adalah menu yang disediakan oleh angkringan Ibu Yanti.

Tabel 4.11 Menu Makanan dan Minuman di Angkringan Ibu Yanti

No Makanan dan Minuman Harga

1 Sego Kucing Aneka Lauk ( Ikan Teri, Tempe Orek, Oseng-Oseng, dan Ikan Bandeng )

Rp 3.000/bungkus

2 Nasi Bakar Rp 5.000/bungkus

3 Sate Telur Puyuh 3 buah Rp 3.000/tusuk

4 Sate Udang Rp 4.500/tusuk

5 Sate Kulit Ayam Rp 3.000/tusuk

6 Sate Kikil Rp 3.500/tusuk

7 Baceman Tahu dan Tempe Rp 3.000/buah

8 Gorengan Tahu, Tempe mendoan dan bakwan

Rp 1.500/buah

9 Sate Usus Rp 3.000/tusuk

10 Sate Ampela Rp 3.000/tusuk

11 Sate Ceker Ayam Rp 4.000/tusuk

12 Kepala Ayam Rp 4.000/tusuk

13 Wedang Jahe Rp 5.000/gelas

14 Susu Jahe Rp 6.000/gelas

15 Kopi Jahe Rp 5.500/gelas

16 Teh manis Rp 4.000/gelas

17 Teh Susu Rp 5.500/gelas

18 Minuman Kopi Susu Kemasan Rp 5.000/gelas Sumber: Hasil Temuan Peneliti, Tahun 2014.

Harga yang ditawarkan pada angkringan Ibu Yanti memang lebih mahal dibandingkan dengan harga angkringan milik Pakdhe yono dan Mas Min. Hal ini dikarenakan Ibu Yanti harus mengeluarkan uang yang lebih banyak untuk membayar harga sewa tempat serta membayar para karyawannya. Walaupun harga

yang cukup mahal untuk angkringan pada umumnya, tidak membuat pelanggan Ibu Yanti lantas pergi, hal ini dikarenakan harga sesuai dengan cita rasa yang ditawarkan, serta tempat duduk yang disediakan jauh lebih banyak menampung pembeli dibanding

Dokumen terkait