• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 INPUT

5.1.1 Sumberdaya Manusia di Klinik X, Y dan Z

Bidan di klinik merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan dalam melaksanakan peraturan ini seperti halnya IMD. Pelaksanaan IMD karena ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa bantuan dan fasilitasi dari bidan. Penelitian kualitatif ASI eksklusif 6 bulan terhadap kelompok ibu yang ASI eksklusif dan ASI tidak eksklusif menunjukkan bahwa sebagian besar informan ASI eksklusif difasilitasi IMD oleh bidan sedangkan sebagian besar informan ASI tidak eksklusif tidak difasilitasi IMD.

Dalam penelitian ini tenaga kesehatan yang ada di klinik bersalin swasta ada 8 orang di Klinik X, 6 orang di Klinik Y dan 7 orang di Klinik Z. Dari 3 informan ibu bersalin ketiganya tidak melakukan IMD, yang alasannya karena alasan yang sebenarnya bisa dihindari yaitu bayi akan dibersihkan dan dibedong terlebih dahulu. Bidan yang bersikap positif akan lebih besar kemungkinannya untuk melakukan IMD dan menyuruh ibu untuk memberikan ASI Eksklusif. Kesiapan sarana pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kehamilan dan persalinan, termasuk kesiapan SDM-nya perlu diperhatikan juga apakah peraturan tersebut sudah menyentuh peran dan mempertimbangkan situasinya. Pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif sangat bergantung pada tindakan yang diambil oleh tenaga kesehatan dan fasilitas layanan kesehatan pada jam-jam pertama. Berbagai studi menunjukkan peran vital tenaga kesehatan penolong persalinan dalam keberhasilan pelaksanaan IMD dan ASI eksklusif. Dalam kenyataannya, tidak semua tenaga kesehatan penolong persalinan baik bidan maupun dokter bebas dari peran sebagai ”agen” susu formula dan memberikan tawaran yang indah seperti mentransfer uang ke bidan yang membantu persalinan dan memberikan fasilitas berjalan – jalan ke luar negeri.

Studi kualitatif di salah satu Puskesmas di Kabupaten Solok Sumatera Barat terhadap bidan dan ibu bersalin menunjukkan kurangnya fasilitasi dan kualitas IMD yang dilakukan oleh bidan. Dalam studi tersebut bidan mengakui dalam IMD tidak terjadi kontak kulit antara ibu dan bayi karena bayi diberikan ke ibu dalam keadaan sudah terbungkus dan mereka umumnya pernah memberikan susu bantu kepada bayi dengan indikasi bila dalam 2 jam ASI belum keluar (takut terjadi hypoglikemia). Hal ini tentunya sangat tidak sesuai dengan prosedur APN yang ditetapkan. Berdasarkan monitoring yang dilakukan oleh BKPPASI disebutkan bahwa banyak rumah bersalin swasta yang tidak mendukung IMD. Sehabis dilahirkan bayi seharusnya langsung diletakkan di dada ibu agar refleksnya berkembang dan produksi ASI ibu meningkat namun bayi malah dipisahkan dan baru diberikan sehari kemudian.

5.1.2 Kebijakan dari Implementasi Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 di Klinik X, Y dan Z.

Proses penyusunan kebijakan di Indonesia melibatkan setidaknya dua pihak, yaitu pihak eksekutif dan pihak legislatif. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 14 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jamgka Menengah Daerah (RPJMD) bahwa pemahaman yang utuh tentang promosi kesehatan hanya terbatas pada pemegang program saja dan belum sampai kepada masyarakat.

Kondisi tersebut ditandai dengan masih relatif rendahya pemberian air susu eksklusif, dimana pada tahun 2009 masih dijumpai sebanyak 32,45% bayi yang tidak memperoleh ASI eksklusif. Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI secara Eksklusif pada Bayi di Indonesia. Selain itu Perda Kota Medan No. 6 tahun 2009 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Balita (KIBBLA) Pasal 37 ayat (1): Pelanggaran terhadapat ketentuan Pasal 8, dapat dikenakan Sanksi. Pasal 37 ayat (2): Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa peringatan lisan, peringatan tertulis, penutupan sementara, pencabutan izin dan penutupan kegiatan. Pasal 37 ayat (3) Penerapan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Kepala Daerah.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 450/2004 tentang ASI Eksklusif, sudah ditegaskan bahwa setiap Rumah Sakit/ Rumah Bersalin/ Bidan Praktek Swasta harus mendukung dan mengkampanyekan program pemberian ASI saja pada bayi sejak lahir sampai usia enam bulan. Namun pada kenyataannya program tersebut kurang berhasil. Data tentang cakupan inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif sebagaimana dipaparkan di atas menunjukkan kegagalan program ini. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar dari informan tidak melakukan inisiasi menyusui dini. Menurut pengakuan sebagian informan, bahwa setelah bayi lahir tidak diletakkan di dada ibu melainkan di berikan kepada ibu untuk disusui setelah diganti dengan kain yang kering dengan tujuan bayi tidak kedinginan. Hal ini tidak sesuai dengan cara yang benar dalam melakukan inisiasi menyusu dini.

Selain itu menurut sebagian bidan, meskipun sudah pernah disosialisasikan baik lewat Dinas Kesehatan maupun lewat organisasi IBI (Ikatan Bidan Indonesia), tetapi karena inisiasi menyusu dini merupakan hal yang baru dan masih banyak yang belum berpengalaman sehingga masih banyak ibu yang tidak melakukan inisiasi dini. Meski sebagian dari bidan yang menolong persalinan mereka telah memberikan informasi mengenai manfaat IMD dan ASI eksklusif saat ANC, tetapi oleh karena sikap mereka terhadap ASI eksklusif yang terkadang longgar (tidak komitmen) membuat ibu akhirnya mengambil keputusan untuk memberikan makanan atau minuman tambahan ASI termasuk di dalamnya adalah susu formula.

Salah satu faktor yang menyebabkan masih banyak ibu yang belum mengetahui tentang ASI eksklusif serta sikapnya yang tidak mendukung ASI eksklusif adalah karena ibu tersebut masih jarang atau bahkan tidak pernah mendapatkan informasi yang benar dan lengkap mengenai ASI eksklusif. Informasi yang didapatkan ibu dari bidan selama proses ANC adalah hanya seputar cara pemberian ASI saja. Hal tersebut dikarenakan bahwa sampai saat ini belum pernah mengetahui/ mendengar tentang standar pelayanan khususnya standar pelayanan tentang pemberian ASI eksklusif. Yang selama ini diketahui adalah cara pemberiannya saja bahwa ASI eksklusif adalah bayi diberikan ASI saja sampai 6 bulan, tetapi tidak mengetahui bahwa

pemberian ASI eksklusif perlu persiapan. Sehingga perlu penanaman sikap yang baik untuk melaksanakan praktik ASI.

Dalam implementasi sanksi terhadap pelanggaran belum ada sejauh ini karena kurangnya pengawasan juga dari pembuat kebijakan. Satu legislasi, yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pemberian ASI yang sudah dimulai pembahasannya sejak November 2006 (saat itu bernama RPP Pemasaran Susu Formula) masih juga belum tuntas dibahas dan belum bisa diluncurkan sebagai Peraturan Pemerintah. Dalam studi ini, kajian analisis akan dilakukan terhadap Peraturan Pemerintah No 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif di Klinik Bersalin Swasta di Kota Medan.

5.2 Proses Implementasi Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI

Dokumen terkait