• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Individu (faktor internal) Usia

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 15 menunjukkan bahwa secara umum usia responden berada pada kelompok usia sedang, yaitu usia 40-50 tahun sebesar 40 persen. Pengkategorian tingkat usia ini ditentukan secara emik, yaitu dengan berpatokan pada kondisi lokasi penelitian. Tingkat usia dibagi menjadi tiga kateogori berdasarkan rataan usia seluruh responden, yaitu usia < 40 tahun dikategorikan ke dalam usia muda, usia 40-50 tahun dikategorikan ke dalam usia sedang, dan usia > 50 tahun dikategorikan ke dalam usia tua.

Tabel 15. Jumlah dan presentase responden berdasarkan usia

Responden yang berada pada kelompok usia sedang, yaitu usia 40-50 tahun merupakan kelompok usia yang didominasi oleh tokoh masyarakat formal dan lapisan non-tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat formal, seperti pengurus RT dan RW sebagian besar masuk pada kelompok usia sedang karena usia sedang merupakan usia yang tepat untuk mengemban tugas sebagai pembantu pemerintahan desa, di samping usia sedang adalah usia yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda. Selain itu, kelompok usia tua, yaitu usia > 50 tahun merupakan kelompok usia yang sebagian besar berada pada lapisan tokoh masyarakat informal, yakni sesepuh dan tokoh agama. Responden yang berada pada usia di atas 50 tahun dinilai memiliki pengalaman yang cukup banyak tentang desa dan pengaruhnya sangat kuat karena sudah lama menetap di desa tersebut.

Tingkat Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 16 menunjukkan bahwa secara umum tingkat pendidikan responden berada pada kategori tinggi sebesar 51,7 persen. Penentuan kategori tingkat pendidikan berdasarkan pada pendekatan data emik. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi tiga bagian berdasarkan rataan pendidikan responden, yaitu untuk tidak tamat SD atau sederajat dikategorikan sebagai tingkat pendidikan rendah, SMP atau sederajat dikategorikan sebagai Usia Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Usia Muda 5 20.0 6 35.0 6 30.0 17 28.3 Usia Sedang 9 45.0 6 30.0 9 45.0 24 40.0 Usia Tua 6 35.0 8 35.0 5 25.0 19 31.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

tingkat pendidikan sedang, dan SMA atau sederajat dan atau jenjang seterusnya dikategorikan sebagai tingkat pendidikan tinggi.

Tabel 16. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat pendidikan

Akan tetapi, di Desa Waringin Jaya masih terdapat masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah baik pada strata tokoh masyarakat formal, informal, maupun non-tokoh masyarakat, yakni sebesar 38,30 persen. Hal ini disebabkan karena masih banyak masyarakat Desa Waringin Jaya yang sejak dahulu tidak terlalu mementingkan untuk mengenyam di jenjang pendidikan formal. Masyarakat beranggapan saat itu yang terpenting bagi mereka adalah menyambung hidup dengan bekerja serabutan tanpa memikirkan pendidikan. Selain itu, faktor biaya menjadi salah satu penyebab masyarakat enggan untuk melanjutkan pendidikannya. Biaya sekolah yang dinilai mahal membuat masyarakat merasa kesulitan untuk dapat membiayai pendidikannya sehingga masyarakat kebanyakan tidak melanjutkan sekolahnya di pendidikan formal dan lebih memilih untuk bekerja. Masyarakat Desa Waringin Jaya lebih mengutamakan ilmu agama sebagai jalan masyarakat memperoleh pendidikan dan menambah ilmunya daripada pendidikan formal pada umumnya karena ilmu agama dinilai lebih penting daripada pendidikan formal pada umumnya.

Tingkat Penghasilan

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 17 menunjukkan bahwa secara umum tingkat penghasilan masyarakat berada pada kategori sedang, yaitu kisaran Rp 1.355.000 – Rp 2.618.000,00 sebesar 40 persen. Tingkat pendapatan dalam penentuan kategorinya didasarkan pada pendekatan secara emik, artinya disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi tiga bagian berdasarkan rataan pendapatan responden, yaitu untuk pendapatan responden sebesar < Rp 1.355.000,00 dikategorikan sebagai tingkat pendapatan rendah. Pendapatan responden sebesar Rp 1.355.000,00 sampai Rp 2.618.000,00 dikategorikan sebagai tingkat pendapatan sedang, dan pendapatan responden sebesar > Rp 2.618.000,00 dikategorikan sebagai tingkat pendapatan tinggi. Tingkat Pendidikan Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah (≤ SD) 8 40.0 7 35.0 8 40.0 23 38.3 Sedang (SMP) 2 10.0 1 5.0 3 15.0 6 10.0 Tinggi (≥ SMA) 10 50.0 12 60.0 9 45.0 31 51.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

Tabel 17. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat penghasilan

Responden yang berpenghasilan sedang tersebut sebagian besar adalah masyarakat yang bekerja sebagai wiraswasta atau pedagang keliling yang memiliki keuntungan perbulannya tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi. Untuk tokoh masyarakat informal memiliki tingkat penghasilan yang tinggi karena sebagian besar tokoh masyarakat informal bekerja sebagai Guru, PNS, karyawan swasta. dan juragan. Tingkat penghasilan masyarakat yang tinggi ternyata masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Tingkat pendidikan yang tinggi membuat masyarakat memiliki keahlian tertentu sehingga masyarakat mampu mendapatkan penghasilan yang tinggi. Akan tetapi, di Desa Waringin Jaya sendiri masih ada yang memiliki tingkat penghasilan yang rendah, yakni < Rp 1.355.000,00 sebesar 28,3 persen. Hal ini disebabkan masyarakat yang memiliki penghasilan rendah tidak memiliki keahlian di bidang tertentu dan tingkat pendidikannya yang rendah sehingga akhirnya masyarakat lebih banyak yang bekerja sebagai buruh bangunan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Lama Tinggal

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 18 menunjukkan bahwa secara umum lama tinggal responden di Desa Waringin Jaya berada pada kategori sedang, yaitu memiliki lama tinggal selama 30-45 tahun sebesar 40 perssen. Pengkategorian lama tinggal berdasarkan pada pendekatan secara emik, yaitu disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Lama tinggal dikategorikan menjadi tiga bagian menurut rataan responden, yaitu < 30 tahun dikategorikan sebagai lama tinggal rendah, 30- 45 tahun dikategorikan sebagai lama tinggal sedang, dan > 45 tahun dikategorikan sebagai lama tinggal tinggi.

Tingkat Penghasilan Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah (< Rp 1.355.000,00) 5 25.0 7 35.0 5 25.0 17 28.3 Sedang (Rp 1.355.000 – Rp 2.618.000,00) 10 50.0 5 25.0 9 45.0 24 40.0 Tinggi (>Rp 2.618.000,00) 5 25.0 8 40.0 6 30.0 19 31.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

Tabel 18. Jumlah dan presentase responden berdasarkan lama tinggal di Desa Waringin Jaya

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa sebagian besar lama tinggal responden di desa sama dengan usia responden itu sendiri, artinya responden merupakan masyarakat asli pribumi Desa Waringin Jaya karena sejak lahir masyarakat sudah tinggal di desa tersebut dan masih tetap bertahan di Desa Waringin Jaya. Lamanya waktu masyarakat tinggal di Desa Waringin Jaya membuat masyarakat menjadi mengetahui keadaan sosial di lingkungan masyarakat desa karena sudah sejak lahir masyarakat tinggal di Desa Waringin Jaya. Namun, masih ada masyarakat yang tinggal di desa tidak sesuai dengan usianya karena adanya beberapa faktor, salah satunya adalah masyarakat asli Desa Waringin Jaya yang menikah dengan masyarakat di luar desa sehingga masyarakat yang di luar desa menetap bersama pasangannya yang di tinggal di Desa Waringin Jaya.

Jenis Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 19 menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar responden berprofesi sebagai wiraswasta, yakni jenis pekerjaan yang berada pada sektor informal sebesar 33,3 persen. Hal ini sesuai dengan data sekunder yang didapat dari profil desa bahwa wiraswasta merupakan salah satu jenis pekerjaan yang paling banyak di Desa Waringin Jaya. Selain wiraswasta, masyarakat Desa Waringin Jaya juga banyak yang bekerja sebagai buruh yang juga merupakan pekerjaan yang berada pada sektor informal sebesar 25 persen. Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang berada pada sektor formal didominasi oleh guru sebesar 11,7 persen.

Lama Tinggal Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah (< 30 tahun) 7 35.0 8 40.0 4 20.0 19 31.7 Sedang (30 – 45) tahun 9 45.0 6 30.0 11 55.0 26 43.3 Tinggi (>45 tahun) 4 20.0 6 30.0 5 5.0 15 25.0 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

Tabel 19. Jumlah dan presentase responden berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Petani - 00.0 - 00.0 1 5.0 1 1.7 Buruh 7 35.0 4 20.0 4 20.0 15 25.0 Wiraswasta 8 40.0 4 20.0 8 40.0 20 33.3 Pegawai negeri sipil 1 5.0 - 0.0 2 10.0 3 5.0 Karyawan swasta - 0.0 3 15.0 2 10.0 5 8.3 Guru 1 5.0 5 25.0 1 5.0 7 11.7 Keamanan - 0.0 1 5.0 1 5.0 2 3.3 Tidak Bekerja - 0.0 3 15.0 - 0.0 3 5.0 Sopir 2 10.0 - 0.0 - 0.0 2 3.3 Seniman - 0.0 - 0.0 1 0.0 1 1.7 Ibu rumah tangga 1 5.0 - 0.0 - 0.0 1 1.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.00

Masyarakat banyak yang memilih bekerja sebagai wiraswasta karena pekerjaan wiraswasta merupakan pekerjaan yang berada pada di sektor informal yang tidak ada keterikatan waktu dan aturan yang ketat. Masyarakat lebih bebas menentukkan sendiri waktunya untuk bekerja dan lebih leluasa, serta tidak ada aturan yang membuat masyarakat merasa dibatasi. Beberapa diantaranya, yaitu pedagang perabotan rumah tangga atau membuka warung kelontong di masing- masing rumah.

“kalau disini mah de kebanyakan emang pedagang ye karena kita bisa ngatur sendiri kapan mau dagang. Kalo dagang biasanya sih kita ngejualin barang-barang dari warga yang ngeproduksi, kayak lemari sama meja. abis itu

Selain wiraswasta, pekerjaan masyarakat Desa Waringin Jaya di sektor informal adalah menjadi buruh kuli bangunan karena profesi tersebut tidak memerlukan pendidikan terakhir, akan tetapi yang terpenting adalah ketekunan dan ketelatenan dalam bekerja sebagai buruh kuli bangunan. Selain sektor informal, ada juga masyarakat yang bekerja di sektor formal yang didominasi oleh pegawai/karyawan swasta karena lokasi Desa Waringin Jaya yang berdekatan dengan pusat kota dan Ibukota Negara, yaitu Ibukota Jakarta sehingga banyak diantara masyarakat desa yang memilih bekerja sektor formal di perusahaan- perusahaan swasta di Kota Jakarta. Selain karyawan, masyarakat yang bekerja di sektor formal ada yang berprofesi sebagai guru, baik itu guru di sekolah yang berada di desa maupun di sekolah yang berada di luar desa.

Adapun petani di Desa Waringin Jaya jumlahnya sudah sangat sedikit mengingat lahan-lahan di desa tersebut sudah beralih fungsi menjadi kawasan perumahan kelas menengah ke atas sehingga memaksa para petani untuk beralih ke profesi lain. Namun, masih ada beberapa orang yang mempertahankan profesinya sebagai petani akan tetapi hanya memenuhi kebutuhannya sendiri dan menggarap lahan-lahan yang ada untuk ditanami tanaman palawija atau tanaman sayuran.

Faktor Eksternal Tingkat Transparansi

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 20 secara umum menunjukkan bahwa transparansi pemerintah desa dalam pengelolaan dana, salah satunya dana untuk pembangunan infrastruktur jalan tergolong tinggi, yakni sebesar 46,7 presen. Tabel 20. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tingkat transparansi

Pemerintah desa memberikan informasi secara terbuka dan rinci kepada masyarakat terkait anggaran dana desa untuk pembangunan desa, salah satunya adalah pembangunan infrastruktur jalan di Desa Waringin Jaya. Pemberitahuan adanya anggaran dana tersebut disampaikan oleh pemerintah desa melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes) yang diadakan di awal tahun. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, pemerintah dinilai sudah transparan dengan masyarakat yang artinya semua anggaran yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan desa diberitahukan secara rinci. Saat musyawarah baik di tingkat desa maupun di tingkat wilayah (RW), pemerintah desa pertama-tama memberitahukan kepada masyarakat mengenai anggaran dana Tingkat Transparansi Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah 1 5.0 6 35.0 8 35.0 15 25.0 Sedang 4 20.0 7 35.0 6 30.0 17 28.3 Tinggi 15 75.0 7 30.0 6 35.0 28 46.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

desa yang didapat Desa Waringin Jaya dari pemerintah pusat, kemudian pemerintah desa mengalokasikan dana desa tersebut untuk pembangunan desa salah satunya adalah infrastruktur jalan desa. Anggaran dana desa tersebut akan diprioritaskan pada tahun pertama kepada wilayah di desa yang benar-benar membutuhkan perbaikan infrastruktur jalan. Berdasarkan Laporan Akhir Tahun 2015 Desa Waringin Jaya, wilayah-wilayah yang diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur jalan desa diantaranya wilayah RW 04, 05, 06, dan 09.

“wah iya de dikasih tau ke masyarakat, pihak desa terbuka sama

masyarakat soal anggaran buat ngecor jalan. dikasih tau berapa- berapanya ke kita jadi kita tau semua. pihak desa ngasih taunya pas pengajian, pas kita lagi pada kumpul. kan enak tuh warga lainnya juga tau soalnya diumumin pake speaker masjid juga.”(KRD, 47 tahun).

Bentuk transparansi lainnya yang dilakukan oleh pemerintah desa dalam hal anggaran dana desa adalah laporan rincian anggaran dana desa yang telah digunakan untuk pembangunan jalan desa, seperti papan pengumuman yang resmi dari pemerintah desa yang dipasang di lokasi pembangunan infrastruktur jalan. Tujuannya adalah untuk memberitahukan ke masyarakat bahwa pembangunan infrastruktur jalan di masing-masing wilayah atau RW menghabiskan anggaran dana desa sebesar yang dicantumkan di papan pengumuman laporan sehingga dengan cara demikian masyarakat mengetahui secara pasti anggaran dana desa yang dikeluarkan oleh pemerintah desa untuk pembangunan infrastruktur jalan.

Berbeda halnya dengan strata non-tokoh masyarakat atau masyarakat awam, transparansi dari pemerintah desa tersebut tidak semua diketahui oleh atau masyarakat awam karena masyarakat awam tidak terlalu aktif dalam mengikuti perkembangan dari pembangunan desa tersebut, termasuk dalam hal anggaran dana desa sehingga masyarakat tidak mengetahui berapa besar anggaran dana desa yang dikeluarkan untuk program pembangunan desa, salah satunya pembangunan infrastruktur jalan.

Intensitas Komunikasi

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 21 menunjukkan bahwa intensitas komunikasi antar masyarakat secara umum tergolong tinggi sebesar 43,3 persen. Antar masyarakat Desa Waringin Jaya memiliki intensitas komunikasi atau interaksi yang kuat, hubungan yang sangat harmonis dan dekat antar sesama warga serta memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat tinggi.

Tabel 21. Jumlah dan presentase responden berdasarkan intensitas komunikasi

Masyarakat Desa Waringin Jaya sangat interaktif satu sama lain, tingkat kekompakan dan kekeluargaannya sangat tinggi di lingkungan setempat. Bentuk interaksinya diantaranya berkumpul di rumah warga lainnya atau di tempat pos ronda yang ada di lingkungan sekitar pada waktu malam hari hanya untuk sekedar berkumpul dan mengobrol. Dengan adanya interaksi yang tinggi tersebut, antar masyarakat menimbulkan adanya kebersamaan antar masyarakat desa.

“ya kita kalau malem suka kumpul di pos ronda sama anak muda juga ikutan, yaa kadang sampe jam 2 malem kita

nongkrong.” (DDG, 39 tahun).

Selain berkumpul dengan masyarakat lainnya pada waktu malam hari, terdapat bentuk interaksi lainnya yang membuat intensitas komunikasi atau interaksi antar masyarakat semakin tinggi, yaitu dengan mengadakan kegiatan- kegiatan yang bersifat keagamaan seperti pengajian RW atau RT yang dilakukan seminggu sekali di masing-masing rumah warga secara bergantian. Hal ini membuat masyarakat menjadi saling kenal lebih dalam satu sama lain dan akhirnya timbul rasa kebersamaan, solidaritas, dan kekompakan sesama warga di lingkungan desa tersebut. Adapun untuk non-tokoh masyarakat tidak semua mengikuti kegiatan atau memiliki intensitas komunikasi yang tinggi antar masyarakat karena adanya faktor pekerjaan dan lama tinggal yang membuat masyarakat masih belum mampu berkomunikasi secara intensif sesama masyarakat. Intensitas Komunikasi Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah 3 15.0 7 35.0 6 30.0 16 26.7 Sedang 4 20.0 5 25.0 9 45.0 18 30.0 Tinggi 13 65.0 8 40.0 5 25.0 26 43.3 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

Pada tahun 2015, Desa Waringin Jaya mendapatkan dana hibah dari pemerintah pusat melalui APBN untuk pembangunan desa. Dana hibah tersebut dikenal dengan sebutan dana desa yang merupakan bantuan dana dari pemerintah pusat untuk percepatan pembangunan desa, terutama untuk pembangunan infrastruktur desa. Hal ini menjadi kabar baik bagi semua desa, khususnya Desa Waringin Jaya untuk memanfaatkan dengan maksimal dana desa yang diperoleh dari pemerintah pusat tersebut. Dana desa untuk pembangunan infrastruktur desa ini tentunya harus melibatkan partisipasi dari masyarakat karena konsep yang

tertera dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyebutkan “Desa Membangun” menjadi slogan dalam rangka pembangunan desa sehingga sangat

diperlukan juga adanya peran serta masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan desa. Tahun 2015 kondisi Desa Waringin Jaya saat itu i infrastrukturnya cukup memperihatinkan termasuk infrastruktur jalan sehingga dana desa yang diperoleh diprioritaskan untuk membangun jalan di desa. Untuk melihat partisipasi masyarakat, dapat dilihat dari setiap tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1979).

.

Tahap Pengambilan Keputusan

Tabel 22 menunjukkan bahwa secara umum tingkat partisipasi masyarakat dalam tahap pengambilan keputusan tergolong rendah sebesar 50 persen karena dari ketiga strata tersebut yang paling dominan dalam berpartisipasi adalah kalangan strata tokoh masyarakat formal yang dinilai memiliki tanggung jawab dalam membantu pembangunan infrastruktur jalan. Adapun untuk strata tokoh masyarakat informal dan non-tokoh masyarakat partisipasinya dalam tahap pengambilan keputusan tergolong rendah. Hal itu diartikan bahwa pada dua strata tersebut lebih cenderung untuk tidak terlibat dalam tahap pengambilan keputusan. Tabel 22. Jumlah dan presentase responden berdasarkan tahap pengambilan

keputusan dalam program pembangunan infrastruktur jalan Tahap Pengambilan Keputusan Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah 2 10.0 14 70.0 14 70.0 30 50.0 Sedang 3 15.0 3 15.0 2 10.0 8 13.3 Tinggi 15 75.0 3 15.0 4 20.0 22 36.7 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

Pada tahap pengambilan keputusan terkait program pembangunan infrastruktur jalan, pihak pemerintah desa mengajak atau mengundang semua lapisan masyarakat untuk berkontribusi dalam perencanaan. Akan tetapi, sebagian masyarakat belum mampu sepenuhnya berpartisipasi dalam perencanaan karena masyarakat menganggap bahwa untuk tahap pengambilan keputusan lebih mempercayai pada strata tokoh masyarakat formal, yaitu pengurus RT dan RW untuk mewakili masyarakat dalam pengambilan keputusan.

“ah saya mah gak ikut kalo rapat-rapat gitu, itu mah biar urusan RT sama RW aja. Kita ngikut aja, kita pokoknya udah percaya sama pengurus deh kalo rapat-rapat gitu, kita warga siap bantu pas pelaksanaannya aja.” (Bch, 33 tahun).

Musyawarah dalam program pembangunan infrastruktur jalan ini terdiri dari musyawarah tingkat desa dan tingkat wilayah. Sebagian besar masyarakat tidak mengikuti musyawarah tingkat desa dan hanya mengikuti musyawarah tingkat wilayah karena masyarakat beranggapan adanya pengurus RT dan RW sudah mewakili masyarakat biasa untuk menghadiri dan menyampaikan aspirasi masyarakat saat musyawarah tingkat desa atau biasa disebut musrenbangdes.

Tahap Pelaksanaan

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 23 menunjukkan bahwa pada tahap pelaksanaan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan secara umum tergolong tinggi dengan presentase sebesar 68,3 persen. Semua strata baik tokoh masyarakat formal, informal, maupun non-tokoh masyarakat memiliki partisipasinya dalam pelaksanaan yang tinggi terhadap pembangunan infrastruktur jalan.

Tabel 23. Jumlah dan presentase responden berdasarkan pada tahap pelaksanaan dalam pembangunan infrastruktur jalan

Pada tahap pelaksanaan program pembangunan infrastruktur jalan tersebut, masyarakat baik tokoh masyarakat formal, informal, dan non-tokoh masyarakat gotong-royong dalam membantu proses pembangunan yang berlangsung selama beberapa hari. Waktu yang digunakan untuk melaksanakan Tahap Pelaksanaan Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah 1 5.0 7 35.0 2 10.0 10 16.7 Sedang 2 10.0 4 20.0 3 15.0 9 15.0 Tinggi 17 85.0 9 45.0 15 75.0 41 68.3 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

pembangunan infrastruktur jalan tersebut saat akhir minggu, yaitu hari sabtu dan minggu. Masyarakat gotong royong membantu proses pengerjaan betonisasi jalan. Pengurus RT dan RW juga mengingatkan kepada masyarakat Desa Waringin Jaya untuk bersama-sama ikut berkontribusi dalam pembangunan jalan tersebut.

“kalau pas pelaksanaan ngecor jalan semua bantu de warga di

sini mau tua atau muda semua gotong-royong ikut bantuin, ibu- ibunya juga bantuin bikinan makanan buat kita yang lagi pada kerja ngecor jalan.” (NRD, 42 tahun).

Antusias masyarakat selama proses pembangunan infrastruktur jalan tersebut sangat tinggi. Semua lapisan masyarakat turut serta dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur jalan tersebut. Berbagai bentuk dukungan dan kontribusi yang diberikan oleh masyarakat untuk keberhasilan pembangunan infrastruktur jalan tersebut, diantaranya mulai dari membantu baik tenaga, materi, maupun peralatan yang mendukung proses pembangunan infrastruktur jalan tersebut.

“yaa kalo bantuan materi mah kita ya sekedar ngasih rokok

sama kopi aja udah cukup dah buat warga.”(GUS, 39 tahun).

Tahap Menikmati Hasil

Berdasarkan hasil penelitian Tabel 24 secara umum menunjukkan bahwa pada tahap menikmati hasil dalam pembangunan infrastruktur jalan tergolong tinggi dengan presentase sebesar 45 persen.

Tabel 24. Jumlah dan presentase responden berdasarkan pada tahap menikmati hasil dalam pembangunan infrastruktur jalan

Adanya program pembangunan infrastruktur jalan ini merupakan program yang diharapkan oleh masyarakat dari Pemerintah Desa Waringin Jaya karena jalannya yang rusak menghambat aktivitas masyarakat desa bagi dari segi sosial atau ekonomi. Hasil dirasakan saat ini setelah jalan diperbaiki, masyarakat menilai program pembangunan infrastruktur jalan tersebut sangat bermanfaat untuk masyarakat. Tahap Menikmati Hasil Tokoh Masyarakat Formal Tokoh Masyarakat Informal Non-tokoh masyarakat Total (n) (%) (n) (%) (n) (%) (n) (%) Rendah 2 10.0 5 25.0 3 15.0 10 16.7 Sedang 6 30.0 7 35.0 10 50.0 23 38.3 Tinggi 12 60.0 8 40.0 7 35.0 27 45.0 Jumlah 20 100.0 20 100.0 20 100.0 60 100.0

“Alhamdulillah, sejak jalan ini diperbaiki, warga jadi enak kalau lewat jalan ini. udah nyaman banget soalnya warga juga banyak yang lewat sini, kalo gak lewat sini jauh muternya. Pernah waktu itu tukang sayur gerobaknya jatoh sebelum jalannya diperbaiki, ibu-ibu yang bawa motor juga pernah jatoh juga soalnya jalannya rusak terus berlobang. Alhamdulillah sekarang manfaat pembangunan jalan kemarin sangat dirasakan oleh

masyarakat.” (MUJ, 44 tahun).

Selain itu, sebelum jalan diperbaiki, debu-debu sangat banyak yang berada di jalan apalagi saat musim kemarau. Adanya pembangunan infrastruktur jalan tersebut mampu mengurangi kondisi debu yang ada di jalanan dibanding sebelum jalan diperbaiki. Kondisi jalan sebelum diperbaiki masih berbentuk tanah jadi jika musim kemarau datang debu yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan jalan yang sudah diperbaiki.

“waduh de kalo dulu pas jalan masih rusak, nih rumah apalagi

kalo musim kemarau jendela-jendelanya pada ketutupan debu semua. sekarang udah agak mendingan deh soalnya jalan udah dibagusin, debu juga udah mulai berkurang.” (IWN, 44 tahun).

Adanya program pembangunan infrastruktur jalan dari pemerintah desa menghasilkan dampak yang cukup signifikan. Masyarakat menjadi lebih mudah dalam melakukan aktivitas baik dari segi sosial maupun ekonomi. Meskipun program pembangunan infrastruktur jalan ini dapat dikatakan cukup sukses, tetapi masih ada masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari pembangunan infrastruktur jalan tersebut karena pembangunan infrastruktur jalan tersebut diprioritaskan untuk jalan-jalan yang sering digunakan oleh masyarakat pada umumnya dan keterbatasan dana sehingga masih ada beberapa titik yang belum diperbaiki jalannya.

Dokumen terkait