• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DASAR TEORI

D. Instrumen

a. Desain Pembelajaran

Untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir dari operasi konkret ke operasi formal peneliti membuat suatu desain pembelajaran. Ada beberapa langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan desain pembelajaran, antara lain:

a) Memilih pokok bahasan tertentu

Dalam penelitian ini penulis memilih “Suhu dan Kalor” sebagai materi pokok yang akan dipelajari. Materi pokok ini dibedakan menjadi 3 sub pokok bahasan: 1) suhu dan termometer, 2) kalor dan suhu benda, 3) penghantar dan isolator panas.

b) Membuat pemetaan

Pemetaan dibuat dalam bentuk kolom-kolom, agar lebih mudah dalam membaca dan lebih mudah dipahami. Beberapa langkah pemetaan yang dilakukan dalam pembuatan desain ini antara lain:

1. Rincian kemampuan operasi konkret dan operasi formal

Kegiatan ini untuk mendaftar rincian kemampuan apa saja yang dimiliki anak masing-masing pada tahap operasi konkret dan operasi formal. Ada 8 rincian kemampuan pada tahap operasi konkret dan 11 rincian kemampuan pada tahap operasi formal. Rincian tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. Setiap rincian kemampuan diberikan penjelasan yang memperjelas kemampuan yang dimiliki anak pada tahap tersebut dan disertai contoh soal yang akan dipakai sebagai alat ukur.

2. Peyusunan soal yang sesuai dengan masing-masing rincian kemampuan

Untuk masing-masing rincian kemampuan pada tahap operasi konkret maupun operasi formal disusun pada soal-soal yang merepresentasikan rincian kemampuan tersebut. Beberapa soal diambil dari sumber utama buku “Teori perkembangan kognitif Jean Piaget” dan beberapa buku pendukung serta ada beberapa soal yang dibuat oleh penulis sendiri dengan mengacu pada penjelasan dari mesing-masing rincian kemampuan. Setiap sumber dari soal ditulis di belakang dari soal. Soal selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

3. Fasilitasi transformasi dari operasi konkret ke operasi formal

Desain yang dibuat ini sebagai salah satu fasilitasi siswa yang masih berada pada tahap operasi konkret agar meningkat ke tahap operasi formal. Dalam setiap rincian kemampuan yang ada pada tahap operasi konkret difasilitasi dengan beberapa kegiatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung agar bisa meningkat ke tahap operasi formal. Ada beberapa rincian kemampuan yang ada dalam operasi konkret tetapi tidak ada pada operasi formal maupun sebaliknya. Secara rinci untuk masing-masing rincian kemampuan dan fasilitasinya ada pada lampiran 5.

c) Kekhasan dari desain yang dibuat

Ketiga desain pembelajaran yang dibuat oleh penulis ini memiliki kekhasan yaitu pada proses pembelajaran yang dilakukan. Kekhasan ini

terlihat pada keaktifan siswa dalam setiap proses kegiatan yang dilakukan. Meskipun dari ketiga desain ini menggunakan metode yang berbeda tetapi metode yang dipilih mengaktifkan siswa untuk berfikir, bertindak dan berkomunikasi baik dengan sesama teman maupun dengan guru.

d) Langkah-langkah

Langkah-langkah pembelajaran dalam desain pembelajaran yang di buat secara umum adalah sebagai berikut.

Pertama adalah kegiatan awal. Kegiatan awal adalah motivasi yang dipakai oleh penulis untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dipelajari. Kegiatan yang dilakukan adalah memunculkan suatu pertanyaan kepada siswa, mengingat kembali peristiwa sehari-hari yang berkaitan dengan konsep tersebut dan mencoba untuk menghubungkannya.

Kedua adalah kegiatan inti. Langkah ini merupakan inti dari proses pembelajaran yang dilakukan. Kegiatan yang dilakukan antara lain: merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, pengumpulan data dan penyimpulannya.

Ketiga adalah kegiatan pemantapan. Kegiatan ini merupakan rangkuman dari seluruh proses yang dilakukan. Perangkuman dapat dilakukan sekaligus untuk memberikan evaluasi berupa Tanya jawab lisan, latihan soal maupun pekerjaan rumah.

b. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah soal-soal pilihan ganda. Pada setiap soal-soal, diberikan 4 pilihan jawaban. Soal-soal tersebut dikelompokkan merepresentasikan operasi konkret dan operasi formal.

Dari soal yang diberikan, siswa menjawab langsung di lembar soal, karena untuk setiap soal diberikan tempat untuk menjawab langsung dan diberi tempat untuk menuliskan alasan memilih jawaban.

Beberapa rincian kemampuan yang merepresentasikan operasi konkret menurut Suparno (2001: 69-86) antara lain:

a. Adanya transformasi reversibel, yaitu kemampuan anak dalam

mengerti setiap langkah dari proses trasformasi (perubahan). Anak tidak melihat setiap langkah perubahan sebagai yang berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan. Misalnya anak diberikan benda berputar maka ia sudah dapat melihat seluruh proses berputarnya, bukan hanya kedudukan akhir dan kedudukan awalnya.

b. Sistem kekekalan (konservasi), ini adalah kemampuan anak dalam

mengerti adanya konsep kekekalan objek. Baik itu kekekalan substansi, kekekalan panjang, kekekalan luas, dan kekekalan volume.

c. Seriasi, merupakan kemampuan dalam mengatur atau mengurutkan

d. Klasifikasi, adalah kemampuan anak dalam mengelompokkan objek-objek secara lebih terstruktur atau kemampuan anak dalam mengklasifikasikan objek secara lebih sistematis.

e. Bilangan, yakni kemampuan anak dalam korespondensi satu-satu dan

sifat kekekalan serta kepandaian anak dalam membuat seriasi dan klasifikasi inklusif. Pengertian anak tentang bilangan bulat bertumbuh.

f. Ruang, waktu dan kecepatan, yaitu kemampuan anak dapat mengerti

relasi urutan waktu (sebelum dan sesudah) dan koordinasi dengan waktu (panjang dan pendek). Apabila anak dihadapkan pada suatu benda maka ia akan memperhatikan laju benda tersebut dan relasi antara waktu dan jarak.

g. Kausalitas, adalah kemampuan anak yang sudah lebih mendalam yaitu

melihat sebab suatu benda. Anak suka mempertanyakan mengapa sesuatu terjadi serta melihat dan meneliti terjadinya berbagai macam hal.

h. Penalaran, adalah kemampuan di mana anak jarang berbicara dengan

suatu alasan, lebih mengatakan apa yang terjadi. Dalam hal ini anak belum berfikir secara keseluruhan dengan baik masih menekankan bagian-bagian tertentu sehingga kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.

Beberapa rician kemampuan yang merepresentasikan operasi formal menurut Suparno (2001: 88-100) antara lain:

a. Dua reversibel, adalah kemampuan dalam membentuk suatu sistem

kombinasi dan struktur fundamental yang menunjukkan suatu sistem lengkap, di mana sudah dapat menggunakan dua unsur reversibel resiprok (transformasi pencerminan) dan inversi (proses transformasi kebalikan).

b. Pemikiran yang abstraksi reflektif, adalah kemampuan berfikir secara proporsi yaitu pemikiran untuk membandingkan dua hal atau membagikan diantara dua hal. Pada kemampuan ini anak juga melakukan suatu tindakan terhadap objek sehingga terjadi abstraksi.

c. Sistem konbinatoris, anak mampu membuat kombinasi dan permutasi

dalam mengurutkan beberapa benda yang ada.

d. Kombinasi objek-objek dan proposisi, ini adalah kemampuan dalam

mengkombinasikan beberapa gagasan dan hipotesis dalam pernyataan afirmatif atau negatif yang sederhana.

e. Pemikiran deduktif hipotetis, yaitu kemampuan anak dalam menarik

kesimpulan yang penting dari kebenaran yang masih berupa kemungkinan (hipotesis) serta mengambil kesimpulan dari sesuatu yang umum.

f. Pengertian probalitas, adalah kemampuan anak menggunakan sistem

kombinasi yang memungkinkan melihat segala kemungkinan dari unsur-unsur yang ada. Selain itu anak dapat menghitung proporsi

sehingga dapat menagkap dan menghitung suatu probabilitas misalnya

6 4 3 2 = .

g. Fleksibel, adalah kemampuan anak dalam menghadapi hasil yang di

luar dugaan karena semua kemungkinan sudah dipikirkan dan dalam menyelesaikan masalah tidak hanya terpaku pada satu metode pemecahan saja.

h. Berfikir induktif saintifik, kemampuan anak dalam mengambil

kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus serta dapat mengambil kesimpulan secara logis dari data yang ada.

i. Sistem referensi ganda, adalah kemampuan anak dalam

menggabungkan persoalan misalnya pada bahasan benda bertumpuk.

j. Kesetimbangan hidrostatis, adalah kemampuan anak dalam

memahami kesetimbangan dan mengetahui mengapa terjadi kesetimbangan.

Konsultasi dengan dosen pembimbing dilaksanakan dalam menyusun desain pembelajaran untuk memfasilitasi peningkatan taraf berfikir siswa dari operasi konkret ke operasi formal. Desain dibuat sedemikian rupa sehingga dalam setiap langkah-langkah kegiatan yang dilakukan selama proses pebelajaran dapat mengaktifkan siswa. Ada beberapa kegiatan yang dilakukan, baik komunikasi antara guru dan siswa maupun antar sesama siswa dalam kelompok.

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan diharapkan siswa aktif berfikir maupun bekerja sama dalam kelompok dalam melakukan tugas yang diberikan. Pada saat kerja kelompok setiap kelompok diberikan petunjuk langkah-langkah yang harus dilakukan dan beberapa tugas yang harus dikerjakan. Dengan demikian diharapkan siswa yang masih berada pada tahap operasi konkret mengalami peningkatan ke tahap operasi formal. Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung dapat dilihat di desain pembelajaran (lampiran 2).

Kualitas soal hanya ditentukan oleh validitas isi, apakah soal-soal itu bisa mengukur kemampuan taraf perkembangan pikiran siswa. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang dibuat oleh peneliti dapat mengukur kemampuan siswa yang berada pada tahap operasi konkret dan operasi formal. Untuk itu peneliti sudah melakukan uji coba alat ukur yang berupa soal-soal tersebut sebanyak 4 kali di 3 SMP yang berbeda-beda dan melakukan konsultasi dengan dosen pembimbing. Soal pretes dan postes terlampir (lampiran 3 dan lampiran 4).

Uji coba alat ukur yang pertama dilakukan pada tanggal 13 Februari 2006 di SMP N 2 Prambanan Klaten. Dari hasil uji coba dan konsultasi dengan dosen pembimbing, maka jenis soal yang semula berhubungan dengan materi pokok yaitu suhu dan kalor diganti, karena jenis soal yang digunakan untuk dapat mengukur kemampuan siswa berada pada tahap

mana adalah soal-soal yang merepresentasikan masing-masing rincian kemampuan baik dari operasi konkret maupun operasi formal.

Uji coba alat ukur yang kedua dilakukan pada tanggal 6 Maret 2006 di SMP N 2 Prambanan Klaten. Dari hasil uji coba tes tersebut ada 1 soal yang diperbaiki kembali, 1 soal yang di hapus dan 3 soal baru. Soal yang diperbaiki adalah soal nomor 5. Semula gambar yang digunakan adalah sebuah timbangan yang miring seperti pada soal di bawah ini.

Ada sebuah timbangan. Lihatlah gambar di bawah ini!

Bagaimanakah caranya agar timbangan A dan B bisa setimbang? T1

A

B T2

a. dibuat panjang tali di A lebih panjang dari pada di B b. dibuat panjang tali di b lebih pendek dari pada di A c. dibuat lengan T2 lebih pendek dari pada lengan T1

d. dibuat lengan T1 lebih pendek dari pada lengan T2

Kemudian gambar diperbaiki dengan posisi timbangan yang setimbang dengan soal dan pilihan jawaban yang berbeda dari semula.

Ada sebuah timbangan. Lihatlah gambar di bawah ini! T1

A B

Dari gambar di atas pernyataan di bawah ini manakah yang benar? a. Semakin berat benda (A), lengan timbangan T1 harus semakin

panjang dari pada T2 agar terjadi kesetimbangan.

b. Supaya terjadi keseimbangan, diperlukan lengan T1 lebih pendek dari pada lengan T2 bila beban A lebih ringan dari pada beban B. c. Semakin ringan benda (B), lengan timbangan T2 harus semakin

pendek dari pada T1 agar terjadi keseimbangan.

d. Supaya terjadi kesetimbangan, diperlukan lengan T2 lebih panjang dari pada lengan T1 bila beban B lebih ringan dari pada beban A.

Soal tersebut diperbaiki karena kurang bisa mengukur kemampuan dalam membandingkan dua hal atau membagikan antara dua hal.

Soal yang tidak digunakan adalah soal nomor 9, karena soal tersebut terlalu sederhana. Sehingga jumlah soal dari 20 menjadi 21.

Uji coba alat ukur yang ketiga dilakukan pada tanggal 27 Maret 2006 di SMP Pangudi Luhur Wedi Klaten. Dari hasil uji coba tes tersebut ada 1 soal yang dihapus dan 3 soal baru. soal yang tidak digunakan adalah soal nomor 3, karena soal tersebut kurang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengatur atau mengurutkan unsur-unsur menurut semakin besar atau kecilnya unsur tersebut (seriasi). Sehingga jumlah soal dari 21 menjadi 23.

Uji coba alat ukur yang keempat dilakukan pada tanggal 24 April 2006 di SMP N 3 Gantiwarno Klaten. Dari hasil uji coba tes terakhir ini diketahui bahwa alat ukur telah memenuhi harapan atau standar.

Dokumen terkait